Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kurang kalori protein (KKP) merupakan salah satu masalah gizi masyarakat yang
utama diIndonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah dilaksanakan
melalui berbagai program perbaikan gizi oleh Departemen Kesehatan bekerja sama dengan
masyarakat. Namun, dilihat dari contoh kasus kurang gizi di Indonesia, masih banyak anakanak yang menderita penyakit akibat KKP yang sangat memprihatinkan, salah satunya adalah
marasmus. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan
kepadatan penduduk, adanya infeksi, konsumsi kalori yang tidak memadai yang
mengakibatkan kekurangan protein dan mikronutrisi, cedera atau penyakit menahun, dan
higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun, serta terjadinya krisis
ekonomi di lndonesia. Marasmus adalah permasalahan gizi serius yang terjadi di negaranegara berkembang. Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian di negara
berkembang pada anak-anak dibawah usia 5 tahun berkaitan dengan defisiensi energi dan
protein. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2006 angka kejadian gizi
buruk pada anak balita 1,72 juta jiwa dan gizi kurang sebanyak 11,4 juta jiwa terjadi di
Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian marasmus?
2. Etiologi marasmus?
3. Patofisiologi marasmus?
4. Skema patofisiologi marasmus?
5. Manisfestasi klinik marasmus?
6. Pemeriksaan diagnostik pada marasmus?
7. Penatalaksanaan pada marasmus?
8. Cara pencegahan pada marasmus?
9. Komplikasi marasmus?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian marasmus.
2. Untuk mengetahui etiologi marasmus.
1

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Untuk mengetahui proses patofisiologi marasmus.


Untuk mengetahui bagaimana skema patofisiologi marasmus.
Untuk mengetahui manifestasi klinis marasmus.
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik marasmus.
Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan marasmus.
Untuk mengetahui cara pencegahan marasmus.
Untuk mengetahui komplikasi pada marasmus.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan
kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649). Marasmus adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan
tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis
yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk
pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat
gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam
makanan yang kita konsumsi.
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu
pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang
penting bagi tubuh untuk :
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin. Dalam darah ada
3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.
KLASIFIKASI
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP ditetapkan
dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema: gizi kurang (MEP ringan)
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema: kwashiorkor (MEP berat)
3. Berat badan <60% standar tanpa edema: marasmus (MEP berat)
4. Berat badan <60% standar dengan edema: marasmik kwashiorkor. (Ngastiyah, 1997)
B. ETIOLOGI
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena:
diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan
orangtua-anak terganggu, karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.
(Nelson,1999).
3

Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:


1. Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak: misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
2. Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.
3. Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum,
palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis
pancreas.
4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang.
5. Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi
yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering
diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi,
kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik,
penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).

C. PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein,
atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan
pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa)
dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh
untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam
puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan
makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah
protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina
Mursada, 2002:11).
D. SKEMA PATOFISIOLOGI
Sosial
ekonomi
rendah

Malabsorbsi, infeksi
anoreksia

Kegagalan melakukan
sintesis protein dan
kalori

Intake kurang dari


kebutuhan defisiensi
protein dan kalori
Hilangnya
lemak
dibantalan kulit

Daya tahan
tubuh
menurun

Asam amino esensial


dan produksi
albumin

Turgor kulit
dan keriput

Keadaan
umum lemah

Atrofi atau
pengecilan otot

Kerusakan
integritas kulit

Risiko
infeksi
Keadaan
umum lemah
Keadaan
umum lemah

Kurang
pengetahua
n

Keterlambatan
pertumbuhan dan
perkembangan

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

E. MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat
badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut
dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak
relatif normal selama beberapa waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen
dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal,
nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu
makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe
kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1. Badan kurus kering tampak seperti orang tua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaringan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis
10. Wajah seperti orang tua
11. Cengeng, rewel
12. Perut cekung
13. Iga gambang
14. Sering disertai :
a. Penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
b. Diare kronik atau konstipasi/susah buang air
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB
(dalam meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep)
ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur,
biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit
banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada
laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah
otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
G. PENATALAKSANAAN
6

1. Penatalaksanaan Medis
a. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
b. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
c. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
d. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan,
kaji tanda-tanda vital.
2. Penatalaksanan Diet
Tujuan Diet : Memberikan Makanan TETP secara bertahap sesuai dengan keadaan
pasien untuk mencapai keadaan gizi optimal.
3. Pemberian Cairan/Makanan
a. Tahapan pemberian cairan/makanan :
1) Tahapan Stabilisasi (Initial)
Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan
untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau
asidosis dengan pemberian cairan intravena.
2) Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose
5%.
3) Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB
pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam
berikutnya.
b. Tahapan Transisi (Penyesuaian)
Tujuan : memberi bentuk, jenis, dan cara pemberian makanan yg sesuai dg
kemampuan digesti dan absorbsi penderita.
1) Porsi kecil tapi sering ( 6-12x pemberian sehari)
2) Umur < 1 tahun / BB < 7 kg : Cair- semi solid spt mkn bayi, ASI diteruskan bila
masih ada dan diperlukan pada saat setelah makan atau mau tidur.
3) Umur > 1 tahun / BB > 7 kg : Semi solid-solid berupa makanan anak 1 th bentuk
cair kemudian lunak dan makanan padat, cairan 150-200 ml/kg BB/hari.
4) Kalori yang diberikan 50- 100 kalori/kgBB/hr dengan protein 2 g/ kgBB/ hari
5) Susu formula / rendah laktosa
6) Bila tak minum susu formula diberi makanan yang yang tak mengandung protein
susu sapi dan bebas laktosa ( preda = formula bubur- tempe)
c. Tahap Rehabilitasi
1) Intake kalori 100- 175 kalori/kgBB/hari. Bentuk jenis dan cara pemberian
disesuaikan dengan makin meningkatnya kemampuan digesti dan absorbsi.
2) Jenis makanan diupayakan disesuaikan dengan apa yang mungkin dapat diberikan
di rumah.
d. Tahapan Pembinaan
7

Bimbingan pada orang tua untuk memberikan makanan sesuai dengan


kebutuhan, dapat dimulai setiap tahap, dalam bentuk dan jenis makanan yang dapat
disediakan oleh mereka dirumah
Tujuan : ibu dapat merawat anak KEP dan menghindari berulangnya KEP
1) Intake 100-120 kalori / kgBB/hari, protein 2-3 g/kgBB/hari
2) Anak dengan Gizi Buruk boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira
90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan
penyakit infeksi telah teratasi.
3) Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat
makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari.

H. PENCEGAHAN
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 bulan ke
atas.
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program KB untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan BB tiap bulan.
I. KOMPLIKASI
1. Infeksi tuberculosis
2. Parasitosis, disentri
3. Malnutrisi kronik
4. Gangguan tumbuh kembang.
5. Hipoglikemia
6. Hipotermia
7. Dehidrasi
8. Gangguan fungsi vital
9. Gangguan keseimbangan elektrolit

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan
pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai,
sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan
gizi.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi
dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan
kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif
lama).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-lain.
d. Pola-pola fungsi kesehatan meliputi;
1) Pola nutrisi : Pada penderita marasmus biasanya mengalami
penurunan nafsu makan dan mual muntah.
2) Pola Eliminasi : Penderita marasmus biasanya sering disertai
dengan diare.
3) Pola aktivitas : Penderita marasmus biasanya mengalami
gangguan dengan aktifitasnya karena mengalami kelemahan
tubuh yang disebabkan adanya
gangguan metabolisme.
4) Pola istirahat dan tidur : Anak dengan marasmus biasanya sering
rewel karena selalu merasa lapar meskipun sudah diberi susu
sehingga sering terbangun di malam hari.

10

e. Pengkajian fisik
1) Keadaan umum yang meliputi: kesadaran Composmentis, lemah, rewel,
kebersihan kurang, berat badan, tinggi badan, nadi, suhu, dan

pernapasan.
2) Kepala : Lingkar kepala biasanya lebih kecil dari ukuran normal,
warna rambut kusam.
3) Muka
: Tampak seperti wajah orang tua
Mata
: Pada penderita marasmus biasanya konjungtifa anemis
Hidung : Pada penderita marasmus biasanya terpasang sonde
untuk memenuhi intake nutrisi, terdapat secret
Mulut
: Biasanya terdapat lesi dan mukosa bibir kering.
4) Leher
: Biasanya leher mengalami kaku kuduk.
5) Torax
: Ada tarikan dinding dada, wheezing, ronchi.
6) Abdomen
: Ada acites, bising usus meningkat, suara
hipertympani.
7) Extremitas :
Atas
: Lingkar lengan atas standar normal, akral hangat
Bawah : Edema tungkai
8) Kulit : Keadaan turgor kulit menurun, kapilary refill lebih dari 3
detik, kulit keriput.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak
2.
3.
4.
5.

adekuat (nafsu makan berkurang).


Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.

11

C. RENCANA PERAWATAN

No dx

O
1.

kep
I

Tujuan & kriteria hasil

Intervensi

Tujuan: Pasien mendapat 1. Dapatkan


nutrisi yang adekuat
Kriteria

hasil

Meningkatkan masukan
oral

diet
2. Dorong
atau

Rasional

riwayat 1. Untuk
mengetahui asupan
orangtua

kalori
anggota 2. Untuk

keluarga lain untuk

meningkatkan

menyuapi anak atau

selera makan
3. Meningkatkan

ada disaat makan


3. Sajikan
makan
sedikit tapi sering
4. Sajikan porsi kecil
makanan

dan

asupan nutrisi
4. Proses
penyembuhan pada
anak

berikan setiap porsi


2.

II

secara terpisah
Tujuan : Tidak terjadi 1. Monitor tanda-tanda 1. Mengetahui
dehidrasi

vital dan tanda-tanda

Kriteria hasil : Mukosa


bibir

lembab,

tidak

terjadi peningkatan suhu,


turgor kulit baik.

dehidrasi
2. Monitor jumlah dan

keadaan umum
2. Mengetahui intake
dan output cairan

tipe masukan cairan


dalam tubuh
3. Ukur haluaran urine 3. Mengetahui output
dengan akurat

cairan dalam tubuh

12

3.

III

Tujuan : Tidak terjadi 1. Monitor kemerahan, 1. Mengetahui


gangguan integritas kulit
Kriteria hasil : Kulit
tidak

kering,

bersisik,

tidak

elastisitas

normal

4.

IV

pucat,ekskoriasi
2. Dorong mandi

keadaan umum
2x 2. Untuk

sehari dan gunakan

meningkatkan

lotion setelah mandi


personal hygiene
3. Massage
kulit 3. Mempelancar
Kriteria

hasil

ususnya

diatas

peredaran darah

penonjolan tulang
Tujuan : Pasien tidak 1. Mencuci
tangan 1. Meningkatkan
menunjukkan

tanda-

tanda infeksi
Kriteria

hasil

suhu

tubuh normal 36,6 C37,7

C,lekosit

batas normal

dalam

sebelum dan sesudah

kebersihan

melakukan tindakan
personal
2. Pastikan semua alat 2. Mencegah
yang kontak dengan
pasien bersih/steril
3. Instruksikan pekerja
perawatan kesehatan
dan keluarga dalam
prosedur
infeksi
4. Antibiotik

control

terjadinya infeksi
3. Meningkatkan
pengetahuan pada
keluarga
4. Sesuai

dengan

program

sesuai

program

13

5.

Tujuan

pengetahuan 1. Tentukan

pasien

dan

keluarga

bertambah
Kriteria

hasil

Menyatakan
dan

kesadaran

perubahan

pola

hidup,mengidentifikasi
hubungan

tanda

gejala.

dan

tingkat 1. Agar

pengetahuan

pasien

orangtua pasien
2. Mengkaji kebutuhan
diet

dan

pertanyaan
indikasi
3. Dorong

mengetahui
kesehatan

lebih

jawab

lanjut
sesuai 2. Program
kesehatan
konsumsi 3. Proses pemulihan

makanan tinggi serat


dan masukan cairan
adekuat
4. Berikan

keluarga

penyakit
4. Meningkatkan
pengetahuan

informasi

tertulis

orang tua

untuk

orangtua pasien

D. EVALUASI KEPERAWATAN
Masalah dikatakan teratasi apabila Pasien mendapat nutrisi yang adekuat dan mampu
meningkatkan masukan oral.

14

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori
yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya
lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).

Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi,
2001:196).

B. SARAN
Untuk pembuatan makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan saya
berharap bagi pembacanya untuk mengkritik guna untuk menyempurnakan makalah
ini.Terima kasih.

15

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi 15, vol 1. Jakarta:EGC
Johnson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby
Lubis, N. U. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita.
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media
Aescullapius.
Markum, A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby
NANDA .2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi &
Klasifikasi, Alih Bahasa: Budi Santoso. Prima Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC

16

Anda mungkin juga menyukai