Anda di halaman 1dari 27

TERATOLOGI

TUGAS RESUME

Oleh :
NOLA AYUNDA PUTRI
1701029
S1-VIA

DOSEN PENGAMPU :
Mira Febrina, Msc.,Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
2020
MATERI 1 : SEJARAH TERATOLOGI

1. Sejarah Teratologi
 Terotologi berasal dari kataYunani. Teratos = monster = bayi yang lahir cacat hebat dan
logos =ilmu, Teratologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang atau sebab-
sebab terjadinya kelainan bentuk (malformasi) pada mudigah yang sedang berkembang.
 Kelainan bentuk dapat berupa kelainan struktur, perilaku, faal dari metabolik yang
terdapat pada waktu lahir dan biasa di istilahkan dengan malformasi kongenital, anomali
kongenital atau cacat lahir
 Berikut beberapa jenis anomali, yaitu:
a) Malformasi
Malformasi adalah kelainan yang terjadi selama pembentukan struktur yaitu pada saat
organogenesis. Cacat-cacat ini bisa menyebabkan hilangnya sama sekali atau sebagian
dari sebuah struktur atau perubahan-perubahan konfigurasi normal. Kejadian ini
disebabkan oleh faktor genetik dan/atau lingkungan yang bekerja sendiri-sendiri atau
bekerja sama.
b) Distrupsi
Distrupsi adalah perubahan morfologi yang terjadi setelah pembentukan struktur organ.
Disebabkan oleh proses pembentukan pembuluh darah yang menyebabkan atresia usus,
cacat-cacat yang ditimbulkan oleh pita amnion.
c) Deformasi
Deformasi adalah kelainan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya mekanik yang
mencetak sebagian mudigah dalam jangka waktu yang lama. Deformasi sering mengenai
sistem kerangka otot dan biasanya bisa pulih setelah lahir.
d) Sindrom
Sindrom adalah sekelompok cacat yang terjadi secara bersamaan, mempunyai etiologi
yang spesifik dan sama. Misalnya : heart defects (cacat jantung), anomaly genital dan
telinga, retarded growth (keterlambatan pertumbuhan, atresia choanal (atresia coona),
anomali, vertebrat, anus, cardiac trakeoesofagus, renal, limb dan coloboma.
2. Faktor Penyebab teratogenik
A. Faktor Genetik
• Mutasi : Mutasi menimbulkan alel cacat yang mungkin dominan atau resefif. (8% dari
populasi dunia)
• Aberasi : Aberasi adalah kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau
kelainan susunan dan penyebb penting malformasi kongenital dan abortus spontan.
B. Faktor Lingkungan
• Beberapa kelainan yang disebabkan oleh agen infektif : toxoplasma, hiv, sifilis,
Hipertermia Malformas, Rubella (Campak Jerman), Sitomegalovirus, Virus Herpes
Simpleks, Varisela (Cacar Air)
• Agen fisik : sinar X menuimbulkan mikrocephali spina bifida, cacat ekstremitas,
palatoskisis (cacat celah palatum) dan kebutaan.
• Agen-Agen kimiawi
 Mercury (Methylmercury), : secara akut dapatmenyebabkan pharyngitis,
gastroentritis, vomiting, nephritis, hepatitus dan kolaps, sedangkan secara kronis
dapat menyebabkan kerusakan hepar, neural dan teratogenesis.
 Lead : nephrotoxicity, neurotoxicity dan hypertensi.
 Arsenic : vomiting, diarrhea dan kelainan jantung.
 Alcohol : sindrom alkohol janin, fisura palpebrae pendek, hiploplasia rahang atas,
cacat jantung, keterbelakangan jiwa.
 Rokok : keterlambatan pertumbuhan, mikrocephali, kelainan perilaku dan
gastroskisis
• Hormone :
 Agen-agen androgenic : Progestin menimbulkan kelainan : Progestin
menimbulkan kelainan pembesaran klitoris ada hubungan dengan dengan
penyatuan lipatan labioskrotal
 Dietilstilbestrol : Kelainan kongenital yang timbul pada embrio wanita yaitu pada
tuba uteri, uterus dan vagina bagian atas. Pada mudigah pria dari induk yang
terpapar obat ini adalah kelainan pada testis dan analisis sperma abnormal.
 Kortison : menyebabkan palatoskisis pada keturunannya
 Defisiensi Nutrisi : vit A menyebabakan hiplopasia mandibula, celah langit-
langit, cacat jantung. Defisiensi asam valproat akan menyebabkan kelainan
jantung dan cacat tubaneuralis.

3. Prinsip dasar kejadian teratogenik


Prinsip-prinsip teratologi menurut Wilson (1959), adalah :
1. Kerentahan terhadap terogen berbeda-beda menurut stadium perkembangan saat paparan,
masa yang paling sensitif untuk timbulkan cacat lahir adalah masa
2. embriogenesis. Meskipun kebanyakan kelainan/cacat terjadi selama masa embriogenesis,
cacat bisa juga terjadi sebelum atau sesudah masa ini, sehingga tidak ada satu masa yang
benar-benar aman.
3. Manifestasi perkembangan abnormal tergantung pada dosis dan lamanya paparan
terhadap suatu teratogen.
4. Teratogen bekerja dengan cara (mekanisme) yang spesifik pada sel-sel atau jaringan-
jaringan yang sedang berkembang untuk memulai proses embryogenesis yang abnormal.
5. Manifestasi perkembangan abnormal adalah kematian, malformasi, keterlambatan
pertumbuhan dan gangguan fungsi.

Teratogen bekerja lewat proses :


1. Mengubah kecepatan proliferasi sel.
2. Menghalangi sintesa enzim.
3. Mengubah permukaan sel sehingga terjadi agregasi secara tidak teratur.
4. Mengubah matrix yang mengganggu perpindahan sel-sel
5. Merusak organizer atau daya kompetisi yang berespon
.
MATERI 2 : TERATOLOGI EKSPERIMENTAL (I)
1. Jenis uji teratology
Teratologi eksperimental adalah suatu metode penelitian atau mempelajari sifat teratogen
suatu zat dengan menggunakan hewan coba.
Bebepara hal yang harus diperhatikan dalam teratologi eksperimental adalah :
• Zat yang akan diuji
• Hewan coba
• Penentuan waktu pemberian zat
• Penentuan besarnya konsentrasi atau dosis
• Penentuan jalur administrasi
• Manajemen hewan coba pasca perlakuan
• Pengamatan

A. Uji Invivo
a. CHEST (Chick Embryotoxicity Screening Test)
CHEST (Chick Embryotoxicity Screening Test) adalah pendekatan teratology dengan
menggunakan embrio ayam untuk mengetahui pengaruh atau dampa teratogen terhadap
perkembangan embrio ayam. contohnya pada uji teratogen enrofloxacin pada embrio
ayam.
b. FETAX (Frog Embryo Teratogenecity Xenopus)
FETAX (Frog Embryo Teratogenecity Xenopus) adalah pendekatan teratology dengan
menggunakan embrio katak sebagai objek penelitian teratologi. Pegujian ini diamati
pada perkembangan embrio katak dengan perlakuan pemberian insektisida (malathion)
yang mengakibatkan pembengkokan ekor pada larva katak

B. Uji invitro
a) Biakan sel
Biakan sel dapat ditanam pada suspensi sebagai suatu lapisan tunggal, atau pada berbagai
bahan penyangga. efek teratogenik dapat dinilai dari berbagai parameter. karena
mudahnya, prosedur ini dapat digunakan sebagai uji prapenyaringan
b) Biakan organ
Biakan organ terlalu rumit untuk digunakan sebagai uji prapenyaringan. namun,
tampaknya berguna untuk mempelajari cara kerja dan tempat sasaran zat kimia yang
dicurigai.
c) Biakan Hiydra
Pajanan zat kimia pada hidra dewasa dan embrio buatan (terdiri atas sel yang
diregresikan secara acak dari hidra yang dihancurkan) menyebabkan berbagai perubahan
morfologik, bahkan menyebabkan kematian. perbandingan kadar lethal pada embrio
terhadap kadar letal pada yang dewasa telah ditentukan untuk beberapa zat kimia.

2. Daur estrus
Estrus atau birahi adalah periode atau waktu hewan betina siap menerima pejantan untuk
melakukan perkawinan. Berdasarkan frekuensi terjadinya siklus estrus, hewan dibedakan
menjadi tiga golongan, yaitu :
a) Golongan pertama, hewan monoestrus yaitu hewan yang hanya satu kali mengalami
periode estrus per tahun, contohnya beruang
b) Golongan kedua, hewan poliestrus yaitu hewan-hewan yang memperlihatkan estrus
secara periodik sepanjang tahun, contohnya sapi
c) Golongan ketiga, hewan poliestrus bermusim yaitu hewan-hewan yang menampakkan
siklus estrus periodik hanya selama musim tertentu dalam satu tahun, contohnya domba
yang hidup di negara denganempat musim.

Menurut perubahan-perubahan yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan selama siklus
estrus maka siklus estrus dibedakan menjadi empat fase yaitu :
1. Proestrus
Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan pemacuan pertumbuhan
folikel oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH). Folikel yang sedang tumbuh
menghasilkan cairan folikel dan estradiol yang lebih banyak.
2. Estrus
Periode estrus adalah masa puncak keinginan untuk kawin ditandai dengan manifestasi
birahi secara fisik. Dalam serviks jumlah lendir maupun jumlah sekresi lendir dalam tiap-
tiap kelenjar lendir bertambah. Pada fase estrus keseimbangan hormon hipofisa bergeser
dari FSH ke LH.
3. Metestrus/Postestrus
Metestrus merupakan periode segera setelah estrus, ditandai dengan pertumbuhan cepat
korpus luteum yang berasal dari sel-sel granulosa yang telah pecah di bawah pengaruh
LH. Metestrus terjadi setelah fase estrus berakhir, fase metestrus berlangsung selama 2 -
3 hari.
4. Diestrus
Diestrus merupakan fase terakhir dan terlama dalam siklus estrus ternakternak mamalia.
Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesterone menjadi dominan.

3. Teknik pengawinan hewan


1. Pengawinan hewan percobaan dilakukan pada masa estrus dengan perbandingan jantan
dan betina 1:4
2. Mencit jantan dimasukkan ke kandang mencit betina pada pukul empat sore dan
dipisahkan lagi besok paginya.
3. Pada pagi harinya dilakukan pemeriksaan sumbat vagina.
4. Sumbat vagina menandakan mencit telah mengalami kopulasi dan berada hari kehamilan
ke-0.
5. Mencit yang telah hamil dipisahkan dan yang belum kawin dicampur kembali dengan
mencit jantan

4. Teknik pemberian senyawa


Pemberian sediaan uji dilakukan selama 10 hari berturut-turut mulai hari ke enam sampai
hari ke lima belas kehamilan secara oral, tanpa mempuasakan hewan.
 Waktu Pemberian zat
a) (a)pemberian zat sebelum implantasi, bertujuan untuk melihat pengaruh suatu zat
terhadap perkembangan embrio preimplantasi.
b) (b) pemberian zat teratogenik setelah implantasi, bertujuan untuk melihat pengaruh zat
pada perkembangan fetus, terutama pada masa organogenesis.
 Pemberian Zat Kimia
Dosis sekurang-kurangnya diberikan tiga tingkat dosis. Dosis tertinggi harus
menyebabkan gejala keracunan pada beberapa induk (dan atau janin), seperti
berkurangnya berat badan. Dosis terendah harus tidak menampakkan efek buruk. Satu
atau lebih dosis harus berada di antara kedua ekstrim itu.
MATERI 3 : TERATOLOGI EKSPERIMENTAL (II): LAPARAKTOMI DAN FIKSASI
FETUS

 Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan
pada bedah digestif dan kandungan (Smeltzer & Bare, 2006)/.
 Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri abdomen yang
tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen.
 Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan
perbaikan bila diindikasikan.
 Indikasi Laparatomi
a. Trauma abdomen (tembus abdomen dan tidak tembus abdomen)
b. Peritonitis
c. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks

1. Teknik laparaktomi
Menurut (Yenichrist, 2008) ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain:
• Midline incision
• Transverse lower abdomen
• incision
• Transverse upper abdomen incision
• Paramedian
Teknik operasi laparaskopi apendiktomi
 Tidak ada standar insisi pada operasi laparatomi apendiktomi
 Tindakan laparatomi apendiktomi merupakan tindakan konvensional dengan membuka
dinding abdomen
 Tindakan laparatomi dilakukan dengan membuang apendiks yang terinfeksi melalui
suatu insisi di regio kanan bawah perut dengan lebar insisi sekitar 2 hingga 3 inci. Setelah
menemukan apendiks yang terinfeksi, apendiks dipotong dan dikeluarkan dari perut.
Teknik operasi laparaskopi Apendiktomi :
 Laparaskopi apendiktomi merupakan tindakan bedah invasive minimal yang paling
banyak digunakan pada kasus appendicitis akut.
 Tindakan apendiktomi dengan menggukanan laparaskopi dapat mengurangi
ketidaknyamanan pasien jika menggunakan metode open apendiktomi dan pasien dapat
menjalankan aktifitas paska operasidengan lebih efektif.

2. Metoda fiksasi fetus


 Fiksasi adalah tindakan perendaman fetus dalam larutan fiksatif.
 Ada dua aspek yang dapat diamati pada fetus secara morfologis : kelainan yang mungkin
terjadi pada bagian dalam tubuh (visceral) dan kelainan yang mungkin terjadi pada
pertulangan (skeletal).
 Sebelum mengamati bagian visceral dan skeletal, fetus harus di fiksasi terlebih dahulu
 Ada 2 jenis larutan yang sering dipakai untuk fiksasi ini, yakni larutan bouin untuk
visceral dan larutan alizarin untuk skeletal.
 Larutan bouin terdiri dari formalin 40%, asam asetat glasial, dan asam pikrat jenuh.
 Larutan alizarin mengandung KOH 1%, merah alizarin 6mg/ L fetus yang sudah mati dan
telah diamati sejumlah kemungkinan kelainan yang ada, kemudian separuh dari jumlah
tiap induk direndam dalam masing-masing larutan fiksatif tadi.
 Perendaman dalam larutan bouin selama 14 hari sampai diperoleh fetus yang kenyal
seperti tahu, berwarna kuning (warna asam pikrat) dan mudah disayat.
 Perendaman dalam alizarin hanya berlangsung 3 hari hasil perendaman dalam alizarin
akan menghasilkan fetus dengan jaringan yang transparan sementara semua pertulangan
berwarna merah Dari kedua larutan fiksatif diatas akan dapat diperoleh data kelainan
yang terjadi pada bagan visceral seperti kelainan pada langit-langit (cleft palate) serta
kelainan pada organ jantung, hati, ginjal, ureter dan lain sebagainya.
 Data pertulangan akan sepenuhnya diperoleh dari hasil fiksasi dari larutan alizarin

3. Amatan visceral
 Untuk mengamati bagian visceral seperti langit bercelah (clept palate, dapat dilakukan
penyayatan pada fetus yang sudah direndam dengan larutan bouin.
 Bentuk kelainan visceral lain dapat diamati dengan melakukan penyayatan, seperti bagian
otak, jantung, hati, ginjal dan lain sebagainya

4. Kelainan skeletal
 Kelainan skeletal ini kita melihat kelainan pertulangan pada fetus.
 Pertulangan dimulai dari tengkorak kepala dapat diamati sampai pertulangan di ekor atau
caudal.
 Kelainan pada tulang yang banyak diamati adalah cervical, thoracic, lumbar, sacral,
caudal, manubrium, xiphoid, sternal centra, carpals, metacarpals, phalanges dan sternum.
 Pengamatan yang agak susah dilakukan adalah terhadap skeletal, hal ini disebabkan
karena specimen dalam larutan alizarin sangat rentan sekaliterhadap benda keras ketika
kita ambil atau pindahkan ketempat pengamatan
MATERI 4 : PENYAKIT KARENA TERATOGEN

1. Neural Tube Defect


Neural tube defects adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan
penutupan lempeng saraf (neural plate) yang terjadi pada minggu ketiga hingga keempat
masa gestasi, kelainan biasanya mengenai meningen, vertebra, otot, dan kulit.
Penyebab Neural Tube Defect meliputi :
 Demam tinggi pada awal kehamilan (hipertermia).
 Infeksi (toksoplasmosis, rickettsia); toksin; multiparitas.
 Riwayat kehamilan sebelumnya dengan defek tabung saraf
 Status gizi ibu : defisiensi iodium dan asam folat, obesitas, atau diabetes mellitus, vitamin
A dosis tinggi pada kehamilan muda.
 Faktor lingkungan : ibu hamil yang berdomisili di daerah yang tercemar oleh zat seperti
merkuri didaerah pertambangan emas rakyat (illegal), pencemaran timbal di lokasi daur
ulang aki bekas illegal, dsb
 Susunan saraf pusat janin mulai terbentuk pada umur kehamilan 6 minggu, jika ibu yang
mulai diketahui hamil, kekurangan asam folat dapat menyebabkan pertumbuhan susunan
saraf pusat janin tidak terbentuk sempurna
 Obat-obatan : golongan aminopterin, analgesik, klomifen, anti kejang, sulfonamid, asam
valproate
Patofisiologi : Terhentinya proses penutupan tabung saraf embrio merupakan salah satu
mekanisme terjadinya NTD maka disebut juga dengan istilah disrafia (teori developmental
arrest). Ada teori lain yang menjelaskan bahwa NTD disebabkan oleh peningkatan tekanan
intraventrikular karena produksi cairan serebrospinal yang berlebihan yang mungkin
menimbulkan celah atau defek pada tabung saraf (teori hidrodinamik).
Manifestasi klinis Neural Tube Defect memberi gambaran berupa :
 Benjolan yang makin besar sejak lahir & umumnya berada di garis tengah
 Kulit penutup tipis, licin dan tegang, tetapi dapat juga normal atau tebal dan tidak rata.
Bila isi defek lebih banyak cairan maka akan terasa padat dan berdungkul. Pada defek
yang besar sering terlihat pulsasi.
 Benjolan dapat kempis bila ditekan, tetapi bila menangis atau mengejan, benjolan akan
meregang.
 Benjolan kistik yang berdinding tipis memberi tanda transluminasi positif.
 Kelainan penyerta yang sering timbul adalah hidrosefalus, sehingga harus selalu
dipikirkan karena akan menentukan terapi dan prognosis.
Klasifikasi :
 open NTD yang berarti jaringan sarafnya terekspos/tidak tertutup jaringan lain
 closed NTD yang berarti jaringan saraf tertutup olehjaringan lain
Pemeriksaan penunjang :
 Alfa feto protein (afp) pada cairan amnion atau pada Darah ibu dapat dilakukan
khususnya pada minggu ke-15 Sampai minggu ke-20
 transluminasi dengan penyorotan lampu pada benjolan Maka akan tampak bayang-
bayang isi sefalokel.
 pemeriksaan foto polos kepala ditujukan untuk mencari Defek pada tengkorak serta
mendeteksi keadaan patologis Penyerta.
 ct scan dan usg
 biopsi histopatologi defects
NTD)
2. Spina bfida
Spina bifida merupakan suatu anomali perkembangan yang ditandai dengan defek penutupan
selubung tulang pada medulla spinalis sehingga medulla spinalis dan dan selaput meningen
dapat menonjol keluar (spina bifida cystica) atau todak menonjol (spina bifida oculta)
Etiologi :
Klasifikasi :
• Spina Bifida Okulta
Bentuk ini merupakan spina bifida yang paling ringan.Kelainan seperti ini biasanya
terdapat didaerah sacrolumbal, sebagian besar ditutupi oleh kulit dan tidak tampak dari
luar kecuali adanya segumpal kecil rambut diatas daerah yang dihinggapi
• Spina Bifida Aperta (cystica)
a. Meningokel
Spina bifida jenis ini mengalami simpel herniasi dari menings melalui defek pada
vertebra.Korda spinalis dan akar saraf tidak ikut mengalami herniasi melalui bagian
dorsal dari dural sac.Lesi yang timbul pada meningokel sangat penting untuk
dibedakan dengan mielomeningokel karena penanganan dan prognosisnya sangat
berbeda
b. Mielomeningokel
Mielomeningokel adalah keadaan dimana terjadi heriniasi korda spinalis dan akar
saraf membentuk kantung yang juga berisi menings. Kantung ini berprotrusi melalui
vertebra dan defek muskulokutaneus.

Gejala spina bifida pada umumnya adalah:


 Penonjolan seperti kantung di punggung tengah samai bawah pada bayi baru lahir
 Kantung tersebut tidak tembus cahaya
 Gangguan mobilitas : bagian bawah tubuh mengalami kelemahan otot bahkan lumpuh
 Ganguan saluran kemih dan pencernaan : gangguan pada saraf yang mengaturn saluran
kemih dan pencernaan, menyebabkan penderita mengalami inkontinensia urin (tidak bisa
menahan kencing) atau inkontinensia tinja.
 Rentan meningitis : penderita spida bifida selanjutnya akan berisiko lebih tinggi
mengalami mengitis dan gangguan belajar seperti sulit berkonsentrasi, gangguan bahasa,
dan menghitung
 Hidrosefalus : kondisi ini dapat menyebabkan kejang dan gangguan penglihatan
disebabkan oleh penumpukan cairan otak
 Kaki menjadi lemah bahkan lumpuh
 Tidak dapat merasakan sensasi atau rangsangan pada kulit
 Bayi bisa tumbuh dengan skoliosis karena bentuk tulang belakang tidak normal

Factor resiko :
• Ras : Lebih banyak terjadi pada orang berkulit putih atau Kaukasia dan Hispanik
• Jenis kelamin: Lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin perempuan
• Kondisi saat hamil : Apabila ibu hamil mengalami kenaikan suhu tubuh atau hipertermia
pada masa awal kehamilan, kemungkinan bayi lahir dengan kondisi ini lebih tinggi.
Selain itu, terserang demam atau pernah menggunakan sauna juga berpotensi memicu
bayi lahir dengan kondisi tersebut.
• Gangguan sistem saraf pada ibu : Ibu yang melahirkan bayi dengan cacat tabung saraf,
kemungkinan memiliki masalah pada sistem saraf tulang belakangnya.
• Konsumsi obat-obatan : Minum obat-obatan antikejang, seperti valproic acid (Depakene)
dapat menyebabkan kecacatan pada sistem tabung saraf.
• Kekurangan asam folat : Ibu hamil yang tidak cukup mengonsumsi asam folat berpotensi
melahirkan bayi dengan kondisi cacat tabung saraf
• Diabetes
• Obesitas
• Riwayat keluarga

Diagnose :
• Pemeriksaan Fisis
Cara pemeriksaannya : bayi ditelungkupkan di lengan pemeriksa, anggota gerakbawah
bayi disisi lengan bawah pemeriksa. Yang dinilai adalah letak scapula, ukuran leher,
bentuk tulang belakang dan gerakan
• Pemeriksaan Penunjang
Metode skrining tersering untuk mendiagnosis spina bifida selama kehamilan
adakahskrining serum alfa feto protein maternal (MSAFP) pada trimester kedua, dan
ultrasonogafi.
3. Fetal Alcohol Syndrom
Fetal alcohol syndrome (FAS) merupakan salah satu dari jenis fetal alcohol spectrum
disorders (FASD) atau gangguan spectrum alkohol janin. Kondisi ini menyebabkan berbagai
gejala fisik, perilaku dan kesulitan belajar.
Tanda dan gejala :
• Fitur wajah yang khas, termasuk mata yang kecil, bibir atas yang tipis, hidung yang
pendek dan permukaan kulit yang rata antara hidung dan bibir atas.
• Kelainan bentuk sendi, kaki dan jari
• Menunjukan pertumbuhan fisik yang lambat sebelum dan sesudah dilahirkan
• Kesulitan penglihatan atau masalah pendengaran
• Lingkar kepala dan ukuran otak yang kecil
• Kelainan jantung dan masalah dengan ginjal dan tulang

Masalah otak dan sistem saraf


 Koordinasi dan keseimbangan yang buruk
 Cacat intelektual, gangguan belajar dan perkembangan yang lambat
 Memori buruk
 Permasalahan dengan perhatian dan dalam memproses informasi
 Kesulitan dalam pemecahan masalah
 Kesulitan mengidentifikasi konsekuensi dari pilihan
 Keterampilan menilai yang buruk
 Hiperaktif
 Perubahan mood yang cepat

Etiologi :
 Fetal alcohol syndrome sendiri disebabkan oleh paparan atau konsumsi alkohol yang
berlebihan selama kehamilan
 Selain konsumsi alcohol oleh ibu hamil,calon ayah yang mengonsumsi alkohol juga dapat
menyebabkan fetal alcohol syndrome
 Semakin banyak kamu minum alkohol saat kehamilan , maka semakin besar juga risiko
bayimu mengalami FAS. Apalagi kalau kamu minum alkohol selama trimester pertama.
Saat itulah janin
 berada dalam tahap perkembangan utama. Namun, risikonya akan ada terus selama
kehamilan.
 Alkohol akan mengganggu pengiriman oksigen dan nutrisi yang optimal untuk bayi yang
sedang berkembang sehingga bisa menyebabkan kerusakan otak secara permanen pada
bayi
Diagnosis : Diagnosis sindrom fetal alcohol membutuhkan ahli dan melewati beberapa
penilaian. Diagnosis awal dan penanganan yang tepat dapat membantu meningkatkan fungsi
kemampuan pada anak.

4. Mikrosefalus
Mikrosefalus atau mikrosefali (microcephaly) adalah kondisi langka di mana kepala bayi
berukuran lebih kecil dari ukuran kepala bayi normal.
Gejala :
 Bayi sering menangis
 Kejang
 Gangguan penglihatan
 Gangguan berbicara
 Gangguan mental
 Gangguan gerak dan keseimbangan tubuh
 Hilang pendengaran
 Panjang badan rendah
 Terhambatnya perkembangan bayi untuk belajar berdiri, duduk, atau berjalan
 Kesulitan menelan makanan
 Hiperaktif, yaitu kondisi di mana anak sulit focus terhadap satu objek dan sulit untuk
duduk dengan tenang.
Penyebab :
 Cedera otak, seperti trauma otak atau hypoxia-ischemia (cedera otak karena kekurangan
pasokan oksigen), yang terjadi sebelum atau saat kelahiran
 Infeksi pada ibu hamil, seperti toksoplasmosis atau infeksi parasit akibat
 mengonsumsi daging yang belum matang, infeksi Campylobacter pylori,
cytomegalovirus, herpes, rubella, sifilis, HIV, hinggavirus Zika
 Kelainan genetik, seperti sindrom Down
 Malnutrisi parah pada janin
 Terpapar zat berbahaya, seperti logam (arsenic atau merkuri), alkohol, rokok, radiasi,
atau NAPZA
 Feni keton uria yang tidak segera ditangani. Kondisi ini menyebab kan tubuh tidak
mampu mengurai fenil alanin, yaitu suatu jenis asam amino pembentuk protein.

Diagnose : diagnosis mikrosefalus yang dilakukan setelah bayi lahir adalah melalui
pemeriksaan fisik dengan mengukur lingkar kepala bayi. Ukuran kepala bayi kemudian akan
dibandingkan dengan bagan lingkar kepala bayi normal. Jika dokter mencurigai adanya
mikrosefalus pada bayi, maka akan dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengonfirmasi
kondisi ini. Di antaranya melalui:
 MRI
 CT scan
 Tesdarah
 Tes urine
 Foto Rontgen.

5. Fokomelia
Phocomelia adalah cacat ekstrem yang paling sering dikaitkan dengan thalidome. Kata
phocomelia berasal dari kata Yunani “phoke” yang berarti “segel” dan melos yang berarti
“tungkai”, di mana tangan dan/atau kaki segera dimulai pada sendiutama (bahu/pinggul).
Etiologi :
 Phocomelia dapat diturunkan secara genetik atau diinduksi oleh obat. Dalam bentuk
genetik, phocomelia ditransmisikan sebagai sifat resesif autosomal yang terkait dengan
beberapa mutasi kromosom.
 ESCO2 adalah gen penyebab yang terlibat dalam kohesi kromatid melalui asetilasi
protein. Mutasi yang menyebabkan hilangnya kohesi tersebut yang mungkin mendasari
mekanisme molekuler phocomelia.

Manifestasi klinis :
 Proksimal atas : tidak memiliki humerus atau radius, tetapi terdapat ulna.
 Proksimal bawah : tidak memiliki tulang femur, tetapi terdapat fibula dan tibia
 Distal atas : Radius dan ulna tidak ada dan jari-jari hypoplasia yang melekat pada
humerus distal.
 Distal bawah : tidak memiliki fibula atau tibia. Kaki melekat ke paha.

Diagnose :
 Ultrasonografi
Secara umum, phocomelia dapat diidentifikasi menggunakan USG fetus. Sementara,
tingkat keberhasilannya tidak mencapai 100%.
 Pemeriksaan Sitogenik
Pemeriksaan sitogenik dilakukan dengan menggunakan pewarnaan Giemsa atau teknis C-
binding yang dapat menunjukkan kelainan kromosom yaitu karakteristik pemisahan
prematur oleh sentromer.
 Tes Molekuler Genetik
 Identifikasi terjadinya mutasi pada gen ESCO2
MATERI 5 : AGEN TERATOGEN

1. Kategori senyawa menurut FDA


Penggolongan kategori keamanan obat pada masa kehamilan mengacu pada sistem
penggolongan yang ditetapkan oleh FDA (Food and Drug Administration). FDA
mengkategorikan obat-obat menjadi lima kategori yaitu kategori A, B, C, D, dan X.

a. Obat kategori A adalah obat yang sudah mempunyai data penelitian yang memadai dan
terkontrol pada ibu hamil serta tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, baik
pada trimester pertama maupun selanjutnya. Contoh : PCT, Asam folat, Vitamin
b. Obat kategori B adalah obat yang dalam penelitian pada hewan tidak memperlihatkan
adanya risiko fatal terhadap janin tetapi belum ada penelitian terkontrol pada ibu hamil.
Contoh : golongan penisilin, sefalosporin, monobactam
c. Obat kategori C adalah obat yang dalam penelitian pada hewan menunjukkan adanya
risiko bagi janin tetapi belum ada penelitian terkontrol pada ibu hamil. Contoh :
mipenem+Silastatin, mipenem, gentamisin
d. Obat kategori D adalah obat yang sudah terbukti dapat menimbulkan efek pada janin
manusia tetapi penggunaannya pada ibu hamil dapat diterima jika manfaat yang
diperoleh lebih besar dibanding risikonya terhadap janin. Contoh : gol tetrasiklin dan
aminoglikusida
e. Obat kategori X adalah obat yang dalam penelitian hewan dan ibu hamil menunjukkan
adanya abnormalitas pada janin atau ada bukti risiko pada janin berdasarkan
pengalaman pada manusia dan risiko yang ditimbulkan lebih besar dibandingkan
manfaatnya.

2. Obat yang dilaporkan menyebabkan cacat lahir


Berdasarkan sifat teratogeniknya obat dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu:
1. Obat dengan sifat teratogenik pasti (known teratogens)
 Talidomid (alfa-ftalimido-glutaramid) : Menurut Wicker (cit, Tuchmann, '1975)
kelainan akibat talidornid adalah 5% Amelia total, 65% aplasia humerus, 15%
aplasia radius dan hipoplasia ulna malformasi ibu jari.
 Obat antitumor : Kelainan bawaan yang dapat terjadi akibat pemakain obat anti-
tumor adalah cacat anggota, cacat pada system saraf pusat, celah langit-langit atau
celah muka, kelainan organ dalam dan lain-lain.
 Hormone : Pemakaian hormon estrogen dan progesterone dalam dosis kecil seperti
dalam pil kontrasepsi atau pil uji kehamilan juga mengakibatkan efek teratogenik.
 Sodium valproate : Obat ini dikenal sebagai antikonvulsan baru yang sekarang
digunakan untuk pengobatan epilepsi. Ternyata risiko timbulnya spina bifida naik
menjadi 1-2%, kira-kira menjadi 10 kali insidensi spina bifida pada popoulasi
normal.
 Isotretionin : Pada wanita hamil penggunaan obat ini biasanya mengakibatkan
abortus, sedang pada bayi yang berhasil dilahirkan kelainan bawaan yang konsisten
berupa kelaianan telingan, hidrosefalus dan cacat jantung yang ditemukan
2. Obat dengan kecurigaan kuat bersifat teratogenik (probable teratogens)
 Antikonvulsan : Kelainan ini berupa celah bibir, celah langit, retardasi mental, dan
cacat rangka. Jenis antikonvulsan yang dicurigai bersifat teratogenik adalah
fenitoin, trimetadion, dan karbamazepin.
 Tembakau : Kelainan bawaan yang sering terjadi adalah kelaianan jantung
kongenital, seperti teratology Fallot dan patent ductus arteriosus. Diduga merokok
menyebabkan timbulnya kelainan pada pembuluh darah, menurunkan nafsu makan
dan meninggikan saturasi HbCO dalam darah
 Alcohol : kelainan janin seperti kelainan kepala (mikrosefali, celah langit) kelainan
kardiovaskular, janin tumbuh lambat dan retardasi mental.
 Litium : Kelainan yang mungkin terjadi adalah kaki bengkok, spina bifida,
meninggal
 Warfarin : Bila diberikan dalam trimester pertama kehamilan, warfarin dapat
menyebabkan kelainan rangka, muka dan retardasi metal.
3. Obat dengan dugaan bersifat teratogenik (possible teratogens)
 Barbiturate :dalamtrimester pertama kehamilan menunjukkan adanya kenaikan
insidensi kelainan kongenital yang berat.
 Sulfonamide : Bila diberikan pada akhir kehamilan dapat menyebabkan icterus
yang hebat yang dapat mengakibatkan kerusakan pada system saraf pusat.
Kotrimoksazol berisi sulfonamide dan anti asam folat, trimethoprim, sehingga obat
ini bersifat teratogenik. Penggunaan dalam kehamilan harus dihindari.
 Antimalaria : Kinin dapat mengakibatkan abortus karena bersifar oktitoksik
(memacu kontraksi uterus) atau karena sifat toksik langsung terhadap embrio dan
menyebabkan kerusakan saraf kedelapan.
 Antidiabetik oral : Meskipun pengaruhnya pada janin belum jelas, tetapi
pemakaiannya pada wanita hamil sebaiknya dihindari.
 LSD (Lysergic acid): menyebabkan kelainan bawaan 5 sampai 6 kali lebih besar
disbanding dengan angka kelainan bawaan pada populasi umum.titik tangkapnya
adalah kerusakan pada kromosom, dan terutama terjadi pada pemakaian LSD gelap.
 Antibiotic: salah satunya Tetrasiklin. Pemberian pada trimester pertama dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang, mikromelia dan sindakti.

3. Agen teratogenik selain senyawa kimia


1. Agen-Agen Infektif
 virus rubella : mengakibatkan malformasi pada mata (katarak dan microflalmia),
telinga bagian dalam (tuli kongenital karena kerusakan alat konti), jangkung
(duktus arteriosus persisten) cacat otak, keterbelakangan mental, keterlambatan
pertumbuhan pada rahim, kerusakan miokardium dan cacat-cacat vascular.
 Sitomegalovirus : malformasi dan infeksi janin kronis yang berlangsung sampai
lahir dengan gejala utama infeksi virus ini adalah mikrocephalus, perkapuran otak,
kebutaan karioretinitis dan hepatosplenomegali.
 Virus Hepes Simplex : gejala utama microsefali, microftalmus, displasia retina,
hepatomegali, splenomegali dan keterbelakangan jiwa. Ciri-ciri penyakit virus ini
adalh reaksi-reaksi keradangan.
 Varisela (cacar air) : pada trimester pertama kehamilan dengan gejala ; hipoplasia
tungkai, keterbelakangan jiwa dan atrofi otot.
 Toxoplasmosisi : gejala adalah hidrosefalus, keterbelakangan jiwa, khorioretinitis,
mikroftalmos dan cacat mata lainnya.
 HIV : Adanya sistem kekebalan yang berkeruang atau bahkan tidak ada akibat dari
Virus ini adalah mikrocephali, keterbelakangan pertumbuhan
 Sifilis : Merupakan penyakit kelamin yang harus diwaspadai dan pada janin
menyebabakan kelaian jiwa serta tuli.
2. Agen-agen fisik
 Efek teratogen dari pengaruh radiasi yang berasal sinar X adalah mikrocephali spina
bifida, cacat ekstremitas, palatoskisis (cacat celah palatum) dan kebutaan. Pada janin
manusia belum diketahui dosis aman maksimum, namun pada embrio mencit dapat
terjadi kerusakan dengan dosis 5 rad
3. Defisiensi nutrisi
 Terutama akibat kekurangan vitamin A (isotretionin) dapat menyebabakan hiplopasia
mandibula, celah langit-langit, cacat jantung. Defisiensi asam valproat akan
menyebabkan kelainan jantung dan cacat tubaneuralis
MATERI 6 : Toksisitas Perkembangan dan Uji Multigenerasi
 Toksisitas perkembangan : Segala perubahan struktural atau fungsional bersifat reversibel
atau ireversibel yang mengganggu homeostasis, pertumbuhan normal, diferensiasi,
perkembangan atau perilaku seseorang.
 Zat yang menyebabkan toksisitas perkembangan dari tahap embrionik hingga kelahiran
disebut teratogen.
 Paparan agen toksik bisa terjadi sebelum konsepsi (salah satu induk), selama perkembangan
prenatal, atau pasca-natally hingga pubertas.
 Efek toksisitas tergantung pada :
• jenis zat
• dosis
• durasi dan waktu pemaparan
 Faktor penyebab toksisitas perkembangan
• Radiasi
• Infeksi (misalnya rubela)
• Ketidakseimbangan metabolisme ibu (misalnyaalkoholisme, diabetes, defisiensi asam
folat)
• Obat-obatan (misalnya obat antikanker, tetrasiklin, banyak hormon, thalidomide)
• Bahan kimia lingkungan (misalnya merkuri, timbal , dioksin, PBDEs, HBCD, asap
tembakau).
 Toksisitas pada perkembangan Janin
• Janin berada pada risiko terbesar selama 14 sampai 60 hari pertama kehamilan ketika
organ utama sedang dibentuk.
• Paparan trimester pertama dianggap paling potensial untuk toksisitas perkembangan
• Paparan racun selama trimester kedua dan ketiga kehamilan dapat menyebabkan
• Pertumbuhan janin lambat dan menghasilkan berat lahir rendah.
 Pengujian dan penilaian risiko
a) Fertilization to implantation
Fertilisasi diikuti oleh peningkatan jumlah sel, pembelahan dan kavitasi untuk
membentuk blastokista yang akan ditanamkan. Paparan toksik pada tahap ini
biasanya mencegah implantasi dan mengakibatkan kematian. misalnya DDT, nikotin
b) Implantation to gastrulation
Tiga lapisan kuman terbentuk dan sel-sel mulai bermigrasi keluar untuk memulai
organogenesis. Ini adalah tahap paling sensitif untuk keracunan alcohol
c) Organogenesis
Ini adalah pembentukan anggota badan, organ, sistem saraf, sistem kemih dan genital
dengan proses diferensiasi sel, migrasi dan interaksi sel dari minggu ke 3 sampai ke 8
kehamilan manusia.
d) Morphogenesis
termasuk tahapan pertumbuhan dan pematangan fisiologis dari minggu ke 8 sampai
kelahiran. Efek teratogenik menyebabkan deformasi dan bukan malformasi pada
janin.
e) Post Natal to puberty
Paparan racun lingkungan

 Efek Toksisitas
 Deformitas struktural minor - misalnya obat antikonvulsan, Warfarin, turunan Asam
Retinoat
 Kelainan struktural mayor - mis. DES (diethylstilbestrol), merokok
 Retardasi Pertumbuhan - misalnya Alkohol, Bifenil Poliklorinasi
 Perubahan fungsional - misalnya turunan Asam Retinoat, Bifenil Poliklorinasi,
Phenobarbitol, Timbal
 Kematian - misalnya Rubella, penghambat ACE

 Toksik perkembangan utama


Beberapa toksikan perkembangan yang diketahui dapat dikelompokkan dalam kategori
berikut:
 Uji Multigenerasi
 Medaka Multigeneration Test (MMT)
 Metode ini memberikan penekanan utama pada potensi dampak yang relevan dengan
populasi (yaitu, efek samping dampak pada kelangsungan hidup, pengembangan,
pertumbuhan dan reproduksi) untuk perhitungan Efek Tanpa-Diamati Konsentras
(NOEC) atau Konsentrasi Efek (ECx). .
 memberikan informasi mekanistik dan menyediakan keterkaitanantara hasil dari studi
lapangan dan laboratorium, di mana ada apriori bukti bahan kimia yang berpotensi
aktivitas pengganggu Endokrin
 untuk mengevaluasi potensi efek generasi, MMT memungkinkan dua opsi periode
pemaparan untuk generasi kedua (F2) (a) sampai menetas (sampai dua minggu setelah
fertilisasi, wpf), dan (B) dewasa reproduksi (pada 15 wpf).\
 Prinsip tes
 Tes dimulai dengan mengekspos jantan dan betina dewasa secara seksual dalam
pasangan perkembangbiakan selama 3 minggu, selama dimana bahan kimia tersebut
didistribusikan dalam organisme generasi orang tua (F0) menurut toksikokinetiknya 6
tingkah laku
 F2 generasi dimulai setelah minggu ketiga penilaian reproduksi dan terutama
dipelihara
 sampai selesai menetas. Secara opsional, generasi F2 dapat dipelihara untuk
mengevaluasi efek trans-generasi pada kelangsungan hidup, pertumbuhan,
pengembangan, reproduksi, dan titik akhir lain yang relevan.

Anda mungkin juga menyukai