Anda di halaman 1dari 29

Laporan Pendahuluan

Lontara 4 Atas Belakang


RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar

KOLESTASIS

OLEH :

MIFTAHUL JANNAH

R014172038

CI LAHAN CI INSTITUSI

[ ] [ ]

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I KONSEP MEDIS...................................................................................................1
A. Defenisi..................................................................................................................1
B. Etiologi...................................................................................................................1
C. Manifestasi Klinik..................................................................................................4
D. Komplikasi.............................................................................................................5
E. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................6
F. Pentalaksanaan.......................................................................................................9
KONSEP KEPERAWATAN.........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................29
PENYIMPANGAN KDM KOLESTASIS....................................................................31

ii
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Defenisi

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum


dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral
dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari
segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam
empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan
jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya
timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier (Arief, 2010).
Empedu dari saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan
aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer, 2010).
Lemone, Burke & Bauldoff (2016) dalam bukunya mengatakan
kolestasis adalah pembentukan batu (kalkuli atau batu empedu) di dalam
kandung kemih atau sistem saluran empedu. Normalnya empedu dibentuk oleh
hati dan disimpan dalam kandung empedu. Empedu terdiri atas garam empedu,
bilirubin, air, elektrolit, kolestrol, asam lemak dan lesitin.

B. Etiologi

Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis


dan ekstrahepatic cholestasis.
1. Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang
terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati,
biliary cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis
sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang
menginduksi cholestasis.
2. Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu,
cista, striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor
pada pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis
sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu penyebab paling

1
umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir
mungkin juga hasil dari infeksi.

Selain kedua penyebab diatas sumber lain menyebutkan beberapa


penyebab dan factor risiko terjadinya kolestasis sebagai berikut. faktor
risiko dan patogenesis untuk kolesistitis umumnya akan berbeda-beda
menurut jenis batu empedu (batu kolesterol dan batu pigmen)
1. Batu kolesterol
Batu kolesterol berhubungan dengan sejumlah faktor risiko, antara lain
adalah:
a. Jenis kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki
dengan perbandingan 4:1. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat
untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini
dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu ( Bloom &
Katz, 2016)
b. Obesitas
Sindroma metabolik terkait obesitas, resistensi insulin, diabetes
mellitus tipe II, hipertensi, dan hiperlipidemia berhubungan dengan
peningkatan sekresi kolesterol hepar dan merupakan faktor risiko
utama untuk terbentuknya batu kolesterol ( Bloom & Katz, 2016).
c. Kehamilan
Batu kolesterol lebih sering ditemukan pada wanita yang sudah
mengalami lebih dari satu kali kehamilan. Faktor utama yang
diperkirakan turut berperan pada risiko ini adalah tingginya kadar
progesteron selama kehamilan. Progesteron dapat mengurangi
kontraktilitas kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya
retensi yang lebih lama dan pembentukan cairan empedu yang
lebih pekat di dalam kandung empedu (Bloom & Katz, 2016).

2
d. Stasis cairan empedu
Penyebab lain dari stasis kandung empedu yang berhubungan
dengan peningkatan risiko batu empedu meliputi cedera medula
spinalis, puasa jangka panjang dengan pemberian nutrisi parenteral
total saja, serta penurunan berat badan cepat akibat restriksi kalori
dan lemak yang berat (seperti diet, operasi gastric bypass). Serta
dapat pula terjadi akibat Penyebab tersering obstruksi duktus oleh
batu empedu (Bloom & Katz, 2016; Sjamsuhidayat, 2005).
e. Obat-obatan
Terdapat sejumlah obat yang berhubungan dengan pembentukan
batu kolesterol. Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau
terapi kanker prostat dapat meningkatkan risiko batu kolesterol
dengan meningkatkan sekresi kolesterol empedu. Clofibrate dan
obat hipolipidemia fibrat lain dapat meningkatkan eliminasi
kolesterol hepar hepatik melalui sekresi biliaris dan nampaknya
dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu kolesterol. Analog
somatostatin nampak menjadi predisposisi terbentuknya baru
empedu dengan mengurangi proses pengosongan batu empedu
(Bloom & Katz, 2016).
f. Faktor keturunan
Penelitian pada kembar identik dan fraternal menunjukkan bahwa
sekitar 25% kasus batu kolesterol memiliki predisposisi genetik.
Terdapat sekurangnya satu lusin gen yang berperan dalam
menimbulkan risiko ini. Dapat terjadi suatu sindroma kolelitiasis
terkait kadar fosfolipid yang rendah pada individu dengan
defisiensi protein transport bilier herediter yang diperlukan untuk
sekresi lecithin (Poupon & Osmorduc, 2013).
2. Batu pigmen hitam dan coklat (Bloom & Katz, 2016)
Batu pigmen hitam umumnya terbentuk pada individu dengan
metabolisme heme yang tinggi. Kelainan hemolisis yang berhubungan
dengan batu pigmen meliputi anemia sel sabit, sferositosis herediter,
dan beta-thalassemia. Pada sirosis, hipertensi portal dapat

3
menyebabkan terjadinya splenomegali. Hal ini kemudian akan
menyebabkan sekuestrasi sel darah merah dan menyebabkan terjadinya
peningkatan metabolisme hemoglobin. Sekitar separuh dari semua
pasien sirosis nampak memiliki batu pigmen.
Batu pigmen coklat dapat terbentuk bila terjadi stasis
intraduktal disertai kolonisasi bakteri kronik cairan empedu. Di
Amerika Serikat, kombinasi ini paling sering ditemukan pada pasien
dengan striktura biliaris paska-pembedahan atau kista koledokus. Di
daerah pertanian Asia Timur, infestasi cacing saluran empedu dapat
menyebabkan striktura biliaris dan memicu terbentuknya batu pigmen
coklat di seluruh saluran bilier intrahepatik dan ekstrahepatik.
Kelainan ini, yang disebut sebagai hepatolithiasis, dapat menyebabkan
kolangitis rekuren dan menjadi predisposisi terjadinya sirosis biliaris
dan kolangiosarkoma.

C. Manifestasi Klinik

Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena


keadaan-keadaan:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
a. Tinja akolis/hipokolis
b. Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif
c. Urobilin dalam air seni negatif
d. Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
e. Steatore
f. Hipoprotrombinemia
2. Akumulasi empedu dalam darah
a. Ikterus
b. Gatal-gatal
c. Hiperkolesterolemia
3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
a. Anatomis
1) Akumulasi pigmen

4
2) Reaksi peradangan dan nekrosis
b. Fungsional
1) Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil
transpeptidase meningkat)
2) Transaminase serum meningkat (ringan)
3) Gangguan ekskresi sulfobromoftalein
4) Asam empedu dalam serum meningkat

D. Komplikasi

1. Kolesistitis akut
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut
adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding
kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung
empedeu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis
cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu
empedu (kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana stasis di duktus sistikus
dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan
banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekaan cairan empedu,
kolesterol, prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung
empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
Kolesistitis akut kalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat
cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan
karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu atau
merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan
diabetes mellitus.
2. Kolesistitis kronik
Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis dan lebih
sering timbul perlahan- lahan, penderita yang memiliki resiko tinggi
terkena komplikasi kronik pada setiap bentuk kolestatis neonatus.

5
E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan fisik:
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila
kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan
pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi
bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin
yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan
sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm
dibawah arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati
yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya
fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan
sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri
tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson
karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti
hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai.
Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan
fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu
diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya
peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada
neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan
mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan
organ lain (Arief, 2010)
2. Pemeriksaan diagnostik:
Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus
dibuktikan apakah ada kelainan hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan
yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah:

a. Hapusan darah tepi


b. Bilirubin dalam air seni
c. Sterkobilinogen dalam air seni
d. Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT,
alkali fosfatase serta serum protein

6
Bila ada bukti keterlibatan hepar maka dilakukan tahap
berikutnya untuk membuktikan:

a. Kelainan intra/ekstrahepatal
b. Mencari kemungkinan etiologi
c. Mengidentifikasi kelainan yang dapat diperbaiki/diobati

Pemeriksaan yang dilakukan adalah:

a. Terhadap infeksi/bahan toksik


b. Terhadap kemungkinan kelainan metabolik
c. Mencari data tentang keadaan saluran empedu

Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah:

a. Virus:
1) Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta
2) TORCH
3) Virus lain: EBV, Coxsackie’s B, varisela-zoster
b. Bakteri:
Terutama bila klinis mencurigakan infeksi kuman leptospira, abses
piogenik
c. Parasit:
Toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid, bahan toksik,
terutama obat/makanan hepatotoksik
Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting:
a. Galaktosemia, fruktosemia
b. Tirosinosis: asam amino dalam air seni
c. Fibrosis kistik
d. Penyakit Wilson
e. Defisiensi alfa-1 antitripsin

Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan:

a. Rose Bengal Excretion (RBE)


b. Hida Scan
c. USG
d. Biopsi Hepar

Bila dicurigai ada suatu kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan


kolangiografi.

Dalam buku keperawatan medikal bedah gangguan gastrointestinal


pemeriksaan diagnostic dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan

7
dan lokasi baru, mengidentifikasi kemungkinan komplikasi dan
membantu membedakan penyakit kandung empedu dari penyakit lain.
[ CITATION LeM16 \l 1033 ]

1. Bilirubin serum. Peningkatan bilirubin direk (terkonjugasi) dapat


mengindikasikan obstruksi aliran empedu dalam system ductus
empedu. Ketika kadar bilirubin serum diperoleh, hasilnya biasanya
dilaporkan sebagai kadar bilirubin total, bilirubin direk dan
bilirubin indirek. Sebagian besar bilirubin dibentuk dari
hemoglobin, saat sel darah merah tua atau abnormal dikeluarkan
dari sirkulasi dan dihancurkan. Bilirubin kemudian berikatan
dengan protein dan dikirim ke hati. Bilirubin yang berikatan
dengan protein ini disebut bilirubin indirek atau tidak terkonjugasi.
Setelah tiba di hati, bilirubin akan terpisah dari protein dan berubah
menjadi bentuk larut air, disebut bilirubin direk atau terkonjugasi.
Bilirubin terkonjugasi kemudian diekskresikan di dalam empedu.
a. Bilirubin total (serum) mencakup bentuk indirek dan direk.
Pada orang dewasa, bilirubin total normal adalah 0,1-1,2
mg/dL. Kadar bilirubin total meningkat ketika lebih banyak
bilirubin yang diproduksi (misalnya, hemolysis sel darah
merah), atau ketika metabolisme atau ekskresinya terganggu
(misalnya, penyakit liver atau obstruksi empedu).
b. Kadar bilirubin direk (terkonjugasi), normalnya 0,1-0,3
mg/dL pada orang dewasa, meningkat ketika ekskresinya
terganggu oleh obstruksi di dalam hati (misalnya, sirosis,
hepatitis, pajanan terhadap hepatoksin) atau di dalam
system empedu.
c. Kadar bilirubin indirek (tidak terkonjugasi), normalnya <1,0
mg/dL pada orang dewasa, meningkat pada hemolysis sel
darah merah (misalnya, penyakit sel sabit atau reaksi
transfuse).
2. Hitung darah lengkap dapat menunjukkan kenaikan hitung sel
darah putih ketika terjadi inflamasi dan infeksi.

8
3. Amilase dan lipase serum diperiksa untuk mengidentifikasi
kemungkinan pankreatitis terkait obstruksi ductus komunis
4. Ultrasonografi pada kandung empedu merupakan pemeriksaan non-
invasif yang dapat secara akurat mendiagnosis kolelitiasis dengan
keakuratan lebih dari 95%. Pemeriksaan ini dapat digunakan juga
untuk mengkaji pengosongan kandung empedu.
5. Rontgen abdomen (bagian abdomen yang datar) dapat
menunjukkan batu empedu yang memiliki kandungan kalsium yang
tinggi.
6. Scan kandung empedu (misalnya, scan HIDA, DIDA, atau
DISIDA) menggunakan larutan radioaktif via intravena yang secara
cepat diekstraksi dari darah dan diekskresi ke dalam percabangan
empedu untuk mendiagnosis obstruksi saluran sistik dan kolesistitis
akut atau kronik.

F. Pentalaksanaan

Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran


empedu ke dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi
pedoman dalam penatalaksanaannya, yaitu:
1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan
aliran empedu.
2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis.
3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya
keadaan fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar.
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan
pertumbuhan.
5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat
mengganggu/merusak hepar

Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:

1. Tindakan medis
a. Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin,
ursodioxy cholic acid (UDCA).
b. Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium
chain triglyceride) karena malabsorbsi lemak.
c. Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)

9
2. Tindakan bedah
Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan
saluran empedu yang ada.
a. Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure)
diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan
menyambungkan usus halus langsung dari hati untuk menggantikan
saluran (Nezer, 2010).
b. Kolesistektomi
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih
diperdebatkan, apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau
ditunggu 6- 8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaaan umum
pasien lebih baik. Kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin
perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami
komplikasi kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis
emfisematosa atau perforasi. Pada kasus kolesistitis akut
nonkomplikata, hampir 30 % pasien tidak berespons terhadap terapi
medis dan perkembangan penyakit atau ancaman komplikasi
menyebabkan operasi perlu lebih dini dilakukan (dalam 24 sampai 72
jam) (Wilson, Gluud, & Davidson, 2016).
3. Terapi konservatif
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk
kolestasis akut dankomplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi
di rumah sakit sebelumkolesistektomi. Pengobatan umum termasuk
istirahat total, perbaiki status hidrasi pasien, pemberian nutrisi parenteral,
diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin
dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting
untuk mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia.
Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai
untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis
akut seperti E. Coli, Strep. faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien
diabetes dan pada pasien yang memperlihatkan tanda sepsis gram negatif,

10
lebih dianjurkan pemberian antibiotik kombinasi (Poupon & Osmorduc,
2013).

11
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a) Data biologis meliputi:
Identitas klien, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat
b) Data subjektif dan Obyektif
Bagaimana nafsu makan klien?
Berapa kali klien makan dalam sehari?
Banyaknya makanan dalam satu kali makan?
Apakah ada mual muntah?
Bagaimana pola eliminasinya?
Apakah ada anoreksia?
Apakah ada rasa nyeri pada daerah hepar?
Apakah ada gatal-gatal pada seluruh tubuh (pruritus)?
Bagaimanakah warna fesesnya?
Bagaimanakah warna urinnya?
c) Riwayat kesehatan
Apakah ada tanda-tanda infeksi dahulu pada ibu? Apakah ibu pernah
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus pada?
d) Riwayat kesehatan sekarang, pada umumnya masuk dengan nyeri akut dan
ikterik
e) Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita kolestasis, maka kemungkinan
besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik.

2. Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan
dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi
keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain. Pengkajian secara umum
dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status
kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen,
eksteremitas, dan genita-urinaria.
Pemeriksaan fisik abdomen antara lain:
a) Inspeksi
Lihat keadaan klien apakah kurus, ada edema pada muka atau kaki
Lihat warna rambut, kering dan mudah dicabut
Mata cekung dan pucat
Lihat warna kulit pasien ada warna kuning atau tidak
Lihat seluruh tubuh pasien ada bekas garukan karena gatal-gatal atau tidak

12
b) Auskultasi
Dengar denyut jantung apakah terdengar bunyi S1, S2, S3 serta S4
Dengarkan bunyi peristaltik usus
Bunyi paru – paru terutama weezing dan ronchi
c) Perkusi
Perut apakah terdengar adanya shitting duilnees
Bagaimana bunyinya pada waktu melakukan perkusi
d) Palpasi
Hati: bagaimana konsistensinya, kenyal, licin dan tajam pada
permukaannya, berapa besarnya dan apakah ada nyeri tekan
Limpa : apakah terjadi pembesaran limpa
Tungkai : apakah ada pembesaran pada tungkai

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi kandung empedu,
obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan/nekrosis
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi inadequat
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif (diare)
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolik dan
gangguan pigmentasi.
5. Risiko infeksi
6. Risiko gangguan fungsi hati
7. Ikterik

13
C. Perencanaan Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosis Keperawatan: Definisi:

Nyeri akut Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau
yang digambarkan sebagai kerusakan (international Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi

Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

 Bukti nyeri dengan  Kontrol nyeri Pengaturan posisi


menggunakan standar  Tingkat nyeri
daftar periksa nyeri untuk 1. Berikan posisi yang tidak menyebabkan nyeri bertambah
 Kepuasan klien: manajemen nyeri
pasien yang tidak dapat 2. Tinggikan kepala tempat tidur
 Nyeri:respon psikologis tambahan
mengungkapkannya 3. Posisikan pasien ntuk meningkatkan drainase urin
 Nyeri: efek yang menggangggu
(mis., Neonatal Infant 4. Meminimalisir gesekan dan cedera ketikan memposisikan
 Integritas kulit dan membran mukkosa
Pain Assessment atau membalikkan tubuh pasien
 Perfusi jaringan 5. Jangan berikan posisi yang dapat menyebabkan
Checklist for Senior with
 Penyembuhan luka:primer penekananpada luka.
Limited abiity tu
 Penyembuhan luka : sekunder
Communicate)
Setelah dilakukan intervensi selama 4x24 jam nyeri berkurang Terapi relaksasi
 Diaforesis
atau teratasi dengan kriteria hasil:
 Dilatasi pupil 1. minta klien untuk rileks
 Ekspresi wajah nyeri klien dapat 2. gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis
 Fokus menyempit relaksasi yang tersebut. (....)
 Fokus pada diri sendiri 1. mengenali kapan terjadi nyeri 3. ajarkan teknik relaksasi napas dalam
 Keluhan tentang 2. mengenali faktor penyebab nyeri 4. Ciptakan lingkungan yang tenang
karakteristik nyeri 3. melaporkan nyeri terkontrol 5. Berikan waktu yang tidak terganggu
dengan menggunakan 4. melaporkan jika mengalami nyeri
5. mengambil tindakan untuk mengurangi nyeri Pemijatan
standar instrumen nyeri
( mis., McGill Pain 6. melakukan manajemen nyeri sesuai dengan keyakinan
budaya 1. Kaji keinginan klien untuk dilakukan pemijatan
Questionnaire, Brief Pain

14
Inventory) 7. mengatasi gangguan hubungan interpersonal 2. Cuci tangan dengan air hangat
 Laporan tentang perilaku 8. menikmati hidup 3. Gunakan lotion, minyak hangat, bedak kering
nyeri/perubahan aktivitas 9. mengatasi kekhawatiran terkait toleransi nyeri 4. Pijat secara terus-menerus, halus, usapan yang panjang,
(mis., anggota keluarga, 10. mengatasi kekhawatiran membebani orang lain meremas, atau getakan di telapak kaki
pemberi asuhan) 11. mengatasi ketakutan terhadap nyeri yang tidak bisa ditahan5. Sesuaikan area pemijatan, teknik dan tekanan sesuai
 Megekspresikan perilaku 12. Mengatasi ketakutan terhadap prosedur dan alat persepsi kenyamanan pasien.
(mis., gelisah, merengek, 13. mengatasi rasa marah terhdapat dampak nyeri yang 6. Dorong klien melakukan nafas dalam dan rileks selama
menangis, waspada) menyebabkan ketidakmampuan pemijatan.
 Perilaku distraksi 14. lesi pada kulit dan membran mukosa berkurang
15. suhu dalam batas normal (36-37,5 C) Terapi musik
 Perubahan pada
parameter fisiologis 16. kulit wajah tidak pucat
1. Pertimbangkan minat klien terhadap musik
 Perubahan posisi untuk 17. peradangan pada luka berkurang
2. Identifikasi musik yang disukai
menghindari nyeri 18. menunjukkan terjadi pembentukan bekas luka
3. Menginformasikan individu mengenai tujuan
 Perubahan selera makan 19. terdapat jaringan granulasi
4. Pilih musik yang disukai klien
20. eritema disekitar luka
 Putus asa 5. Bantu klien untuk menentukan posisi nyaman
 Sikap melindungi area 6. Paastikan volume musikadekuat dan tidak terlalu keras
nyeri 7. Hindari stimuli musik setelah cedera kepala
 Sikap tubuh melindungi
 Agen cedera biologis pemberian obat
 Agen cedera fisik
1. Kaji adanya riwayat alergi terhadap obat tertentu
 Agen cedera kimiawi 2. Pastikan mengikuti prinsip 6 benar pemberian obat
3. Cek tanggal kadaluarsa obat
4. Monitor respon klien

Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan: Definisi:
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Asupan Nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
kebutuhan
Batasan Karakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Status nutrisi: Asupan makanan dan Manajemen nutrisi

15
1. Berat badan 20% atau lebih di bawah cairan: 1. tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien)
rentang berat badan ideal 1. asupan makanan secara oral untuk memenuhi kebutuhan gizi
2. Bising usus heperaktif 2. asupan makan secara tube feeding 2. identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang
3. Ketidakmampuan memakan 3. asupan cairan secara oral dimiliki pasien
makanan 4. asupan nutrisi parenteral 3. tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi
4. Kurang minat pada makanan pasien
5. Nyeri abdomen Status nutrisi: Asupan nutrisi: 4. instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (yaitu:
6. Penurunan berat badan dengan membahas pedoman diet dan piramida makanan
1. asupan kalori
asupan makan adekuat 5. bantu pasien dalam menentukan pedoman atau piramida
2. asupan protein
makanan yang paling cocok dalam memenuhi
3. asupan lemak
7. Related Factors kebutuhan nutrisi dan preferensi (misalnya, piramida
4. asupan karbohidrat
8. External makanan vegetarian, piramida panduan makanan, dan
5. asupan serat
9. Faktor biologis piramida makanan unuk lanjut usia lebih dari 70 )
6. asupan vitamin
10. Gangguan psikososial 6. tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
7. asupan mineral
11. Ketidakmampuan makan dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
8. asupan zat besi
12. Ketidakmampuan mencerna 7. berikan pilihan makanan sambil menawarkan
9. asupan kalsium
makanan bimbingan terhadap pilihan makanan yang lebih sehat,
10. asupan natrium
jika diperlukan
8. atur diet yang diperlukan (yaitu: menyediakan makanan
protein tinggi, menyarankan menggunakan bumbu dan
rempah-rempah sebagai alternatif untuk garam,
menyediakan pengganti gula, menambah atau
mengurangi kalori, menambah atau mengurangi
vitamin, mineral, atau suplemen)
9. lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan
mulut sebelum makan
10. pastikan pasien menggunakan gigi palsu yang pas,
dengan cara yang tepat
11. beri obat-obatan sebelum makan (misalnya, penghilang
rasa sakit, antiemetik), jika diperlukan
12. anjurkan pasien untuk duduk posisi tegak di kursi, jika
memungkinkan
13. anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit
pasien sementara pasien berada di rumah sakit atau
fasilitas perawatan, yang sesuai
14. anjurkan pasien mengenai modifikasi diet yang
diperlukan (misalnya, NPO, cairan bening, cairan
penuh, lembut, dan diet sesuai toleransi)

16
15. anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk
kondisi sakit (yaitu: untuk pasien dengan penyakit
gimjal, pembatasan natrium, kalium, protein, dan
cairan)
16. pastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan
serat untuk mencegah konstipasi
17. monitor kalori dan asupan makanan
18. monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan
kenaikan berat badan
19. anjurkan pasien untuk memantau kalori dan intake
makanan (misalnya, buku harian makanan)
20. dorong untuk melakukan bagaimana cara menyiapkan
makanan dengan aman dan teknik-teknik pengawetan
makanan.

RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan: Definisi :

Kekurangan volume cairan. Penurunan cairan intravaskular, interstisial dan atau intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa
perubahan kadar natrium.

Batasan karakteristik Tujuan dan Kriteri Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1. Haus. Tujuan : Manajemen perdarahan


2. Kelemahan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam, 1. Monitor dan catat nilai hemoglobin dan hematokrit
3. Kulit kering. kebutuhan cairan pasien menjadi adekuat dengan kriteri pasien.
4. Membran mukosa kering. hasil : 2. Berikan produk penggantian darah.
5. Peningkatan frekuensi NOC : 3. Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan
nadi. perdarahan.
6. Peningkatan hematokrit. Keseimbangan cairan 4. Instruksikan pasien untuk meningkatkan makanan yang
7. Peningkatan konsentrasi 1. TTV dalam batas normal. kaya akan vitamin K.
urin. 2. Turgor kulit normal.
8. Peningkatan suhu tubuh. 3. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam. Manajemen hipovolemi
9. Penurunan berat badan 4. Membran mukosa lembab. 1. Monitor adanya tanda – tanda dehidrasi.

17
tiba – tiba. 2. Monitor adanya sumber – sumber kehilangan cairan.
10. Penurunan haluaran urin. Eliminasi urin 3. Jaga kepatenan IV.
11. Penurunan pengisian 1. Pola eliminasi tidak terganggu.
vena. 2. Karakteristik urin normal (jumlah, warna, Manajemen cairan/elektrolit
12. Penurunan tekanan darah. kejernihan). 1. Monitor TTV.
13. Penurunan tekanan nadi. 2. Berikan serat yang diresepkan untuk pasien dengan selang
14. Penurunan turgor kulit. Keparahan kehilangan darah makan untuk mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit
15. Perubahan status mental. 1. Tidak terdapat hematuria. melalui diare,
16. Penurunan volume nadi. 2. Kulit dan membran mukosa pucat. 3. Pastikan bahwa larutan IV yang mengandung elektrolit
17. Penurunan turgor lidah. 3. Hb dan Hematokrit dalam batas normal. diberikan dengan aliran yang konstan.
4. Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
Faktor yang berhubungan : Eliminasi usus keseimbangan cairan (hematokrit, BUN, albumin, dll).
a. Kegagalan mekanisme 1. Pola eliminasi tidak terganggu.
regulasi. 2. Kontrol gerakan usus normal. Manajemen elektrolit : hiponatremia
b. Kehilangan cairan aktif. 3. Suara bising usus normal. 1. Monitor nilai natrium pasien.
2. Monitor manifestasi gastrointestinal akibat hiponatremia
Keparahan hiponatremia (mukosa kering, hiposalivasi, anoreksia, mual dan
1. Tidak ada penurunan berat jenis urin. muntah, kram abdomen dan diare).
2. Tidak ada anoreksia, mual dan muntah. 3. Monitor fungsi ginjal.
3. Tidak terdapat kram otot, pusing, kejang dan edema. 4. Batasi asupan cairan sebagai penanganan pertama paling
Status nutrisi : asupan makanan & cairan aman pada hiponatremia.
1. Intake makanan dan cairan melalui oral maupun 5. Monitor cairan parenteral untuk mengetahui apakah berisi
parenteral tetap adekuat. kandungan natrium.

Perawatan selang : gastrointestinal


1. Monitor adanya sensasikenyang, mual dan muntah.
2. Monitor bising usus.
3. Monitor status cairan dan elektrolit.

RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan: Definisi Nanda International :
Kerusakan Integritas Kulit Perubahan pada epidermis dan atau dermis

18
Batasan Karakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Integritas jaringan: Kulit dan Membran Mukosa: Perawatan Tirah Baring
1. kerusakan integritas kulit 1. suhu kulit 1. Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring
2. foreing matter piercing skin 2. sensasi 2. Tempatkan matras atau kasur terapeutik
3. elastisitas dengan cara yang tepat.
Related Factors 4. hidrasi 3. posisikan sesuai body alignment yang tepat.
External 5. keringat 4. Hindari menggunakan kain linen kasur yang
1. chemical injury agen t (e,g., terbakar, 6. tekstur teksturnya kasar.
capsaicin, methylene chloride, mustard 7. ketebalan 5. Jaga kain linen kasur tetap bersih, kering dan
agent) 8. perfusi jaringan bebas kerutan.
2. extremes of age 9. pertumbuhan rambut pada kulit 6. Aplikasikan papan untuk kaki di tempat tidur
3. kelembapan 10. integritas kulit pasien.
4. Hyperthermia 11. pigmentasi upnormal 7. Gunakan alat di tempat tidur yang melindungi
5. Hypothermia 12. lesi pada kulit pasien.
6. Faktor mekanis (seperti gaya geser, 13. lesi mukosa membran 8. Aplikasikan alat untuk mencegah terjadinya
tekanan, imobilitas fisik) 14. jaringan parut footdrop.
7. Moisture 15. eritema 9. Tinggikan teralis tempat tidur, dengan cara
8. Agen farmaseutikal 16. nekrosis yang tepat.
9. Terapi radiasi 17. pengelupasan kulit 10. Letakkan alat untuk memposisikan tempat
tidur dalam jangkauan yang mudah.
Internal Respon alergi: Lokal 11. Letakkan lampu panggilan berada dalam
1. Perubahan volume cairan 1. Nyeri sinus jangkauan pasien.
2. Perubahan metabolism 2. Nyeri kepala 12. Letakkan meja di samping tempat tidur berada
3. Perubahan pigmentasi 3. Konjungtivitis dalam jangkauan pasien.
4. Perubahan sensasi (akibat dari spinal cord 4. Lakrimasi (pengeluaran air mata berlebihan) 13. Tempelkan trapeze [segi tiga] di tempat tidur,
injury, diabetes mellitus, etc) 5. Rhinitis dengan cara yang tepat.
5. Perubahan turgor kulit 6. Bersin 14. Balikkan pasien, sesuai kondisi kulit.
6. Perubahan hormone 7. Sekresi mukosa 15. Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi
7. Imunodefisiensi 8. Edema sirkumoral paling tidak setiap 2 jam, sesuai dengan
8. Kerusakan sirkulasi 9. Edema periorbital jadwal yang spesifik.
9. Nutrisi tidak adekuat 10. Rasa gatal setempat (lokal) 16. Monitor kondisi kulit pasien.
10. Tekanan berlebihan pada bagian tubuh 11. Ruang kulit setempat (lokal) 17. Ajarkan latihan di tempat tidur, dengan cara
yang menonjol 12. Eritema setempat (lokal) yang tepat.
13. Peningkatan suhu kulit setempat 18. Fasilitasi penggiliran kecil dari berat badan.
14. Nyeri setempat 19. Bantu menjaga kebersihan (misalnya, dengan
15. Granuloma setempat menggunakan deodorant atau parfum)
20. Aplikasikan aktifitas sehari-hari.
Penyembuhan Luka: Primer 21. Berikan stoking antiembolo.

19
1. Memperkirakan kondisi kulit 22. Monitor komplikasi dari tirah baring
2. Memperkirakan kondisi tepi luka (misalnya, kehilangan tonus otot, nyeri
3. Pembentukan bekas luka punggung, konstipasi, peningkatan stress,
4. Drainase purulent depresi, kebingungan, perubahan siklus tidur,
5. Drainase serosa infeksi saluran kemih, kesulitan dalam
6. Drainase sanguinis berkemih, pneumonia).
7. Drainase serosanguinis
8. Drainase sanguinis dari drain Perlindungan infeksi
9. Drainase sero sanguinis dari drain 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
10. Eritema kulit di sekitarnya sistematik dan lokal.
11. Lebab di kulit di sekitarnya 2. Monitor kerentanan terhadap energi.
12. Periwound edema 3. Tinjau riwayat dilakukannya perjalanan
13. Peningkatan suhu kulit internasional dan global.
14. Bau luka busuk 4. Monitor hitung mutlak granulosit, WBC, dan
hasil-hasil diferensial.
5. Ikuti tindakan pencegahan neutropenia, yang
sesuai.
6. Batasi jumlah pengunjung, yang sesuai.
7. Hindari kontak dekat dengan hewan
peliharaan dan penjamu dengan imunitas yang
membahayakan (immune-compromised).
8. Skrining semua pengunjung terkait penyakit
menular.
9. Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko.
10. Pertahankan teknik-teknik isolasi, yang
sesuai.
11. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area
yang mengalami edema.
12. Periksa kulit dan selaput lendir untuk adanya
kemerahan, kehangatan ekstrim, atau
drainase.
13. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau
luka.
14. Dapatkan kultur yang diperlukan.
15. tingkatkan asupan nutrisi yang cukup.
16. Anjurkan asupan cairan, dengan tepat.
17. Anjurkan istrahat.
18. Pantau adanya perubahan tingkat energi atau

20
malaise.
19. Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan,
dengan tepat.
20. Anjurkan pernapasan dalam dan batuk,
dengan tepat.
21. Berikan agen imusisasi, dengan tepat.
22. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic
untuk infeksi-infeksi virus.
23. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada pemberi layanan
kesehatan.
24. Ajarkan pasien dan anggota keluarga
bagaimana cara menghindari infeksi.
25. Kurangi buah-buahan segar, sayur-sayuran,
dan merica dalam diet pasien dengan
neutropenia.
26. Singkirkan bunga-bunga segar dan tanaman-
tanaman di area pasien, dengan tepat.
27. Berikan ruang pribadi, yang diperlukan.
28. Pastikan keamanan air dengan mengajukan
hiperklorinasi dan pemanasan lebih, dengan
tepat.
29. Lapor dugaan ineksi pada personil pengendali
infeksi.
30. Lapor kultur positif pada personil pengendali
infeksi.

RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan: Definisi Nanda Internasional
Resiko Infeksi Rentang mengalami infasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan.

Batasan Karakteristik Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)


Faktor resiko; Kontrol resiko Control infeksi
1. Kurang pengetahuan untuk 1. Identifikasi factor resiko 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap
menghindari pemajanan 2. Mengenali factor resiko individu klien

21
2. Penyakit kronis 3. Monitor factor resiko dilingkungan 2. Ganti peralatan perawatan perpasien sesuai protocol institusi
3. Prosedur invasif 4. Monitor factor resiko individu 3. Isolasi orang yang terkena penyakit menular
5. Menyesuaikan strategi control resiko 4. Tempatkan isolasi sesuai tindakkan pencegahanyang sesuai
6. Menghindari paparan ancaman kesehatan 5. Batasi jumlah pengunjung
7. Mengenali perubahan status kesehatan 6. Ajarkan cara cuci tangan bagi tenaga kesehatan
8. Memonitor perubahan status kesehatan 7. Anjurkan klien mengenai teknik cuci tangan dengan tepat
8. Anjurkan pengunjung cuci tangan pada saat memasuki dan
Status imunitas meninggalkan ruangan klien
1. Fungsi genitourinary 9. Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan yang sesuai.
2. Suhu tubuh 10. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien.
3. Integritas kulit 11. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang bersifat universal
4. Integritas mukosa 12. Pasang sarung tangan sebagaimana dianjurkan oleh kebijakan
5. Jumlah sel darah putih absolut pencegahan universal.
6. Jumlah sel darah putih diferensial 13. Pakai pakaian ganti atau jubbah saat menangani bahan-bahan yang
7. Kehilangan BB infeksius
14. Pakai sarung tangan steril dengan tepat
15. Gosok kulit klien dengan agen anti bakteri yang sesuai
16. Cukur dan siapkan daerah untuk persiapan prosedur infasif dan/atau
operasi sesuai indikasi
17. Jaga lingkungan aseptic yang optimal selama penusukan disamping
tempat tidur dari salurang penghubung
18. Jaga lingkungan aseptic saat mengganti tabung dan botol TPN
19. Jaga system yang tertutup saat melakukan monitor hemodinamik
invasive
20. Ganti IV perifer dan tempat saluran penghubung serta balutannya
sesuai dengan pedoman CDC saat ini
21. Pastian penanganan aseptic dari semua saluran IV
22. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
23. Gunakan kateterisasi intermiten untuk mengurangi kejadian infeksi
kandung kemih.
24. Ajarkan klien untuk mendapatkan specimen urin aliran tengah yang
sesuai pada saat tanda pertama dari kembalinya gejala
25. Dorong batuk dan bernafas dalam yang tepat
26. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat.
27. Dorong intake cairan yang tepat.
28. Dorong untuk beristirahat.
29. Berikan terapi antibiotic yang sesuai.
30. Berikan imunisasi yang sesuai.

22
31. Anjurkan klien untuk meminum antibiotic seperti yang diresepkan.
32. Anjurkan klien untuk meminum antibiotic seperti yang diresepkan.
33. Ajarkan klien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan
kapan harus melaporkannya kepada petugas perawatan
34. Ajarkan klien dan keluarga mengenai bagaimana menghindari infeksi.

RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan: risiko Definisi Nanda Internasional
gangguan fungsi hati Kerentanan untuk mengalami penurunan fungsi hati,yang dapat mengganggu kesehatan

Batasan Karakteristik Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)


Faktor resiko; Fungsi hati Kontrol infeksi
1. Infeksi virus 1. Nafsu makan terkontrol 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk
2. Ko-infeksi HIV 2. Warna feses dan turgor kulit normal setiap klien
3. Penyalahgunaan agens 3. Bilirubin total, bilirubin direct, SGPT dan SGOT 2. Ganti peralatan perawatan perpasien sesuai protocol institusi
4. Penyalahgunaan zat dalam batas normal 3. Isolasi orang yang terkena penyakit menular
4. Tidak terjadi jaundice/ikterik 4. Tempatkan isolasi sesuai tindakkan pencegahanyang sesuai
5. Tidak ada pruritus 5. Batasi jumlah pengunjung
6. Tidak ada nyeri abdomen dan anoreksia 6. Ajarkan cara cuci tangan bagi tenaga kesehatan
7. Anjurkan klien mengenai teknik cuci tangan dengan tepat
Kontrol resiko 8. Anjurkan pengunjung cuci tangan pada saat memasuki dan
1. Identifikasi factor resiko meninggalkan ruangan klien
2. Mengenali factor resiko individu 9. Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan yang
3. Monitor factor resiko dilingkungan sesuai.
4. Monitor factor resiko individu 10. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan
5. Menyesuaikan strategi control resiko pasien.
6. Menghindari paparan ancaman kesehatan 11. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang bersifat
7. Mengenali perubahan status kesehatan universal
8. Memonitor perubahan status kesehatan 12. Pasang sarung tangan sebagaimana dianjurkan oleh
kebijakan pencegahan universal.
13. Pakai pakaian ganti atau jubbah saat menangani bahan-
bahan yang infeksius
14. Pakai sarung tangan steril dengan tepat
15. Gosok kulit klien dengan agen anti bakteri yang sesuai
16. Cukur dan siapkan daerah untuk persiapan prosedur infasif
dan/atau operasi sesuai indikasi
17. Jaga lingkungan aseptic yang optimal selama penusukan

23
disamping tempat tidur dari salurang penghubung
18. Jaga lingkungan aseptic saat mengganti tabung dan botol
TPN
19. Jaga system yang tertutup saat melakukan monitor
hemodinamik invasive
20. Ganti IV perifer dan tempat saluran penghubung serta
balutannya sesuai dengan pedoman CDC saat ini
21. Pastian penanganan aseptic dari semua saluran IV
22. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
23. Gunakan kateterisasi intermiten untuk mengurangi kejadian
infeksi kandung kemih.
24. Ajarkan klien untuk mendapatkan specimen urin aliran
tengah yang sesuai pada saat tanda pertama dari kembalinya
gejala
25. Dorong batuk dan bernafas dalam yang tepat
26. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat.
27. Dorong intake cairan yang tepat.
28. Dorong untuk beristirahat.
29. Berikan terapi antibiotic yang sesuai.
30. Berikan imunisasi yang sesuai.
31. Anjurkan klien untuk meminum antibiotic seperti yang
diresepkan.
32. Anjurkan klien untuk meminum antibiotic seperti yang
diresepkan.
33. Ajarkan klien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada petugas
perawatan
34. Ajarkan klien dan keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi.

24
25
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.
Bloom, A., & Katz, J. (n.d.). Cholecystitis: Diunduh tanggal 24 April 2018 Dari
[online] http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview.
Mansjoer A. et al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Jakarta: Media Aesculapius, FKUI.
Nazer, Hisham. 2010. Cholestasis. available at
http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview (Diakses tanggal 8
januari 2010)
Oktaviyanti. (2012). Metabolisme bilirubin dalam hati. [Online]. Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id.
Poupon, & Osmorduc. (2013). Genotype-Phenotype Relationship in The Low-
Phospholipid associated Cholelithiasis syndrome. A Study of 156
Consecutive Patients. Hepatology.
Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan.
Kuliah Ilmu Bedah, hal 71 – 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta
Richard S. Snell. 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 – 266. Jakarta:
EGC
Sherlock. S, Dooley J. 1993. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. Ed.
Blackwell Scientific Publication: London.
Sjamsuhidayat, R. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.

26
- BBLR
- Peningkatan kadar lemak
Risiko - Riwayat keluarga PENYIMPANGAN KDM KOLESTASIS
- Penurunan motilitas dinding empedu
gangguan - Gangguan pada sel hati
- Perubahan kadar hormone
fungsi hati - Penyempitan saluran
- Gangguan kontrol saraf
empedu
- Kontraksi sfingter yang terlalu kuat yang
- Infeksi virus
mengganggu pengosongan empedu

Risiko infeksi Tindakan pembedahan


Peningkatan litogenisitas Sumbatan saluran empedu

Pelepasan mediator nyeri


Bilirubin mengalami arus balik vaskuler
(histamine, bradikinin, Pembentukan batu empedu
prostaglandin, serotonin)
Peningkatan bilirubin dalam darah
kolelitiasis
Ujung saraf bebas, serabut tipe c
Ikterus
Penurunan aliran
Konstruksi batu empedu darah ke empedu
nyeri
Medulla spinalis semakin tidak teratur dan usus Pengeluaran bilirubin melalui
tajam kulit
Korteks somatosensorik Konsentrasi asam empedu
Kerusakan jaringan Kerusakan
intraluminal turun gatal
Kekurangan volume cairan dan integritas
ketidakseimbangan nutrisi kulit
kolesistisis Kekurangan
Mual & muntah kurang dari kebutuhan Diare, kalsium turun volume cairan

Peningkatan tekanan Respon inflamasi/radang


Penekanan Malnutrisi hambatan
intraabdominal Defisiensi vitamin larut
gaster pertumubuhan
Peningkatan lemak
Peningkatan cairan Ketidakseimbangan
peritonitis poreferasi edema vaskularisasi 27 nutrisi kurang
intravaskuler dan intertitial dari kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai