klinik karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi
kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah (kualitas). Namun,
eliminasi urin karena pembesaran prostat yang cenderung kearah depan atau
menekan vesika urinaria. (Prabowo & Pranata, 2014). Benigna Prostat Hiperplasia
pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas
dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. (Wijaya A. S., 2013)
2. Etiologi
Peningkatan DTH (Dehidrotestosteron)
Peningkatan liam alfa reduktase dan reseptor androgen akan
hiperplasia.
Ketidak Seimbangan Estrogen-Testosteron
Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses
2014)
3. Manifestasi Klinis
BPH merupakan yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia rata-rata
retensi urin. Retensi urin sering dialami oleh klaien yang mengalami BPH
konsistensi jinak.
Inkontinensia
Inkontinensia yang terjadi menunjukan bahwa m.detrusor gagal dalam
(terjadi ketika faktor dinamik dan atau faktor static mengurangi pengosongan
kandung kemih) dan iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama
prostat ini membuat uretra menyempit dan maka dari itu dapat
rasa miksi yang tidak puas,karena ada sebagaian urin yang belum
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama
tidur.
Terasa panas, nyeri atau sekitar saat miksi (disuria), karena adanya
A. S., 2013)
4. Klasifikasi
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori : obstruktif (terjadi
kemih) dan iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher
kandung kemih).
1. Derajat I : biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah, diberi
saluran kemih akan lebih terbuka, seperti alfuzosin dan tamsulosin dan
prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup satu jam sebaiknya
perianal.
4. Derajat IV : tindakan harus segera dilakukan membebaskan klient
oleh prostat dan kadarnya dalam darah akan meningkat bila kelenjar
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan
irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur.
Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi
uretra pars prostatika.
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari
kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam
bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai
cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus
sudah dapat berkemih dengan lancar.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Pasien dalam kondisi sadar. Pada pemeriksaan TTV, nadi biasanya meningkat
pada keadaan kesakitan, pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada
retensi urine, serta urosepisi sampai syok septik. Selain itu, akan ada peningkatan
tekanan darah karena efek pembesaran ginjal.
b) Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosis dan pyelonefrosis. Pada daerah supra-simfisis, keadaan
retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotement dan klien akan
merasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual
urine. Selain itu, akan ditemukan massa padat di bawah abdomen bawah (ditensi
kandung kemih) serta nyeri tekan kandung kemih.
c) Pemeriksaan Genitalia
Penis dan uretra diperiksa untuk mendeteksi adanya kemungkinan stenosis
meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma, maupun fimosis. Pemeriksaan
skrotum untuk mengetahui adanya epididimitis.
Rectal touch/pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi
sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Pada palpasi akan ditemukan pembesaran dan nyeri tekan prostat.
4. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Makanan/Cairan
Pasien akan mengeluhkan kurangnya nafsu makan, anoreksia, mual, muntah
hingga penurunan berat badan. Serta kaji masukan cairan per oral.
b) Pola nyeri/kenyamanan
Pasien akan mengeluhkan nyeri suprapubis, panggul, atau punggung; terasa
tajam dan kuat pada prostatitis akut serta nyeri punggung bawah.
Untuk pengkajian nyeri ini harus terfokus dan spesifik. Dengan menggunakan
metode PQRST: P (Provocation): merujuk pada faktor-faktor yang memperhebat
nyeri. Q (Quality): kualitas nyeri penting dalam menentukan sifat. Seperti pada
BPH akan ditemukan nyeri tumpul di daerah perineum atau punggung.
c) Pola seksualitas
Pasien akan mengeluhkan gejala adanya masalah tentang efek kondisi/terapi pada
kemampuan seksual; adanya ketakutan inkontinensia/menetes selama hubungan
intim serta penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi dengan tanda adanya
pembesaran dan nyeri tekan prostat.
Klien dapat mengalami disfungsi seksual. Hal ini di sebabkan karena situasi
krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter). Dengan
terjadinya disfungsi seksual maka dapat terjadi ancaman terhadap konsep diri
karena perubahan status kesehatan.
d) Pola Istirahat dan Tidur
Tanda dan gejala BPH antara lain nokturi dan frekuensi . Bila keluhan ini
muncul pada klien maka tidur klien akan terganggu. Hal ini terjadi karena
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap pada setiap miksi sehingga
interfal antara miksi lebih pendek. Akibatnya klien akan sering terbangun pada
malam hari untuk miksi dan waktu tidur akan berkurang.
e) Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup Sehat
Perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan dirumah dapat
menimbulkan masalah dalam perawatan diri selanjutnya. Sehingga klien perlu
informasi tentang perawatan selanjutnya khususnya saat dirumah supaya tidak
terjadi perdarahan atau tanda tanda infeksi.
.
1 Nyeri Akut b/d Agen Setelah dilakukan tindakan Pemberian Analgesik
cidera Fisik keperawatan 2x24 jam Observasi
(Prosedur Operasi) tentang “Tingkat Nyeri” 1. Identifikasi
diharapkan hasil : karakteristik nyeri
Indikator Skala (Mis. Pencetus,
1. Keluhan Nyeri 5 perea, kualitas,
Menurun 5 lokasi, intensitas,
2. Meringis 5 frekuensi, durasi)
Menurun 2. Identifikasi riwayat
3. Gelisah menurun alergi obat.
3. Identifikasi
Keterangan : keesuaian jenis
5 = (Menurun) analgesic (mis.
Narotika, non-
narkotik, atau
NSAIO) dengan
tingkat keparahan
nyeri
4. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesic.
5. Monitor efektifitas
analgesic.