Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI V

Uji Analgesik Metode Refleks Geliat (Writhing Reflex)

Disusun oleh :
KELOMPOK 3
1. Ayu Nindy Pramita (201310410311231)
2. Amalia Choirunnisa’ (201310410311236)
3. Nailul Sabrina (201310410311237)
4. Iman Laila Mahir (201310410311238)
5. Devi Retno Anggraeni (201310410311245)
6. Nikita Olivia (201310410311246)
7. Zidna Rizki Amalia (201310410311247)
8. Heny Steva Sihasale (201310410311250)
9. Sarah Diba Nahdi (201310410311269)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI V ‘Uji Analgesik Metode Refleks Geliat (Writhing Reflex)’” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi 1.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kekurangan serta
masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya,
dan kami pada khususnya. Terima kasih.

Malang, 23 November 2017

Tim Penyusun,
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1. Mengamati respon geliat atau writhing reflex pada mencit akibat induksi kimia
2. Mengetahui onset of action, duration of action, dan saat obat mencapai efek
maksimum
1.2 Dasar Teori
1. Analgesik
Analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau
nyeri. Secara umum analgetik dibagi menjadi 2, yaitu analgetik non narkotik
(contohnya : paracetamol dan asetosal) dan analgetik narkotika (contohnya morfin).
Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri. Rasa nyeri ini
diakibatkan oleh terlepasnya mediator nyeri seperti bradikinin, prostaglandin, dan
lain lain dari jaringan yang rusak kemudian merangsang reseptor nyeri diujung saraf
perifer ataupun ditempat lain (Tjay dan Rahardja, 2002)
a. Analgetik Narkotika
Senyawa-senyawa golongan ini memiliki daya analgetik yang kuat sekali
dengan titik kerja disusunan saraf pusat. Analgetik jenis ini umumnya
mengurangi kesadaran (sifat yang meredakan dan menidurkan) dan
menimbulkan rasa nyaman (euphoria), mengakibatkan toleransi dan
habituasi, ketergantungan fisik dan psikis dengan gejala-gejala abstinensi
bila penggunaan dihentikan. Berdasarkan mekanisme kerjanya, analgetik
narkotik dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :
 Agonis opiat : bekerja dengan cara mengikat reseptor opioid pada
sistem saraf. Contohnya : morfin, kodein, heroin, dll
 Antagonis opiat : bekerja dengan cara menduduki salah satu reseptor
opioid pada system saraf. Contohnya : nolakson, nalorfin,
pentasozin,dll
 Kombinasi : bekerja dengan cara mengikat reseptor opioid, tetapi
tidak mengaktivasi kerjanya dengan sempurna (Tjay dan
Rahardja,2002)
b. Analgetik Non Narkotika
Obat-obat ini sering disebut obat golongan analgetika-antipiretik atau
NSAID (Siswandono dan Soekardjo, 1995) juga dinamakan analgetika
perifer, karena tidak mempengaruhi susunan saraf pusat, tidak menurunkan
kesadaran, atau mengakibatkan ketagihan. Obat-obat golongan ini dapat
digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
 Golongan salisilat : natriun salisilat, asetosal, salisilamid
 Turunan p-aminofenol : fenasetin, paracetamol
 Turunan pirazolon : antipirin, aminofenazon, dipiron
 Turunan antranilat : glafenin, asam mefenamat
(Tjay dan Rahardja, 2002)

2. Metode Geliat Refleks


Metode-metode pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan menilai
kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan ras nyeri yang diinduksi
pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmot), yang meliputi induksi secara
maknik, termik, elekrik, dan secara kimia. Metode pengujian dengan induksi nyeri
secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk mengevaluasi obat-obat analgetik
kuat. Pada umumnya daya kerja analgetika dinilai pada hewan dengan mengukut
besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respon nyeri
atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulasi nyeri atau juga peranan
frekuensi respon nyeri (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).
Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa
nyeri yang diinduksi secara (pemberian asam asetat secara intraperitonial) pada
hewan percobaan mencit (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993). Manifestasi nyeri
akibat pemberian perangsang nyeri asam asetat intraperitonium akan menimbulkan
refleks respon geliat (writhing) yang berupa tarikan kaki ke belakang, penarikan
kembali abdomen (retraksi) dan kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan
kaki belakang. Metode ini dikenal sebagai Writhing Reflex Test atau Abdominal
Constriction Test (Wuryaningsih,1996).
Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang
dirasakannya (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993). Metode ini tidak hanya
sederhana dan dapat dipercaya tetapi juga memberikan evaluasi yang cepat terhadap
jenis analgesik perifer (Gupta et al., 2003).
Pada metode geliat, mekanisme aksi stimulus nyeri berdasarkan pada produksi
nyeri yang disebabkan oleh cairan tubuh.
 Pelepasan cairan tubuh kedalam peritoneum, dapat menyebabkan rasa nyeri
yang parah.Hal ini disebabkan bahwa bagian parietal dari rongga peritoneum
sangat sensitif terhadap stimulus fisik dan kimiawi, walaupun tanpa efek
inflamasi.
 Pelepasan cairan gastik ke dalam pefarasi gastrik atau duodedunum atau
kebocoran dari kantong empedu, cairan pankreas atau urin kedalam rongga
peritoneum dapat berakibat rasa nyeri yang parah.
 Cairan gastrik dapat menyebabkan rasa nyeri yang parah apabila ekspose
dengan ujung syaraf sensoris lida pada kulit, rasa nyeri ini akibat sifat
keasaman dengan ph ≤3.Rasa nyeri pada ulser peptik terutama disebabkan
oleh asam HCl.
 Urin dapat menyebabkan rasa nyeri, sebagai akibat dari sifat hipertoniknya
atau disebabkan oleh kandungan campuran buffer natrium fosfat serta ion
kalium.
 Nyeri akibat cairan pankreas disebabkan oleh kandungan tripsin dan
kalikerin.
3. Nyeri
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering dialami
meskipun nyeri sendiri dapat berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan
sering memudahkan diagnosis. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia
atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena
itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa
nyeri. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45 derajat celcius.

Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol, asetosal,
mefenaminat, propifenazon, atau aminofenazon, begitu pula rasa nyeri dengan
demam. Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein atau kodein. Nyeri yang di
sertai pembengkakan atau akibat trauma (jatuh, tendangan,tubrukan) sebaiknya
diobati dngan suatu analgetikum antiradang sepertiaminofenazon dan NSAID
(ibuprofen, mefenaminat,dan lai-lain)
Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan morfinatau opiat lainnya
(tramadol). Obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaraan, juga tidak menimbulkan
ketagihan. Oleh karena itu, tidak hanya digunakan sebagai obatanti nyeri, melainkan
juga pada demam(inveksi virus atau kuman, selesma, pilek) dan perandangan seperti
rhema dan encok.
Nyeri berperan sebagai suatu antagonis depresi napas yang bagaimanapun bisa
menjadi masalah bila nyeri dihilangkan, misalnya dengan anestesi lokal. Opiod
sering menyebabkan mual dan muntah sehingga seringkali memerlukan antiemetik.
Efek pada pleksus saraf diusus yang juga mempunyai peptida dan reseptor opoid,
menyebabkan konstipasi dan biasanya membutuhkan laksatif. Terapi kontinu dengan
analgesik opioid menyebabkan toleransi dan ketergantungan pada pecandu. Akan
tetapi pada pasien dengan penyakit terminal, peningkatan nyeri secara progresif
daripada akibat toleransi.
Demikian juga halnya, pada konteks klinis ketergantungan tidak penting.
Penggunaan analgesik opioid yang terlalu hati-hati sering menyebabkan kontrol
nyeri yang buruk pada pasien. Analgetik tertentu tertentu, seperti kodein, dan
dihidrokodein kurang paten dibandingkan morfin dan tidak dapat diberikan dalam
dosis ekuianalgesik.
4. Asetosal
Asetosal merupakan salah satu analgesik NSAID, dan asetosal ini termasuk
dalam golongan analgesik lemah sampai sedang bekerja terutama pada perifer yang
mempunyai sifat antiinflamasi dan antireumatik. Asetosal (asam asetil salisilat)
dikenal dengan nama dagang Aspirin, merupakan obat pereda nyeri golongan 'anti
radang non steroid' (AINS), sering digunakan untuk mengatasi nyeri reumatik,
pereda nyeri (analgesik), dan penurun demam (antipiretik). Asetosal juga
mempunyai efek mengurangi daya beku darah, sehingga dalam dosis rendah sering
digunakan untuk penderita penyakit jantung koroner dan stroke.
Senyawa alami dari tumbuhan yang digunakan sebagai obat ini telah ada
sejak awal mula peradaban manusia. Di mulai pada peradaban Mesir kuno, bangsa
tersebut telah menggunakan suatu senyawa yang berasal dari daun willow untuk
menekan rasa sakit. Pada era yang sama, bangsa Sumeria juga telah menggunakan
senyawa yang serupa untuk mengatasi berbagai jenis penyakit. Hal ini tercatat
dalam ukiran-ukiran pada bebatuan di daerah tersebut.
Barulah pada tahun 400 SM, filsafat Hippocrates menggunakannya sebagai
tanaman obat yang kemudian segera tersebar luas. Kontra indikasi Asetosal tidak
boleh dikonsumsi oleh: mereka yang mempunyai sakit keluhan 'maag' / sindroma
dispepsia : tukak lambung, tukak duodenum, tukak esofagus, mereka yang
mempunyai penyakit hati dan ginjal, mereka yang mempunyai riwayat alergi dan
asma, mereka yang mempunyai penyakit gangguan perdarahan, trombositopenia
dan hemofilia, mereka yang hamil dan menyusui, terutama hamil pada 3 bulan
terakhir, mereka yang mendapat terapi anti diabetes dan gout (nyeri sendi asam
urat), mereka yang sedang mendapat terapi antikoagulan, hati-hati bila juga sedang
mendapat terapi obat golongan steroid (seperti betametason), yang sering
digunakan untuk terapi asma dan reumatik, hati-hati juga bagi peminum alkohol,
dapat meningkatkan risiko kerusakan hati. Efek samping: gastritis, sakit 'maag',
tukak lambung, perdarahan, perdarahan saluran cerna.

5. Lempuyang Pahit
Lempuyang sejak dari zaman dulu dikenal sebagai jamu/obat tradisional.
Berupa tanaman herba Indonesia rendah sampai tinggi, perennial, batang asli
berupa rimpang di bawah tanah, tinggi lebih dari 1 m. Bagian tanaman yang
digunakan sebagai obat adalah rimpangnya. Zat-zat yang terkandung dalam
lempuyang antara lain : Saponin, flavonoid, minyak atsiri, Minyak atsiri 0.62 %.
Nama latin : Zingiber amaricans BL.
Nama lokal : Lempuyang emprit, Lempuyang pahit.
Diskripsi : Lempuyang sejak dari zaman dulu dikenal sebagai jamu/obat
tradisional. Berupa tanaman herba Indonesia rendah sampai tinggi,
perennial, batang asli berupa rimpang di bawah tanah, tinggi lebih
dari 1 m. Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah
rimpangnya. Rimpang lempuyang terdiri dari : lempuyang gajah,
lempuyang emprit, dan lempuyang wangi. Rimpang lempuyang bsa
juga dimasak sebagai lauk makan nasi putih, biasanya digunakan
untuk lauk makan seorang ibu yang habis melahirkan.
A. Ciri-ciri tanaman herba lempunyang yaitu :

1. Batang : batang semu berupa kumpulan pelepah daun yang berseling, di


atas tanah, beberapa batang berkoloni hijau.
2. Rimpang : merayap, berdaging, gemuk, aromatik. sebelah luar berwarna
coklat muda, irisan melintang warna kuning muda, Rasanya pahit pedas,
berbau aromatic khas lempuyang pahit.
B. Zat-zat yang terkandung didalam tanaman herba lempuyang ini yaitu :
Saponin, flavonoid, minyak atsiri, Minyak atsiri 0.62 % (terutama
sesquiterpenketon), Berdasar hasil kromatogram gas terdeteksi 21 komponen
minyak atsiri, Minyak atsiri yang sama dengan jenis lempuyang lainnya : β-
linalool, α-caryophyllene, camphor, Kadar air : 9.39 %, Kadar pati : 52.14 %
(terbesar dari jenis lempuyang yang lain), Kadar serat : 10.76 % (terbesar dari
jenis lempuyang yang lain).
C. khasiat tanaman herba lempuyang :

1. Rimpang yang masih muda (terutama lempuyang gajah) dimakan sebagai lalap.
2. Adapun khasiat lempuyang untuk kesehatan antara lain sbb : Menambah nafsu makan,
Penambah darah, obat rematik, alergi terhadap udang/ikan laut, batuk rejan/ kinghus,
encok dan bengkak-bengkak.
3. Selain itu lempuyang pahit dapat meredakan nyeri lambung yang disertai kejang.
4. Parutan rimpang beserta minyak kelapa dan abu dapat digunakan untuk membalur
bagian tubuh yang bengkak sehingga kempes.
5. Tepung rimpang lempuyang pahit yang diparut dan dijadikan tapal.
6. Dapat digunakan untuk memulihkan kondisi wanita yang baru melahirkan.
7. Lempuyang wangi juga dapat untuk mengobati asma & obat pengurang rasa sakit.
8. Selain itu, wanita yang terlalu subur dapat mengurangi kesuburannya dengan minum
jamu lempuyang wangi.

6. Asam Asetat Glacial


7. Asam Asetat Glacial
8. Golongan Asam karboksilat, alifatik.
9. Sinonim / Nama Dagang
10. Acetic acid; Glacial acetic acid; Ethanoic acid; Vinegar acid; Ethylic acid;
Pyroligneus acid; Methanecarboxylic acid; Acetic acid; Glacial;
11. Keracunan akut :
12. Terhirup
Asam asetat : menyebabkan iritasi yang berat pada saluran pernafasan, pada
kebanyakan orang 50 bpj atau lebih banyak yang tidak tahan dan dapat
menyebabkan edema pharingeal dan bronchitis kronik.. Gejala gejala lain termasuk
batuk, dyspnea, nafas pendek, laryngitis, edema pulmonal, bronkhopneumonia dan
hipotensi.
13. Kontak dengan kulit
14. Asam Asetat : Kontak langsung dapat menyebabkan iritasi yang berat disertai rasa
sakit , eritema, melepuh, kerusakan permukaan kulit dan terbakar dengan
penyembuhan yang lambat. Kulit menjadi berwarna hitam, hiperkeratotis dan
pecah-pecah.Diserap dengan cepat melalui kulit.
15. Kontak dengan mata
16. Asam Asetat : Kontak langsung dapat menyebabkan iritasi yang berat, lakrimasi,
erosi kornea, kekeruhan, iritis dan hilangnya penglihatan manusia. Pertumbuhan
epitelium terjadi setelah beberapa bulan tetapi anestesia kornea dan kekeruhan
biasanya permanen.Pada kasus yang tidak berat terjadi conjunctivitis, fotofobia dan
hiperemia konjunctiva.Uap dan cairan pelarut dapat menyebabkan hiperemia
konjunctiva dan kadang kadang kerusakan epitelium kornea.
17. Tertelan
Asam asetat : dalam kasus tertelan ( kecelakaan ) lesi ulseronekrotik yang berat dari
saluran pencernaan atas, striktur esofagus, observasi perforasi esofagus dan pilorus
disertai hematemesis, diare, syok, hemoglobinuria, diikuti anuria dan uremia.
Gejala-gejala yang lain termasuk muntah, perut kejang, haus, susah menelan,
hipotermi, denyut nadi lemah dan cepat, nafas dangkal dan lambat, laringitis,
bronkhitis , edema pulmonal, pneumonia, hemolisis, albuminuria, hematuria,
kedutan, konvulsi, kolap kardiovaskular , syok dan kematian, juga dilaporkan
mempengaruhi kesuburan pada binatang.
.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Uji Analgesik Metode Refleks Geliat (Writhing Reflex)


Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung- ujung
saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara
lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor terdapat diseluruh jaringan dan
organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan di salurkan ke otak
melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neurondengan sangat banyak sinaps via
sumsum belakang, sumsum lanjutan dan otak tengah.Dari thalamus implus
kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, di mana implus dirangsangkan
sebagai nyeri.

Resptor nyeri (nosiseptor) rangsangan nyeri diterima oleh reseptor nyeri khusus, yang
merupakan ujung saraf bebas. Karena ujung saraf bebas juga dapat menerima rangsang
sensasi lain, maka kespesifikan fungsional mungkin berkaitan dengan deferensiasi pada tahap
molekul yang tidak dapat diketahui dengan pengamatan cahaya dan elektronoptik.
Secara fungsional dibedakan dua jenis reseptor, yang dapat menyusun dua sistem serabut
berbeda :
1. Mekanoreseptor, yang meneruskan nyeri permukaan melalui serabut A-dalta bermielin
2. Termoreseptor, yang meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut C yang tak bermielin
Mediator nyeri penting adalah anti histamin yang bertanggungjawab untuk kebanyakan
reaksi alergi (bronchokon striksi, pengembang mukosa, pruritus, dan nyeri). Bradykinin
adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari protein plasma.Prostaglandin
mirip stukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat.

2.2 Potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgetika


Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgetika dibedakan
dalam dua kelompok yaitu:
1. Analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika, ‘kelompok opiat’)
2. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada perifer dengan
sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat antiinflamasi dan antireumatik.
Analgetika lemah (sampai sedang) :
Analgetika jenis ini, yang juga disebut analgetika yang bekerja pada sistem saraf
perifer atau ‘kecil’ memiliki spektrum kerja farmakologi yang mirip walaupun struktur
kimianya berbeda. Disamping kerja analgetika senyawa-senyawa ini menunjukkan kerja
antipiretika dan juga komponen kerja antiflogistika dengan kekecualian turunan asetilanilida.
Sebaliknya senyawa-senyawa ini tidak mempunyai sifat-sifat psikotropik dan sifat sedasi dari
hipoanalgetika.

2.2.1 Penanganan Rasa Nyeri

Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara, yakni
dengan:
a. Analgetika perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer
b. Anestetika lokal, yang merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris
c. Analgetika sentral (narkotika), yang memblokir pusat nyeri di SSP dengan anestesi
umum
d. Antidepresiva trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf, mekanisme kerjanya
belum diketahui, misalnya amitriptilin
e. Antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pada
nyeri,mis pregabalin. Juga karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin, valproat, dll.

2.2.2 Penginduksi Rasa Nyeri

2.2.3 Obat yang Diujikan

A. Asetosal

B. Lempuyang Pahit
2.2.4 Proses Uji

A. ALAT DAN BAHAN


Mencit
Asam asetat glacial 0,05% - 0,1 % 0,1ml/20 g
Aquadest
Asetosal 52 mg/kgBB
Infus lempuyang pahit 30 mg/10 gBB
Infus lempuyang pahit 90 mg/10 gBB
Infus lempuyang pahit 300 mg/10 gBB
B. PROSEDUR KERJA
1. Berikan bahan uji pada masing-masing kelompok uji.
2. 15 menit kemudian, semua hewan uji diinduksi dengan asam asetat glacial secara
intraperitoneum. Setelah 5 menit, umumnya mencit mulai merasakan sakit dengan
memperlihatkan reflek geliat. Amati dan hitung jumlah reflek geliat mencit tiap 5 menit.
Cara menghitung % Efektivitas Bahan Uji

% E = (K-U) / K x 100

%E = Persen efektivitas bahan uji


K = Respon (detik) kelompok kontrol
U = Respon (detik) kelompok uji
C. PERHITUNGAN DOSIS
Hasil praktikum :
1. Mencit 1:
BB = 12 g = 0,012 kg
Dosis asetosal = 52 mg/kgBB (yang tersedia 80)
Dosis untuk mencit = 0,012 kg x 52mg/kgBB = 0,62mg
= =

x = = 0,0775 ml

2. mencit 2 :
0,0975 ml
3. mencit 3 :
BB = 14gr = 0,014 kg
Dosis lempuyang pahit = 30 mg/10g BB
Dosis untuk mencit = x 30mg = 42mg

X = 0,06 ml
4. Mencit 4 :
BB = 17gr = 0,017kg
Dosis lempuyang pahit = 90 mg/10g BB
Dosis untuk mencit = x 90mg = 153mg

70% = x 153mg = 0,2185mg

5. Mencit 5 :
BB = 21gr = 0,021kg
Dosis lempuyang pahit = 300 mg/10g BB
Dosis untuk mencit = x 300mg = 630mg

70% = x

X = 0,9ml
Dosis asam asetat glacial : 0,05 -0,1% 0,1 ml/20 g
1. Mencit 1 : 0,1ml/20g → BB = 15 g
= 0,075 ml

2. Tikus 2 : 0,1 ml/20g → BB = 15 g

= 0,075 ml

3. Tikus 3: 0,1 ml/20g → BB = 14 g

= 0,07ml

4. Tikus 4: 0,1 ml/20g → BB = 17 g


= 0,085ml

5. Tikus 5 : 0,1 ml/20g → BB = 21g


= 0,105ml

% Proteksi:
1. Kontrol negatif (aquadest) = 0
2. Infus lempuyang pahit 30mg = X 100% = 11,98 %

3. Infus lempuyang pahit 90mg = X 100% = 23,54 %

4. Infus lempuyang pahit 300mg = X 100% = 8,75 %

%efektifitas
1. Kontrol positive (asetosal)
%E=(K-O)/K x 100
= x 100%= - 32%

2. Kontrol negative (aquadest)


%E=(K-O)/K x 100
= x 100%= 0%

3. Lempuyang 30mg/10g BB
%E=(K-O)/K x 100
= x 100%= -3,83%

4. Lempuyang 90mg/10g BB
%E=(K-O)/K x 100
= x 100%= -7,53%

5. Lempuyang 300mg/10g BB
%E=(K-O)/K x 100
= x 100%= - 2,80%

HASIL
Tabel 1. Jumlah geliat tiap 5 menit

Perlakua Menit ke-


n 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Kontrol 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0
negative
(aquadest
)
Kontrol 0 0 0 0 0 3 0 1 0 0 0 0
positif
(Asetosal)
Infus 10 20 17 12 13 10 6 7 5 6 4 2
30mg/10g
BB
Infus 18 20 22 21 22 23 14 15 21 15 17 21 Tabel 2.
90mg/10g Respon
BB Awal dan
Infus 15 5 8 0 15 0 10 12 10 5 4 3 Jumlah
300mg/10 Geliat
gBB Selama 1
Jam

Perlakuan Respon Awal Rata-Ratajumlah


(detik) Geliat
Kontrol negatif (aquadest) Menit ke 35 0,25
Kontrol positif (Asetosal) Menit ke 35 detik 0,33
ke 11
Infus 30mg/10gBB Menit ke 2 detik 9,83
ke 20
Infus 90mg/10gBB Menit ke 3 19,08
Infus 300mg/10gBB Detik ke 26 7,25
BAB III

PENUTUP

3.1 PEMBAHASAN UJI ANALGESIK

Metode pengujian yang dilakukan mempergunakan asetosal dan infus lempuyang


pahit sebagi obat analgetik yang dapat mempengaruhi jalan prostaglandin sebagai perespon
nyeri, sehingga dapat mengakibatkan terjadi penurunan jumlah rasa nyeri pada saraf pusat.
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan apakah hewan yang diuji dapat menentukan
adanya efek analgetik atau tidak pada aquadest sebagai kontrol negative, asetosal sebagai
kontrol positif dan infus lempuyang pahit sebagai obat analgetik dengan pemberian asam
asetan glacial sebagai bahan kimia penginduksi rasa nyeri. .

Pada mencit 1 yang diinduksi dengan asam asetat glacial dan di sonde dengan aquades
menunjukan hasil geliat paling banyak dikarenakan aquades tidak memiliki kandungan yang
mempunyai sifat analgetik. Sedangkan pada mencit 2 menunjukan hasil geliat paling sedikit
karena asetosal dapat memperhambat prostaglandin yang meyebabkan rasa nyeri pada tikus.
Diikuti dengan mencit 3 dan 4 yang juga hanya memiliki jumlah geliat sedikit dikarenakan
infus lempuyang pahit juga dapat mengurangi rasa nyeri yang tikus rasakan setelah
pemberian penginduksi rasa nyeri . Hal tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil
% efektifitas yang dihasilkan, karena semakin tinggi % efektifitas yang dihasilkan maka
bahan tersebut yang paling efektif untuk menghambat prostaglandin yang menyebabkan rasa
nyeri pada tikus. Namun pada percobaan kali ini ada beberapa faktor kesalahan diantaranya:
1. Kita sulit menentukan geliat mencit pada saat pengamatan
2. Kondisi dari mencit tersebut yang berbeda-beda.

3.2 KESIMPULAN
1. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
(ancaman) kerusakan jaringan.
2. Analgetik adalah obat penghilang rasa nyeri

DAFTAR PUSTAKA

Sota omolgui. 1995. Buku saku obat-obatan anesthesia edisi 2. EGC: Jakarta
Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. 2008. Obat-obat penting. Elex media komputindo Kelompok
Gramedia: Jakarta
www. Valdisreinaldo-blogspot.com
http://farmasiapriliant56.blogspot.com/2014/05/uji-anlgetik.html
http://baitulherbal.com/tanaman-herbal/tanaman-herba-lempuyang/

Anda mungkin juga menyukai