TUGAS RESUME
Oleh :
NOLA AYUNDA PUTRI
1701029
S1-VIA
DOSEN PENGAMPU :
Mira Febrina, Msc.,Apt
1. Sejarah Teratologi
Terotologi berasal dari kataYunani. Teratos = monster = bayi yang lahir cacat hebat dan
logos =ilmu, Teratologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang atau sebab-
sebab terjadinya kelainan bentuk (malformasi) pada mudigah yang sedang berkembang.
Kelainan bentuk dapat berupa kelainan struktur, perilaku, faal dari metabolik yang
terdapat pada waktu lahir dan biasa di istilahkan dengan malformasi kongenital, anomali
kongenital atau cacat lahir
Berikut beberapa jenis anomali, yaitu:
a) Malformasi
Malformasi adalah kelainan yang terjadi selama pembentukan struktur yaitu pada saat
organogenesis. Cacat-cacat ini bisa menyebabkan hilangnya sama sekali atau sebagian
dari sebuah struktur atau perubahan-perubahan konfigurasi normal. Kejadian ini
disebabkan oleh faktor genetik dan/atau lingkungan yang bekerja sendiri-sendiri atau
bekerja sama.
b) Distrupsi
Distrupsi adalah perubahan morfologi yang terjadi setelah pembentukan struktur organ.
Disebabkan oleh proses pembentukan pembuluh darah yang menyebabkan atresia usus,
cacat-cacat yang ditimbulkan oleh pita amnion.
c) Deformasi
Deformasi adalah kelainan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya mekanik yang
mencetak sebagian mudigah dalam jangka waktu yang lama. Deformasi sering mengenai
sistem kerangka otot dan biasanya bisa pulih setelah lahir.
d) Sindrom
Sindrom adalah sekelompok cacat yang terjadi secara bersamaan, mempunyai etiologi
yang spesifik dan sama. Misalnya : heart defects (cacat jantung), anomaly genital dan
telinga, retarded growth (keterlambatan pertumbuhan, atresia choanal (atresia coona),
anomali, vertebrat, anus, cardiac trakeoesofagus, renal, limb dan coloboma.
2. Faktor Penyebab teratogenik
A. Faktor Genetik
• Mutasi : Mutasi menimbulkan alel cacat yang mungkin dominan atau resefif. (8% dari
populasi dunia)
• Aberasi : Aberasi adalah kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau
kelainan susunan dan penyebb penting malformasi kongenital dan abortus spontan.
B. Faktor Lingkungan
• Beberapa kelainan yang disebabkan oleh agen infektif : toxoplasma, hiv, sifilis,
Hipertermia Malformas, Rubella (Campak Jerman), Sitomegalovirus, Virus Herpes
Simpleks, Varisela (Cacar Air)
• Agen fisik : sinar X menuimbulkan mikrocephali spina bifida, cacat ekstremitas,
palatoskisis (cacat celah palatum) dan kebutaan.
• Agen-Agen kimiawi
Mercury (Methylmercury), : secara akut dapatmenyebabkan pharyngitis,
gastroentritis, vomiting, nephritis, hepatitus dan kolaps, sedangkan secara kronis
dapat menyebabkan kerusakan hepar, neural dan teratogenesis.
Lead : nephrotoxicity, neurotoxicity dan hypertensi.
Arsenic : vomiting, diarrhea dan kelainan jantung.
Alcohol : sindrom alkohol janin, fisura palpebrae pendek, hiploplasia rahang atas,
cacat jantung, keterbelakangan jiwa.
Rokok : keterlambatan pertumbuhan, mikrocephali, kelainan perilaku dan
gastroskisis
• Hormone :
Agen-agen androgenic : Progestin menimbulkan kelainan : Progestin
menimbulkan kelainan pembesaran klitoris ada hubungan dengan dengan
penyatuan lipatan labioskrotal
Dietilstilbestrol : Kelainan kongenital yang timbul pada embrio wanita yaitu pada
tuba uteri, uterus dan vagina bagian atas. Pada mudigah pria dari induk yang
terpapar obat ini adalah kelainan pada testis dan analisis sperma abnormal.
Kortison : menyebabkan palatoskisis pada keturunannya
Defisiensi Nutrisi : vit A menyebabakan hiplopasia mandibula, celah langit-
langit, cacat jantung. Defisiensi asam valproat akan menyebabkan kelainan
jantung dan cacat tubaneuralis.
A. Uji Invivo
a. CHEST (Chick Embryotoxicity Screening Test)
CHEST (Chick Embryotoxicity Screening Test) adalah pendekatan teratology dengan
menggunakan embrio ayam untuk mengetahui pengaruh atau dampa teratogen terhadap
perkembangan embrio ayam. contohnya pada uji teratogen enrofloxacin pada embrio
ayam.
b. FETAX (Frog Embryo Teratogenecity Xenopus)
FETAX (Frog Embryo Teratogenecity Xenopus) adalah pendekatan teratology dengan
menggunakan embrio katak sebagai objek penelitian teratologi. Pegujian ini diamati
pada perkembangan embrio katak dengan perlakuan pemberian insektisida (malathion)
yang mengakibatkan pembengkokan ekor pada larva katak
B. Uji invitro
a) Biakan sel
Biakan sel dapat ditanam pada suspensi sebagai suatu lapisan tunggal, atau pada berbagai
bahan penyangga. efek teratogenik dapat dinilai dari berbagai parameter. karena
mudahnya, prosedur ini dapat digunakan sebagai uji prapenyaringan
b) Biakan organ
Biakan organ terlalu rumit untuk digunakan sebagai uji prapenyaringan. namun,
tampaknya berguna untuk mempelajari cara kerja dan tempat sasaran zat kimia yang
dicurigai.
c) Biakan Hiydra
Pajanan zat kimia pada hidra dewasa dan embrio buatan (terdiri atas sel yang
diregresikan secara acak dari hidra yang dihancurkan) menyebabkan berbagai perubahan
morfologik, bahkan menyebabkan kematian. perbandingan kadar lethal pada embrio
terhadap kadar letal pada yang dewasa telah ditentukan untuk beberapa zat kimia.
2. Daur estrus
Estrus atau birahi adalah periode atau waktu hewan betina siap menerima pejantan untuk
melakukan perkawinan. Berdasarkan frekuensi terjadinya siklus estrus, hewan dibedakan
menjadi tiga golongan, yaitu :
a) Golongan pertama, hewan monoestrus yaitu hewan yang hanya satu kali mengalami
periode estrus per tahun, contohnya beruang
b) Golongan kedua, hewan poliestrus yaitu hewan-hewan yang memperlihatkan estrus
secara periodik sepanjang tahun, contohnya sapi
c) Golongan ketiga, hewan poliestrus bermusim yaitu hewan-hewan yang menampakkan
siklus estrus periodik hanya selama musim tertentu dalam satu tahun, contohnya domba
yang hidup di negara denganempat musim.
Menurut perubahan-perubahan yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan selama siklus
estrus maka siklus estrus dibedakan menjadi empat fase yaitu :
1. Proestrus
Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan pemacuan pertumbuhan
folikel oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH). Folikel yang sedang tumbuh
menghasilkan cairan folikel dan estradiol yang lebih banyak.
2. Estrus
Periode estrus adalah masa puncak keinginan untuk kawin ditandai dengan manifestasi
birahi secara fisik. Dalam serviks jumlah lendir maupun jumlah sekresi lendir dalam tiap-
tiap kelenjar lendir bertambah. Pada fase estrus keseimbangan hormon hipofisa bergeser
dari FSH ke LH.
3. Metestrus/Postestrus
Metestrus merupakan periode segera setelah estrus, ditandai dengan pertumbuhan cepat
korpus luteum yang berasal dari sel-sel granulosa yang telah pecah di bawah pengaruh
LH. Metestrus terjadi setelah fase estrus berakhir, fase metestrus berlangsung selama 2 -
3 hari.
4. Diestrus
Diestrus merupakan fase terakhir dan terlama dalam siklus estrus ternakternak mamalia.
Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesterone menjadi dominan.
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan
pada bedah digestif dan kandungan (Smeltzer & Bare, 2006)/.
Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri abdomen yang
tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen.
Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan
perbaikan bila diindikasikan.
Indikasi Laparatomi
a. Trauma abdomen (tembus abdomen dan tidak tembus abdomen)
b. Peritonitis
c. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
1. Teknik laparaktomi
Menurut (Yenichrist, 2008) ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain:
• Midline incision
• Transverse lower abdomen
• incision
• Transverse upper abdomen incision
• Paramedian
Teknik operasi laparaskopi apendiktomi
Tidak ada standar insisi pada operasi laparatomi apendiktomi
Tindakan laparatomi apendiktomi merupakan tindakan konvensional dengan membuka
dinding abdomen
Tindakan laparatomi dilakukan dengan membuang apendiks yang terinfeksi melalui
suatu insisi di regio kanan bawah perut dengan lebar insisi sekitar 2 hingga 3 inci. Setelah
menemukan apendiks yang terinfeksi, apendiks dipotong dan dikeluarkan dari perut.
Teknik operasi laparaskopi Apendiktomi :
Laparaskopi apendiktomi merupakan tindakan bedah invasive minimal yang paling
banyak digunakan pada kasus appendicitis akut.
Tindakan apendiktomi dengan menggukanan laparaskopi dapat mengurangi
ketidaknyamanan pasien jika menggunakan metode open apendiktomi dan pasien dapat
menjalankan aktifitas paska operasidengan lebih efektif.
3. Amatan visceral
Untuk mengamati bagian visceral seperti langit bercelah (clept palate, dapat dilakukan
penyayatan pada fetus yang sudah direndam dengan larutan bouin.
Bentuk kelainan visceral lain dapat diamati dengan melakukan penyayatan, seperti bagian
otak, jantung, hati, ginjal dan lain sebagainya
4. Kelainan skeletal
Kelainan skeletal ini kita melihat kelainan pertulangan pada fetus.
Pertulangan dimulai dari tengkorak kepala dapat diamati sampai pertulangan di ekor atau
caudal.
Kelainan pada tulang yang banyak diamati adalah cervical, thoracic, lumbar, sacral,
caudal, manubrium, xiphoid, sternal centra, carpals, metacarpals, phalanges dan sternum.
Pengamatan yang agak susah dilakukan adalah terhadap skeletal, hal ini disebabkan
karena specimen dalam larutan alizarin sangat rentan sekaliterhadap benda keras ketika
kita ambil atau pindahkan ketempat pengamatan
MATERI 4 : PENYAKIT KARENA TERATOGEN
Factor resiko :
• Ras : Lebih banyak terjadi pada orang berkulit putih atau Kaukasia dan Hispanik
• Jenis kelamin: Lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin perempuan
• Kondisi saat hamil : Apabila ibu hamil mengalami kenaikan suhu tubuh atau hipertermia
pada masa awal kehamilan, kemungkinan bayi lahir dengan kondisi ini lebih tinggi.
Selain itu, terserang demam atau pernah menggunakan sauna juga berpotensi memicu
bayi lahir dengan kondisi tersebut.
• Gangguan sistem saraf pada ibu : Ibu yang melahirkan bayi dengan cacat tabung saraf,
kemungkinan memiliki masalah pada sistem saraf tulang belakangnya.
• Konsumsi obat-obatan : Minum obat-obatan antikejang, seperti valproic acid (Depakene)
dapat menyebabkan kecacatan pada sistem tabung saraf.
• Kekurangan asam folat : Ibu hamil yang tidak cukup mengonsumsi asam folat berpotensi
melahirkan bayi dengan kondisi cacat tabung saraf
• Diabetes
• Obesitas
• Riwayat keluarga
Diagnose :
• Pemeriksaan Fisis
Cara pemeriksaannya : bayi ditelungkupkan di lengan pemeriksa, anggota gerakbawah
bayi disisi lengan bawah pemeriksa. Yang dinilai adalah letak scapula, ukuran leher,
bentuk tulang belakang dan gerakan
• Pemeriksaan Penunjang
Metode skrining tersering untuk mendiagnosis spina bifida selama kehamilan
adakahskrining serum alfa feto protein maternal (MSAFP) pada trimester kedua, dan
ultrasonogafi.
3. Fetal Alcohol Syndrom
Fetal alcohol syndrome (FAS) merupakan salah satu dari jenis fetal alcohol spectrum
disorders (FASD) atau gangguan spectrum alkohol janin. Kondisi ini menyebabkan berbagai
gejala fisik, perilaku dan kesulitan belajar.
Tanda dan gejala :
• Fitur wajah yang khas, termasuk mata yang kecil, bibir atas yang tipis, hidung yang
pendek dan permukaan kulit yang rata antara hidung dan bibir atas.
• Kelainan bentuk sendi, kaki dan jari
• Menunjukan pertumbuhan fisik yang lambat sebelum dan sesudah dilahirkan
• Kesulitan penglihatan atau masalah pendengaran
• Lingkar kepala dan ukuran otak yang kecil
• Kelainan jantung dan masalah dengan ginjal dan tulang
Etiologi :
Fetal alcohol syndrome sendiri disebabkan oleh paparan atau konsumsi alkohol yang
berlebihan selama kehamilan
Selain konsumsi alcohol oleh ibu hamil,calon ayah yang mengonsumsi alkohol juga dapat
menyebabkan fetal alcohol syndrome
Semakin banyak kamu minum alkohol saat kehamilan , maka semakin besar juga risiko
bayimu mengalami FAS. Apalagi kalau kamu minum alkohol selama trimester pertama.
Saat itulah janin
berada dalam tahap perkembangan utama. Namun, risikonya akan ada terus selama
kehamilan.
Alkohol akan mengganggu pengiriman oksigen dan nutrisi yang optimal untuk bayi yang
sedang berkembang sehingga bisa menyebabkan kerusakan otak secara permanen pada
bayi
Diagnosis : Diagnosis sindrom fetal alcohol membutuhkan ahli dan melewati beberapa
penilaian. Diagnosis awal dan penanganan yang tepat dapat membantu meningkatkan fungsi
kemampuan pada anak.
4. Mikrosefalus
Mikrosefalus atau mikrosefali (microcephaly) adalah kondisi langka di mana kepala bayi
berukuran lebih kecil dari ukuran kepala bayi normal.
Gejala :
Bayi sering menangis
Kejang
Gangguan penglihatan
Gangguan berbicara
Gangguan mental
Gangguan gerak dan keseimbangan tubuh
Hilang pendengaran
Panjang badan rendah
Terhambatnya perkembangan bayi untuk belajar berdiri, duduk, atau berjalan
Kesulitan menelan makanan
Hiperaktif, yaitu kondisi di mana anak sulit focus terhadap satu objek dan sulit untuk
duduk dengan tenang.
Penyebab :
Cedera otak, seperti trauma otak atau hypoxia-ischemia (cedera otak karena kekurangan
pasokan oksigen), yang terjadi sebelum atau saat kelahiran
Infeksi pada ibu hamil, seperti toksoplasmosis atau infeksi parasit akibat
mengonsumsi daging yang belum matang, infeksi Campylobacter pylori,
cytomegalovirus, herpes, rubella, sifilis, HIV, hinggavirus Zika
Kelainan genetik, seperti sindrom Down
Malnutrisi parah pada janin
Terpapar zat berbahaya, seperti logam (arsenic atau merkuri), alkohol, rokok, radiasi,
atau NAPZA
Feni keton uria yang tidak segera ditangani. Kondisi ini menyebab kan tubuh tidak
mampu mengurai fenil alanin, yaitu suatu jenis asam amino pembentuk protein.
Diagnose : diagnosis mikrosefalus yang dilakukan setelah bayi lahir adalah melalui
pemeriksaan fisik dengan mengukur lingkar kepala bayi. Ukuran kepala bayi kemudian akan
dibandingkan dengan bagan lingkar kepala bayi normal. Jika dokter mencurigai adanya
mikrosefalus pada bayi, maka akan dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengonfirmasi
kondisi ini. Di antaranya melalui:
MRI
CT scan
Tesdarah
Tes urine
Foto Rontgen.
5. Fokomelia
Phocomelia adalah cacat ekstrem yang paling sering dikaitkan dengan thalidome. Kata
phocomelia berasal dari kata Yunani “phoke” yang berarti “segel” dan melos yang berarti
“tungkai”, di mana tangan dan/atau kaki segera dimulai pada sendiutama (bahu/pinggul).
Etiologi :
Phocomelia dapat diturunkan secara genetik atau diinduksi oleh obat. Dalam bentuk
genetik, phocomelia ditransmisikan sebagai sifat resesif autosomal yang terkait dengan
beberapa mutasi kromosom.
ESCO2 adalah gen penyebab yang terlibat dalam kohesi kromatid melalui asetilasi
protein. Mutasi yang menyebabkan hilangnya kohesi tersebut yang mungkin mendasari
mekanisme molekuler phocomelia.
Manifestasi klinis :
Proksimal atas : tidak memiliki humerus atau radius, tetapi terdapat ulna.
Proksimal bawah : tidak memiliki tulang femur, tetapi terdapat fibula dan tibia
Distal atas : Radius dan ulna tidak ada dan jari-jari hypoplasia yang melekat pada
humerus distal.
Distal bawah : tidak memiliki fibula atau tibia. Kaki melekat ke paha.
Diagnose :
Ultrasonografi
Secara umum, phocomelia dapat diidentifikasi menggunakan USG fetus. Sementara,
tingkat keberhasilannya tidak mencapai 100%.
Pemeriksaan Sitogenik
Pemeriksaan sitogenik dilakukan dengan menggunakan pewarnaan Giemsa atau teknis C-
binding yang dapat menunjukkan kelainan kromosom yaitu karakteristik pemisahan
prematur oleh sentromer.
Tes Molekuler Genetik
Identifikasi terjadinya mutasi pada gen ESCO2
MATERI 5 : AGEN TERATOGEN
a. Obat kategori A adalah obat yang sudah mempunyai data penelitian yang memadai dan
terkontrol pada ibu hamil serta tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, baik
pada trimester pertama maupun selanjutnya. Contoh : PCT, Asam folat, Vitamin
b. Obat kategori B adalah obat yang dalam penelitian pada hewan tidak memperlihatkan
adanya risiko fatal terhadap janin tetapi belum ada penelitian terkontrol pada ibu hamil.
Contoh : golongan penisilin, sefalosporin, monobactam
c. Obat kategori C adalah obat yang dalam penelitian pada hewan menunjukkan adanya
risiko bagi janin tetapi belum ada penelitian terkontrol pada ibu hamil. Contoh :
mipenem+Silastatin, mipenem, gentamisin
d. Obat kategori D adalah obat yang sudah terbukti dapat menimbulkan efek pada janin
manusia tetapi penggunaannya pada ibu hamil dapat diterima jika manfaat yang
diperoleh lebih besar dibanding risikonya terhadap janin. Contoh : gol tetrasiklin dan
aminoglikusida
e. Obat kategori X adalah obat yang dalam penelitian hewan dan ibu hamil menunjukkan
adanya abnormalitas pada janin atau ada bukti risiko pada janin berdasarkan
pengalaman pada manusia dan risiko yang ditimbulkan lebih besar dibandingkan
manfaatnya.
Efek Toksisitas
Deformitas struktural minor - misalnya obat antikonvulsan, Warfarin, turunan Asam
Retinoat
Kelainan struktural mayor - mis. DES (diethylstilbestrol), merokok
Retardasi Pertumbuhan - misalnya Alkohol, Bifenil Poliklorinasi
Perubahan fungsional - misalnya turunan Asam Retinoat, Bifenil Poliklorinasi,
Phenobarbitol, Timbal
Kematian - misalnya Rubella, penghambat ACE