TINJAUAN PUSTAKA
6
7
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Sjamsuhidajat 2011, derajat BPH dibedakan
menjadi empat, yaitu:
8
1) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu
mengeluarkan urine sampai habis.
2) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih masih mampu
mengeluarkan urine sampai habis, masih terasa kira-kira 60-
150 cc, ada rasa tidak enak BAK atau dysuria dan menjadi
nocturia.
3) Staudium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh paisen tampak kesakitan,
urine menetes secara periodic ontinen.
2.1.4 Etiologi
Menurut Nuari (2017) & Duarsa (2020), penyebab BPH
belum diketahui, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hyperplasia prostat erat kaitannya dengan kadar dihidrotestoteron
(DHT) dan proses penuaan. Selain faktor tersebut ada beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulmya hyperplasia
antara lain:
1. Teori Dihydrotestosterone
Dihydrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang
sangat pentng pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat.
Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat oleh 5α-
reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA)
membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya
terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Peningkatan 5α-reduktase dan
reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi. Teori ini didukung pada praktek
9
2.1.5 Patofisiologi
Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasi, sejalan dengan
pertambahan usia. Jika prostat membesar, maka akan meluas ke
atas kandung kemih sehingga pada bagian dalam akan
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran
urine. Keadaan tersebut dapat meningkatkan tekanan intravesikal.
Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot
detrusor dan kandung kemih berkontraksi lebih kuat agar dapat
memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus akan
menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula,
dan divertikel kandung kemih. Dimana tekanan intravesikel yang
tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada
kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan tersebut jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
jatuh ke dalam gagal ginjal (Muttaqin, 2011).
11
2.1.6 Pathway
Perubahan keseimbangan antara hormone estrogen dan testosterone
Interak
Estrogen meningkat si sel
Pembetukan sel baru Diikat resesptor (dalam sitoplasma sel prostat)
epitel
Estrogen
meningkat Dehidro Testosterone (DHT)
Apoptosis menurun
Sel punca meningkat Proses
danmenua Mempengaruhi Epidermal Inflamasi
testosterone inti sel growth
menurun factor
Proliferasi sel transit meningkat & Volume
Ketidakseimbang Prolifer transforming prostat
an hormon asi growth tumbuh lebih
Ketidaktepatan aktivitas
sel punca
BP
Hyperplasia pada epitel dan
stroma pada kelenjar
Produksi berlebihan Penyempitan saluran uretra prostatica
Retensi Menghambatkontraksi
Peningkatan aliran urine Kontraksi
Urine Kontraksi
tidak otot destrusor, otot
Hipotalamus
Otak
Nyeri Akut
13
Prosedur pembedahan
Kurang terpapar informasi tentang prosedur pembedahan Tindakan invasif Nyeri Akut
Ansietas
Resiko infeksi
Perdarahan
Tidak terkontrol
Resiko perdarahan
1. Sedimen urin
Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi slauran kemih.
2. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau
sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa
anti mikroba yang diujikan.
3. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau
kalkulosa prostat dan kadang menunjukkan bayangan buli-buli
yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi
urine.
4. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya
kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
5. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti
difertikel, tumor.
6. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat prostat ke dalam rectum
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi BPH dapat dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu komplikasi pada traktus urinarius dan komplikasi di luar
traktus urinarius. Di dalam traktus urinarius komplikasi BPH
meliputi retensi urine berulang atau kronis, hematuria, infeksi
saluran kemih berulang, batu kandung kemih, perubahan patologi
pada kandung kemih (trabekulasi, sakulasi divertikel),
hidroureteronefrosis bilateral dan gagal ginjal. Sedangkan
16
2.1.10 Pentalaksanaan
Menurut Nuari 2017, penatalaksanaan terapi BPH
tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi
pasien. Berikut beberapa penatalaksanaan BPH antara lain:
a) Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan untuk pasien dengan keluhan ringan dan
biasanya pasien dianjurkan untuk mengurangi minum, setelah
makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-
17
4) Pola eliminasi
Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia,
hesistensi, frekuensi, urgensi, anuria, hematuria.
5) Pola aktivitas dan latihan
Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan masalah
BAK, misalnya kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke
kamar mandi, dan sebagainya.
6) Pola tidur
Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu
istirahat tidur.
7) Pola peran
Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan
berkemih.
8) Pemeriksaan fisik
Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi suprapubic. Periksa
ada tidaknya gejala komplikasi seperti udem, hipertensi, dan
sebagainya.
9) Pemeriksaan diagnostik
Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil
laboratorium. Perhatikan adanya kesan pembesaran prostat,
hidroureter, hidronefrosis, hipeureki, peningkatan kratinin,
leukosit, anemia, dan sebagainya.
10) Program terapi
Kelola dengan baik program operasi, pemasangan kateter,
monitoring laboratorium, dan sebagainya.
a. Pre Operasi:
1) Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi
2) Retensi urine b.d. peingkatan tekanan uretra
3) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis
b. Post Operasi
1) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2) Resiko infeksi d.d. efek prosedur invasif
3) Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan
e. Gagal ginjal
berkonsentrasi, atau
Setelah dilakukan tindakan gejala lain yang
keperawatan selama 1x24 mengganggu
jam L.09093 Tingkat kemampuan kognitif
Ansietas dengan kriteria - Identifikasi teknik
hasil: relaksasi yang pernah
- Verbalisasi khawatir efektif digunakan
akibat kondisi yang - Identifikasi kesediaan,
dihadapi: 5 (menurun) kemampuan, dan
- Perilaku gelisah: 5 penggunaan teknik
(menurun) sebelumnya
- Perilaku tegang: 5 - Periksa ketegangan
(menurun) otot, frekuensi nadi,
- Konsentrasi: 5 tekanan darah, dan
(membaik) suhu sebelum dan
- Pola tidur: 5 (membaik) sesudah latihan
- Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik:
- Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
- Berikan informasi
tentang persiapan dan
prosedur teknik
relaksasi
- Gunakan pakaian
longgar
- Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
- Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika perlu
Edukasi:
- Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia (mis. Music,
meditasi, nafas dalam,
relaksasi otot progresif)
- Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih
- Anjurkan mengambil
posisi yang nyaman
- Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
- Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
- Demonstrasikan dan
latih teknik
relaksasi (mis.
Nafas dalam,
peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
24
(menurun) nyeri
- Frekuensi nadi: 5 - Identifikasi pengaruh
(membaik) dan nyeri pada kualitas
hidup
- Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik:
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis ,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pihat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Resiko infeksi d.d. efek Luaran Utama: 1.14539 Pencegahan
prosedur invasif - Tingkat infeksi Infeksi
Luaran Tambahan: Observasi:
- Kontrol infeksi - Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal dan
Setelah dilakukan tindakan sistemik
keperawatan selama 1x24 Terapeutik:
jam L.14137 Tingkat - Cuci tangan sebelum
Infeksi dengan kriteria dan sesudah kontak
hasil: dengan pasien dan
- Demam: 5 (menurun) lingkungan pasien
- Kemerahan: 5 - Pertahankan teknik
(menurun) aseptic pada pasien
- Nyeri: 5 (menurun) beresiko tinggi
- Bengkak: 5 (menurun) Edukasi:
26
2.2.6 Implementasi
Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan
pelaksanaan rencana asuhan keperawatan yang dikembangkan
selama tahap perencanaan. Implementasi mencakup penyelesaian
tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria
hasil pada diagnosa keperawatan. Implementasi bertujun untuk
membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal dengan
promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan,
dan memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah
dalam berbagai fasilitas kesehatan seperti pelayanan kesehatan di
rumah, klinik, rumah sakit, dan lainnya. Implementasi juga
mencakup pendelegasian tugas dan pendokumentasian tindakan
keperawatan.
2.2.7 Evaluasi
Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan
proses seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran
dari tindakan. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan, membanduingkan hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan.
Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:
- S: keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau
pasien setelah diberikan implementasi keperawatan.
- O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
- A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan
objektif meliputi masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian
28