Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (TURP)

Oleh : Levy Ernawati


Nim.201910461011049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
1. Definisi
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit perbesaran atau hipertrofi

dari prostate. Kata-kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di kalangan

klinik karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi

kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah (kualitas). Namun,

hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh

penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH sering menyebabkan gangguan dalam

eliminasi urin karena pembesaran prostat yang cenderung kearah depan atau

menekan vesika urinaria. (Prabowo & Pranata, 2014). Benigna Prostat Hiperplasia

adalah pertumbuhan nodul-nodul fibriadenomatosa majemuk dalam prostat,

pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas

dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. (Wijaya A. S., 2013)

2. Etiologi
 Peningkatan DTH (Dehidrotestosteron)
Peningkatan liam alfa reduktase dan reseptor androgen akan

menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mangalami

hiperplasia.
 Ketidak Seimbangan Estrogen-Testosteron
Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses

penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan

penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya

hiperplasia stroma pada prostate.


 Interaksi Antar Sel Stroma Dan Sel Epitel Prostat
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth

factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan

hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.


 Berkurangnya Kematian Sel (Apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup

stroma dan epitel dari kelenjar prostat.


 Teori Stem Sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit

dan memicu terjadi benigna prostat hyperplasia. (Prabowo & Pranata,

2014)

3. Manifestasi Klinis
BPH merupakan yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia rata-rata

lebih dari 50 tahun di karenakan peningkatan usia akan membuat ketidak

seimbangan rasio antara estrogen dan testosteron, dengan meningkatnya kadar

estrogen diduga berkaitan dengan terjadinya hiperplasia stroma, sehingga

timbul dengan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya

ploriferasi sel tetapi kemudian estrogen lah yang berperan untuk

memperkembang stroma. Gambaran klinis dari BPH sebenarnya sekunder dari

dampak obstruksi saluran kencing, sehingga klien kesulitan untuk miksi.

Berikut ini adalah beberapa gambaran klinis pada klien BPH :


1. Gejala prostatimus (nokturia,urgency,penurunan daya aliran urin).

Kondisi ini dikarenakan oleh kemampuan vesika urinaria yang

gagal mengeluarkan urin secara sepontan dan reguler, sehingga

volume urin masih sebagaiAN besar tertinggal dalam vesika.


2. Retensi urin.
Pada awal obstruksi,biasanya pancaran urin lemah, terjadi hesistansi,

intermitensi,urin menetes, dorongan mengejan yang kuat saat miksi dan

retensi urin. Retensi urin sering dialami oleh klaien yang mengalami BPH

kronis. Secarafisiologis,vesika urinariamemiliki kemampuan untuk

mengeluarkan urin melalui kontraksi otot detrusor. Namun obstruksi yang


berkepanjangan akan membuat beban kerja m.destrusor semakin berat dan

pada akhirnya mengalami dekompensasi.


 Pembesaran prostat
Hal ini diketahui melalui pemeriksaan rektal toucher (RT) anterior.

Biasanya didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan

konsistensi jinak.
 Inkontinensia
Inkontinensia yang terjadi menunjukan bahwa m.detrusor gagal dalam

melakukan kontraksi. Dekompensasi yang berlangsung lama akan

mengiritabilitas serabut syaraf urinarius, sehingga kontrol untuk miksi

hilang. (Prabowo & Pranata, 2014)


Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalamdua kategori: obstruktif

(terjadi ketika faktor dinamik dan atau faktor static mengurangi pengosongan

kandung kemih) dan iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama

pada leher kandung kemih). (Nurarif & Kusuma, 2015)


Adapun tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan BPH :
 Retensi urin.
 Kurang atau lemahnya pancaran urin dikarenakan pembesaran pada

kelenjar prostat sehingga saluran uretra terhimpit,dan membuat

pancaran urin menjadi lemah.


 Miksi yang tidak puas, karena adanya pembesaran pada kelenjar

prostat ini membuat uretra menyempit dan maka dari itu dapat

menghambat urine yang akan dimiksikan sehinnga akan menimbulkan

rasa miksi yang tidak puas,karena ada sebagaian urin yang belum

keluar dengan tuntas.


 Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari, karena hambatan

dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama

tidur.
 Terasa panas, nyeri atau sekitar saat miksi (disuria), karena adanya

ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter. (Wijaya

A. S., 2013)

4. Klasifikasi
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori : obstruktif (terjadi

ketika faktor dinamik dan faktor statik mengurangi pengosongan kandung

kemih) dan iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher

kandung kemih).
1. Derajat I : biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah, diberi

pengobatan konservatif. Dengan menggunakan obat golongan reseptor

alfa-adrenergik inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat dan

saluran kemih akan lebih terbuka, seperti alfuzosin dan tamsulosin dan

biasanya dikombinasikan dengan finasteride.


2. Derajat II : merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasannya

dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral resection/tur) .


3. Derajat III : reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila di perkirakan

prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup satu jam sebaiknya

dengan pembedahan terbuka,melalui trans vesikal retropublik atau

perianal.
4. Derajat IV : tindakan harus segera dilakukan membebaskan klient

dari retensi urine total dengan pemasangan kateter.


5. Pemeriksaan Penunjang
1. USG prostat, untuk melihat ukuran prostat penderita.
2. Tes urine, untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi atau kondisi lain

yang memiliki gejala mirip dengan pembesaran prostat jinak.


3. Tes darah, untuk memeriksa kemungkinan gangguan pada ginjal.
4. Tes pengukuran kadar antigen (PSA) dalam darah. PSA dihasilkan

oleh prostat dan kadarnya dalam darah akan meningkat bila kelenjar

prostat membesar atau mengalami gangguan.


6. Peubahan Organ yang terjadi
1. Perubahan organ di karenakan BPH

2. Sel Stem Yang Meningkatkan Mengakibatkan Poliferasi Sel Transit


3. Perubahan peningkatan terjadi pada derajat BPH

7. TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat )


TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong
dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan
pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih
dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.

TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan
irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur.
Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi
uretra pars prostatika.

Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari
kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam
bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai
cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus
sudah dapat berkemih dengan lancar.

TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala


dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup
sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah
perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah.
Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd
(50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab
BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

8. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Identitas
Pada pengkajian identitas biodata (nama, jenis kelamin, umur, suku, gama, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan), tanggal MRS, No. Register, diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji berapa lama keluhan hesistansi (mengejan untuk memulai urine), keluhan
intermitensi (miksi berhenti dan kemudian memancar lagi), pancaran miksi yang
melemah, keluhan miksi tidak puas, keluhan miksi menetes, keluhan peningkatan
frekuensi miksi, keluhan miksi sering pada malam hari, keluhan sangat ingin
miksi dan keluhan rasa sakit sewaktu miksi mulai dirasakan.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit kanker, hipertensi, batu kandung kemih, infeksi
saluran kemih berulang. Serta kaji penggunaan obat-obatan anti hipertensif atau
antidpresan, natibiotik urianria atau agen antibiotik, obat yang dijul bebas untuk
flu atau adanya alergi obat yang megandung simpatomimetik.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang menderita kanker, hipertensi dan penyakit
ginjal seperti nefritis herediter, batu ginjal; diabetes mellitus serta penyakit
kardiovaskuler.
d) Riwayat Psiko, Sosio, Kultural
Kaji pengaruh gangguan miksi pada respons psikologis dan perencanaan
pembedahan. Pada pengkajian sering ditemukan adanya kecemasan, gangguan
konsep diri (gambaran diri) yang merupakan respons dari adanya penyakit dan
rencana untuk dilakukan pembedahan.
Kaji juga kemampuan koping dan pengetahuan tentang penyakit.

3. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Pasien dalam kondisi sadar. Pada pemeriksaan TTV, nadi biasanya meningkat
pada keadaan kesakitan, pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada
retensi urine, serta urosepisi sampai syok septik. Selain itu, akan ada peningkatan
tekanan darah karena efek pembesaran ginjal.
b) Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosis dan pyelonefrosis. Pada daerah supra-simfisis, keadaan
retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotement dan klien akan
merasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual
urine. Selain itu, akan ditemukan massa padat di bawah abdomen bawah (ditensi
kandung kemih) serta nyeri tekan kandung kemih.
c) Pemeriksaan Genitalia
Penis dan uretra diperiksa untuk mendeteksi adanya kemungkinan stenosis
meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma, maupun fimosis. Pemeriksaan
skrotum untuk mengetahui adanya epididimitis.
Rectal touch/pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi
sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Pada palpasi akan ditemukan pembesaran dan nyeri tekan prostat.
4. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Makanan/Cairan
Pasien akan mengeluhkan kurangnya nafsu makan, anoreksia, mual, muntah
hingga penurunan berat badan. Serta kaji masukan cairan per oral.
b) Pola nyeri/kenyamanan
Pasien akan mengeluhkan nyeri suprapubis, panggul, atau punggung; terasa
tajam dan kuat pada prostatitis akut serta nyeri punggung bawah.
Untuk pengkajian nyeri ini harus terfokus dan spesifik. Dengan menggunakan
metode PQRST: P (Provocation): merujuk pada faktor-faktor yang memperhebat
nyeri. Q (Quality): kualitas nyeri penting dalam menentukan sifat. Seperti pada
BPH akan ditemukan nyeri tumpul di daerah perineum atau punggung.
c) Pola seksualitas
Pasien akan mengeluhkan gejala adanya masalah tentang efek kondisi/terapi pada
kemampuan seksual; adanya ketakutan inkontinensia/menetes selama hubungan
intim serta penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi dengan tanda adanya
pembesaran dan nyeri tekan prostat.
Klien dapat mengalami disfungsi seksual. Hal ini di sebabkan karena situasi
krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter). Dengan
terjadinya disfungsi seksual maka dapat terjadi ancaman terhadap konsep diri
karena perubahan status kesehatan.
d) Pola Istirahat dan Tidur
Tanda dan gejala BPH antara lain nokturi dan frekuensi . Bila keluhan ini
muncul pada klien maka tidur klien akan terganggu. Hal ini terjadi karena
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap pada setiap miksi sehingga
interfal antara miksi lebih pendek. Akibatnya klien akan sering terbangun pada
malam hari untuk miksi dan waktu tidur akan berkurang.
e) Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup Sehat
Perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan dirumah dapat
menimbulkan masalah dalam perawatan diri selanjutnya. Sehingga klien perlu
informasi tentang perawatan selanjutnya khususnya saat dirumah supaya tidak
terjadi perdarahan atau tanda tanda infeksi.

9. Diagnosa Keperawatan yang lazim muncul

No SDKI SLKI SIKI

.
1 Nyeri Akut b/d Agen Setelah dilakukan tindakan Pemberian Analgesik
cidera Fisik keperawatan 2x24 jam Observasi
(Prosedur Operasi) tentang “Tingkat Nyeri” 1. Identifikasi
diharapkan hasil : karakteristik nyeri
Indikator Skala (Mis. Pencetus,
1. Keluhan Nyeri 5 perea, kualitas,
Menurun 5 lokasi, intensitas,
2. Meringis 5 frekuensi, durasi)
Menurun 2. Identifikasi riwayat
3. Gelisah menurun alergi obat.
3. Identifikasi
Keterangan : keesuaian jenis
5 = (Menurun) analgesic (mis.
Narotika, non-
narkotik, atau
NSAIO) dengan
tingkat keparahan
nyeri
4. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesic.
5. Monitor efektifitas
analgesic.

2. Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Medikasi


Faktor Resiko Efek keperawatan 2x24 jam Observasi
Prosedur Invasif tentang “Tingkat Infeksi” 1. Identifikasi
diharapkan hasil : penggunaan Obat
Indikator Skala 2. Identifikasi masa
1. Kebersihan kadaluwarsa obat
Badan 5 3. Monitor kefektifan
meningkat 5 dan efek samping
2. Nafsu Makan pemberian obat
5
meningkat 5 4. Monitor tanda dan
3. Demam gejala keracunan obat
Menurun 5 Terapeutik
4. Kemerahan 5 1. Sediakan sumber
Menurun informasi program
5. Nyeri Menurun pengobatan secara
5
visual dan tertulis
6. Bengkak 2. Fasilitasi keluarga dan
Menurun pasien melakukan
penyesuaian pola
7. Kadar Sel Darah hidup akibat program
Putih Menurun pengobatan.
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
mengelola obat
2. Anjurkan
menghubungi petugas
kesehatan jika terjadi
efek samping obat.

10. Pemeriksaan Per system


a. B1 (Breathing)
Untuk sistem pernapasan, tidak ada gangguan. Hanya saja, jika dalam keadaan
nyeri akut maka akan terjadi peningkatan pernapasan.
b. B2 (Blood)
Akan ditemukan tanda-tanda dehidrasi seperti kulit kering, mukosa kering dan
dan turgor kulit jelek. Tekanan darah meningkat serta nadi juga meningkat.
c. B3 (Brain)
Pada B3 juga tidak ada gangguan. Tetapi, psikis klien akan terganggu dengan
adanya cemas untuk menghadapi perawatan lebih lanjut.
d. B4 (Bladder)
Akan didapatkan keluhan bahwa klien sering buang air kecil (poliuria), aliran air
kemih yang terhambat sehingga keluarnya aliran sedikit-sedikit, air kemih
mengandung darah (hematuria), retensi urin, sering berkemih di malam hari
(nokturia)
e. B5 (Bowel)
Akan ditemukan konstipasi karena prostusi prostat kedalam rektum. Adanya
anoreksia; mual muntah serta penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
BPH ini tidak selalu mengganggu sistem B6 ini. Hanya saja akan ditemukan
adanya perubahan pad kulit sebagai tanda-tanda dehidrasi seperti ruam, turgor
kulit buruk, mukosa kering.
11. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisa: warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (berdarah);
penampilan keruh; pH 7 atau lebih besar yang menunjukkan infeksi;baktera,
SDP, SDM mungkin ada secara mikroskopis
2. Kultur urine; untuk mengesampingkan kecurigaan kanker kandung kemih
3. BUN/kreatini; akan meningkat jika fungsi ginjal terpengaruh
4. Asam fosfat serum/antigen khusus prostatik akan mengalami peningkatan karena
pertumbuhan seluer dan pengaruh hormonal pada kanker prostat (dapat
mengindikasikan adanya metatstase tulang)
5. SDP: mungkin lebih dari 11.000 karen adanya infeksi pada pasien yang tidak
imunosupresi
6. Penentuan kecepatan aliran urine untuk mengkaji derajat obstruksi kandung
kemih
7. IVP dengan film pasca berkemih: menunjukkan perlambatan pengosongan
kandung kemih,membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya
pembesaran prostat, divertikuli kandung kemiih dan penebalan abnormal otot
kandung kemih
8. Sistometri untuk mengevaluasi fungsi otot destrusor dan tonusnya
9. Ultrasound transektal untuk mengukur ukuran prostat, jumlah residu urine,
melokalisasi lesi yang tak berhubungan dengan BPH
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014).Asuhan KeperawatanSistem Perkemihan.Yogyakarta:
Nuha Medika.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai