Anda di halaman 1dari 27

KONSEP FARMAKOTERAPI

Apt. Arina Zulfah Primananda.,M.Farm


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020
PENGERTIAN FARMAKOTERAPI

• Farmakoterapi adalah sub ilmu dari farmakologi yang mempelajari tentang


penanganan penyakit melalui penggunaan obat-obatan.
TUJUAN FARMAKOTERAPI

• Membantu apoteker dalam memahami penggunaan obat pada penyakit tertentu


• Apoteker mampu memilih obat yang tepat
• Apoteker mampu memberikan informasi obat (Misalnya mengenai efek
samping obat, kontraindikasi obat, interaksi obat dengan obat lain atau
interaksi obat dengan makanan, dan sebagainya)
• Apoteker mampu berinteraksi dengan dokter dan tenaga medis lainnya.
• Apoteker membantu pasien melakukan self medication.
MATA KULIAH PENDUKUNG DALAM
MEMPELAJARI FARMAKOTERAPI DIANTARANYA

• Farmakologi
• Farmakokinetik
• Patofisiologi
• Mikrobiologi
• Parasitologi
• Virology
IMPLEMENTASI ILMU
FARMAKOTERAPI

• Pertama, apoteker harus mengetahui secara jelas bagaimana penyakitnya dan harus menemukan diagnosis yang
tepat. Sebelum memilih obat, sebaiknya apoteker menawarkan kepada pasien “terapi non-farmakologi” dengan
melakukan modifikasi gaya hidup (misalnya dengan melakukan diet tertentu, olah raga tertentu, berhenti
merokok dan berhenti mengkonsumsi alkohol, dan lain-lain).
• Modifikasi gaya hidup dilakukan tergantung dengan tipe dan jenis penyakit pasien. Jika terapi non-farmakologi
tidak berhasil, lakukan tahap selanjutnya yaitu terapi farmakologi (terapi dengan menggunakan obat). Terapi
farmakologi dimulai dengan pemilihan obat yang tepat dan dengan dosis rendah dan dalam waktu sesingkat
mungkin (tetapi harus tetap memberikan efek terapi). Pemilihan obat berdasarkan gejala-gejala yang dirasakan
oleh penyakit dan harus menggunakan obat yang sudah terbukti melalui uji klinis. Penggunaan obat baru
dilakukan jika obat baru memiliki kelebihan secara signifikan dibandingkan obat lama
• Hal yang harus diperhatikan adalah lama terapi obat (menentukan efikasi dan efek samping),
interaksi obat dengan obat lain, interaksi obat dengan penyakit, interaksi obat dengan
makanan, dan lain-lain. Selain itu, regimen obat sebaiknya dibuat sederhana untuk
mempermudah pasien. Kegagalan terapi dapat disebabkan oleh seleksi obat tidak memadai,
kesalahan penggunaan dosis, munculnya penyakit lain, terjadi interaksi obat, adanya factor
genetik dan faktor lingkungan, dan lain-lain.
TERAPI YANG RASIONAL

• Penggunaan obat dikatakan rasional menurut WHO apabila pasien menerima


obat yang tepat untuk kebutuhan klinis, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan
untuk jangka waktu yang cukup, dan dengan biaya yang terjangkau baik untuk
individu maupun masyarakat.
• Konsep tersebut berlaku sejak pertama pasien datang kepada tenaga kesehatan,
yang meliputi ketepatan penilaian kondisi pasien, tepat diagnosis, tepat
indikasi, tepat jenis obat, tepat dosis, tepat cara dan lama pemberian, tepat
informasi, dengan memperhatikan keterjangkauan harga, kepatuhan pasien, dan
waspada efek samping. Pasien berhak mempertanyakan hal-hal itu kepada
tenaga kesehatan.
OBAT YANG RASIONAL

• Oleh karena itu, penggunaan obat rasional meliputi dua aspek pelayanan yaitu
pelayanan medik oleh dokter dan pelayanan farmasi klinik oleh apoteker.
Untuk itu perlu sekali adanya kolaborasi yang sinergis antara dokter dan
apoteker untuk menjamin keselamatan pasien melalui penggunaan obat
rasional.
• Penggunaan obat yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak cukup besar
dalam penurunan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan anggaran
pemerintah yang dialokasikan untuk obat. Penggunaan obat dikatakan tidak
rasional jika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara medik
OBAT YANG RASIONAL

• Penggunaan obat tidak rasional dapat terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan


maupun di masyarakat. Hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor yang di
antaranya, regulasi, kompetensi tenaga kesehatan, pasien itu sendiri, pihak
industri, manajemen pengelolaan obat di tempat kerja dan sistem.
• Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai strategi peningkatan
penggunaan obat rasional. Dalam rangka pengendalian resistensi antimikroba,
misalnya, telah dilakukan pembatasan penyediaan antimikroba (khususnya
antibiotika) melalui kebijakan Formularium Nasional (Fornas), penetapan
standar dan pedoman terkait penggunaan antibiotika.
EVIDENCE BASED MEDICINE

• Secara prinsip yang menjadi dasar praktik evidence based health care adalah
bahwa setiap perilaku atau tindakan medis harus dilandasi suatu bukti ilmiah
yang telah diuji kebenaran dan tingkat kemanfaatannya untuk pasien. Bagi
farmasis, segala tindakan dalam rangka pengobatan, pemmilihan jenis obat,
penilihan jenis sediaan dan cara pemberian obat, maupun konsultasi tentang
obat harus didasarkan bukti ilmiah yang sudah valid, terkini dan bermanfaat.
EVIDENCE BASED MEDICINE

• Dengan kemajuan di bidang teknologi informasi saat ini, internet dapat


digunakan untuk memperbaharui segala informasi yang diinginkan. Penelaahan
lebih jauh diperlukan sebelum mempercayai informasi baru tentang obat. Tidak
semua informasi yang didapatakan bisa dipercaya dan digunakan sebagai bagai
bahan pertimbangan dalam menentukan terapi untuk pasien.
• Keterampilan memperoleh informasi dengan cepat dan tepat melalui internet
akan sangat menunjang tugas dan tanggung jawab farmasis dalam praktik
profesionalismenya. Informasi dapat diperoleh darimana saja, baik internet,
jurnal publikasi ilmiah, buku terbaru, cerita tenaga kesehatan lain, maupun
seminar kesehatan yang diselenggarakan
KETERBATASAN EBM

• EBM memiliki beberapa keterbatasan:


• 1.tidak cukup data untuk menjawab pertanyaan klinis tertentu
• 2.tidak mudah mengaplikasikan hasil penelitian ke masyarakat umum
• 3.keterbatasan akses ke sumber informasi
• 4.keterbatasan waktu
EBM

• Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, diperlukan beberapa sarana untuk


membantu terselenggaranya EBM dengan baik:
• 1.artikel jurnal evidence based
• 2.sytematical review atau kumpulan guideline
• 3.kemampuan menilai validitas dan relevansi literatur dengan melakukan critical
appraisal
• 4.sistem informasi teknologi yang memudahkan akses sumber informasi
• 5.kemauan farmasis sebagai long live learnerdan semangat untuk memperbaiki
kondisi klinis pasien
PRINSIP EBM DALAM PENCARIAN
PUSTAKA

• 1.merumuskanproblem atau permasalahan klinisdengan susunan PICO (patients, intervention, comparative,


outcome)
• 2.menentukan kata kunci (key words) yang diambil dari permasalahan klinis sebagai dasar pencarian
literature
• 3.menentukan sumber informasi (literature) yang akan digunakan sesuai permasalahan klinis yang dihadapi
• 4.menilai validitas literaturdengan melakukan crtitical appraisal terhadap literature yang ditemukan
• 5.menentukan apakah literatur tersebut dapatmemecahkan permasalahan klinisdengan memperhatikan nilai-
nilai dan pilihanpasien.
• 6.evaluasi hasil implementasi pemecahan permasalahan klinis
• Dalam merumuskan permasalahan klinis dikenal dengan istilah PICO,
singkatan dari:
P : Patients
I : Intervention
C : Comparative
O : Outcome
PICO adalah komponen yang terdapat dalam permasalahan klinis yang dirumuskan oleh apoteker terkait
masalah kesehatan yang dihadapi pasien. Setelah PICO ditentukan, pertanyaan klinis dapat disusun.
Pertanyaan ini yang akan dicari jawabannya dengan menggunakan sumber informasi dan selanjutnya
sebagai pertimbangan pemilihan terapi. Untuk memudahkan pencarian sumber informasi, pertanyaan klinis
dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe, berdasarkan isi dan formatnya.
• Berdasarkan isinya, pertanyaan klinis dapat dibagi menjadi 4:
a.diagnosis
b.Terapi
c.Etiologi
d.prognosis
• Secara format, pertanyaan klinis dapat dibagi menjadi 2:
a.pertanyaan mendasar (background)
b.pertanyaan lanjutan (foreground
METODE PICO

• Contoh Menentukan Kata Kunci Kata kunci diperoleh dari PICO dan good
clinical question(pertanyaan permasalahan klinis) yang telah disusun. Untuk
dapat menentukan kata kunci yang tepat diperlukan latihan.
• Berikut contoh permasalahan klinis diikuti dengan perumusan PICO dan
penentuan kata kunci.
• Kasus Seorang pasien datang ke apotek tempat Anda praktek. Pasien tersebut
ingin menurunkan tekanan darahnya dengan mengkonsumsi bawang putih.
Pasien berharap bawang putih dapat menggantikan obat (diuretik) yang selama
ini digunakan untuk mengontrol tekanan darahnya
PENYELESAIAN

• Menyusun PICO Problem klinis untuk kasus tersebut adalah hipertensi (P)Pasien ingin mengkonsumsi
bawang putih, ini merupakan intervensi yang ingin diberikan (I) Pasien telah mendapatkan terapi rutin
diuretik untuk mengatasi hipertensinya. Diuretik merupakan comparative atau pembanding untuk terapi
hipertensi (C) Hasil yang diinginkan adalah tekanan darah yang terkontrol (O)
Dari permasalahan yang dialami pasien, didapatkan PICO sebagai berikut:
P: hipertensi
I: bawang putih
C: diuretic
O: hipertensi terkontro
MENYUSUN SUATU PERTANYAAN KLINIS
YANG TEPAT ATAU GOOD CLINICAL PRACTICE

• Pertanyaan klinis untuk pertanyaan tersebut:


Apakah mengkonsumsi bawang putih dapat menurunkan hipertensi yang selama
ini diterapi dengan diuretik?
MENENTUKAN TIPE PERTANYAAN

• Tipe pertanyaaan: terapi


MENENTUKAN KATA KUNCI UNTUK MENCARI
SUMBER INFORMASI BERDASARKAN PICO

• Kata kunci yang digunakan adalah hipertensi, bawang putih, diuretik, dan
hipertensi terkontrol
• Mengganti kata kunci dalam bahasa Inggris untuk dimasukkan dalam database
literature Hipertensi: hypertension Bawang putih: garlic Diuretik: diuretic
Hipertensi terkontrol: manage hypertension
LATIHAN KASUS

• Susunlah PICO, good clinical question, tipe pertanyaan, dan keyword untuk
kasus berikut!
1. Seorang pasien wanita muda datang ke apotek untuk membeli produk
perawatan wajah dengan pemutih kulit. Wajahnya terlihat ada bintik hitam
bekas jerawat. Sebagai apoteker bagaimana Anda menyelesaikan problem
pasien?
2. Seorang ibu datang ke apotek Anda mengeluhkan badannya yang gemuk
karena melahirkan sebulan yang lalu. Ibu tersebut tidak percaya diri dengan
bentuk badannya sehingga dia ingin menggunakan pelangsing tubuh merk
Merit. Bagaimana penyelesaian problem pasien?

Anda mungkin juga menyukai