1 Definisi
Benina Prostat Hiperplasia (BHP) adalah suatu penyakit perbesaran atau atau hipertrofii
dan prostat. Kata-kata hipertrofi seringkali menimbulkan kontrovensi dari kalangan klinik
karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi
pembesaran sel, namun tidak diketahui oleh jumlah (kuantitas). Namun, hiperplasia merupakan
pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH
seringkali menyebabkan ganguan dalam eliminasi urin karena pembesaran prostat yang
cenderung kearah depan atau menekan fesika urinaria (Baugman, 2000).
Hiperplasia noduler ditemukan pada sekitar 20% laki-laki dengan usia 40 tahun, meningkat
70% pada usia 60 tahun dan menjadi 90% pada usia 70 tahun. Pembesaran ini bukan merupakan
kangker prostat, karena konsep BPH dan karsinoma prostat berbeda. Secara anatomis,
sebenarnya kelenjar prostat merupakan kelenjar ejakulat yang membantu menyemprotkan
sperma dalam saluran (ductus). Pada waktu melakukan ejakulasi, secara fisiologis prostat
membesar untuk mencegah urin dari vesikaurinaria melewati uretra. Namun, pembesaran
prostat yang terus menerus akan berdampak pada obstruksi saluran kencing (meatus urinarius
internus) (Mitchell, 2009).
2.2 Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hiperplasia prostat, namun faktor usia
dan hormonal menjadi predisposisi terjadinya BPH. beberapa hipotensis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostas sangat erat kaitanya dengan (Purnomo, 2007).
Peningkatan 5 alva reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
Ketidakseimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. pada proses penuaan, pada
pria terjadi peningkatan hormon ekstrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini
yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat.
3. Intraksi antar sel stroma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth faktor dan
penurunan transforming growth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
Sel stem yang meninkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu terjadi
benigna prostat hyperplasia.
Prostat sebagai kelenjar ejakulat memiliki hubungan fisiologis yang sangat erat dengan
dihidrotestosteron (DHT). Hormon ini merupakan hormon yang memacu pertumbuhan prostat
sebagai kelenjar ejakulat yang nantinya akan mengoptimalkan fungsinya. Hormon ini disintesis
dalam kelenjar prosrat dari hormon testosteron dalam darah. Proses sintesis ini dibantu oleh
enzim 5-reduktase tipe 2. Selain DHT yang sebagai prekursor , estrogen juga memiliki pengaruh
terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seiring dengan penambahan usia, maka prostat akan lebih
sensitif dengan stimulasi androgen. Sedangkan ekstrogen mampu memberikan proteksi terhadap
BPH. Dengan pembesaran yang sudah melebihi normal, maka akan terjadi desakan pada trakturst
urinarius. Pada tahap awal obstruksi traktus urinarius jarang menimbulkan keluhan, karena
dengan dorongan mengejan dan kontraksi yang kuat dari M. Detrusor mampu mengeluarkan
urine secara spontan namun, obstruksi yang sudah kronis membuat dekompensasi dari M.
Detrusor untuk berkontraksi yang akhirnya menimbulkan obstruksi saluran kemih (mitchell,
2009).
Keluhan yang biasanya muncul dari obstruksi ini adalah dorongan yang mengejan saat miksi
yang kuat, pancaran urin lemah atau menetes, disurya (saat kencing terasa terbakar), palpasi
rektal toucher menggambarkan hipertropi prostat, distensi pesika. N hipertropi hibromos skuler
yang terjadi pada klien BPH menimbulkan penekanan pada prostat dan jaringan sekitar sehingga
menimbulkan iritasi pada mulkos uretra iritabilitas inilah nantinnyan akan menyebapkan keluhan
frekuensi, urgensi, inkontinensia, urgrnsi, dan nocturia. Onstruksi yang berkelanjutan akan
menimbulkan komplikasi yang lebih besar, misalnnya hidronefosis, gagal ginjal, dan lain
sebagainnya. Oleh karna itu, kateterisasi untuk tahap awal sangan efektif untuk mengurangai
distensi vesika urinaria ( Mitchell 2009; Heffner,2000).
Pembesaran pada BPH ( hyperplasia prostat ) terjadi pada tahap mulai dari zona periuretral
dan transisional. Hyperplasia ini terjadi secara modular dan sering diiringi oleh proliferasi
fibromoskular untuk lepas dari jaringan epitel. Oleh karna itu, hyperplasia zona transisional
ditandai oleh banyaknya jaringan kelenjar yang tumbuh pada puncak dan cabang daripada ductus.
Sebenarnnya proliperasi zona transisional dan zona sentral pada prostat berasal dari turunan
ductus woliffii dan proliferasi zona perifer berasal dari sinus urogenital. Sehingga, berdasarkan
latar belakang embriologis onilah bisa diketahui mengapa BPH terjadi pada zona transisonal dan
sentral, sedangkan Ca prostat terjadi pada zoan perifer( Hefiner, 2002).
2.4 Patway
BHP
TUR/INSISI
Luka insis
Resiko infeks
Peregangan
Spasme otot VU
Dikarenakan oleh kemampuan vesika urinaria yang gagal mengelurkan urine secara
spontan dan reguler, sehingga folume urine masih sebagai besarr tertinggal dalam vesika.
1. Retensi urine
Pada awal obstruksi, biasanya pencernaan urin lemah, terjadi hesistansi, intermitensi,
urin menetes, dorongan yang mengejan yang kuat saat miksi dan retensi urin. Retensi
urin sering dialami oleh klien yang mengalami BPH kronis. Secara fisiologis,
vesikaurinaria memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urin melalui kontrksi otot
detrusor. Namun, obstruksi yang berkepanjangan akan membuat beban kerja M.
danetrusor semakin berat dan pada akhirnya mengalami dekompensasi.
2. Pembesaran prostat
Hasil ini diketahui melalui pemeriksaan rektal toucher (RT) anterior. Biasanya
didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan konstitensi jinak.
3. Inkontenensia
a. Pemeriksaan laboratorium
1. analisis urine pemeriksaan mikroskopsi urine untuk melihat adanya likosit, bakteri dan
infeksi
2. elektrolit, kadar ureum,kreatinin darah untuk fungsi ginjal dan status metabolic
3. pemeriksaan PSA (prostat spesipk antigen) dilakukan sebagai dasar penentuan paknya
biopsy atau sebagai deteksi dari keganasan.
4. Darah lengkap
5. leokosit
6. Blooding time
7. liver fungsi.
b. pemeriksaan radiologi
3). USG
4). Sistokopi
2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi simtomatis
Tindakan ini dilakukan jiak prostat terlalu besar diikuti oleh penyakit penyerta lain.
Mesalnya tomor vesika , vesikolithiasis, dan adanya adenoma yang besar (Schwartz,
2000).
2.8 Komplikasi
3.1. pengkajian
1. Anamnesa
Prostat hanya dialami oleh klien laki-laki. Keluha yang serimg dialami oleh klien
dikenal dengan istilah LUTS (lower Urinary Tract Symptoms) antara lain hasistansi,
pancara urine lemah, intermettensi, ada sisa urine pasca miski, urgensi, frekuensidan
disurai (jika obstruksi meningkat).
2. Pemeriksaan fisik
Adanya peningkatan nadi dan tekanan darah (tidak signifikan, kecuali ada penyakit
penyerta). Hal ini merupakan bentuk kempensasi dari nyeri yang timbul akibat obstruksi
meatus uretralisdan adanya distensi bladder . jika retensi urine berlangsung lama sering
ditemukan adanya tanda gejala urosepsis ( peningkatan suhu tubuh )sampai pada syok
septic.
Obstruksi kronis pada bladder. Hal ini memicu terjadinya refluks urine dan terjadi
hidronefrosis dan pyelonefrosis, sehingga pada palpasi bimanual ditemukan adanya
rabaan pada ginjal. Pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi baldder
(ballotemen). Pada pemeriksaan penis , uretra dan skrotum tidak ditemukan adanya
kelainan ,kecualinya ada penyakit penyerta seperti stenosis meatus ,striktur uretralis
,urethralithiasis, ca ,penis , maupun epididimetis.
2) Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler
4) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih
: refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / tekanan dari balon
kandung kemih.
oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi catheter/balon, ditandai dengan :
- Urgensi.
- Dysuria.
Intervensi :
1) Kaji haluaran urine dan sistem catheter/drainase, khususnya selama irigasi kandung
kemih.
Rasional :
Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung
kemih.
2) Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah catheter dilepas.
Rasional :
Catheter biasanya dilepas 2 – 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut
menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan
tonus.
3) Dorong klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2 – 4 jam.
Rasional :
untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan
Rasional :
membaik.
Rasional :
6) Kolaborasi medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca
operasi dini.
Rasional :
Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan untuk mempertahankan patensi
catheter/aliran urine.
2. Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler :
- Pusing.
- Flatus negatif.
- Bibir kering.
- Puasa.
Intervensi :
Rasional :
bekuan darah.
Rasional :
kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran
urine.
Rasional :
Rasional :
darah merah)
Rasional :
- Dysuria.
Intervensi :
Rasional :
Rasional :
kemih.
Klien yang mengalami TUR beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan
instrumentasi.
4) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Rasional :
Rasional :
4. Gangguan rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih :
refleks spasme otot berhubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dari balon
Intervensi :
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam
memberikan tindakan.
Rasional :
Rasional :
penyembuhan.
Rasional :
dengan :
terdekat.
Intervensi :
Rasional :
Impotensi fisiologis : terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur bedah
radikal ; pada pendekatan lain, aktifitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam
6 – 8 minggu.
Rasional :
Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada
prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya tidak
terjadi.
Rasional :
Rasional :
- Gelisah.
- Informasi kurang
Tujuan : Klien mengungkapkan anxietas teratasi, dengan kriteria :
- Tampak rileks
Intervensi :
Rasional :
Rasional :
3) Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Rasional :
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan
dari evaluasi tujuan, maka hasil evaluasi keperawatan dengan post operasi hipertropi
Kriteria hasil :
kemih/retensi urine.
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
- Tampak rileks.
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
- Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Hyperplasia prostatic adalah
pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk yang prostat, pertumbuhan tersebut
dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa.
4.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak
bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu kami juga mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami
selanjutnya.