Anda di halaman 1dari 5

1.

Patogenesis

Sel Stroma

Sel Epitel

Skema, model Interaksi antara stroma dan epitel yang menyebabkan BPH.[3,4]
Jaringan

kelenjar

prostat

membutuhkan

dihidrotestosteron

(DHT)

untuk

perkembangan dan pemeliharaan embriologis yang normal. Testosteron ini dikonversi


secara lokal menjadi androgen DHT yang lebih poten oleh 5 - reductase. Potensi DHT
bergantung pada afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor androgen inti prostat untuk
DH dibandingkan untuk testosteron.
Diferensiasi dan pertumbuhan epitel prostat bergantung pada faktor sensitif androgen
yang dihasilkan oleh stroma di bawahnya (mesenkim embriologis). Faktor-faktor
pertumbuhan yang meningkatkan mitosis in vitro pada sel-sel epitel prostat meliputi :
EGF, IGF, dan faktor pertumbuhan fibroblast dasar (basic fibroblast growth factor, bFGF)
yang meningkat ekspresinya pada BPH.
Perkembangan BPH membutuhkan testis yang berfungsi normal dan adanya 5reductase yang berfungsi. Individu yang tidak memiliki 5-reductase memiliki prostat
yang vestigel dan tidak pernah akan berkembang menjadi BPH. Pria dengan adanya BPH
memiliki aktivitas 5-reductase yang meningkat dan reseptor androgen prostat yang
mungkin meningkat, membuat prostat yang telah menua lebih rentan terhadap stimulasi
androgen. Produksi estradiol meningkat perlahan pada pria usia lanjut ketika testis mereka
menjadi kurang responsive terhadap LH sehingga diperlukan lebih banyak LH untuk
mempertahankan produksi androgen. Kadar LH yang tinggi secara tidak proposional
menstimulasi produksi estrogen.
Peningkatan estrogen yang bersirkulasi meningkatkan sintesis globulin pengikat
SHBG dan peningkatan SHBG menurunkan konsentrasi testosteron bebas dalam sirkulasi.
Hal ini menurunkan jumlah testosteron ini siap dikonversi menjadi DHT pada stroma
plasma.
2. Manifestasi Klinis
Hiperplasia Prostat dapat menyebabkan terjadinya retensi urin akut maupun kronik.
Pada retensi urin akut, terdapat nyeri yang menyebar pada vesika urinaria disertai
ketidakmampuan untuk berkemih. Retensi urin akut dapat disebabkan oleh pengaruh obatobatan, sedangkan retensi urin kronik terbagi lagi menjadi gejala akibat iritasi yang
ditimbulkan oleh aliran urin dan gejala akibat adanya obstruksi oleh karena pembesaran
prostat.[2,3]
Gejala prostat hyperplasia menurut penyebabnya dapat dilihat pada table dibawah ini.
[1,2,3]

Gejala Obstruktif

Gejala Iritatif

Hesitancy (keluar kemih terputus-putus)


Aliran urin lemah
Mengejan untuk keluarkan urin
Lama berkemih berkepanjangan
Perasaan tidak tuntas saat berkemih
Retensi urin

Urgency (perasaan ingin berkemih)


Frequency (sering berkemih)
Nocturia
Inkontinensia urge

Dari: Letnan JL and Brower MK, 1999.

Oleh Perhimpunan Urologi Amerika (AUA) dan sistem scoring prostat internasional
(IPSS) telah dibuat cara penilaian berat-ringannya gejala prostatisme berdasarkan gejala yang
terdapat, yang dapat dilihat dibawah ini:

Sistem skor gejala hyperplasia prostat oleh Perhimpunan Urologi Amerika dan IPSS [1]

Pengosongan tak tuntas:

Tak

<1x

<1/2

Kira-

Lebih

Setia

perna

dala

wakt

kira

dari

p saat

m 5x

separu

separu

waktu
3

waktu
4

Sepanjang bulan lalu, berapa banyak anda


2

merasa tidak tuntas saat selesai berkemih.


Frekuensi:
Sepanjang bulan lalu, berapa sering anda
merasa harus berkemih lagi <2jam setelah

berkemih sebelumnya?
Intermetensi:
Sepanjang bulan lalu berapa sering anda
merasa saat berkemih, anda ingin berhenti

tetapi kemudian berkemih lagi.


Urgensi:
Sepanjang bulan lalu, berapa sering anda
merasa tidak dapat menunda keinginan anda

untuk berkemih?
Aliran urin lemah:
Sepanjang bulan lalu berapa sering anda

merasa bahwa aliran urin anda lemah?


Mengejan:
Sepanjang bulan lalu, berapa sering anda
harus mengejan untuk memulai berkemih?

Nocturia:

Sepanjang bulan lalu berapa sering anda


harus khusus bangun dari tidur untuk
berkemih setelah anda mulai tidur sampai saat
bangun pagi?
Skor total
Catatan: 0-7 gejala ringan, 8-19 gejala sedang, >/20 gejala berat.
Dari: Letran JL. and Brower MK, 1999.

1. Martono H. Hadi dkk. Buku Ajar Geriatri. Semarang : Balai penerbit FKUI, 2009. h.
503.
2. Price Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC,
2005. h. 1320.
3. J. Stephen dkk. Pathophysiology of Disease. Stamford : Apleton & Lange, 1997.
Page. 558,564.
4. Heffner Linda J. Dalam : Amalia Safitri, editor. Schust Danny J. At a Glance Sistem
Reproduksi. Ed. 2. Jakarta : Erlangga. h. 88.

Anda mungkin juga menyukai