Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

OLEH :
SURYANTI
10101060

Pembimbng :
dr. Eko Hamidianto Sp.B

STASE ILMU BEDAHRSUD BANGKINANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARY
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Pembesaran prostat benigna atau lebihdikenal sebagai BPH sering ditemukan
padapria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH ataubenign prostatic hyperplasia
sebenarnyamerupakan istilah histopatologis, yaitu terdapathiperplasia sel-sel
stroma dan sel-sel epitelkelenjar prostat. 1,2,3BPH ini dapat dialami oleh sekitar
70% pria di atas usia60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90%pada pria
berusia di atas 80 tahun
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang
mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar
prostat yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leherbuli-buli dan uretra atau

dikenal sebagai bladderoutlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus


disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostatdisebut sebagai benign prostate
obstruction(BPO).1,4 Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan
struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran
kemih atas maupun bawah.
Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan
untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari
tindakan secara konservatif (non operatif) sampai tindakan pembedahan.1
Colok dubur merupakan pemeriksaan yang pentingpada pasien BPH,
disamping pemeriksaan fisikpada regio suprapubik untuk mencarikemungkinan
adanya

distensi

buli-buli.

Daripemeriksaan

colok

dubur

ini

dapat

diperkirakanadanya pembesaran prostat, konsistensi prostat,dan adanya tidaknya


nodul yang merupakan salah satutanda yang membedakannya dari keganasan
prostat.5

BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Prostat
berbentuk seperti piramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler
yang mengelilingi uretra pars prostatica dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya
20 gram. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika
dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli.5

Gambar 1. Alat Reproduksi Pria

a
b
c
d

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3


Lobus medius
Lobus lateralis (2 lobus)
Lobus anterior
Lobus posterior

Gambar 2. Lobus prostat


a

Pada kelenjar prostat juga dibagi dalam 5 zona:3


Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma

fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.


Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat.Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal

karsinoma terbanyak.
Zona Sentralis.

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
d

meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.


Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjarperiuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior

menjadi benignprostatic hyperpiasia (BPH).


Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Gambar 3. Zona Kelenjar Prostat


Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di
uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada
saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume
ejakulat.5
Prostat mendapatkan inervasi otomomik simpatik dan parasimpatik dari
pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus
(T10-L2). Rangsangan parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel
prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat
ke dalam uretra posterior, seperti saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan

inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Di tempat itu
banyak terdapat reseptor adrenergik-. Rangsangan simpatik menyebabkan
dipertahankan tonus otot polos tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan
mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak sehingga dapat
menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
kemih.5

B. HIPERLASIA PROSTAT BENIGNA/ BENIGN PROSTATIC


HYPERPLASIA (BPH)
I. DEFINISI
Hiperplasia Prostat Benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretral
prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke
perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat
jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau
lanjut.4

Gambar 4. Benign Prostat Hyperplasia


II. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan

proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah: (1) Teori Dihidrotestosteron, (2)
Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel
stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5)
Teori Stem sel.5
a

Teori Dihidrotestosteron (DHT)


Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting

pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel
prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang
telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks
DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas
enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih
banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.5
b Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat jadi lebih besar.5
c Interaksi stroma epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
6

mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.5
d Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis
kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin
meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon
androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.5
e Teori stem cell
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada
kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada
hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel
akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada
androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung
secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan
menyebabkan terjadinya proliferasi sel.
III.

PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan

pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar


ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar
prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim 5 reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada
7

buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatimus 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5
Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat

Buli-buli:

Ginjal dan ureter:

Hipertrofi otot detrusor


Trabekulasi
Selula
Divertikel buli-buli

IV.
a

Refluks VU
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal

MANIFESTAS KLINIK
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5
8

Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :


Obstruksi
Hesistansi
Pancaran miksi lemah
Intermitensi
Miksi tidak puas
Distensi abdomen
Terminal dribbling (menetes)
Volume urine menurun
Mengejan saat berkemih

Iritasi

Frekuensi
Nokturi
Urgensi
Disuria
Urgensi dan disuria jarang
terjadi, jika ada disebabkan oleh
ketidakstabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi

involunter.
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih
tergantung tiga faktor, yaitu:
Volume kelenjar periuretral
Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
Kekuatan kontraksi otot detrusor
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli
untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan
(fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara
lain :
1 Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang
2

mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)


Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/

infeksi prostat)
Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-)
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan

penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan


BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem
skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang
diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Skor AUA
terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan

obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 035. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.

b Gejala pada saluran kemih bagian atas5


Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain
nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis).
c

Gejala di luar saluran kemih5


Keluhanpadapenyakithernia/

hemoroidseringmengikutipenyakit

hipertropiprostat.Timbulnyakeduapenyakitinikarenaseringmengejan

pada

saat

miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.


V.

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan

teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang
didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari yang merupakan pertanda
dari inkontinensia paradoksa.5
1 Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )
Pada pemeriksaan colok dubur diperhatikan:
-

Tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan adanya


kelainan buli-buli neurologik

10

Mukosa rektum
Keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, konsistensi
prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.

Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi


prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris,
dan tidak didapatkan nodul; sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi
prostat keras/ teraba nodul dan mungkin di antara lobus prostat tidak
simetris.5

Gambar 5. Pemeriksaan Colok Dubur


Derajat berat obstruksi
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin

setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih
dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan
ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya
dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi
prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin
pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih ratarata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada
obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 8 ml/detik, sedangkan maksimal
pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.6
11

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium 5:

Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada

saluran kemih.
Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan

sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan


Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian

atas.
Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat

menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)


Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat

Pemeriksaan Patologi Anatomi


BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di

prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni,


meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia.6

12

Gambar 6. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia


3
a

Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:

Foto polos abdomen


Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang

penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine.5


Pemeriksaan trans abdominal ultrasonography (TAUS)
Dari TAUS diharapkan mendapat informasi mengenai:
- Perkiraan volume (besar) prostat
- Panjang protrusi prostat ke buli-buli atau intra prostatic protrusion (IPP)
- Mungkin didapatkan kelainan pada buli-buli (massa, batu, atau bekuan
-

darah)
Menghitung sisa (residu) urin pasca miksi
Hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat

IPP diukur dari ujung tonjolan (protusi) prostat di dalam buli-buli hingga
dasar (basis0 sirkumferensi buli-buli. Derajat 1 besarnya 1,5 mm, derajat 2
besarnya 5-10 mm, dan derajat 3 besarnya 10 mm. Besarnya IPP
berhubungan dengan derajat obstruksi pada leher buli-buli (BOO), jumlah
urin sisa pasca miksi, dan volume prostat. Artinya adalah pasien dengan
derajat IPP rendah, tidak menunjukkan urine residu yang bermakna (<100
mL), dan tidak menunjukkan keluhan yang nyata, sehingga tidak memerlukan
terapi atau pembedahan. Sebaliknya pada pasien yang menunjukkan IPP
derajat tinggi terbukti mempunyai urin sisa >100 mL, dengan keluhan yang
bermakna dan pasien seperti ini membutuhkan terapi yang lebih agresif.5

Gambar 8. Gambaran Sonografi Prostat Normal

13

Gambar 9. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia


c

Pemeriksaan trans rectal ultrasonography (TRUS)


Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya fokus keganasan prostat
berupa area hiperekoik dan kemudian sebagai petunjuk (guidance) dalam
melakukan biopsi prostat.5
Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan
gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari
kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang
abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk
memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan
beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy
terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat.7
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur
volume prostat, caranya antara lain7:
Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal

diukur dari dasar sampai puncak.


Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar
(W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L)

Pemeriksaan lain5 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara

mengukur:

Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG
setelah miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik

14

pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang
lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu
urin.Post-void residualmengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam
kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umumnya
menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran
100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG
atau kateterisasi.

Gambar 11. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH


Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih
dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,
terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s,
pasien ini urin residunya 100 mL.
VII.

PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.

Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume

15

residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.

Observasi

Watchful
waiting

Medikamento
sa

Penghamb
at
adrenergik

Penghamb
at
reduktese

Fisioterapi
Hormonal

Operasi

Prostatektomi
terbuka
Endourologi
1 TURP
2 TUIP
3 TULP
4 Elektovaporas
i

Invasive minimal

TUMT
TUBD
Stent uretra
TUNA

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

16

Gambar 12 (a). Skema pengelolaan BPH di Indonesia8

17

Gambar 12 (b). Skema pengelolaaan BPH di Indonesia8

18

Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan

skor

IPSS

dibawah

7,

yaitu

keluhan

ringan

yang

tidak

mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi


namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan
mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2)
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi bulibuli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza
yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan
pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan
ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya
memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi
bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan
terapi yang lain.
b Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1)
mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen
dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa blocker) dan (2)
mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan
cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron
(DHT) melalui penghambat 5-reduktase.
1 Penghambat reseptor adrenergik . 5
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih,
yang

membantu

untuk

meringankan

obstruksi

disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.

19

kemih

Ditemukannya
mengurangi

obat
penyulit

penghambat
sistemik

adrenergik-1

yang

diakibatkan

dapat
oleh

hambatan pada 2 dari fenoksibenzamin (penghambat alfa


non

selektif).

Beberapa

golongan

obat

penghambat

adrenergik-1 adalah:prazosin yang diberikan 2 kali sehari,


terazosin, afluzosin, dan doksazosin yang diberikan sekali
sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat emperbaiki
keluhan miksi dan laju pancaran urin.

Gambar 15. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)


2 Penghambat 5 reduktase 5
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis
oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya
kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel
prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung
tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan
pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6
sampai 12 bulan.

20

Terapi Invasif Minimal


Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap

pembedahan
1

Microwave transurethral.
Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang
mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih.
Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy transurethral
(TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk
memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit.
Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat
jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi
ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan
BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan
intermitensi.

Gambar 13. Microwave Transurethral

Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui


transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan
BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah
melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar. Shields
melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan
aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit
jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).
21

Gambar 14. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk


menghancurkan

jaringan

kelebihan

dalam

prostat.

Sebuah

kateter

mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon


pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air,
yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem
ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat.Sekitar jaringan dalam
uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui
urin

Gambar 15. Thermotherapy dengan Air


Bedah
Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang: (1) tidak
menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, (2) mengalami retensi
urin, (3) infeksi saluran kemih berulang, (4) hematuria, (5) gagal ginjal, dan
(6) timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran
kemih bagian bawah.

22

Pembedahan endoskopi.5
Pada jenis operasi ini, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah
memberikan anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan
instrumen melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat/ transuretral resection
of the prostate (TURP) digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat
dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope
dimasukkan melalui penis. Resectoscope dengan panjang sekitar 12 inci dan
diameter 1/2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan
loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades. Kerugian dari aquades adalah
sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan
menyebabkan hipotermia relatif atau gejala intoksikasi air yang dikenal
dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen
dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera
diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk
mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri
untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam danmemasang sistostomi
terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air
ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope
untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu.
Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan
kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang
traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan
lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi
retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke
dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.
Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

Selama operasi

Pasca bedah dini

23

Pasca bedah lanjut

Perdarahan
Sindrom TURP
Perforasi

Perdarahan
Infeksi lokal/sistemik

Inkontinensi
Dinsfungsi ereksi
Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

(a)

Gambar 16. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika
pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur
ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher
(b)

kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan


pada hiperplasi
prostat yang tidak tarlalu besar, tanpa ada pembesaran lobus
(c)
medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.

24

Open surgery.5
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat
digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar
(>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak
dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan
suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin).
Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (510%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%).

Perbaikan gejala klinis 85-100%.


Operasi laser5
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu
yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih
sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap
tahun. Kekurangannya adalah: tidak dapat diperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak
menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan,
tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih
rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat
menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan
energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan
jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Gambar 17. Operasi Laser pada Prostat


a

Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser
interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk
menghancurkannya.

25

Gambar 18. Interstitial laser coagulation


b Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama
dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan
mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar
prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat
operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu
besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Gambar 19. Potoselectif vaporisasi prostat

Kontrol berkala 5
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah

terdapat perbaikan klinis


Pengobatan penghambat 5-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk melihat respon terhadap

terapi. Kemudian setiap tahun untuk menilai perubahan gejala miksi.


Pengobatan penghambat 5-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS, uroflometri dan residu urin pasca miksi. Setlanjutnya

kontrol dilakukan setelah 6 bulan dan kemudian setiap tahun.


Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan

penilaian skor miksi, juga diperiksa kultur urin


Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit. Kontrol selanjutnya 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi

26

BAB III
KESIMPULAN
Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat
bertambah karena terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel
kelenjar (jaringan dalam kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini
terdiri dari gejala obstruksidan gejala iritatif.
Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi
bedah konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubahubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung
meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang
buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.

27

DAFTAR PUSTAKA
1

Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery

8th Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005


Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam:

Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta, 2000; 329-344.


Sjamsuhidayat R, Wim de jong, 2010. Buku ajar ilmu bedah, edisi 3

jakarta : EGC
Rahardjo, J. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa

aksara, Jakarta, 1996; 161-703.


Purnomo, Basuki B.Dasar Dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta :

Sagung Seto. 2011


Sjamsuhidajat R, De Jong W. Prostat Hiperplasia. Dalam: Buku ajar

Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2010; 900-1


Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan.

EGC. 1994.
Pedoman Pengeloaan BPH di Indonesia-iaui.

28

Anda mungkin juga menyukai