Disusun oleh :
KELOMPOK 3
1. Ayu Nindy Pramita (201310410311231)
2. Amalia Choirunnisa’ (201310410311236)
3. Nailul Sabrina (201310410311237)
4. Iman Laila Mahir (201310410311238)
5. Devi Retno Anggraeni (201310410311245)
6. Nikita Olivia (201310410311246)
7. Zidna Rizki Amalia (201310410311247)
8. Heny Steva Sihasale (201310410311250)
9. Sarah Diba Nahdi (201310410311269)
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI V ‘Uji Analgesik Metode Refleks Geliat (Writhing Reflex)’” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi 1.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kekurangan serta
masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya,
dan kami pada khususnya. Terima kasih.
Tim Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Mengamati respon geliat atau writhing reflex pada mencit akibat induksi kimia
2. Mengetahui onset of action, duration of action, dan saat obat mencapai efek
maksimum
1.2 Dasar Teori
1. Analgesik
Analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau
nyeri. Secara umum analgetik dibagi menjadi 2, yaitu analgetik non narkotik
(contohnya : paracetamol dan asetosal) dan analgetik narkotika (contohnya morfin).
Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri. Rasa nyeri ini
diakibatkan oleh terlepasnya mediator nyeri seperti bradikinin, prostaglandin, dan
lain lain dari jaringan yang rusak kemudian merangsang reseptor nyeri diujung saraf
perifer ataupun ditempat lain (Tjay dan Rahardja, 2002)
a. Analgetik Narkotika
Senyawa-senyawa golongan ini memiliki daya analgetik yang kuat sekali
dengan titik kerja disusunan saraf pusat. Analgetik jenis ini umumnya
mengurangi kesadaran (sifat yang meredakan dan menidurkan) dan
menimbulkan rasa nyaman (euphoria), mengakibatkan toleransi dan
habituasi, ketergantungan fisik dan psikis dengan gejala-gejala abstinensi
bila penggunaan dihentikan. Berdasarkan mekanisme kerjanya, analgetik
narkotik dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :
Agonis opiat : bekerja dengan cara mengikat reseptor opioid pada
sistem saraf. Contohnya : morfin, kodein, heroin, dll
Antagonis opiat : bekerja dengan cara menduduki salah satu reseptor
opioid pada system saraf. Contohnya : nolakson, nalorfin,
pentasozin,dll
Kombinasi : bekerja dengan cara mengikat reseptor opioid, tetapi
tidak mengaktivasi kerjanya dengan sempurna (Tjay dan
Rahardja,2002)
b. Analgetik Non Narkotika
Obat-obat ini sering disebut obat golongan analgetika-antipiretik atau
NSAID (Siswandono dan Soekardjo, 1995) juga dinamakan analgetika
perifer, karena tidak mempengaruhi susunan saraf pusat, tidak menurunkan
kesadaran, atau mengakibatkan ketagihan. Obat-obat golongan ini dapat
digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
Golongan salisilat : natriun salisilat, asetosal, salisilamid
Turunan p-aminofenol : fenasetin, paracetamol
Turunan pirazolon : antipirin, aminofenazon, dipiron
Turunan antranilat : glafenin, asam mefenamat
(Tjay dan Rahardja, 2002)
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol, asetosal,
mefenaminat, propifenazon, atau aminofenazon, begitu pula rasa nyeri dengan
demam. Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein atau kodein. Nyeri yang di
sertai pembengkakan atau akibat trauma (jatuh, tendangan,tubrukan) sebaiknya
diobati dngan suatu analgetikum antiradang sepertiaminofenazon dan NSAID
(ibuprofen, mefenaminat,dan lai-lain)
Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan morfinatau opiat lainnya
(tramadol). Obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaraan, juga tidak menimbulkan
ketagihan. Oleh karena itu, tidak hanya digunakan sebagai obatanti nyeri, melainkan
juga pada demam(inveksi virus atau kuman, selesma, pilek) dan perandangan seperti
rhema dan encok.
Nyeri berperan sebagai suatu antagonis depresi napas yang bagaimanapun bisa
menjadi masalah bila nyeri dihilangkan, misalnya dengan anestesi lokal. Opiod
sering menyebabkan mual dan muntah sehingga seringkali memerlukan antiemetik.
Efek pada pleksus saraf diusus yang juga mempunyai peptida dan reseptor opoid,
menyebabkan konstipasi dan biasanya membutuhkan laksatif. Terapi kontinu dengan
analgesik opioid menyebabkan toleransi dan ketergantungan pada pecandu. Akan
tetapi pada pasien dengan penyakit terminal, peningkatan nyeri secara progresif
daripada akibat toleransi.
Demikian juga halnya, pada konteks klinis ketergantungan tidak penting.
Penggunaan analgesik opioid yang terlalu hati-hati sering menyebabkan kontrol
nyeri yang buruk pada pasien. Analgetik tertentu tertentu, seperti kodein, dan
dihidrokodein kurang paten dibandingkan morfin dan tidak dapat diberikan dalam
dosis ekuianalgesik.
4. Asetosal
Asetosal merupakan salah satu analgesik NSAID, dan asetosal ini termasuk
dalam golongan analgesik lemah sampai sedang bekerja terutama pada perifer yang
mempunyai sifat antiinflamasi dan antireumatik. Asetosal (asam asetil salisilat)
dikenal dengan nama dagang Aspirin, merupakan obat pereda nyeri golongan 'anti
radang non steroid' (AINS), sering digunakan untuk mengatasi nyeri reumatik,
pereda nyeri (analgesik), dan penurun demam (antipiretik). Asetosal juga
mempunyai efek mengurangi daya beku darah, sehingga dalam dosis rendah sering
digunakan untuk penderita penyakit jantung koroner dan stroke.
Senyawa alami dari tumbuhan yang digunakan sebagai obat ini telah ada
sejak awal mula peradaban manusia. Di mulai pada peradaban Mesir kuno, bangsa
tersebut telah menggunakan suatu senyawa yang berasal dari daun willow untuk
menekan rasa sakit. Pada era yang sama, bangsa Sumeria juga telah menggunakan
senyawa yang serupa untuk mengatasi berbagai jenis penyakit. Hal ini tercatat
dalam ukiran-ukiran pada bebatuan di daerah tersebut.
Barulah pada tahun 400 SM, filsafat Hippocrates menggunakannya sebagai
tanaman obat yang kemudian segera tersebar luas. Kontra indikasi Asetosal tidak
boleh dikonsumsi oleh: mereka yang mempunyai sakit keluhan 'maag' / sindroma
dispepsia : tukak lambung, tukak duodenum, tukak esofagus, mereka yang
mempunyai penyakit hati dan ginjal, mereka yang mempunyai riwayat alergi dan
asma, mereka yang mempunyai penyakit gangguan perdarahan, trombositopenia
dan hemofilia, mereka yang hamil dan menyusui, terutama hamil pada 3 bulan
terakhir, mereka yang mendapat terapi anti diabetes dan gout (nyeri sendi asam
urat), mereka yang sedang mendapat terapi antikoagulan, hati-hati bila juga sedang
mendapat terapi obat golongan steroid (seperti betametason), yang sering
digunakan untuk terapi asma dan reumatik, hati-hati juga bagi peminum alkohol,
dapat meningkatkan risiko kerusakan hati. Efek samping: gastritis, sakit 'maag',
tukak lambung, perdarahan, perdarahan saluran cerna.
5. Lempuyang Pahit
Lempuyang sejak dari zaman dulu dikenal sebagai jamu/obat tradisional.
Berupa tanaman herba Indonesia rendah sampai tinggi, perennial, batang asli
berupa rimpang di bawah tanah, tinggi lebih dari 1 m. Bagian tanaman yang
digunakan sebagai obat adalah rimpangnya. Zat-zat yang terkandung dalam
lempuyang antara lain : Saponin, flavonoid, minyak atsiri, Minyak atsiri 0.62 %.
Nama latin : Zingiber amaricans BL.
Nama lokal : Lempuyang emprit, Lempuyang pahit.
Diskripsi : Lempuyang sejak dari zaman dulu dikenal sebagai jamu/obat
tradisional. Berupa tanaman herba Indonesia rendah sampai tinggi,
perennial, batang asli berupa rimpang di bawah tanah, tinggi lebih
dari 1 m. Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah
rimpangnya. Rimpang lempuyang terdiri dari : lempuyang gajah,
lempuyang emprit, dan lempuyang wangi. Rimpang lempuyang bsa
juga dimasak sebagai lauk makan nasi putih, biasanya digunakan
untuk lauk makan seorang ibu yang habis melahirkan.
A. Ciri-ciri tanaman herba lempunyang yaitu :
1. Rimpang yang masih muda (terutama lempuyang gajah) dimakan sebagai lalap.
2. Adapun khasiat lempuyang untuk kesehatan antara lain sbb : Menambah nafsu makan,
Penambah darah, obat rematik, alergi terhadap udang/ikan laut, batuk rejan/ kinghus,
encok dan bengkak-bengkak.
3. Selain itu lempuyang pahit dapat meredakan nyeri lambung yang disertai kejang.
4. Parutan rimpang beserta minyak kelapa dan abu dapat digunakan untuk membalur
bagian tubuh yang bengkak sehingga kempes.
5. Tepung rimpang lempuyang pahit yang diparut dan dijadikan tapal.
6. Dapat digunakan untuk memulihkan kondisi wanita yang baru melahirkan.
7. Lempuyang wangi juga dapat untuk mengobati asma & obat pengurang rasa sakit.
8. Selain itu, wanita yang terlalu subur dapat mengurangi kesuburannya dengan minum
jamu lempuyang wangi.
BAB II
PEMBAHASAN
Resptor nyeri (nosiseptor) rangsangan nyeri diterima oleh reseptor nyeri khusus, yang
merupakan ujung saraf bebas. Karena ujung saraf bebas juga dapat menerima rangsang
sensasi lain, maka kespesifikan fungsional mungkin berkaitan dengan deferensiasi pada tahap
molekul yang tidak dapat diketahui dengan pengamatan cahaya dan elektronoptik.
Secara fungsional dibedakan dua jenis reseptor, yang dapat menyusun dua sistem serabut
berbeda :
1. Mekanoreseptor, yang meneruskan nyeri permukaan melalui serabut A-dalta bermielin
2. Termoreseptor, yang meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut C yang tak bermielin
Mediator nyeri penting adalah anti histamin yang bertanggungjawab untuk kebanyakan
reaksi alergi (bronchokon striksi, pengembang mukosa, pruritus, dan nyeri). Bradykinin
adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari protein plasma.Prostaglandin
mirip stukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat.
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara, yakni
dengan:
a. Analgetika perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer
b. Anestetika lokal, yang merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris
c. Analgetika sentral (narkotika), yang memblokir pusat nyeri di SSP dengan anestesi
umum
d. Antidepresiva trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf, mekanisme kerjanya
belum diketahui, misalnya amitriptilin
e. Antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pada
nyeri,mis pregabalin. Juga karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin, valproat, dll.
A. Asetosal
B. Lempuyang Pahit
2.2.4 Proses Uji
% E = (K-U) / K x 100
x = = 0,0775 ml
2. mencit 2 :
0,0975 ml
3. mencit 3 :
BB = 14gr = 0,014 kg
Dosis lempuyang pahit = 30 mg/10g BB
Dosis untuk mencit = x 30mg = 42mg
X = 0,06 ml
4. Mencit 4 :
BB = 17gr = 0,017kg
Dosis lempuyang pahit = 90 mg/10g BB
Dosis untuk mencit = x 90mg = 153mg
5. Mencit 5 :
BB = 21gr = 0,021kg
Dosis lempuyang pahit = 300 mg/10g BB
Dosis untuk mencit = x 300mg = 630mg
70% = x
X = 0,9ml
Dosis asam asetat glacial : 0,05 -0,1% 0,1 ml/20 g
1. Mencit 1 : 0,1ml/20g → BB = 15 g
= 0,075 ml
= 0,075 ml
= 0,07ml
% Proteksi:
1. Kontrol negatif (aquadest) = 0
2. Infus lempuyang pahit 30mg = X 100% = 11,98 %
%efektifitas
1. Kontrol positive (asetosal)
%E=(K-O)/K x 100
= x 100%= - 32%
3. Lempuyang 30mg/10g BB
%E=(K-O)/K x 100
= x 100%= -3,83%
4. Lempuyang 90mg/10g BB
%E=(K-O)/K x 100
= x 100%= -7,53%
5. Lempuyang 300mg/10g BB
%E=(K-O)/K x 100
= x 100%= - 2,80%
HASIL
Tabel 1. Jumlah geliat tiap 5 menit
PENUTUP
Pada mencit 1 yang diinduksi dengan asam asetat glacial dan di sonde dengan aquades
menunjukan hasil geliat paling banyak dikarenakan aquades tidak memiliki kandungan yang
mempunyai sifat analgetik. Sedangkan pada mencit 2 menunjukan hasil geliat paling sedikit
karena asetosal dapat memperhambat prostaglandin yang meyebabkan rasa nyeri pada tikus.
Diikuti dengan mencit 3 dan 4 yang juga hanya memiliki jumlah geliat sedikit dikarenakan
infus lempuyang pahit juga dapat mengurangi rasa nyeri yang tikus rasakan setelah
pemberian penginduksi rasa nyeri . Hal tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil
% efektifitas yang dihasilkan, karena semakin tinggi % efektifitas yang dihasilkan maka
bahan tersebut yang paling efektif untuk menghambat prostaglandin yang menyebabkan rasa
nyeri pada tikus. Namun pada percobaan kali ini ada beberapa faktor kesalahan diantaranya:
1. Kita sulit menentukan geliat mencit pada saat pengamatan
2. Kondisi dari mencit tersebut yang berbeda-beda.
3.2 KESIMPULAN
1. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
(ancaman) kerusakan jaringan.
2. Analgetik adalah obat penghilang rasa nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Sota omolgui. 1995. Buku saku obat-obatan anesthesia edisi 2. EGC: Jakarta
Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. 2008. Obat-obat penting. Elex media komputindo Kelompok
Gramedia: Jakarta
www. Valdisreinaldo-blogspot.com
http://farmasiapriliant56.blogspot.com/2014/05/uji-anlgetik.html
http://baitulherbal.com/tanaman-herbal/tanaman-herba-lempuyang/