Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

PADA Tn. A RUANG I (PARU)


RSUD DR. SPEDARSO PONTIANAK

Disusun oleh :
LAILA ISTIQOMAH
SRP 21318051

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang fibromuskular, yang terletak di

panggul pria di bawah kandung kemih di depan rectum. Kelenjar ini terdiri dari

jaringan kelenjar dinding uretra yang menonjol pada masa pubertas. Kelenjar prostat

mengelilingi uretra, yaitu saluran yang membawa urin dari kandung kemih ke penis

(Syamsuhidajat, 2005; Puji, 2010).

Benign prostate hyperplasia atau pembesaran prostat jinak merupakan sebuah

penyakit yang sering terjadi pada pria dewasa dimana terjadi pembesaran prostat

(Dipiro et al, 2015). BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel

epitel berinteraksi. Sel ini tumbuh dipengaruhi oleh hormon seks dan respon sitokin.

Pada penderita BPH, hormon dihidrotestosteron (DHT) sangat tinggi dalam jaringan

prostat. Sitokin dapat memicu respon insflamasi dengan menginduksi epitel. Prostat

membesar yang mengakibatkan penyempitan uretra sehingga terjadi gejala obstruktif

yaitu hiperaktif kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah (Skinder et al,

2016).

Benign prostate hyperplasia (BPH) dikaitkan dengan gejala saluran kemih

bawah. Gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat

jinak yaitu nookturia, inkotinensia urin, aliran urin tersendat, mengeluarkan urin

disertai darah dan merasa tidak tuntas setelah berkemih (Dipiro et al, 2015).

B. Etiologi

Dari beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat

kaitannya dengan perubahan keseimbangan antara hormon testosterone dan estrogen

pada usia lanjut. Faktor pertumbuhan (growth factor) sebagai pemacu pertumbuhan

1
stroma kelenjar prostat, meningkatnya lama hidup sel prostat karena berkurangnya

sel yang mati dan terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan

produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Purnomo,

2012).

Seiring dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan

testosterone esterogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi

testosteron menjadi esterogen pada jaringan adiposa di perifer. Karena proses

pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan, efek perubahan juga terjadi

perlahan-lahan (Kusuma, 2015).

Menurut Atmaja (2013), beberapa yang diduga sebagai penyebab timbulnya

hyperplasia prostat adalah:

1. Dihidrotestosteron (DHT dan proses penuaan (aging)

Dihidrotestosteron (DHT) suatu androgen yang berasal dari testosterone

melalui kerja 5a-reduktase dan metabolitnya 3a- androstanediol merupakan

hormon pemicu utama terjadinya proliferasi kelenjar dan stroma pada pasien

BPH. DHT berikatan dengan reseptor pada nukleus dan pada gilirannya

merangsang sintesis DNA, RNA, faktor pertumbuhan, dan protein sitoplasma

lainnya yang kemudian menyebabkan hiperplasia.

2. Ketidakseimbang antara estrogen–testosterone

Pada usia lanjut, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen

relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen-testosteron relatif meningkat.

Estrogen pada prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat

dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon

androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah

2
kematian sel-sel prostat. Akibatnya sel-sel prostat mempunyai umur yang lebih

panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.

3. Interaksi sel stroma dan sel epitel

Sel-sel stroma mendapat stimulasi dari DHT dan estradiol yang kemudian

akan menstimulasi faktor pertumbuhan sehingga mempengaruhi sel-sel stroma itu

sendiri dan sel epitel. Stimulasi itu menyebabkan proliferasi sel-sel stroma

maupun epitel yang mengakibatkan hiperplasia prostat.

4. Kematian sel apoptosis

Sampai sekarang belum dapat dijelaskan dengan pasti. Tapi diduga

hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel (apoptosis),

estrogen mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, dan faktor pertumbuhan

TGF-ß berperan dalam proses ini. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang

mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel- sel prostat secara keseluruhan

menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.

5. Teori sel stem

Sel stem mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif sehingga

mampu mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis. Kehidupan sel ini

dipengaruhi oleh keberadaan hormon androgen. Kadar androgen yang meningkat

menyebabkan ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi sel

stroma maupun epitel yang berlebihan.

3
C. Klasifikasi

Pembesaran prostat jinak terbagi dalam empat derajat berdasarkan gambaran

klinisnya: (Sjamsuhidajat dalam Aprilia, 2010).

1. Derajat I : Pada colok dubur didapatkan penonjolan prostat dengan batas atas

mudah diraba. Sisa volume urine < 50 ml.

2. Derajat II : Pada colok dubur didapatkan penonjolan prostat jelas dengan batas

atas dapat dicapai. Sisa volume urine 50-100 ml.

3. Derajat III : Pada colok dubur batas atas prostat tidak dapat diraba. Sisa volume

urine >100ml.

4. Derajat IV : Terdapat retensi urine total (Aprilia, 2010).

D. Faktor-faktor risiko BPH

A. Laki-laki yang memiliki umur 50 tahun memiliki risiko sebesar 6,24 dibanding

dengan laki-laki yang berumur < 50 tahun. Sesuai dengan pertambahan usia,

kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun

lebih cepat pada usia 60 tahun ke atas.

B. Risiko BPH pada laki-laki dengan riwayat keluarga yang pernah menderita BPH

sebesar 5,28 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat

keluarga yang pernah menderita BPH. Dimana dalam riwayat keluarga ini

terdapat mutasi dalam gen yang menyebabkan fungsi gen sebagai gen penekan

tumor mengalami gangguan sehingga sel akan berproliferasi secara terus-menerus

tanpa adanya batas kendali. Hal ini memenuhi aspek biologic plausibility dari

asosiasi kausal.

C. Laki-laki dengan frekuensi yang rendah dalam mengkonsumsi makanan berserat

memiliki risiko 5,35 lebih besar untuk terkena BPH dibandingkan dengan yang

4
mengkonsumsi makanan berserat dengan frekuensi tinggi. Diet makanan berserat

diharapkan mengurangi pengaruh bahan-bahan dari luar dan akan memberikan

lingkungan yang akan menekan berkembangnya sel-sel abnormal.

D. Kebiasaan merokok mempunyai risiko 3,95 lebih besar dibandingkan dengan

yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Nikotin dan konitin (produk pemecahan

nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga

menyebabkan penurunan kadar testosteron (Kidingallo,2011; Murtala, 2011;

Ilyas, 2011 ; Palinrungi, 2011).

E. Manifestasi Klinis

Pada umumnya, pasien BPH adalah gejala pada saluran kemih bagian bawah

atau lower urinary track symptoms (LUTS). Gejala pada saluran kemih bagian

bawah terdiri dari gejala iritiatif (storage symptoms) dan gejala obstruktif (voiding

symptoms). Gejala obstruktif timbul karena adanya penyempitan uretra karena

didesak oleh prostat yang membesar. Gejala yang terjadi berupa harus menunggu

pada permulaan miksi (hesistancy), pancaran miksi yang lemah (weak stream), miksi

terputus (intermittency), harus mengejan (straining). Gejala iritatif disebabkan oleh

pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna pada saat miksi atau berkemih,

sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala yang

terjadi adalah frekuensi miksi meningkat (frequency), nookturia, dan miksi sulit

ditahan (Urgency) (Kapoor, 2012). Gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh

penderita pembesaran prostat jinak yaitu nookturia, inkotinensia urin, aliran urin

tersendat-sendat, mengeluarkan urin disertai darah, dan merasa tidak tuntas setelah

berkemih (Dipiro et al, 2015).

5
F. Patofisiologi

Prostat sebagai kelenjar ejakulat memiliiki hubungan fisiologis yang erat

dengan DHT. Hormon ini merupakan hormon yang mengacu pertumbuhan prostat

sebagai kelenjar ejakulat yang akan mengoptimalkan fungsinya. Hormon ini di

sintesis dalam kelenjar prostat dari hormon testosterone dalam darah. Proses sintesis

ini dibantu oleh enzim 5-reduktase tipe 2. Selain DHT sebagai precursor, estrogen

juga memiliki pengaruh terhadap pembesaran kelenjar prostat. Dengan penambahan

usia, maka prostat akan lebih sensitif dengan stimulasi androgen, sedangkan estrogen

mampu memberikan proteksi terhadap BPH. Dengan pembesaran yang sudah

melebihi batas normal, maka akan terjadi desakan pada traktus urinarius. Pada tahap

awal, obstriksi traktus urinarius jarang menimbulkan keluhan karena dengan

dorongan mengejan dan kontraksi yang kuat dari m. detrusor mampu mengeluarkan

urine secara spontan. Namun, obstruksi yang sudah kronis membuat dekompensasi

dari m. detrusor untuk berkontraksi yang akhirnya menimbulkan obstruksi saluran

kemih.

Keluhan yang biasanya muncul dari obstruksi yaitu dorongan mengejan saat

miksi yang kuat, pancaran urine lemah/menetes, dysuria (saat kencing terasa

terbakar), palpasi rektal toucher menggambarkan. N hipertropi fibromuskuler yang

terjadi pada klien BPH menimbulkan penekanan pada prostat dan jaringan sekitar,

sehingga menimbulkan iritasi pada mukosa uretra. Iritabilitas inilah yang akan

menyebabkan keluhan frekuensi, urgensi, inkontinesia urgensi, dan nokturia.

Obstukkrsi yang berkelanjutan akan menimbulkan komplikasi yang lebih besar,

misalnya hidronerfosis, gagal ginjal, dan lain sebagainya. Oleh karena itu,

6
kateterisasi untuk tahap awal sangat efektif untuk mengurangi distensi vesika

urinaria (Prabowo, 2014 dan Pranata, 2014).

Pembesaran pada BPH terjadi secara bertahap mulai dari zona periuretral dan

transisional. Hyperplasia ini terjadi secara nodular dan sering diiringi oleh

prolliferasi fibromuskulat untuk lepas dari jaringan epitel. Oleh karena itu, hiperplasi

zona transisional dan zonna sentral pada prostat berasal dari turunan duktus wolffi

dan proliferasi zona perifer berasal dari sinus urogenital. Sehingga, berdasarkan latar

belakang embriologis inilah bisa diketahui mengapa BPH terjadi pada zona

transisional dan sentral, sedangkan Ca prostat terjadi pada zona perifer (Prabowo,

2014 dan Pranata, 2014).

7
G. Pathway

8
9
H. Penatalaksanaan

1. Farmakologi

a. Penghambat reseptor adrenergik-α

Prostat manusia serta dasar kandung kemih memliki alfa-1

adenoreceptors (α-1A). sementara itu, prostat dapat menunjukkan respon

kontraktil terhadap agonist yang terkait. Pemberian obat yang secara selektif

menghambat resptor tersebut bisa mengurangi risiko efek samping pada

pemberian obat menggunakan α-blocker. Alfa blocker bisa diklasifikasikan

berdasarkan selektifitas reseptor serta waktu peruhnya (Tanagho & McAnich,

2008).

b. Penghambat 5 α-reductase

Obat jenis ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan

dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5 α-

reductase di dalam sel prostat. Penurunan kadar DHT akan menurunkan pula

sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat (Purnomo, 2008).

c. Fitoterapi

Fitoterapi mengacu pada penggunaan tanaman atau ekstrak tanaman

untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH mulai banyak dilakukan

di eropa dan Amerika. Beberapa tanaman yang populer digunakan di antaranya

adalah potongan kecil-kecil dari palmetto berry, kulit kayu Pygeum africanum,

akar Echinacea purpurea,dan Hypoxis rooper, ekstrak serbuk sari dan daun

poplar.

10
2. Nonfarmakologi

a. Watchful waiting

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah

7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien

tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal

yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan

mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, kurangi konsumsi

makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), batasi

penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi

makanan pedasadan asin, dan jangan menahan kencing terlalu lama.

b. Terapi Invasif Minimal 1) Microwave transurethral.

Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap

pembedahan ada 3 cara yaitu :

1) Microwave transurethral

Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan

gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat

yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy

transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui

kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111

derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih

selama prosedur.

2) Transurethral jarum ablasi

Pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif

minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA

11
memberikan energi radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar

untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari

kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan

mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika

dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

3) Thermotherapy dengan air

Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan jaringan

kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang

diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di tengah

prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan

memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di

wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung

kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin.

c. Bedah

1) Operasi transurethral.

Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah

memberikan anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan

instrumen melalui uretra. Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari

prostat (TURP) digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat

dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope

dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci

dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan

irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.

2) Open surgery

12
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak

dapat digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat

digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar

(>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak

dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan

suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin).

Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-

10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%).

Perbaikan gejala klinis 85-100%.

3) Operasi laser

Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan

pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser

menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan

terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah: tidak dapat diperoleh

jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation),

sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung

sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak

flow rate lebih rendah daripada pasca TURP.

I. Komplikasi

Menurut Arifiyanto (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat

adalah :

1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,

hidronefrosis, gagal ginjal.

2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.

13
3. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.

4. Hematuria.

5. Disfungsi seksual.

14
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita BPH merujuk

pada teori menurut Smeltzer dan Bare (2002), Tucker dan Canobbio (2008) serta

Prabowo & Pranata (2014) ada berbagai macam meliputi :

1. Anamnesa

Prostat hanya dialami oleh pria, keluhan yang sering dialami oleh klien disebut

dengan Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) yang terdiri dari hesistansi,

pancaran urine lemah, intermittensi, ada sisa urine pasca miksi, urgensi,

frekuensi dan dysuria (jika obstruksi meningkat).

2. Riwayat penyakit dahulu

Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah riwayat

mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani pembedahan prostat

/ hernia sebelumnya.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit

BPH.

4. Pola kesehatan fungsional

a. Eliminasi

Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,

menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih

(nokturia), kekuatan system perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah

mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya

15
tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi

prostat kedalam rektum.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah

minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang

mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.

c. Pola tidur dan istirahat

Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang karena

frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ).

d. Nyeri/kenyamanan.

Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri punggung

bawah.

e. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obatobatan,

penggunaan alkhohol.

f. Pola aktifitas

Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan

waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Pekerjaan mengangkat beban berat.

Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya

aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana pasien masih

mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri.

16
g. Seksualitas

Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampua

seksual akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi dikarenakan oleh

pembesaran dan nyeri tekan pada prostat.

h. Pola persepsi dan konsep diri

Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau

dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan pasien biasa

cemas karena kurangnya pengetahuan terhadap perawatan luka operasi.

i. Pemeriksaan fisik

Adanya peningkatan nadi dan tekanan darah. Hal ini merupakan bentuk

kompensasi dari nyeri yang timbul akibat obstruksi meatus uretralis dan

adanya distensi bladder. Jika retensi urine berlangsung lama sering ditemukan

adanya tanda gejala urosepsis (peningkatan suhu tubuh) sampai pada syok

septik.

Obstruksi kronis pada saluran kemih akibat BPH menimbulkan retensi urine

pada bladder. Hal ini memicu terjadinya refluks urine dan terjadi

hidronefrosis dan pyelonefrosis, sehinngga pada palpasi bimanual ditemukan

adanya rabaan pada ginjal. Pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi

bladder (ballotemen).

Pada pemeriksaan penis, uretra dan skortum tidak ditemukan adanya

kelianan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenois meatus, striktur

uretralis, uthralithiasis, ca penis, maupun epididymis.

17
Pemeriksaan RC (Rectal Toucher) adalah pemeriksaan sederhana yang paling

mudah untuk menegakkan BPH. Tujuannya adalah untuk menntukan

konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.

Pemeriksaan Penunjang Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan penunjang

yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :

1) Laboratorium

a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan

untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan

kultur urin berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan

sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba.

b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyulit yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar

ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsin

ginjal dan status metabolik.

c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar

penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila

nilai PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai

PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostate specific antigen density (PSAD)

lebih besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy

prostat, demikian pula bila nila PSA > 10 ng/ml.

2) Radiologis/pencitraan

Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan untuk

memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi bulibuli dan

18
volume residu urin serta untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang

berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH.

a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu

opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya

bayangan buli-buli yang penuh dengan urin sebagai tanda adanya

retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda

metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat

kegagalan ginjal.

b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui

kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa

hidroureter atau hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar

prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat (pendesakan

buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang

berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-

belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya

trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.

c) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,

memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine,

menentukan volum buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal,

divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang

mungkin ada dalam buli-buli.

19
Diagnosa Keperawatan

No. Standar Diagnosis Keperawata Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Indonesia (SDKI) Indonesia (SLKI)

1. D.004 Inkotinensia urin berlanjut L.04036 kontinensia urine I.04152 manajemen eliminasi urine :
Definisi : pengeluaran urine tidak ekpektasi : membaik Tindakan
terkendali dan terus menerus tanpa
distesi atau perasaan penuh pada kriteria hasil : Observasi
kandung kemih 1. Kemampuan berkemih 1. Identifikasi tanda dan gejala rtensi atau
Gejala tanda mayor meningkat inkontinensia urine

Subjektif 2. Nokturia menurun 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi


atau inkontinensia urine
1. Keluaran urine konstan tanpa 3. Distensi kandung kemih
distensi menurun 3. Monitor eliminasi urine (frekuensi,
konsistensi,aroma, volume, warna)
2. Nokturia lebih dari 2 kali 4. Frekuensi berkemih
sepanjang tidur membaik Terapeutik

Gejala dan tanda minor 1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih

1. Berkemih tanpa sadar 2. Batasi asupan cairan ,jika perlu

2. Tidak sadar inkontinensia 3. Ambil sample urine tengah (midsteam) atau


urine kultur
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih

20
2. Ajarkan mengukur cairan dan haluaran urine
3. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu
yang tepat untuk berkemih
4. Ajarkan terapi modalitas, menggunakan otot-otot
panggul
5. Anjurkan minum yang cukup
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra,
jika perlu
2. D.0077 Nyeri akut b. L.08066 tingkat nyeri I.08238 manajemen nyeri
Definisi : pengalaman sensorik atau c. Ekspektasi menurun Definisi : mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
emosional yang berkaitan dengan d. Kriteri hasil : sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau fungsional, 1. Kemampuan menuntaskan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset
dengan onset mendadak atau lambat aktifitas meningkat mendadak atau lambat berintensitas ringan hingga berat
dan berintensitas ringan hingga 2. Keluhan nyeri menurun dan konstan.
berat yang berlangsung kurang dari 3. Meringis menurun Tindakan
tiga bulan 4. Sikap protektif menurun Observasi
5. Gelisah menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Gejala dan tanda mayor 6. Kesulitan tidur menurun kualitas, intensitas nyeri
Subjektif Frekuensi nadi membaik 2. Identifikasi skala nyeri
1. Mengluh nyeri 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
Objektif 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
1. Tampak meringis memperingan nyeri
2. Bersikap protktif (mis. Waspada, 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
posisi menghindari nyeri) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
3. Gelisah 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
4. Frekuensi nadi meningkat 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
21
5. Sulit tidur sudah diberikan
Gejala dan tanda minor 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Subjektif Terapeutik
- 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
Objektif rasa nyeri
1. Tekanan darah meningkat 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
2. Pola nafas berubah 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Nadsu makan berubah 4. Pertimbangkan jenis dan sumber dalam pemilihan
4. Proses berpikir terganggu strategi nyeri
5. Menarik diri Edukasi
6. Berfokus pada diri sendiri 1. Jelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri
7. diaforesis 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
1. 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
Kola borasi pemberian analgetik, jika perlu

3. D.0055 gangguan pola tidur e. L.05045 pola tidur Ekspektasi: I.09265 dukungan tidur
membaik Kriteria hasil : Tindakan :
Definisi : gangguan kualitas dan 1. Keluhan sulit tidur Observasi :
kuantitas waktu tidur akibat faktor meningkat 1. Identifikasi pola aktifitas dan tidur
eksternal 2. Keluhan sering terjaga 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan
menurun atau psikologis)
Gejala dan tanda mayor Subjektif 3. Keluhan tidak puas tidur 3. Identifikasi makanan dan minuman yang
menurun mengganggu tidur
1. Mengeluh sulit tidur 4. Keluhan pola tidur berubah 4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
2. Mengeluh sering terjaga menurun
3. Mengeluh tidak puas tidur 5. 5. Keluhan istirahat tidak
4. 4. Mengeluh pola tidur berubah cukup menurun
22
5. Mengeluh istirahat tidak cukup 6. Kemampuan beraktivitas Terapeutik
meningkat 1. Modifikasi lingkungan
2. Batasi waktu tidur siang
Gejala dan tanda minor 3. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
subjektif 4. Tetapkan jadwal tidur rutin
1. Mengeluh kemampuan 5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
beraktivitas menurun kenyamanan
6. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau
tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhaadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur
6. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

23
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo & Andi Eka Pranata. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem

Perkemihan.

Yogyakarta: Nuha Medika.

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,

Pharmacotherapy

Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education

Companies, Inggris.

Kaur Roar Jaspreet. (2013). Karakteristik Pasien Benign Prostate Hyperplasia (Bph)

Yang

Menjalani Transurethral Resection Of Prostate (Turp) Di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik . Sumatera

Utara : Universitas Sumatra Utara

Kidingallo, Yusuf, Bachtiar Murtala, Muhammad Ilyas, Dan Achmad M. Palinrungi.

2011.

“Kesesuaian Ultrasonografi Transabdominal Dan Transrektal

Pada Penentuan Karakteristik Pembesaran Prostat”. Vol.1

No.2: 158-164 Issn 2252-5416. Makassar: Univeristas

Hasanuddin. Jst Kesehatan.

Mochtar, Chaidir, dkk. (2015). Panduan Penataan Klinis Pembesaran Prostat Jinak

(Benign

Prostatic Hyperplasia/BPH). Jakarta : Ikatan Ahli Urologi

Indonesia

24
Skinder, D., Zacharia, I., Studin, J., and Covino, J., 2016. Benign Prostatic Hyperplasia:

Clinical Review Vol. 29 No. 8

25
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN BPH

Jam Masuk : 5-11-2021

Tanggal Pengkajian : 7 -11-2021


No. RM : 00152084
Jam Pengkajian : 16.00
Diagnosa Masuk : retensi urine ec BPH
IDENTITAS

1. Nama Pasien : Tn. A

2. Penanggung jawab Biaya : Ny. S

3. Umur : 79 Tahun

4. Nama : Tn. A

5. Suku/Bangsa : Indonesia

6. Alamat : PERUMNAS 1 GG. Bayam no. 22 pontianak

7. Agama : Islam

8. Pendidikan : SD

9. Pekerjaan : Tidak bekerja

10. Alamat : PERUMNAS 1 GG. Bayam no. 22 pontianak

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan Utama :
Tidak bisa buang air kecil sejak 1 hari sebelum masuk rmah sakit
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Tidak bisa buang air kecil secara spontan sejak 1 hari sebelum masuk RS, buang
air sedikit-sedikit. terpasang blass pungsi
pasien mengatakan nyeri di simfisis pubis, nyeri jika ditekan , P : nyeri jika
beraktifitas Q : Nyeri seperti ditarik-tarik R : nyeri daerah simfisis pubis menjalar
ke penis , S : Skala nyeri 6, T : nyeri mucul hilang datang ,dapat berlangsung 15
menit. Keluarga mengatakan pernah operasi prostat tahun 2016.
Keluarga pasien mengatakan , pasien sering terbangun jika tidur, tidur malam 3
jam dan sering terbangun, tidur siang 4 jam . pola tidur pasien berubah sejak sakit .
26
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

1. Pernah dirawat : ya tidak


Kapan : t a h u n 2 0 1 6 o p e r a s i p r o s t a t
2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak
jenis……………………...............................................
Riwayat kontrol :
Riwayat penggunaan obat :
3. Riwayat alergi ya tidak
jenis…………………….................................................
4. Riwayat operasi ya tidak
5. Kapan tahun 2016 operasi prostat
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
ya tidak
jenis…………………..........................................................................
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda vital

S : 37OC N :100C/menit
TD :143/166 mmHg RR :22x/mnt
Kesadaran :
Compos Mentis Apatis Somnolen
Sopor Koma
2. Sistem Pernafasan

a. Keluhan : sesak nyeri waktu nafas

Batuk produktif tidak produktif


Sekret : tidak ada
Konsistensi
Warna :...........................
Bau :..........................................
b. Irama nafas teratur tidak teratur

c. Jenis dispnoe kusmaul Cheyne stokes

27
d. Suara nafas vesikuler BBronko vesikuler
Ronki Wheezing
e. Alat bantu ya tidak

Jenis :
Masalah keperawatan :
3. Sistem Kardiovaskuler

a. Keluhan nyeri dada ya tidak

b. Irama jantung reguler ireguler

S1/S2 tunggal ya tidak


c. Suara jantung normal murmur

gallop lain-lain...................
d. CRT 2 detik

e. Akral hangat panas dingin kering basah

f. JVP normal meningkat menurun

Masalah keperawatan :

4. Sistem Persyarafan

a. GCS :15

b. Refleks fisiologis patella triceps biceps


c. Refleks patologis babinsky budzinsky kernig
d. Keluhan pusing ya tidak
e. Pupil Isokor Anisokor
Diameter : 2 mm
f. Sclera/Konjunctiva anemis ikterus
g. Gangguan pandangan ya tidak
Jelaskan :
h. Gangguan pendengaran ya tidak
Jelaskan……............................................................
i. Gangguan penciuman ya tidak
Jelaskan……............................................................
j. Isitrahat/Tidur : malam : 3 jam, siang : 4 jam : Jam/Hari : 7 jam
28
Gangguan tidur : jika malam hari sering terbangun karena ingin kencing, pola
tidur berubah
Masalah Keperawatan : gangguan pola tidur
5. Sistem perkemihan

a. Kebersihan bersih kotor


b. Keluhan kencing nokturi inkontinensia
gross hematuri poliuria
disuria oliguria
retensi hesistensi
c. Produksi urine 1500 ml/hari
Warna : kuning jernih
d. Kandung kemih : nyeri tekan pada kandung kemih, terpasang blast pungsi

6. Sistem pencernaan

a. Mulut bersih kotor berbau


b. Mukosa lembab kering stomatitis
c. Tenggorokan sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
d. Abdomen tegang kembung acites
Nyeri tekan ya tidak
Luka operasi ada tidak tanggal operasi :...................
Jenis operasi...................lokasi.................
Keadaan : drain ada tidak
Jumlah :..................warna................
Kondisi area insersi:........................
e. Persitaltik...........................x/menit
f. BAB 1x/hari
g. Nafsu makan baik menurun
Frekuensi............x/menit
h. Porsi makan habis tidak
keterangan................
Masalah Keperawatan.....................................
7. Sistem muskulo skeletal dan integumen

a. Pergerakan sendi bebas terbatas

b. Kekuatan otot

5 5

29
5 5

c. Kelainan ekstremitas ya tidak

d. Kelainan tulang belakang ya tidak

e. Fraktur ya tidak

f. Traksi/spalk/gips ya tidak

g. Kompartemen syndrome ya tidak

h. Kulit

i. Turgor kulit baik kurang jelek

j. Luka jenis :.......................luas............. bersih kotor

Masalah keperawatan :............................

8. Sistem Endokrin

a. Pembesaran kelenjar tyroid ya tidak

b. Pembesaran kelenjar getah bening ya tidak

c. Hipoglikemia ya tidak nilai GDA : 133

d. Hiperglikemia ya tidak nilai GDA : 133

e. Luka ganggren ya tidak lokasi :

Masalah keperawatan................................
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

1. Persepsi klien tentang penyakitnya

cobaan tuhan hukuman lainnya


2. Ekspektasi klien terhadap penyakitnya

murung/diam gelisah tegang


3. Reaksi saat interaksi

4. Gangguan konsep diri ya tidak

Masalah keperawatan :..........................................

30
PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN
1. Mandi : 1x/hari
2. Keramas: 1x/5hari
3. Memotong kuku :14hr
4. Merokok : ya tidak
5. Alkohol : ya tidak
Masalah keperawatan :...............................................
PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit sering kadang-kadang tidak pernah

b. Selama sakit sering


t kadang-kadang tidak pernah
a
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, EKG,USG )
b
Tanggal Jenis pemeriksaan Hasil
5-11-2021 WBC 12.97 [10^3/uL]
RBC 3.88 [10^6/uL]
HGB 8.5 [g/dL]
HCT 26.9 [%]
MCV 69.3 [fL]
MCH 31.6 [pg]
PLT 145 [10^3/uL]
RDW-SD 45.0 [fL]
RDW-CV 18.6 [%]
PDW 12.4 [fL]
MPV 10.5 [fL]
P-LCR 31.2 [%]
Ureum 71.2 mg/dL
Kreatinin 1.67 mg/Dl
SGOT 25.8 U/L
SGPT 15.0 U/L

31
GDS 133 mg/ dL
natrium 133.24 mmol/L
Kalsium 4.13 mmol/L
Cl- 93.86 mmol/L
Ca 1.24 mmol/L
thorax PA Kesan : kardiomegali dengan curiga efusi
pleura kanan minimal kalsifikasi arcs aorta

OBAT YANG DITERIMA


Nama obat Dosisi Nama obat dosis
Ceftriaxone 1x1 gr iv
tramadol drip
dexamethasone 3x 0.5 mg po
asering

32
ANALISA DATA
NO TGL/JAM DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI
1 5-11-2021 DS : Inkotinensia urin belanjut hyperplasia epitel dan stroma prostat
• keluarga mengatakan pasien
bangun terus malam hari
BPH ( Benigna Prostat Hiperplasia)
untuk buang air kecil
• Tidak bisa buang air kecil
secara spontan sejak 1 hari Kronis
sebelum masuk
• Riwayat operasi prostat tahun
2016
Iritabilitas N. Urinarius
DO :
• Terpasang blast pungsi
kehilangan kontrol miksi
• BAK spontan (-)
• Produksi urine 500 cc/ 8 jam
Inkotinensia urin
• Warna urine kuning jernih

33
2 5-11-2021 DS : Nyeri akut Obstruksi saluran kencing bawah
pasien mengatakan nyeri di
simfisis pubis, nyeri jika ditekan ,
Residual urin tinggi
P : nyeri jika beraktifitas
Q : Nyeri seperti ditarik-tarik
R : nyeri daerah simfisis pubis
Tekanan intravesika meningkat
menjalar ke penis sejak 2 hari
yang lalu
S : Skala nyeri 6 Sensitifitas meningkat
T : nyeri mucul hilang datang
,dapat berlangsung 30 menit.
Nyeri akut
DO :
• Meringis
• nyeri tekan pada simpisis
pubis
• nyeri jika beraktifitas
• TD : S : 37OC
N:100C/menit
TD :143/166 mmHg
RR :22x/mnt

34
3 5-11-2021 DS : gangguan pola tidur Tekanan intravesika meningkat
• Keluarga pasien mengatakan
pasien sering terbangun
Sensitifitas meningkat
dimalam hari karena ingin
buang air kecil dan nyeri
• Tidur malam sering terbangun Nyeri akut

• Pola tidur lebih banyak


disiang hari
gangguan pola tidur
DO :
• tidur malam 3 jam dan sering
terbangun,tidur siang 4 jam .
pola tidur pasien berubah
sejak sakit .
• pasien tampak Lelah
• Tampak lingkaran hitam pada
area mata

35
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Tn . A
Usia : 79 Thn
No CM : 00152084
DM : BPH
NO DX KEPERAWATAN TTD

1. Inkotinensia urin belanjut b.d kerusakan refleks


kontraksi detrusor d.d tidak sadar inkontinensia
urine

2. Nyeri akut b.d agen pencedera disiologis d.d


mengeluh nyeri,

3. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan


d.d mengeluh susah tidur, mengeluh sering
terjaga

36
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Tn . A
Usia : 79 Thn
No CM : 00152084
DM : BPH
No DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI TTD
Dx.
KEPERAWATAN HASIL

1 Inkotinensia urin kontinensia urine 1. Identifikasi tanda dan gejala rtensi atau inkontinensia
belanjut b.d urine
kerusakan refleks ekpektasi : membaik 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
kontraksi detrusor kriteria hasil : inkontinensia urine
d.d tidak sadar 3. Monitor eliminasi urine (frekuensi, konsistensi,aroma,
inkontinensia urine 1. Kemampuan berkemih volume, warna)
meningkat 4. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
2. Nokturia menurun 5. Batasi asupan cairan ,jika perlu
6. Ambil sample urine tengah (midsteam) atau kultur
3. Distensi kandung 7. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
kemih menurun 8. Ajarkan mengukur cairan dan haluaran urine
9. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat
4. Frekuensi berkemih untuk berkemih
membaik 10. Ajarkan terapi modalitas, menggunakan otot-otot
panggul
11. Anjurkan minum yang cukup
12. Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu
2 Nyeri akut b.d ageni. tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

37
pencedera disiologisj. Ekspektasi menurun intensitas nyeri
k. Kriteri hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
d.d mengeluh nyeri,
1. Kemampuan 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
menuntaskan aktifitas 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
meningkat nyeri
2. Keluhan nyeri menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
3. Meringis menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
4. Sikap protektif menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
5. Gelisah menurun 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
6. Kesulitan tidur menurun diberikan
Frekuensi nadi membaik 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
12. Fasilitasi istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber dalam pemilihan strategi
nyeri
14. Jelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
18. Kola borasi pemberian analgetik, jika perlu
3 Gangguan pola pola tidur Ekspektasi: 1. Identifikasi pola aktifitas dan tidur
membaik 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan atau
tidur b.d hambatan
Kriteria hasil : psikologis)
lingkungan d.d 1. Keluhan sulit tidur 3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
meningkat 4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
mengeluh susah
2. Keluhan sering terjaga 5. Modifikasi lingkungan
tidur, mengeluh menurun 6. Batasi waktu tidur siang

38
sering terjaga 3. Keluhan tidak puas tidur 7. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
menurun 8. Tetapkan jadwal tidur rutin
4. Keluhan pola tidur 9. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
berubah menurun 10. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau tindakan untuk
5. Keluhan istirahat tidak menunjang siklus tidur-terjaga
cukup menurun 11. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
6. Kemampuan beraktivitas 12. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
meningkat 13. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
mengganggu tidur
14. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
supresor terhaadap tidur REM
15. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur
16. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi
lainnya

39
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Tn . A
Usia : 79 Thn
No CM : 00152084
DM : BPH
TGL/WAKTU IMPLEMENTASI EVALUASI TTD

7-11-2021 1. mengidentifikasi tanda dan gejala S :


16.00-18.00 retensi atau inkontinensia urine • keluarga mengatakan pasien bangun terus malam
2. mengidentifikasi faktor yang hari untuk buang air kecil
menyebabkan retensi atau • Tidak bisa buang air kecil secara spontan sejak 1
inkontinensia urine hari sebelum masuk
3. memonitor eliminasi urine • Air kencing keluar dari selang yang dipasang di
(frekuensi, konsistensi,aroma, perut pasien
volume, warna) • Riwayat operasi prostat tahun 2016
4. mencatat waktu-waktu dan O :
haluaran berkemih • Terpasang blast pungsi, blast pungsi tercabut oleh
5. membatasi asupan cairan ,jika pasien
perlu • BAK spontan (-)
6. mengambil sample urine tengah • Produksi urine 500 cc/ 8 jam
(midsteam) atau kultur
• Infus asering 1500cc/24 jam
7. mengajarkan tanda dan gejala
• Warna urine kuning jernih
infeksi saluran kemih
8. mengajarkan mengukur cairan • Os belum bisa BAK spontan

40
dan haluaran urine
9. mengajarkan mengenali tanda A : masalah Inkotinensia urin teratasi Sebagian
berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih P : intervensi dilanjutkan
10. mengajarkan terapi modalitas, 1. mengidentifikasi tanda dan gejala retensi atau
menggunakan otot-otot panggul inkontinensia urine
11. menganjurkan minum yang cukup 2. mengidentifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
12. berkolaborasi pemberian obat inkontinensia urine
supositoria uretra, jika perlu 3. memonitor eliminasi urine (frekuensi,
konsistensi,aroma, volume, warna)
4. mencatat waktu-waktu dan haluaran berkemih
5. mengambil sample urine tengah (midsteam) atau kultur
6. mengajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
7. mengajarkan mengukur cairan dan haluaran urine
8. mengajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
9. mengajarkan terapi modalitas, menggunakan otot-otot
panggul
10. menganjurkan minum yang cukup
11. rencana pasang foley cateter ulang dikamar operasi

7-11-2021 1. mengidentifikasi lokasi, S :


18.00-20.00 karakteristik, durasi, frekuensi, • pasien mengatakan nyeri di simfisis pubis, nyeri jika
kualitas, intensitas nyeri ditekan ,
2. mengidentifikasi skala nyeri • P : nyeri jika beraktifitas
3. mengidentifikasi respon nyeri • Q : Nyeri seperti ditarik-tarik dan ditusuk-tusuk
nonverbal • R : nyeri daerah simfisis pubis menjalar ke penis sejak 2
4. mengidentifikasi faktor yang hari yang lalu
memperberat dan memperingan • S : Skala nyeri 6
nyeri • T : nyeri mucul hilang datang ,dapat berlangsung 30
41
5. mengidentifikasi pengetahuan dan menit.
keyakinan tentang nyeri • Keluarga mengatakan nyeri berasal dari penyakit yang
6. mengidentifikasi pengaruh kambuh sejak 2016 yang lalu
budaya terhadap respon nyeri O:
7. mengidentifikasi pengaruh nyeri • Meringis
pada kualitas hidup • nyeri tekan pada simpisis pubis
8. memonitor keberhasilan terapi • nyeri jika beraktifitas
komplementer yang sudah • TD : S : 37OC N:100C/menit
diberikan TD :143/166 mmHg RR :22x/mnt
9. memonitor efek samping • Pasien bisa melakukan Teknik nafas dalam jika nyeri
penggunaan analgetik
10. memberikan teknik A : masalah nyeri teratasi Sebagian
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri P : intervensi dilanjutkan
11. mengontrol lingkungan yang 1. mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
memperberat rasa nyeri kualitas, intensitas nyeri
12. memfasilitasi istirahat dan tidur 2. mengidentifikasi skala nyeri
13. mempertimbangkan jenis dan 3. mengidentifikasi respon nyeri nonverbal
sumber dalam pemilihan strategi 4. mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
nyeri memperingan nyeri
14. menjelaskan penyebab, periode, 5. mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
pemicu nyeri 6. memonitor efek samping penggunaan analgetik
15. menjelaskan strategi meredakan 7. memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri rasa nyeri
16. menganjurkan memonitor nyeri 8. mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
secara mandiri 9. memfasilitasi istirahat dan tidur
17. mengajarkan teknik 10. menjelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri
nonfarmakologis untuk 11. menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
mengurangi rasa nyeri 12. mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
18. berkolaborasi pemberian rasa nyeri
42
analgetik tramadol 100mg drip 13. berkolaborasi pemberian analgetik tramadol 100mg
dalam asering 500 cc drip dalam asering 500 cc

7-11-2021 1. mengidentifikasi pola aktifitas S:


20.00-21.00 dan tidur • Keluarga pasien mengatakan pasien sering
2. mengidentifikasi faktor terbangun dimalam hari karena ingin buang air kecil
pengganggu tidur (fisik dan atau dan nyeri
psikologis) • Tidur malam sering terbangun
3. mengidentifikasi makanan dan • Pola tidur lebih banyak disiang hari
minuman yang mengganggu tidur O:
4. mengidentifikasi obat tidur yang • tidur malam 3 jam dan sering terbangun,tidur siang
dikonsumsi 4 jam . pola tidur pasien berubah sejak sakit .
5. memodifikasi lingkungan • pasien tampak Lelah
6. membatasi waktu tidur siang • Tampak lingkaran hitam pada area mata
7. memfasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur A : Masalah gangguan pola tidur teratasi Sebagian
8. menetapkan jadwal tidur rutin
9. melakukan prosedur untuk P :Intervensi dilanjutkan
meningkatkan kenyamanan 1. mengidentifikasi pola aktifitas dan tidur
10. menysesuaikan jadwal pemberian 2. mengidentifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan atau
obat dan atau tindakan untuk psikologis)
menunjang siklus tidur-terjaga 3. mengidentifikasi makanan dan minuman yang
11. menjelaskan pentingnya tidur mengganggu tidur
cukup selama sakit 4. mengidentifikasi obat tidur yang dikonsumsi
12. menganjurkan menepati 5. memodifikasi lingkungan
kebiasaan waktu tidur 6. membatasi waktu tidur siang
13. menganjurkan menghindari 7. memfasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
makanan/minuman yang 8. menetapkan jadwal tidur rutin
mengganggu tidur 9. melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
14. menganjurkan penggunaan obat
43
tidur yang tidak mengandung 10. menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
supresor terhaadap tidur rem 11. menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
15. mengajarkan faktor-faktor yang 12. mengajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
berkontribusi terhadap gangguan gangguan pola tidur
pola tidur 13. mengajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
16. mengajarkan relaksasi otot nonfarmakologi lainnya
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
8-11-2021 1. mengidentifikasi tanda dan gejala S:
16.00-18.00 retensi atau inkontinensia urine • keluarga pasien mengatakan sudah dipasang selang
2. mengidentifikasi faktor yang ulang dari kandung kemih
menyebabkan retensi atau • pasien masih belum bisa BAK spontan
inkontinensia urine • keluarga mengatakan urine berwarna kuning jernih,
3. memonitor eliminasi urine jumlah 500cc/ 8 jam
(frekuensi, konsistensi,aroma, O:
volume, warna) • Terpasang blast pungsi
4. mencatat waktu-waktu dan • BAK spontan (-)
haluaran berkemih • Produksi urine 500 cc/ 8 jam
5. mengambil sample urine tengah • Infus asering 1500cc/24 jam
(midsteam) atau kultur
• Minum 1500 cc/hari
6. mengajarkan tanda dan gejala
• Warna urine kuning jernih
infeksi saluran kemih
7. mengajarkan mengukur cairan dan • Os belum bisa BAK spontan
haluaran urine
8. mengajarkan mengenali tanda A : masalah Inkotinensia urin teratasi Sebagian
berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih P : intervensi dilanjutkan
9. mengajarkan terapi modalitas, 1. mengidentifikasi tanda dan gejala retensi atau
menggunakan otot-otot panggul inkontinensia urine
10. menganjurkan minum yang cukup 2. mengidentifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
inkontinensia urine
44
11. rencana pasang foley cateter ulang 3. memonitor eliminasi urine (frekuensi,
dikamar operasi konsistensi,aroma, volume, warna)
4. mencatat waktu-waktu dan haluaran berkemih
5. mengajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
6. menganjurkan minum yang cukup
7. rencana cek lab darah rutin, cek serologi untuk
persiapan operasi
8-11-2021 1. mengidentifikasi lokasi, S:
18.00-20.00 karakteristik, durasi, frekuensi, • pasien mengatakan nyeri di simfisis pubis, nyeri jika
kualitas, intensitas nyeri ditekan ,
2. mengidentifikasi skala nyeri • P : nyeri jika beraktifitas
3. mengidentifikasi respon nyeri • Q : Nyeri seperti ditarik-tarik dan ditusuk-tusuk
nonverbal • R : nyeri daerah simfisis pubis menjalar ke penis
4. mengidentifikasi faktor yang • S : Skala nyeri 4
memperberat dan memperingan • T : nyeri mucul hilang datang ,dapat berlangsung 20
nyeri menit. Nyeri berkurang jika diberi anti nyeri
5. mengidentifikasi pengaruh nyeri O:
pada kualitas hidup • Meringis
6. memonitor efek samping
• nyeri tekan pada simpisis pubis
penggunaan analgetik
• nyeri jika beraktifitas
7. memberikan teknik
nonfarmakologis untuk • terpasang infus asering drip tramadol 100mg
mengurangi rasa nyeri • TD : S : 36.5OC N:98C/menit
8. mengontrol lingkungan yang TD :138/61 mmHg RR :22x/mnt
memperberat rasa nyeri • Pasien bisa melakukan Teknik nafas dalam jika nyeri
9. memfasilitasi istirahat dan tidur
10. menjelaskan penyebab, periode, A : masalah nyeri teratasi Sebagian
pemicu nyeri
11. menganjurkan memonitor nyeri P : intervensi dilanjutkan

45
secara mandiri 1. mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
12. mengajarkan teknik kualitas, intensitas nyeri
nonfarmakologis untuk 2. mengidentifikasi skala nyeri
mengurangi rasa nyeri 3. mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
13. berkolaborasi pemberian analgetik memperingan nyeri
tramadol 100 mg drip dalam 4. memonitor efek samping penggunaan analgetik
asering 500 cc 5. memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
6. mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
7. memfasilitasi istirahat dan tidur
8. menjelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri
9. menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
10. mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
11. berkolaborasi pemberian analgetik tramadol 100mg
drip dalam asering 500 cc

8-11-2021 1. mengidentifikasi pola aktifitas dan S :


20.00-21.00 tidur • keluarga mengatakan pasien masih sering terbangun
2. mengidentifikasi faktor dimalam hari
pengganggu tidur (fisik dan atau • keluarga mengatakan pasien terbangun jika neri tiba-
psikologis) tiba dating
3. mengidentifikasi makanan dan • Pola tidur lebih banyak disiang hari
minuman yang mengganggu tidur O :
4. mengidentifikasi obat tidur yang • tidur malam 3 jam jam dan sering terbangun,tidur
dikonsumsi siang 4 jam .
5. memodifikasi lingkungan • pola tidur pasien berubah sejak sakit .
6. membatasi waktu tidur siang • pasien tampak Lelah
7. memfasilitasi menghilangkan • Tampak lingkaran hitam pada area mata
stress sebelum tidur

46
8. menetapkan jadwal tidur rutin A : Masalah gangguan pola tidur teratasi Sebagian
9. melakukan prosedur untuk P :Intervensi dilanjutkan
meningkatkan kenyamanan 1. mengidentifikasi pola aktifitas dan tidur
10. menjelaskan pentingnya tidur 2. mengidentifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan atau
cukup selama sakit psikologis)
11. menganjurkan menepati kebiasaan 3. mengidentifikasi makanan dan minuman yang
waktu tidur mengganggu tidur
12. mengajarkan faktor-faktor yang 4. mengidentifikasi obat tidur yang dikonsumsi
berkontribusi terhadap gangguan 5. memodifikasi lingkungan
pola tidur 6. membatasi waktu tidur siang
13. mengajarkan relaksasi otot 7. memfasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
autogenik atau cara 8. menetapkan jadwal tidur rutin
nonfarmakologi lainnya 9. melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
10. menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
11. menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
12. mengajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur
13. mengajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
9-11-2021 1. mengidentifikasi tanda dan gejala S :
16.00-18.00 retensi atau inkontinensia urine • keluarga pasien mengatakan masih terpasang selang
2. mengidentifikasi faktor yang di kandung kemih pasien
menyebabkan retensi atau • pasien masih belum bisa BAK spontan
inkontinensia urine • keluarga mengatakan urine berwarna kuning jernih,
3. memonitor eliminasi urine jumlah 500cc/ 8 jam
(frekuensi, konsistensi,aroma, O :
volume, warna) • Terpasang blast pungsi
4. mencatat waktu-waktu dan o BAK spontan (-)
haluaran berkemih • Produksi urine 500 cc/ 8 jam
5. mengajarkan mengenali tanda • Infus asering 1500cc/24 jam
47
berkemih dan waktu yang tepat • Minum 1500 cc/hari
untuk berkemih • Warna urine kuning jernih
6. menganjurkan minum yang cukup • Os belum bisa BAK spontan
7. rencana cek lab darah rutin, cek
serologi untuk persiapan operasi A : masalah Inkotinensia urin teratasi Sebagian

P : intervensi dilanjutkan
1. mengidentifikasi tanda dan gejala retensi atau
inkontinensia urine
2. mengidentifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
inkontinensia urine
3. memonitor eliminasi urine (frekuensi,
konsistensi,aroma, volume, warna)
4. mencatat waktu-waktu dan haluaran berkemih
5. mengajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
6. menganjurkan minum yang cukup
7. menganjuran cek PSA sesuai intruksi dokter
9-11-2021 1. mengidentifikasi lokasi, S:
18.00-20.00 karakteristik, durasi, frekuensi, • pasien mengatakan nyeri di simfisis pubis, nyeri jika
kualitas, intensitas nyeri ditekan ,
2. mengidentifikasi skala nyeri • P : nyeri jika beraktifitas
3. mengidentifikasi faktor yang • Q : Nyeri seperti ditarik-tarik dan ditusuk-tusuk
memperberat dan memperingan • R : nyeri daerah simfisis pubis menjalar ke penis
nyeri • S : Skala nyeri 4
4. memonitor efek samping • T : nyeri mucul hilang datang ,dapat berlangsung 20
penggunaan analgetik menit. Nyeri berkurang jika diberi anti nyeri
5. memberikan teknik O:
nonfarmakologis untuk
• Os masih Meringis
mengurangi rasa nyeri
• nyeri tekan pada simpisis pubis
48
6. mengontrol lingkungan yang • nyeri jika beraktifitas
memperberat rasa nyeri • terpasang infus asering drip tramadol 100mg
7. memfasilitasi istirahat dan tidur • TD : S : 36.5OC N:98C/menit
8. menjelaskan penyebab, periode, TD :151/77 mmHg RR :22x/mnt
pemicu nyeri • Pasien bisa melakukan Teknik nafas dalam jika nyeri
9. menganjurkan memonitor nyeri
secara mandiri A : masalah nyeri teratasi Sebagian
10. mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk P : intervensi dilanjutkan
mengurangi rasa nyeri 1. mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
11. berkolaborasi pemberian kualitas, intensitas nyeri
analgetik tramadol 100mg drip 2. mengidentifikasi skala nyeri
dalam asering 500 cc 3. mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
4. memonitor efek samping penggunaan analgetik
5. memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
6. mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
7. memfasilitasi istirahat dan tidur
8. menjelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri
9. menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
10. berkolaborasi pemberian analgetik tramadol 100mg
drip dalam asering 500 cc

9-11-2021 1. mengidentifikasi pola aktifitas dan S :


20.00-21.00 tidur • keluarga mengatakan pasien masih sering terbangun
2. mengidentifikasi faktor dimalam hari
pengganggu tidur (fisik dan atau • keluarga mengatakan pasien terbangun jika neri tiba-
psikologis) tiba dating
3. mengidentifikasi makanan dan • Pola tidur lebih banyak disiang hari
49
minuman yang mengganggu tidur O :
4. mengidentifikasi obat tidur yang • tidur malam 3 jam dan sering terbangun,tidur siang
dikonsumsi 4 jam .
5. memodifikasi lingkungan • pola tidur pasien berubah sejak sakit .
6. membatasi waktu tidur siang • pasien tampak Lelah
7. memfasilitasi menghilangkan • Tampak lingkaran hitam pada area mata
stress sebelum tidur
8. menetapkan jadwal tidur rutin A : Masalah gangguan pola tidur teratasi Sebagian
9. melakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan P :Intervensi dilanjutkan
10. menjelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit 1. mengidentifikasi pola aktifitas dan tidur
11. menganjurkan menepati kebiasaan 2. mengidentifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan atau
waktu tidur psikologis)
12. mengajarkan faktor-faktor yang 3. mengidentifikasi makanan dan minuman yang
berkontribusi terhadap gangguan mengganggu tidur
pola tidur 4. mengidentifikasi obat tidur yang dikonsumsi
13. mengajarkan relaksasi otot 5. memodifikasi lingkungan
autogenik atau cara 6. membatasi waktu tidur siang
nonfarmakologi lainnya 7. memfasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
8. menetapkan jadwal tidur rutin
9. melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
10. menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
11. menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
12. mengajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur
13. mengajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

50

Anda mungkin juga menyukai