Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI
BLOK SARAF DAN PERILAKU

OLEH
KELOMPOK A2-7
Fatihah Iswatun Sahara(1102009109)
Fazmial Rakhmawati(1102009110)
Febrina Rizkya(1102009111)
Fezza Uktolseja(1102009112)
Firdha Amalia(1102009113)
Fitri Kemala sari(1102009114)
fitria Apriliani(1102009115)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


JAKARTA

OBAT OTONOM
Praktikum obat otonom ini dibagi atas 2 bagian, yaitu praktikum obat otonom dengan
menggunakan hewan percobaan dan diskusi obat otonom dengan menggunakan kasus atau
skenario.

Tujuan Praktikum :
1. Menjelaskan sistem syaraf otonom
2. menjelaskan efek farmakodinamik obat otonom
3. menggolongkan obat otonom yang digunakan dalam praktikum ini kedalam obat
kolinergik, antikolinergik, adrenergik, antiadrenergik.
1) REAKSI PUPIL TERHADAP OBAT OTONOM
pupil merupakan organ yang baik dalam menunjukan efek lokal dari suatu obat, karena obat
yang diteteskan dalam saccus conjuctivalis dapat memberi efek setempat yang nyata tanpa
menimbulkan efek sistemik.
Bahan dan Obat:
penggaris
lampu senter
larutan pilokarpin 1%
larutan atropin sulfat 1%
Cara Kerja :
Pilihlah seekor kelinci putih dan taruh di atas meja. perlakukanlah hewan secara baik.
Periksalah hewan dalam keadaan penerangan cukup dan tetap. perhatikan lebar pupil sebelum
dan sesudah dikenai sinar yang terang. Amati apakah reflex konsensional seperti yang terjadi
pada manusia juga terjadi pada hewan. ukur lebar pupil dengan penggaris milimeter.
Rangsanglah kelinci dan catatlah lebar pupil dalam keadaan eksitasi. Ambil pilokaprin 1%
dan teteskan pada bola mata kanan. perhatikanlah pupil sesudah satu menit dan ulangi jika
belum berubah setlah 5 menit. Setelah terjadi miosis, sekarang teteskan larutan atropin 1%
pada mata yang sama. Observasi pupil setiap satu menit dan ulangi penetesan setelah 5 menit
jika perlu untuk menghasilkan midriasis. lihatlah reaksi pupil tersebut terhadap sinar.

PERTANYAAN :
1.
2.
3.
4.

Apa yang dimaksud dengan refleks konsensional?


Jelaskan sistem saraf yang dipengaruhi oleh pilokaprin dan atropin
Jelaskan efek lokal pilokaprin dan atropin pada pupil dan mekanisme kerjanya
Jelaskan indikasi dan kontraindikasi pilokaprin dan atropin

JAWABAN :
2

1. Refleks yang mengatur diameter pupil, karena respon intensitas cahaya yang
mengenai retina. Jika pada pupil yang satu disinari, maka secara serentak pupil
lainnya mengecil pada ukuran yang sama.
2. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
3. Pilokarpin
o Mekanisme kerja : Bersifat agonis muskarinik, bekerja pada reseptor
muskarinik, memiliki efek pada kelenjar eksokrin dan otot polos
o Efek : Kegunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan miosis dengan cepat
dan kontraksi otot siliaris.Pada mata akan terjadi spasmo akomodasi,dan
penglihatan akan terpaku pada jarak tertentu sehingga sulit untuk memfokus
suatu objek.
Atropin
o Mekanisme

Kerja

memiliki

aktivitas

kuat

terhadap

reseptor

muskarinik,dimana obat ini terikat secara kompetitif sehingga mencegah


asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin menyekat
reseptor muskarinik baik di sentral maupun di saraf tepi. Keja obat ini
secaraumum berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam
matamaka kerjanya akan berhari-hari.
o Efek : Atropin menyekat semua

aktivitas

kolinergik

pada

mata

sehinggamenimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi bereaksi


terhadapcahaya

dan

sikloplegia

(ketidakmampuan

memfokus

untuk

penglihatan dekat). Pada pasien dengan glaucoma , tekanan intaraokular akan


meninggi dan membahayakan.
4. Atropin
o Indikasi : radang iris, radang uvea, prosedur pemeriksaan refraksi,keracunan
organofosfat
o Kontraindikasi : glaucoma sudut tertutup
Pilokarpin
o Indikasi :glaucoma sudut terbuka kronik, hipertensi okuler, terapi daruratuntuk
glaucoma sudut terbuka akut, melawan efek midriasis, dansiklopedia pasca
bedah atau prosedur pemeriksaan mata tertentu.
o Kontraindikasi : radang iris akut, radang uvea akut, beberapa untuk glaucoma
sekunder, radang akut segmen mata depan, penggunaan pasca bedah sudut
tertutup tidak dianjurkan

KASUS 1.
3

seorang gadis 12 tahun datang ke dokter dengan radang tenggorokan dan demam. dokter
mendiagnosa sebbagai faringitis akut yang disebabkan oleh sterptococcus beta-hemolytic
group A. ia diberikan Injeksi penicilin. Sekitar 5 menit kemudian, ditemukan kondisi
respiratory disstress dan adanya wheezing, Kulit dingin, takikardi, tekanan darah turun
sampai 70/20mmHg. dokter kemudian mendiagnosis sebagai reaksi anafilaktik terhadap
penicilin lalu memberikan injeksi epinefrin SC.
PERTANYAAN:
1.
2.
3.
4.

Jelaskan efek pemberian epinefrin pada kasus diatas


Bagaimana mekanisme kerja epinefrin
Apa sebabnya epinefrin merupakan obat terpilih untuk reaksi anafilaktik
terangkan apa yang terjadi bila epinefrin diberikan pada syok hipofilemik

JAWABAN :
1. Tekanan Darah : meningkatkan tekanan sistolik dan menurunkan tekanan diastolik.
Vaskular : vasokontriksi pembuluh darah
Respirasi : merelaksasi otot bronkus (bronkodilatasi) melalui reseptor beta 2
2. Epinefrin merangsang reseptor beta 2 pada sel mast dan menyebabkan hambatan
pelepasan mediator inflamasi histamin dan leukotrin.
3. Epinfrin untuk obat reaksi anafilaktik karena reaksi kerjanya sangat cepat.
4. Pemberian obat adrenergik yang bekerja pada reseptor alfa akan meningkatkan
tekanan darah, tetapi akan mengakibatkan vasokontriksi aliran darah ke ginjal, hati,
dan organ vital lainnya. Meningkatnya tekanan darah, ditandai dengan perbaikan
volume darah, dengan mengurangi tonus simpatis dan memperbaiki aliran darah ke
organ vital. Jadi, obat adrenergik tidak selalu diperlukan padaa syok hipovolemik
karena dapat memperburuk perfusi ke jaringan.

KASUS 2.
Basal
Post exercise
Menit 20
Menit 40
Menit 60
Post exercise

Tekanan darah
100/70
130/70
100/70
100/70
110/70
145/70

Nadi
60
70
64
56
52
80

RR
15

Produksi saliva
9ml

24
16
16

11ml
4ml
2ml

Hasil:
Obat yang digunakan adalah :
Atropin karena:
4

Efek pada saluran nafas : bronkodilator efek lemah


Kelenjar eksokrin : menghambat sekresi sekret
Nadi atau tekanan darah : frekuensi jantung menurun, menghambat bradikardi

PENGUKURAN DIAMETER PUPIL KELINCI

Basal (cm)
kana kiri
n
1
1

Light (+)(cm)
kanan kiri

Pilokarpin(cm)
kanan kiri

P + L(cm)
kanan kiri

Atropin(cm)
kanan kiri

A + L(cm)
kanan
Kiri

0,8

0,7

0,6

0,9

0,8

0,9

0,9

0,9

Hasil Observasi:
Dalam percobaan diperoleh hasil bahwa dengan pemberian obat pilokarpin 1% (kolinergik
atau disebut juga parasimpatomimetika) maka pupil mata kelinci mengalami pengecilan
(miosis) dan pada pemberian atropin 1% (antikolinergik atau disebut juga parasimpatikolitik)
maka pupil mata kelinci membesar (midriasis).
Menurut Moh. Anief (1993), obat-obat parasimpatomimetika adalah obat yang
digunakan untuk merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasipatik. Juga disebut
Cholinergik. Efek yang penting terhadap kelenjar, otot polos dan jantung ialah : menaikkan
sekresi kelenjar-kelenjar bronchus, keringat, air mata, dan ludah, menimbulkan miosis, daya
akomodasi berkurang, kontraksi otot bronchus, pelebaran dari kebanyakar pembuluh umum,
bradycardia, kontraksi otot kerangka, stimulasi lalu depresi dari susunan saraf sentral, serta
menaikkan tonus dan motilitas dari saluran usus lambung.
Obat-obat yang tergolong parasimpatikolitik adalah obat yang digunakan untuk
melawan efek dari perangsangan saraf parasimpatik, dan merupakan antagonis dari obat-obat
parasimpatomimetik. Juga disebut anticholinergik. Efek yang penting ialah : penurunan tonus
dan mobilitas saluran usus lambung, midriasis, ketegangan dari otot bronchus, pengurangan
sekresi dari kelenjar bronchus, air ludah dan kelenjar keringat, merangsang dalam dosis besar
dan diikuti terjadinya depresi dari susunan saraf sentral, dan dilatasi dari rahim.
Pada percobaan antagonis obat ini, obat mata yang diteteskan pertama-tama adalah pilokarpin
selanjutnya atropin. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengamatan efek farmakologi
obat. Efek pilokarpin mengecilkan pupil mata dan ini berlangsung tidak lama, sedangkan efek
atropin dalam membesarkan pupil mata berlangsung lama. Sehingga untuk digunakan
pertama pilokarpin karena nantinya tidak akan menggangu pengamatan terhadap efek atropin.
Dan sebaliknya jika atropin diberikan pertama, maka ikatan atropin yang kuat dengan
reseptornya ini akan susah dilepas pada saat diberikan pilokarpin. Dan ini akan menggangu
pengamatan terhadap efek pilokarpin.

M. J. Mycek dkk (1997) mengatakan bahwa atropin, Atropa belladonna, memiliki


aktivitas kuat terhadap reseptor muskarinik, dimana obat ini terikat secara kompetitif
sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin
menyekat reseptor muskarinik baik di sentral maupun di saraf tepi. Keja obat ini secara
umum berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata maka kerjanya akan
berhari-hari. Kerja : Atropin menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata sehingga
menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi bereaksi terhadap cahaya dan
sikloplegia (ketidakmapuan memfokus untuk penglihatan dekat). Pada pasien dengan
glaucoma, tekanan intaraokular akan meninggi dan membahayakan

Kesimpulan:
Pemberian pilokarpin secara tetes mata pada kelinci menghasilkan efek miosis
(mengecilnya diameter pupil mata) yang dapat dilihat secara visual dan diukur dengan
alat bantu jangka sorong.
Pemberian antropin secara tetes mata pada kelinci menghasilkan efek midriasis
(membesarnya diameter pupil mata) yang dapat dilihat secara visual dan diukur dengan
alat bantu jangka sorong.
Obat-obat yang tergolong dalam obat kolinergik dibagi dalam tiga golongan :
a. Asetilkolin ; asetilkolin, metakolin, karbakol, betanekol.
b. Asetilkolinesterase : fisostigmin, prostigmin, diisopropil-flourofosfat (DFP),
insektisida golongan organofosfat.
c. Alkaloid tumbuhan ; muskarin, pilokarpin, asekolin.

DAFTAR PUSTAKA

Betram G. Katzung. Farmakologi Dasar dan Klinik. 2004. EGC. Jakarta


Matsum.blogspot.com/2008/05/reaksi-atropin-dan-adrenalin.html
Medicastore.com/apotik_online/obat_mata/obat_midriatikum_dan_obat-miotikum.htm
Newman W.A. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. 2002. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai