Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN

DI RUANG MARWAH 4 RSU HAJI SURABAYA

Inisial pasien : Ny. M


Diagnosa medis : Melena + Anemia
1. Diagnosa keperawatan dan dasar pemikiran
a. Diagnosa keperawatan
DS: klien mengatakan BAB berwarna hitam, perut nyeri, nyeri hilang timbul, nyeri seperti
di remas – remas, tertusuk – tusuk, nyeri saat BAB
DO: klien tampak lemas, BAB berwarna hitam, tampak meringis menahan sakit dan
memegang perut, skala nyeri 4
Diagnosa keperawatan: nyeri akut b/d adanya agen biologis (proses penyakit)
b. Dasar pemikiran
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang
normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan
bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa
faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda.
Enema dilakukan untuk mengobati penyakit ringan seperti sakit perut, kembung;
namun pada perkembangannya digunakan untuk berbagai tujuan yang berbeda seperti
telah diuraikan dalam sejarah dilakukannya tindakan ini. Pada akhirnya setelah ilmu
pengetahuan medis berkembang dengan adanya penelitian dan ditemukannya berbagai
peralatan medis, penggunaan enema saat ini jauh lebih spesifik dari masa awal
keberadaannya.
Manfaat dari enema / huknah adalah :
1) merangsang gerakan usus besar, berbeda dengan laxative. Perbedaan utama
terletak pada cara penggunaannya, laxative biasanya diberikan per oral
sedangkan enema diberikan langsung ke rectum hingga kolon. Setelah seluruh
dosis enema hingga ambang batas daya tampung rongga kolon diberikan,
pasien akan buang air bersamaan dengan keluarnya cairan enema ke dalam
bedpan atau di toilet. , larutan garam isotonik sangat sedikit mengiritasi
rektum dan kolon, mempunyai konsentrasi gradien yang netral. Larutan ini
tidak menarik elektrilit dari tubuh – seperti jika menggunakan air biasa – dan
larutan ini tidak masuk ke membran kolon – seperti pada penggunaan
phosphat. Dengan demikian larutan ini bisa digunakan untuk enema dengan
waktu retensi yang lama, seperti melembutkan feses pada kasus fecal
impaction.
2) Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan operasi
seperti sigmoidoscopy atau colonoscopy. Untuk kenyamanan dan
mengharapkan kecepatan proses tindakan enema dapat diberikan disposibel
enema dengan konsentrasi lebih kental berbahan dasar air yg berisikan sodium
phospat atau sodium bikarbonat.
3) Sebagai jalan alternatif pemberian obat. Hal ini dilakukan bila pemberian obat
per oral tidak memungkinkan, seperti pemberian antiemetik untuk mengurangi
rasa mual, beberapa anti angiogenik lebih baik diberikan tanpa melalui saluran
pencernaan , pemberian obat kanker, arthritis, pada orang lanjut usia yang
telah mengalami penurunan fungsi organ pencernaan, menghilangkan iritable
bowel syndrome menggunakan cayenne pepper untuk squelch iritasi pada
kolon dan rectum dan untuk tujuan hidrasi.
4) Pemberian obat topikal seperti kortikosteroid dan mesalazine yang digunakan
untuk mengobati peradangan usus besar.
5) Pemeriksaan radiologi seperti pemberian barium enema. Enema berisi barium
sulphat , pembilasan dengan air atau saline dilakukan setelah selesai dengan
tujuan untuk mengembalikan fungsi normal dari kolon tanpa komplikasi
berupa konstipasi akibat pemberian barium sulphat.
Enema / huknah dapat diberikan pada pasien dengan Konstipasi, Penggunaan
laxative yang berlebihan, Peningkatan stres psikologis, Ketidaksesuaian diet, Obat-obatan,
Latihan yang tidak cukup, Umur (manula), Proses penyakit, Impaksi Feses (tertahannya
feses), Diare yang bersama dengan konstipasi, Persiapan pre operasi, Untuk tindakan
diagnostik misalnya pemeriksaan radiologi pemeriksaan radiologi seperti colonoscopy,
endoscopy, dan pada Pasien dengan melena
Enema / huknah tidak bisa diberikan pada pasien dengan Irigasi kolon tidak boleh
diberikan pada pasien dengan diverticulitis, ulcerative colitis, Crohn’s disease, post
operasi, pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, keadaan patologi
Tipe-tipe enema dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan menurut cara kerjanya:
cleansing (membersihkan), carminative (untuk mengobati flatulence), retensi (menahan),
dan mengembalikan aliran.
Pemberian enema merupakan prosedur yang relatif mudah untuk klien. Bahaya
utamanya adalah iritasi sabun dan efek negatif dari larutan hypertonik atau hipotonik.
Pada cairan tubuh dan elektrolit, larutan hipertonik seperti larutan phosphate dari beberapa
enema siap pakai menyebabkan sedikit iritasi pada membran mukosa menyebabkan cairan
tertarik ke dalam kolon dari jaringan sekitar. Proses ini disebut osmosis. Karena hanya
sebagian kecil cairan yang diambil, rasa nyaman tertahan untuk 5-7 menit dan secara
umum di luar dari manfaat ini. Bagaimanapun, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
dapat terjadi, terutama pada anak di bawah 2 tahun larutan ini bisa menyebabkan
hypokalsemia dan hyperphosphatemia.
Pemberian hipotonik yang berulang seperti enema berbentuk kran, dapat
mengakibatkan absorpsi volume darah dan dapat mengakibatkan intoksikasi air. Untuk
aliran ini, beberapa agency kesehatan membatasi pemberian enema berbentuk kran. Ini
adalah perhatian yang istimewa ketika permintaan pemasangan enema sampai kembali
bersih harus jelas, contohnya pemeriksaan pendahuluan visual usus besar. Larutan
hipotonik juga dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada klien dengan penurunan
fungsi ginjal atau gagal jantung akut tindakan keperawatan yang dilakukan dengan
melakukan pemberian terapi huknah gliserin
2. Prinsip-prinsip tindakan
Pemberian huknah gliserin adalah memasukkan cairan melalui anus ke dalam kolon sigmoid
dengan menggunakan spuit gliserin
Persiapan Alat :
a. Selimut mandi atau kain penutup
b. Perlak/pengalas
c. Spuit gliserin
d. Bengkok
e. Gliserin dalam tempatnya yang direndam air panas
f. Mangkok kecil
g. Pispot
h. Sampiran
i. Tissue
j. Waslap
k. Waskom
l. Handuk
m. Sabun
Prosedur Pelaksanaan :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
b. Pasang sampiran
c. Pasang selimut mandi dan tarik selimut tidur
d. Lepas pakaian bawah
e. Atur posisi
Anak/infant: dorsal recumbent dibawahya diberi pispot
f. Teteskan gliserin ke punggung tangan untuk memeriksa kehangatan kemudian
tuangkan ke mangkok kecil
g. Isi spuit gliserin 10-20cc dan keluarkan udara
h. Pada pasien posisi miring dorong pantat ke atas dengan tangan kiri dan tangan kanan
memasukkan spuit perlahan-lahan sampai ke rectum dan pasang bengkok
i. Masukkan spuit gliserin 7-10cm dewasa dan 5-7,5 cm untuk anak-anak
j. Masukkan gliserin perlahan-lahan sambil menganjurkan pasien untuk tarik nafas
panjang dan dalam
k. Spuit dicabut letakkan dalam bengkok
l. Membantu pasien BAB
m. Ambil pispot
n. Bersihkan daerah perianal klien yang BAB di atas pispo
o. Tarik alas dan perlak
p. Ganti selimut mandi dengan selimut tidur
q. Pakai pakaian bagian bawah
r. Buka sampiran
s. Rapikan alat kemudian cuci tangan
t. Dokumentasikan warna dan konsistensi feses, kaji adanya distensi abdomen
3. Analisa tindakan keperawatan
Tujuan dari diberikannya huknah gliserin adalah untuk merangsang buang air besar dengan
merangsang peristaltik usus dan mengosongkan usus serta membersihkan sisa – sisa feses
yang masih tertahan.
4. Bahaya yang dapat terjadi
a. Jika menggunakan larutan terlalu hangat akan membakar mukosa usus dan jika larutan
terlalu dingin akan menyebabkan kram abdomen
b. Jika klien memiliki kontrol sfingter yang buruk maka tidak akan mampu menahan
larutan enema.
5. Hasil yang didapat dan maknanya
S: Klien mengatakan BAB masih hitam, perut sudah tidak begitu nyeri, frekuensi nyeri sudah
mulai jarang
O: BAB masih hitam, klien tampak lebih rileks dari sebelumnya, skala nyeri 3
A: Masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan dengan Anjurkan pasien untuk tenang, monitor nyeri, monitor BAB,
kolaborasi dalam pemberian analgesik
6. Tindakan keperawatan lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi diagnosa di atas (mandiri
dan kolaboratif)
a. Bersama ahli gizi memberikan terapi diet
b. Pantau asupan makanan dan cairan
c. Pemberian analgesic
d. Monitor BAB dan nyeri
7. Evaluasi diri
Dalam penempatan alat (pispot) kurang efektif dikarenakan kondisi klien yang lemas, dan
tidak kuat untuk menahan pispot sehingga kotoran yang keluar mengenai sprai dan baju
klien.
8. Kepustakaan
1. Endyarni, Bernie. 2004. Konstipasi Fungsional. Sari Pediatri Vol. 6 No. 2: 75-80
2. Wald A. 2000. Advance in gastroenterology: Constipation. Med Clin North Am:84

3. Kusyati, Eni. 2003. Ketrampilan dan Prosedur Ketrampilan Dasar. Semarang: Kilat Press

4. Potter, P.A, & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC

Oleh :

Siti Romadhoni
P 27220019 238

Anda mungkin juga menyukai