L
DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTRONTESTINAL
POST LAPARATOMI EKSPLORASI EC PERITONITIS DIFUSE EC PERFORASI
HOLLOW VISCUS PERFORASI GASTER
DI RUANG HIGH CARE UNIT RSUD Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
Disusun Oleh
Adi Setiawan 4006180018 Anggota Tim
Anisa Sholihat 4006180022 Anggota Tim
Astrid Caroline Pitna 4006180061 Anggota Tim
Dewi Wisuda Wardani 4006180019 Anggota Tim
Dian Rismayani Putri 4006180052 Anggota Tim
Martono Prasetya 4006180041 Anggota Tim
Rina Dayanti 4006180012 Anggota Tim
Serly Dwi Irmayanti 4006180055 Anggota Tim
Syamsul Arifin 4006180051 Anggota Tim
Wulandari Alfiani 4006180042 Anggota Tim
Yaniar Dewi Nurastuti 4006180028 Anggota Tim
Pembimbing Klinik
( )
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perforasi gaster adalah suatu penetrasi yang kompleks dari dinding lambung, usus
besar, usus halus akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari
lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena kebocoran
asam lambung dalam rongga perut (Warsinggih, 2016). Perforasi adalah ancaman
abdominal dan indikasi bahwa pembedahan diperlukan (Brunner & Suddarth, 2001).
Perforasi dalam bentuk apapun yang terjadi dan mengenai saluran pencernaan merupakan
salah satu kasus kegawatdaruratan terutama dalam kegawatan bedah. Penatalaksanaan
bedah yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah laparatomi eksplorasi.
(Warsinggih, 2018).
Kasus tindakan laparatomi mengalami peningkatan di beberapa negara di dunia. Salah
satunya di daerah Afrika, pada tahun 2015 terdapat 1276 kasus laparatomi dengan 449
kasus (35%) di bagian obsetri dan 876 kasus (65%) pada bagian bedah umum (Ngowe,
N.M., et.al, 2014; Baison, G.N, 2017). Di Indonesia, jumlah tidakan operasi terhitung pada
tahun 2012 mencapai 1,2 juta jiwa dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan tindakan
bedah laparatomi (Kemenkes RI, 2013). Penelitian Thorsen et.al (2013) menyebutkan
bahwa masih terdapat resiko tinggi terhadap motilitas dan morbilitas pada pasien yang
mendapatkan terapi pembedahan, mortalitas akibat perforasi gaster diatas 27% dan
komplikasi dilaporkan terjadi pada 20-50% pasien. Dari 19 kasus yang dilakukan operasi,
12 (63%) kasus sembuh dengan lama perawatan post op diruangan antara 7-10 hari
rawatan dan sebanyak 7 kasus (37%) kasus meninggal paska operasi karena sepsis
(Wahyudi, 2009).
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung , kasus perforasi gaster tahun 2005
26 orang, tahun 2006 sejumlah 38 orang dan tahun 2007 meningkat menjadi 57 orang. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang juga dilakukan di Rumah Sakit Immanuel Bandung
dimana kasusnya pada tahun 2006 tidak lebih dari 10 orang, tetapi dalam 6 bulan terakhir
mencapai 46 orang. Mayoritas kasus adalah pria (77%) dan terbanyak pada usia 50 – 70
%, termuda usia 22 tahun dan tertua usia 80 tahun. Hal yang menarik dari penelitian diatas
adalah seluruh penderita perforasi gaster adalah pengkonsumsi jamu-jamuan atau obat-
obatan yang dibeli sendiri tanpa resep dokter karena keluhan rematik, nyeri kepala, obat
kuat, dan lain-lain. (Wahyudi, 2009)
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Perforasi Gaster ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit Perforasi Gaster
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian penyakit Perforasi Gaster
b. Mengetahui etiologi penyakit Perforasi Gaster
c. Mengetahui klasifikasi penyakit Perforasi Gaster
d. Mengetahui manifestasi klinik penyakit Perforasi Gaster
e. Mengetahui patofisiologi penyakit Perforasi Gaster
f. Mengetahui penatalaksanaan dan terapi penyakit Perforasi Gaster
g. Mengetahui komplikasi penyakit Perforasi Gaster
h. Dapat melakukan asuhan keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi pada
penyakit Perforasi Gaster
D. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien dengan Perforasi Gaster di ruang HCU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Trauma tumpul perut sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 3 tahun yang lalu
perforasi pada ulkus peptikum merupakn penyebab yang tersering. Perforasi ulkus
duodenum insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir
1/3 dari perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-
15 % penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi
bebas. Pada pasien yang lebih tua appendicitis acuta mempunyai angka kematian
sebanyak 35 % dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utam yang berperan terhadap angka
kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi medis yang berat yang
menyertai appedndicitis tersebut Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh
penyakitpenyakit seperti ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna,
divertikulitis, sindroma arteri mesenterika superior, trauma.
F. Pemeriksaan Diagnostik
2. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
3. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
4. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
5. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
6. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
7. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
8. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
9. Kadar Elektrolit: Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).
H. Komplikasi
1. Infeksi luka, Angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
2. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiaplapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Factor-faktorberikut ini dihubungkan dengan
kegagalan luka operasi:
a. Malnutrisi
b. Sepsis
c. Uremia
d. Diabetes mellitus
e. Terap kortikosteroid
f. Obesitas
g. Batuk yang berat
h. Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
3. Abses abdominal terlokalisasi
4. Kegagalan multi organ dan syok septik
a. Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan
manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam,hipotermi (pada septikemia gram
negative dengan endotoksemia),leukositosi atau leucopenia (pada septicemia berat),
takikardi, dan kolaps sirkuler
b. Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut:
1) Hilangnya tonus vasomotor
2) Peningkatan permeabilitas kapiler
3) Depresi myocardial
4) Pemakaian leukosit dan trombosit
5) Penyebaran substansi aktif kuat, seperti histamine,serotonin, dan
prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
6) Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler
c. Infeksi gram negative dihubungkan dengan prognosis yang lebihburuk dari gram
positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia
5. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH6.
6. Perdarahan mukosa gaster, Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan kegagalan
system multiple organ dan mungkin berhubungan dengan defek proteksi oleh mukosa
gaster
7. Obstruksi mekanik sering disebabkan karena adesi post operatif
8. Delirium post operatif, Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi delirium post
operatif:
a. Usia lanjut
b. Ketergantungan obat
c. Demensia
d. Abnormalitas metabolic
e. Infeksif
f. Riwayat delirium sebelumnya
g. Hipoksia
h. Hipotensi intraoperatif/postoperative
I. Pathway
Belum
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus
Ny. L usia 53 tahun di rawat di ruang HCU High Care Unit dengan post LE e.c Peritonitis
difuse e.c perforasi hollow viscus. perforasi gaster pada saat dilakukan pengkajian Ny. L
mengeluh nyeri pada luka operasi nyeri dirasakan hilang timbul nyeri seperti di tusuk-tusuk
nyerti bertambah bila pasien banyak bergerak dan berkurang saat istirahat dengan skala nyeri
1 (1-10) tanda-tanda vital : TD 113/63 mmHg, N : 83x/menit. RR: 18X/menit, S: 36,9̊ C,
Terpasang O2 dengan menggunakan Simple Mask dengan 6 lpm. Terpasang Folley Cateter dan
NGT. Ny. L juga mengatakan mengkonsumsi obat voltadex selama satuhn terakhir. Ny. L
mendapatkan terapi obat ceftriaxone 2 gr/24 jam, PCT 1 gr/6jam, Omeprazole 40 mg/ 12 jam,
metronidazole 1500/ 24 jam, fentanyl 25 mg/ 24 jam, Ny. L di puasakan setelah operasi
Banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya ulkus peptikum. Walau
telah diyakini bahwa ulkus gaster dan duodenum disebabkan oleh infeksi H. pylori
dan penggunaan OAINS, jalur akhir dari pembentukan ulkus ialah perlukaan karena
asam yang dihasilkan terhadap barier mukosa gastroduodenum. Eliminasi infeksi
H. pylori atau penggunaan OAINS penting untuk penyembuhan ulkus yang optimal
dan mungkin bahkan lebih penting untuk mencegah ulkus berulang dan/atau
komplikasi yang ditimbulkannya. Beberapa penyakit lain yang dipercaya
menimbulkan ulkus peptikum antara lain sindroma Zollinger Ellison (gastrinoma),
hiperfungsi sel G antrum dan/atau hiperplasia, mastositosis sistemik, trauma, luka
bakar, dan stress psikologis berat. Faktor penyebab lain termasuk obat-obatan
(OAINS, aspirin, dan kokain), merokok, alkohol dan stres psikologis (Mansjoer,
B.L. 2010)
D. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Gangguan pemenuhan ADL
4. Resiko infeksi
5. Dan resiko jatuh
E. Penatalaksanaan Perforasi Gaster
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan
pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotic mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-
tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan
dengan terapi antibiotic langsung terhadap bakteri garm negative dan anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah:
1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2. Koreksi penyebab peritonitis
3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat
fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan,
sekresi lambung)
F. Penatalaksaan Perforasi Gaster
tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir selalu
dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan
pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi medis). Terapi konservatif di
indikasikan pada kasus pasien yang nontoxic dan secara klinis keadaan umumnya
stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan
dipuasakan pasiennya. Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif
dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi
penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik,
penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan
memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk
mencegah kekambuhan. Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah
tindakan bedah. Terapi gawat darurat dalam kasus perforasi gastrointestinal
adalah:
1. Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien
dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia.
2. Jangan berikan apapun secara oral.
3. Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia.
Berikan antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk
eradikasi infeksi dan mengurangkan komplikasi post operasi
G. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
Suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
i. Tingkatkan istirahat
j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
d. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
i. Monitor mual dan muntah
j. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
k. Monitor intake nuntrisi
l. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat
nutrisi
m. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
n. Kelola pemberan anti emetik
o. Anjurkan banyak minum
p. Pertahankan terapi IV line
q. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
3. Gangguan pemenuhan ADL
a. Monitor kebutuhan klien untuk alat- alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan.
b. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-
care. Oral Hygiene
c. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
-Bantu BAB dan BAK klien
-Bantu membuang balance cairan klien
-Bantu personal hygiene klien (di seka)
-Menggunting kuku klien
-Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
4. Resiko infeksi
a. Pertahankan teknik aseptif
b. Batasi pengunjung bila perlu
c. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
d. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
e. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
f. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
g. Tingkatkan intake nutrisi
h. Berikan terapi antibiotik
i. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
j. Pertahankan teknik isolasi k/p
k. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
l. Monitor adanya luka
m. Dorong masukan cairan
n. Dorong istirahat
o. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
p. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
5. Resiko jatuh
a. Pencegahan jatuh
b. Dukungan ambulasi
c. Dukungan mobilisasi
d. Edukasi keselamatan lingkungan
e. Edukasi pengurangan resiko
f. Identifikasi risiko
H. Yang akan terjadi apabila perforasi gaster tidak secepatnya ditangani
Komplikasi dari perforasi gaster yaitu :
1. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
2. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi)
dapat terjadi segera atau lambat
I. Apakah terapi obat-obatan tersebut dapat mempengaruhi hemodinamik
Ya, karena pada pada beberapa intervensi obat obatan yang diberikan pada Ny. L
terdapat efeksamping yang mempengaruhi suhu, tekanan darah, nadi dan respirasi
klien. Dibawah ini terdapat efek samping pada obat-obatan tersebut :
No Nama Tujuan Efek samping
6 Fentanyl Fentanyl adalah obat pereda Sesak napas, irama jantung melambat,
nyeri yang digunakan untuk otot kaku, pusing, gangguan
meredakan rasa sakit yang panglihatan, mual dan muntah, gatal,
hebat. Obat ini juga berkeringat, tekanan darah tinggi
digunakan sebagai salah satu
obat bius ketika pasien akan
menjalani operasi. Fentanyl
bekerja dengan mengubah
respon otak dan sistem saraf
pusat terhadap rasa sakit.
J. Cairan apa saja kah yang dapat mengganti nutrisi selama pasien dipuasakan
setelah post operasi
1. RL
Kandungan yang terdapat dalam RL adalah : Natrium, Klorida, Kalium,
Kalisum, Laktat
2. D10
Dextrose adalah obat dengan fungsi untuk menyediakan cairan yang membawa
gula ke dalam tubuh saat Anda tidak dapat meminum cairan yang cukup atau
saat cairan tambahan dibutuhan. Sebagai sumber energi (larutan nutrisi) dengan
kandungan kalori 400 kalori per liter.
D10 mengandung 100,0 g Anhydrous Glucose.Osmolaritas 555 mOsm/L.
3. Amunifusin L600
Fungsi utama dari Aminofusin L600 adalah untuk memberikan berbagai jenis
nutrisi seperti Protein, elektrolit, energi, air dan vitamin melalui parenteral
(diberikan tanpa melalui oral) atau infus. Selain memiliki fungsi untuk
memberikan berbagai jenis nutrisi, berbagai kandungan senyawa yang terdapat
pada obat ini akan berusaha untuk mencegah terjadinya kerusakan sel-sel saraf
sehingga fungsi hati untuk melakukan detoksifikasi racun berupa ornithine
arginine, aspartate, asam malat dapat bekerja dengan maksimal. Fungsi lainya
adalah untuk melakukan penyesuaian kadar elektrolit didalam tubuh, misalnya
ketika tubuh mengalami penurunan kadar kalium dan natrium tapi terdapat
peningkatan pada kadar magnesium, maka Aminofusin akan berusaha untuk
menyeimbangkannya.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. Identitas
a. Identitas Pasien
1) Nama inisial : Ny. L
2) No RM : 1760364
3) Usia : 55 Tahun
4) Status perkawinan : Menikah
5) Pekerjaan : IRT
6) Agama : Islam
7) Pendidikan : SLTA/SEDERAJAT
8) Suku : Sunda
9) Alamat rumah : Jl. Pasir Koja Gg Sukapakir Tengah
10) Sumber biaya : BPJS
11) Tanggal masuk RS : 28-04-2019
12) Diagnosa Medis : Post Laparatomi ec Peritonitis Difuse ec Perforasi
Hollow Viscus Perforasi Gaster
b. Identitas Penanggungjawab
1) Nama : Ny. R
2) Umur : 37 Tahun
3) Hubungan dengan pasien : Adik Kandung
4) Pendidikan : SLTA/SEDERAJAT
5) Alamat : Jl. Pasir Koja Gg Sukapakir Tengah
8. Sistem pendengaran
a. Tes Pendengaran
Normal klien dapat mendengar dengan baik ketika diberikan pertanyaan
b. Keluhan nyeri Ya Tidak
c. Luka operasi: Ada Tidak
d. Alat bantu dengar : Klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran
e. Lain-lain : -
3 3
Hematologi
Index Eritrosit
Hemotosis
Kimia
GDS 114 mg/dL <140 Normal
AGD - Elektrolit
pH Rendah
7.33 7.35 7.45 (Basa)
Kimia
Peritoritis Difuse
D. ANALISA DATA
Analisa data
No Symptom Etiologi Problem
- S : 36.9 c
- TD : 113/63 mmHg
- N : 83x/ menit
- RR : 18x/menit
- Fentanyl 25 mg
- Paracetamol 1 gr
- Bibir kering
- TTV
S : 36.9 c
TD : 113/63 mmHg
N : 83x/ menit
RR : 18x/menit
- Fentanyl 25 mg
Paracetamol 1 gr
Ceftriaxone 2 gr
Metronidazole 40 mg
Ds: - Perforasi Gaster Resiko Jatuh
Do: Penatalaksanaan
- Terdapat luka post op pembedahan :
dengan midline Laparatomi eksplorasi
incision. Panjang luka Insisi pembedahan
±20cm, dengan nyeri
Terputusnya
inkontinuitas jaringan
tekan, terdapat
kemerahan. Hal ini merangsang
pengeluaran histamine
- Klien diberikan dan prostaglandin
Fentanyl 25 mg
Terpasang obat
analgetik via IV line
Resiko Jatuh
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan ditandai dengan
adanya luka post op pada abdomen
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan b.d
ketidak mampuan
3. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
adanya luka post op
4. Resiko Infeksi berhbungan dengan adanya luka operasi
5. Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan
F.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Nyeri akut Tupan: 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya 1. Menjadi parameter dasar untuk
berhubungan dengan serangan, faktor pencetus / yang melihat sejauh mana rencana
terputusnya Setelah dilakukan memperberat. Tetapkan skala 0-10. intervensi yang diperlukan dan
kontinuitas jaringan intervensi nyeri akut sebagai evaluasi keberhasilan
ditandai dengan hilang/ berkurang dari intervensi menajemen nyeri
adanya luka post op keperawatan.
pada abdomen
Tupen: 2. Untuk menghilangkan stres
2. Pertahankan tirah baring, posisi semi pada otot-otot punggung.
Setelah dilakukan fowler dengan tulang spinal,
tindakan keperawatan, pinggang dan lutut dalam keadaan
nyeri akut hilang atau fleksi, posisi telentang.
berkurang dengan 3. Meningkatkan asupan O2
kriteria hasil : sehingga akan menurukan
nyeri.
- Klien tidak 3. Ajarkan teknik relaksasi pernafasan
mengeluh nyeri dalam. 4. Istirahat diperlukan selama fase
akut. Disini akan meningkatkan
- Skala nyeri suplai darah pada jaringan yang
berkurang mengalami peradangan.
4. Menajemen lingkungan, lingkungan Lingkungan tenang akan
- Pasien nampak tenang dan batasi pengunjung.
tenang menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan
- TTV normal pengunjung akanmembantu
meningkatkan kondisi O2
- S : 36.9 c
ruangan yang akan berkurang
- TD : 120/80 mmHg apabila banyak pengunjungyang
berada diruangan.
- N : 83x/ menit
5. Analgetik memblok lintasan
- RR : 18x/menit nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.
Fentanyl 25 mg/jam
2. Ketidakseimbangan Tupan: 1. Mengkaji status nutrisi pasien 1. Mempermudah menentukan
nutrisi kurang dari meliputi tanda-tanda vital dan bising intervensi sesuai keadaan pasien
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan usus
berhubungan dengan intervensi nutrisi klien 2. Mengobservasi kebutuhan
b.d ketidak mampuan dapat terpenuhi 2. Mengukur intake dan output pasien nutrisi
- Tidak ada
penurunan BB yang
berarti
- TTV normal
- S : 36.9 c
- TD : 120/80 mmHg
- N : 83x/ menit
- RR : 18x/menit
3 Gangguan Tupan: 1. Monitor kebutuhan klien untuk alat- 1. Untuk pemenuhan ADL klien
Pemenuhan ADL: alat bantu untuk kebersihan diri,
Defisit Perawatan Setelah dilakukan berpakaian, berhias, toileting dan
Diri intervensi ADL klien makan.
dapat terpenuhi 2. Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk 2. Untuk memfasilitasi dan
melakukan self-care. menyemangati juga percaya
Tupen: diri pada pasien dan keluarga
- Oral Hygiene
3. Dorong klien untuk melakukan
Setelah dilakukan
aktivitas sehari-hari yang normal 3. Untuk pemenuhan ADL klien
tindakan keperawatan
sesuai kemampuan yang dimiliki.
defisit perawatan diri
4. Dorong untuk melakukan secara
teratas dengan kriteria
mandiri, tapi beri bantuan ketika
hasil: 4. Untuk pemenuhan ADL klien
klien tidak mampu melakukannya.
1. Klien terbebas - Bantu BAB dan BAK klien
dari bau badan - Bantu membuang balance
2. Menyatakan cairan klien
kenyamanan - Bantu personal hygiene klien
terhadap (di seka)
kemampuan - Menggunting kuku klien
untuk melakukan 5. Ajarkan klien/ keluarga untuk
ADLs mendorong kemandirian, untuk
3. Dapat melakukan memberikan bantuan hanya jika 5. Untuk memberi semangat juga
ADLS dengan pasien tidak mampu untuk percaya diri pada pasien dan
bantuan melakukannya. keluarga
4. Resiko Infeksi Tupan: 1. Bersihkan lingkungan sekitar klien 1. lingkungan yang bersih akan
berhbungan dengan terhindar dari kuman-kuman
adanya luka operasi Setelah dilakukan penyebab infeksi
intervensi tidak terjadi
infeksi 2. mencuci tangan sebelum dan
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah sesudah tindakan dapat
melakukan perawatan pasien lain meminimalkan kotoran-kotoran
Tupen: penyebab infeksi
S : 36.9
TD : 120/80 mmHg
N : 83x/ menit
RR : 18x/menit
5. Resiko Jatuh Tupan: 1. Kaji ulang adanya faktor-faktor 1. Untuk mengetahui faktor-
berhubungan dengan resiko jatuh pada klien faktor resiko jatuh pada klien
kelemahan Setelah dilakukan 2. Modifikasi lingkungan dapat
intervensi resiko jatuh 2. Lakukan modifikasi lingkungan menurunkan resiko jatuh
tidak terjadi agar lebih aman ( memasang pada klien
pinggiran tempat tidur dll) sesuai
hasil pengkajian bahaya jatuh
Tupen: 3. Ajarkan klien tentang upaya 3. Meningkatkan kemandirian
pencegahan cidera ( pasien untuk mencegah risiko
Setelah diakukan
menggunakan pencahayaan yang jatuh
tindakan keperawatan
klien mampu untuk baik, memasang penghalang
menurunkan risiko tempat tidur, menempatkan
jatuh pada diri klien. benda berbahaya di tempat yang
aman
Ditandai dengan: 4. Kolaborasi dengan dokter
untuk memberikan terapi
1. Mengidentifikasi 4. Kolaborasi dengan dokter untuk yang sesuai dengan penyakit
bahaya lingkungan penatalaksanaan vertigo pada yang diderita klien
yang dapat klien
meningkatkan
kemungkinan
cidera
2. Mengidentifikasi
tindakan preventif
atas bahay tertentu
3. Melaporkan
penggunaan cara
yang tepat dalam
melindungi dari
cidera
G.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
S:
O:
A:
P:
S:
O:
A:
P:
S:
O:
A:
P:
S:
O:
A:
P:
S:
O:
A:
P:
S:
O:
A:
P:
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA