Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI BLOK SARAF DAN PERILAKU

KELOMPOK A2-4
Deny Oktriana P Desri Wahyuni Dessy Amarantha Diah Dewi Anggraini Dhita Kemala Ratu Dian Mardiani Dian Puspitarini Dias Nuzulia A 1102009071 1102009073 1102009074 1102009076 1102009075 1102009078 1102009079 1102009080

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2010-2011

PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI OBAT OTONOM Praktikum obat otonom ini dibagi atas dua bagian, yaitu praktikum obat otonom dengan menggunakan hewan percobaan dan diskusi obat otonom dengan menggunakan kasus atau skenario. Tujuan : 1. Menjelaskan system saraf otonom 2. Menjelaskan efek farmakodinamik obat otonom 3. Menggolongkan obat otonom yang digunakan dalam praktikum ini ke dalam obat kolinergik, antikolinergik, adrenergik, antiadrenergik. 4. Menjelaskan dasar kerja obat yang digunakan pada praktikum ini. 1.REAKSI PUPIL TERHADAP OBAT OTONOM Pupil merupakan organ yang baik dalam menunjukkan efek lokal dari suatu obat, karena obat yang diteteskan dalam saccus conjungtivalis dapat memberi efek setempatb yang nyata tanpa menunjukkan efek sistemik. Bahan dan Obat Penggaris Lampu senter Larutan Pilokarpin 1% Larutan Atropin sulfat 1%

Cara Kerja : Pilihlah seekor kelinci putih dan taruhlah di atas meja. Perlakukanlah hewan secara baik. Periksalah hewan dalam keadaan penerangan yang cukup dan tetap. Perhatikan lebar pupil sebelum dan sesudah dikenai sinar yang terang. Amati apakah refleks konsensual seperti yang terjadi pada manusia juga terjadi pada kelinci. Ukur lebar pupil dengan penggaris milimeter. Rangsanglah kelinci dan catatlah lebar pupil dalam keadaan eksitasi. Ambil pilokarpin 1% dan teteskan pada bola mata kanan. Perhatikanlah pupil sesudah satu menit dan ulangi jika diamater pupil belum berubah setelah 5 menit. Setelah terjadi miosis, sekarang tetskan larutan atropin 1% pada mata yang sama. Observasi pupil setiap satu menit dan ulangi penetasan setelah 5 menit jika perlu untuk menghasilkan midriasis. Lihatlah reaksi pupil tersebut terhadap sinar. Hasil observasi :

basal ka ki mata kelinci 0,7 0,7 Analisis dan diskusi :

Light (l) ka ki 0,6 0,6

Pilokarpin (p) ka ki 0,8 0,7

p+l Ka ki 0,7 0,7

Atropine (a) Ka ki 0,6 0,6

a+l Ka ki 0,5 0,5

Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis (konstriksi dari pupil mata). Pilokarpin bekerja pada reseptor muskarinik (M3) yang terdapat pada otot spingter iris, yang menyebabkan otot berkontraksi dan menyebabkan pupil mata mengalami miosis. Pembukaan terhadap jala mata trabekular secara langsung meningkatkan tekanan pada cabang skleral. Aksi ini memfasilitasi pengeluaran cairan pada kelopak mata sehingga menurunkan tekanan intraokular (dalam mata). Obat midriatikum adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil mata. Obat midriatikum menggunakan tekanan pada efeknya dengan memblokade inervasi dari pupil spingter dan otot siliari. Obat untuk midriatikum bisa dari golongan obat simpatomimetik dan antimuskarinik. Atropine, adalah alkaloid derivat solanasid dari Atropa belladonna yaitu suatu ester organik asam tropik dan tropin. Atropin merupakan antimuskarinik pertama yang digunakan sebagai obat, Atropin sangat potensial sebagai obat midriatikum-siklopegia dengan panjang waktu kerja lebih dari dua minggu. Kesimpulan : Pemberian pilokarpin menyebabkan miosis pada pupil kelinci, hal ini menyebabkan pupil tidak bisa bermiosis lagi meski telah disinari dengan cahaya. Begitu juga sebaliknya, penetesan atropin menyebabkan pupil kelinci mengalami midriasis yang memungkinkan pupil kelinci berdilatasi lebih besar dari normal. Kesimpulannya adalah bahwa kedua obat tersebut dapat merusak mekanisme otot konstriktor dan dilatator pupil, sehingga tidak bisa berfungsi dengan baik.

Pertanyaan :
1. Apa yang dimaksud dengan refleks konsensual ?

Refleks konsensual disebut juga refleks cahaya tidak langsung adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang tidak disinari cahaya. Jika pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.

2. Jelaskan sistim saraf yang dipengaruhi oleh pilokarpin dan atropin ?

Parasimpatomimetik (kolinergik), merupakan obat-obatan yang memiliki efek menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis. Contohnya: pilokarpin. Parasimpatolitik (antikolonergik), merupakan obat-obatan yang memiliki efek yang menghambat efek saraf parasimpatis. Contohnya : atropin.

3. Jelaskan efek lokal pilokarpin dan atropin pada pupil dan mekanisme kerjanya ? Efek lokal pilokarpin : Efeknya sangat luas diberbagai organ. Reseptor muskarinik di sistem saraf perifer terdapat di organ efektor otonomik, dan disana efeknya dikenal sebagai efek muskarinik. Perangsangan reseptor muskarinik di ganglion dan di medula adrenal akan memodulasi efek perangsangan nikotinik. Mekanisme kerja pilokarpin : kerjanya selalu singkat karena segera dihancurkan oleh asetilkolinesterase atau butirilkolinesterase. Tidak dapat diberikan per oral, karena dihidrolisis oleh lambung. Reseptor muskarinik juga terdapat di ganglion dan di medula adrenal, di sel tertentu seperti endotel dan di SSP. Efek lokal atropin : (1)untuk mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik,(2) penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum, (3) memperoleh efek sentral misalnya untuk mengobati penyakit parkinson, (4) bronkodilatasi dan (5) memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna. Mekanisme kerja atropin : selektif menghambat reseptor muskarinik, pada dosis sangat besar atropin memperlihatkan efek penghambatan juga di gangglion otonom dan otot rangka yang reseptornya nikotinik.

4. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi pilokarpin dan atropin ? Atropin Indikasi : Meringankan gejala gangguan pada gastrointestinal yang ditandai dengan spasme otot polos (antispasmodic); mydriasis dan cyclopedia pada mata; premedikasi untuk mengeringkan sekret bronchus dan saliva yang bertambah pada intubasi dan anestesia inhalasi; mengembalikan bradikardi yang berlebihan; bersama dengan neostigmin untuk mengembalikan penghambatan non-depolarising neuromuscular, antidote untuk keracunan organophosphor ; cardiopulmonary resucitation. Kontraindikasi : Antimuscarinic kontraindikasi pada angle-closure glaucoma ( glaukoma sudut sempit), myasthenia gravis ( tetapi dapat digunakan untuk menurunkan efek

samping muskarinik dari antikolinesterase), paralytic ileus, pyloric stenosis, pembesaran prostat. Pilokarpin Indikasi : Atonia saluran cerna, dan atonia kandung kemih. Pengobatan glaukoma kronik, glaukoma sudut tertutup akut dan kronik. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap pilokarpin atau komponen lain dalam sediaan; inflamasi akut pada ruang anterior mata, kondisi konstriksi pupil seperti iritis akut, anterior evetis dan glaukoma sekunder tertutup. Asma bronkial, hipertiroid, insufisiensi koroner, dan ulkus peptikum. KASUS I Seorang gadis 12 tahun datang ke dokter dengan radang tenggorakan dan demam. Dokter mendiagnosa sebagai faringitis akut yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolytic group A. Ia diberikan injeksi penisilin. Sekitar 5 menit kemudian, ditemukan kondisi respiratory distress dan adanya wheezing, kulit dingin, takikardi, tekanan darah turun sampai 70/20 mmHg. Dokter kemudian mendiagnosa sebagai reaksi anafilaktik terhadap penisilin lalu memberikan injeksi epinefrin SC. Pertanyaan : 1. Jelaskan efek pemberian epinefrin pada kasus di atas ? Mengurangi Spasme Bronkus b2 Untuk terapi asma bronkhial akut (sekarang digunakan b2 stimulan). Mengurangi Hipersensitivitas b2 Merangsang b2 di membran sel mast sehingga release histamin dihambat (membran stabilizer). Meningkatkan frekuensi denyut jantung. Meningkatkan tekanan darah

2. Bagaimana mekanisme kerja epinefrin ? Epinefrin disekresikan di bawah pengendalian sistem persarafan simpatis. Dapat meningkat dalan keadaan dimana individu tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Pengeluaran yang bertambah akan meningkatkan tekanan darah untuk melawan shok yang disebabkan oleh situasi darurat. Reseptor adrenergik:

Alfa1: Meningkatkatkan kontraksi jantung. Vasokontriksi: meningkatkan tekanan darah. Midriasis: dilatasi pupil mata. Kelenjar saliva: pengurangan sekresi Alfa2: Menghambat pelepasan norepineprin. Dilatasi pembuluh darah (hipotensi) Beta1: Meningkatkan denyut jantung. Menguatkan kontraksi Beta2: Dilatasi bronkiolus. Relaksasi peristaltik GI dan uterus Sekresi hormon ini terjadi dengan meningkatan kerja sistem pernafasan yang mengakibatkan paru-paru bekerja ekstra untuk mengambil oksigen lebih banyak hingga meningkatkan juga peredaran darah di seluruh bagian tubuh mulai dari otot-otot hingga ke otak, dan peningkatan tersebut disebutkan beberapa riset bisa naik mencapai 300% melebihi batas normal. Akibatnya, bukan jantung saja yang dapat terasa berdebar, namun keseluruhan sistem tubuh termasuk pengeluaran keringat juga akan meningkat dengan cepat. Aliran darah di kulit akan berkurang untuk dialihkan ke organ lain yang lebih penting sehingga orang-orang yang menghadapi stress biasanya gampang berkeringat, dimana dalam pengertian awam sering disebut keringat dingin. Sekresi ini menaikkan konsentrasi gula darah dengan menaikkan kecepatan glikogenolisis di dalam liver. Rangsangan sekresi epinefrin bisa berupa stres fisik atau emosional yang bersifat neurogenik. Faktor yang berfungsi mengatur sekresi epinefrin, antara lain : a. Faktor Saraf : Bagian medula mendapat pelayanan dari saraf otonom. Oleh karena itu sekresinya diatur oleh saraf otonom b. Faktor kimia: Susunan bahan kimia atau hormon lain dalam aliran darah mempengaruhi sekresi hormon tertentu. c. Komponen non hormonal : Epinefrin segera dilepaskan di dalam tubuh saat terjadi respon terkejut atau waspada. Saat tubuh mengalami ketegangan yang parah, hipotalamus mengirimkan perintah ke kelenjar pituitari agar melepaskan ACTH (hormon adrenokortikotropis). Di sisi lain, ACTH merangsang korteks adrenal, mendorong pembuatan kortikosteroid. Kortikosteroid ini memastikan produksi glukosa dari molekul-molekul seperti protein, yang tak mengandung karbohidrat. Akibatnya, tubuh menerima tenaga tambahan dan tekanan pun berkurang. Cairan ini mengirimkan lebih banyak gula dan darah ke otak, membuat orang lebih siaga. Tekanan darah dan detak jantungnya meningkat, membuatnya lebih waspada. Ini hanyalah beberapa perubahan yang dihasilkan epinefrin pada tubuh seseorang. Saat ada bahaya, reseptor di dalam tubuh ditekan, dan otak mengirimkan perintah secepat kilat ke kelenjar adrenal. Sel-sel di bagian dalam kelenjar adrenal lalu beralih ke keadaan siaga dan melepaskan hormon epinefrin untuk menghadapi keadaan darurat. Molekulmolekul epinefrin bercampur dengan darah dan menyebar ke seluruh bagian tubuh.

3. Apa sebabnya epinefrin merupakan obat terpilih untuk reaksi anafilaktif ?

Epinefrin + Reseptor beta, bekerja dengan sangat cepat sebagai bronkodilator sehingga syok anaphilaktik dan reaksi hipersensitivitas akut lainnya dapat diatasi. Penggunaan epinefrin dapat menaikan tekanan darah dan mempertahankan sirkulasi koroner dan serebral sampai dapat mengembalikan sirkulasi darah,sehingga vasodilatasi akibat anestesi lokal yang menyebabkan tekanan darah menurun dapat segera diatasi dengan efek vasokonstriktor ini. Epinefrin sebagai Anti Histamin. Epinefrin + Reseptor beta2 merelaksasi otot polos bronkus (bronkodilator),efek ini jelas bila sudah ada kontraksi otot polos bronkus karena histamin,disini epinefrin bekerja sebagai antagonis fisiologik. Berdasarkan sifatnya ini,epinefrin juga digunakan pada pasien dengan serangan asma bronkial. Epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast,melalui reseptor beta2.serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor alpha1. Epinefrin menghambat kerja histamin pada otot polos usus dan bronkus dengan efek bronkodilatasinya. Epinefrin + Reseptor alpha dapat mengubah respon vasodilatasi akibat histamin dengan autakoid lainnya menjadi vasokonstriksi,sehingga dapat menghambat permeabilitas kapiler dan edema.

4. Terangkan apa yang terjadi bila epinefrin diberikan pada syok hipovolemik ? Epinefrin dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek. laju dan kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat.

PRAKTIKUM 2 Farmako dinamik obat otonom Menjelaskan efek obat selain dalam farmakokinetik Menjelaskan efek placebo Menjelaskan pada pasien sebelum obat diberikan Menjelaskan penilaian efek obat

Syarat OP : Tidak boleh asma Tidak ada irama jantung Tidak hipertensi

Alat dan Bahan : Stetoskop Tensi Metronom Gelas ukur 4 macam obat : efedrin 25 mg, propranolol 10mg, atropine 0.5mg, placebo.

Cara kerja :

Pengukuran tekanan darah, nafas, nadi, respiratory rate (RR) dan produksi saliva dalam keadaan basal OP diberi permen karet lalu dikunyah hingga rasa manis hilang Mengeluarkan saliva selama 5 menit ke dalam gelas ukur yang telah diisi 20cc air Lakukan exercise dengan mengikuti irama metronom 120x/menit, angkat kaki kiri dan kanan (harus setinggi paha) selama 2 menit Pengukuran tekanan darah dan nadi dengan berbaring Minum obat dan 200 ml air Kembali berbaring, lakukan observasi tekanan darah, nadi, respiratory rate, dan produksi saliva saat 20 menit setelah minum obat Dilakukan pengukuran dimenit ke 20-40 berbaring, sampai ke menit 60 lakukan pengukuran. OP lakukan exercise seperti tadi, pada saat lari manset sedang terpasang lakukan pengukuran tekanan, nadi dan tidak perlu pengukuran saliva.

OP 2 OBSERVASI BASAL POST EXERCISE MENIT 20 MENIT 40 MENIT 60 POST EXERCISE TD 110/70 130/70 110/70 120/70 115/70 150/70 NADI 80 120 100 88 96 128 RR 20 20 20 20 PRODUKSI SALIVA 4 ml 10 ml 8 ml 8 ml -

Pilihan obat yanng digunakan pada OP 2 : 1. PROPANOLOL 10 MG 2. ATROPIN 0.5 MG 3. EFEDRIN 25 MG 4. PLACEBO Analisis dan diskusi : Propranolol adalah suatu obat penghambat adrenoreseptor beta, yang sangat berguna untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi ringan dan hipertensi sedang. Pada hipertensi

berat, propranolol terutama berguna dalam mencegah terjadinya reflex takikardia yang sering timbul pada pengobatan dengan vasodilator. Atropin adalah obat menghambat aksi asetilkolin pada bagian parasimpatik otot halus, kelenjar sekresi dan SSP, meningkatkan output jantung, mengeringkan sekresi, mengantagonis histamin dan serotonin. Efek sampingnya termasuk kontipasi, transient (sementara) bradycardia ( diikuti dengan takikardi, palpitasi, dan aritmia), penurunan sekret bronkial, retensi urin, dilatasi pupil dengan kehilangan akomodasi , fotophobia, mulut kering; kulit kering dan kemerahan. Efek samping yang terjadi kadang-kadang : kebingungan (biasanya pada usia lanjut) , mual, muntah dan pusing. Efedrin merupakan non katekolamin aksi tidak langsung yang merangsang reseptor alpha dan beta aderenergik. Efek farmakologik efedrin sebagian berasal dari pelepasan endogen norepinefrin (aksi tidak langsung). Efedrin juga mempunyai efek perangsangan langsung pada reseptor adrenergik pemberian per oral, intramuskular dan intravena. Efedrin tahan terhadap metabolisme oleh MAO di traktusgastrointesinal, sehingga dapat diberikan per oral. Placebo adalah sebuah pengobatan yang tidak berdampak atau penanganan palsu yang bertujuan untuk mengontrol efek dari pengharapan. Efek plasebo yaitu sembuhnya pasien ketika mengonsumsi obat kosong atau plasebo.asil dari penyakit atau proses sakit) dan terjadi walaupun terdapat bukti yang berkebalikan. Plasebo biasanya hanya berisi serbuk laktosa yang tidak memiliki khasiat apapun sebagai obat. Efek ini muncul karena pasien yang mendapat plasebo tidak tahu apa yang diminumnya, namun sugesti bisa membuat obat itu benar-benar manjur layaknya obat asli. Kesimpulan : Menurut kelompok kami, OP 2 ini menelan obat efedrin. Karena terjadi kenaikan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi sesuai dengan mekanisme kerja obat ini sebagai agonis sistem saraf simpatis. Meski atropin memiliki efek yang sama, namun kelompok kami menyimpulkan bahwa atropin bersifat simpatomimetik, sehingga efek simpatis yang ditimbulkan lebih lemah dibanding Efedrin.

Anda mungkin juga menyukai