Dosen Pembimbing :
Ns. Tarwoto, S.Kep., M.Kep
Disusun Oleh:
Ismi Sarah Salsabila (P17120018057)
1. Definisi
Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar,
yakni bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal
dimulai dari sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar menjadi tumor
(Yayasan Kanker Indonesia, 2018).
Kanker kolorektal adalah suatu tumor maligna yang muncul dari jaringan
epitel dari kolon atau rektum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas
yang ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus
besar pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal
(Muhammad Sayuti,
2019).
2. Etiologi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui. Penelitian
saat ini menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk
kanker kolorektal. Mutasi dari gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) adalah
penyebab Familial Adenomatous polyposis (FAP), yang mempengaruhi individu
membawa resiko hampir 100% mengembangkan kanker usus besar pada usia 40
tahun. Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kolorektal,
diantaranya adalah:
a. Diet tinggi lemak, rendah serat.
Salah satu faktor risiko meningkatnya angka kejadian karsinoma
kolorektal adalah perubahan diet pada masyarakat. Diet rendah serat dan tinggi
lemak diduga meningkatkan risiko karsinoma kolorektal. Sejumlah
penelitian epidemiologi menunjukkan diet tinggi serat berkolerasi negatif
dengan risiko kanker kolorektal. Seseorang dengan asupan rendah serat
mempunyai risiko 11 kali lebih besar terkena karsinoma kolorektal
dibandingkan dengan tinggi serat. Sedangkan asupan serat harian rata-rata
orang Indonesia masih rendah sebesar 10,5 g/hari. Serat memberikan efek
protektif dari sel kanker dengan mempercepat waktu kontak antara karsinogen
dan usus besar saat penggumpalan feses, sehingga menipiskan dan
menonaktifkan karsinogen. Efek protektif juga diperoleh dari antioksidan pada
sayur dan buah. Selain itu, asam lemak rantai pendek hasil fermentasi serat
meningkatkan diferensiasi sel atau menginduksi apoptosis.
b. Usia lebih dari 50 tahun.
c. Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker
kolorektal mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.
d. Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome. Pad a
semua pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi
kanker rektum.
e. Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz
Jeghers syndrome dan Muir syndrome. Terjadi pada 50 % pasien kanker
kolorektal herediter nonpolyposis.
f. Inflammatory bowel disease.
g. Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun).
(Muhammad Sayuti, 2019).
3. Manifestasi Klinik
Kanker usus sering kali tidak menimbulkan manifestasi hingga mencapai
kondisi lanjut. Karena tumbuh secara lambat, pertumbuhan selama 5-15 tahun dapat
terjadi sebelum memunculkan manifestasi. Manifestasi bergantung pada lokasi,
jenis, dan luasnya, serta komplikasinya. Perdarahan rektal sering kali merupakan
manifestasi awal yang membuat pasien mencari perawatan medis. Manifestasi awal
lain yang sering terjadi mencakup perubahan kebiasaan defekasi, baik berupa diare
maupun konstipasi. Nyeri, anoreksia, dan penurunan berat badan adalah
karakteristik dari tahap lanjut penyakit. Massa rektal atau abdominal yang teraba
dapat ditemukan. Biasanya pasien teridentifikasi mengalami anemia akibat
perdarahan samar.
4. Patofisiologi
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya
masih terjadi di rektum dan kolon 16 sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat,
sebagian besar tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas.
Ketika polip membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi
dinding usus. Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal dan besar, serta
menyebabkan nekrosis
dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri bermula sebagai massa kecil
yang menyebabkan ulkus pada suplai darah (Black & Hawks, 2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan
lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker
kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus,
submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar,
kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitor
urinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke
kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak
selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional
masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem
limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang,
dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi
bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan (Black &
Hawks, 2014). a. Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area
rektal dan 20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal
terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor
pada kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali
lebih banyak). Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks,
2014): Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung
misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga
dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
N Limfonodus terkena
M Ada metastasis
Tabel: stadium pada kanker kolon yang di temukan dengan sistem TMN.
6. Komplikasi
Komplikasi utama terkait kanker kolorektal adalah:
• Obstruksi usus yang disebabkan oleh penyempitan lumen usus oleh lesi.
• Perforasi dinding usus oleh tumor, memungkinkan kontaminasi rongga
peritoneal oleh isi usus.
• Perluasan langsung tumor hingga melibatkan organ yang berdekatan
7. Penatalaksanaan Medis
o Terapi Radiasi
Terapi radiasi sering kali digunakan sebelum pembedahan untuk
mengecilkan ukuran tumor dan membuatnya dapat direseksi lebih mudah.
Intervensi lokal pada lokasi tumor yang dapat dilakukan setelah pembedahan
adalah implantasi isotop radioaktif pada area tumor. Terapi radiasi pascaoperasi
dapat digunakan untuk klien dengan tumor Dukes B atau C, dan dapat pula
digunakan pada klien Dukes D. Terapi radiasi tidak dimulai sebelum
penyembuhan luka bedah telah dimulai.
• Kemoterapi
Kemoterapi dapat digunakan untuk meminimalkan metastasis dan
mengontrol manifestasinya. Namun, resistensi obat mengurangi efektivitas
kemoterapi pada kanker kolorektal. Seluruh golongan obat sitotoksik dapat
menjadi tidak efektif.
• Kolostomi
Kolostomi mungkin diperlukan bagi kanker-kanker kolorektal. Prosedur
ini melibatkan pembuatan saluran antara kolon dan dinding perut, dimana feses
dapat lewat. Kolostomi dapat dilakukan di kolon asendens, transversal,
desendens, atau sigmoid dan dapat bersifat permanen atau sementara.
Komplikasi dari kolostomi adalah kebocoran garis jahitan dengan peritonitis
lokal atau umum dapat terjadi pada masa-masa awal pasca operasi. Komplikasi
lain yaitu perdarahan dan nekrosis stoma, retraksi, prolaps, dan stenosis.
• Reseksi Abdominal-Perineal
Tumor rektal mungkin memerlukan reseksi abdominal-perineal,
dengan pembuatan kolostomi akhir atau kolostomi permanen. Kolon yang
terkena dan keseluruhan rektum di eksisi, dan anus ditutup. Kolon diambil
menggunakan insisi abdomen, dan rektum melalui insisi perineum. Teknik bedah
yang lebih baru dapat mengambil tumor sigmoid bawah dan tetap
mempertahankan spinker rektum, sehingga menjaga eliminasi usus yang
normal.
8. Pemeriksaan Diagnostik
o Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu di lakukan baik sigmoidoskopi
maupun kolonoskopi.
- Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang dapat di lakukan antara lain adalah foto dada
dan foto kolon (barium enema). Pemeriksaan dengan enema barium mungkin
dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes
ini menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi
pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak
teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum di lakukan setelah
sigmoidoscopy dan colonoscopy.
- Computer Tomografi (CT)
CT membantu memperjelas adanya massa dan luas penyakit. Chest X-ray
dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah
metastasis.
- Histopatologi
Biopsy di gunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar
histopatologis karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan
diferensiansi sel. e. Laboratorium
▪ Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien
mengalami perdarahan. Nilai hemoglobin dan hematocrit biasanya turun dengan
indikasi anemia. Hasil tes Gualac positif untuk accult blood pada feces
memperkuat perdarahan pada GI Tract. Pasien harus menghindari daging,
makanan yang mengandung peroksidase (tanaman lobak dan gula bit) aspirin dan
vitamin C untuk 48 jam sebelum diberikan feces spesimen.
- Ultrasonografi (USG)
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan
untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di
abdomen dan hati.
- Scan (misalnya, MRI) dan Ultrasonografi.
Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi
respons pada pengobatan.
- Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum)
Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan
dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
- Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit
Dapat menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah
putih: trombosit meningkat atau berkurang.
- Sinar X Dada
Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
9. Prognosis
Prognosis klien dengan kanker kolorektal tergantung pada stadium
kanker, kedalaman penetrasi, jumlah limfonodus yang diperiksa dan jumlah nodus
yang positif untuk tumor, dan status batas. Fitur histologis yang masih baik adalah
stadium 1 dan 2 dengan tanpa invasi ke limfatik dan batas pembedahan negatif
(tidak ada tumor dalam 2mm batas).
Angka harapan hidup 5 tahun, sesuai dengan klasifikasi TNM,
bervariasi tergantung pada terapi adjuvan yang didapat. Sebagai contoh, penelitian
MOSAIC
melaporkan bahwa DFS (disease-free survival) untuk stadium III adalah 4 tahun
pada 61% klien yang menerima 5-flurouracil (5-FU)/leucovorin dan 69% pada klien
yang mendapat kemoterapi FOLFOX4 (5FU. leucovorin, dan oxaliplatin). Pada
klien stadium II, DFS bervariasi antara 81% dan 86%, tergantung rejimen
kemoterapi. Diagnosis dan pengobatan dini penting untuk hasil yang baik, namun
hanya 437% kanker kkolorektal yang diidentifikasi pada stadium dini.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1. Identitas diri klien
Nama, Umur, Jenis kelamin , Alamat, Status perkawinan, Tanggal masuk RS,
Tanggal Pengkajian.
2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
c. Riwayat dirawat rumah sakit
d. Riwayat pemakaian obat
e. Riwayat trauma kepala
f. Riwayat kesehatan keluarga
4. Pemeriksaan fisik
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala:
1. Kelemahan dan atau keletihan
2. Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam
hari; adanyafaktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,
ansietas, berkeringat malam.
3. Keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan.
4. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan,
tingkat stress tinggi.
b. Sirkulasi
Gejala: palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Tanda: perubahan pada tekanan darah.
c. Intregritas Ego
Gejala:
1. Faktor stress dan cara mengatasi stress.
2. Masalah tentang perubahan dalam penampilan.
3. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu,
tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi
Warna, bau, konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mukus;
riwayat penyakit inflamasi kronis atau polip rektal, darah dalam feses
Gejala:
1. Perubahan pola defekasi, seperti darah pada feses, nyeri saat
defekasi.
2. Perubahan eliminasi urin
Tanda: Perubahan bising usus, distensi abdomen.
e. Makanan/Cairan
Kebiasaan diit, masukan lemak dan atau serat, penurunan BB, konsumsi
alkohol, bising usus, nyeri tekan, distensi dan massa padat.
Gejala:
1. Kebiasaan diet buruk, seperti rendah serat, tinggi lemak, aditif,
bahan pengawet.
2. Anoreksia, mual/muntah.
3. Intoleransi makanan
4. Perubahan berat badan; penurunan berat badan secara drastis,
kaheksia, berkurangnya massa otot.
Tanda: perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.
f. Neurosensori
Gejala: Pusing; sinkope.
g. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri abdominal atau rektal, lokasi, frekuensi, durasi
Gejala: Tidak ada nyeri atau derajat nyeri bervariasi sesuai dengan
perjalanan penyakit.
h. Pernafasan
Gejala: Merokok, Pemajanan asbes
i. Keamanan
Gejala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Tanda: Demam
j. Seksualitas
Gejala: Masalah seksual; Nuligravida lebih besar dari usia 30
tahun; Multigravida, pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini.
k. Interaksi Sosial
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.
B. Menghilangkan nyeri:
- Pantau respons pasien terhadap nyeri.
- Ajarkan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan: perubahan
posisi, gosokan punggung dan teknik relaksasi.
- Ciptakan lingkungan kondusif untuk relaksasi: meredupkan
lampu, mematikan televisi atau radio bila pasien menghendaki,
membatasi pengunjung atau telepon bila pasien menginginkan.
- Kolaborasi pemberian analgetik.
F. Menurunkan ansietas:
- Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
untuk menghadapi stres.
- Tingkatkan privasi bila pasien menginginkan dan instruksikan pasien
untuk latihan relaksasi.
- Tingkatkan perhatian dengan mendengarkan ungkapan, kesedihan,
atau pertanyaan yang diajukan pasien.
- Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya,
dengan dokter bila pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau
prognosis. - Pasien kolostomi lain dapat diminta berkunjung bila pasien
mengungkapkan minat untuk berbicara dengan mereka.
- Tingkatkan perilaku empati: jawab pertanyaan dengan jujur, jelaskan
semua prosedur dengan bahasa yang mudah dipahami, setiap informasi
dokter dijelaskan jika perlu.
- Kaji pengetahuan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah
dan tingkat fungsi yang diinginkan pascaoperatif.
- Jelaskan persiapan fisik sebelum pembedahan, penampilan dan
perawatan yang diharapkan dari luka pascaoperatif, teknik perawatan
ostomi, pembatasan diet, kontrol nyeri dan penatalaksanaan obat.
G. Mencegah infeksi:
- Pantau tanda-tanda infeksi bila ada.
- Berikan antibiotik sesuai resep seperti kanamisin sulfat, eritromisin,
dan neomisin untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka
persiapan pembedahan usus.
- Berikan laksatif, enema atau irigasi kolonis untuk membersihkan
usus.
B. Mengurangi nyeri:
- Kaji tingkat toleransi pasien terhadap nyeri.
- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
- Bantu pasien untuk membebat insisi abdomen, selama batuk dan napas
dalam untuk mengurangi tegangan pada tepi insisi.
- Kolaborasi pemberian analgetik.
1. Ileus paralitik:
- Mulai dan lanjutkan intubasi nasogastrik.
- Siapkan pasien pemeriksaan sinar X.
- Jamin penggantian cairan dan elektrolit adekuat.
- Berikan antibiotic sesuai resep.
2. Infeksi intra peritoneal dan infeksi luka abdomen:
- Evaluasi pasien terhadap nyeri kolik intermiten, mual, muntah. - Pantau
nyeri abdomen konstan atau umum nadi cepat dan peningkatan suhu.
- Siapkan untuk selang dekompresi usus.
- Berikan cairan dan elektrolit sesuai program.
- Beri antibiotic sesuai resep.
3. Peritonitis:
- Evaluasi pasien terhadap adanya mual, cegukan, menggigil,
demam tinggi dan takikardi.
- Beri antibiotic sesuai resep.
- Siapkan pasien untuk prosedur drainase.
- Lakukan terapi cairan dan elektrolit sesuai resep.
- Siapkan untuk pembedahan jika terjadi kegawatan.
4. Pembentukan abses:
- Beri antibiotic sesuai resep.
- Berikan kompres hangat sesuai pesanan.
- Siapkan untuk drainase
b. Post bedah
1. Nyeri dapat terkontrol.
2. Integritas kulit terjaga.
3. Infeksi post operasi tidak terjadi.
4. Memiliki citra tubuh yang positif.
5. Tidak mengalami komplikasi pasca bedah usus
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, Y. K. (2018). Harapan Terpadu World Cancer Day. Buletin YKI , 1-54.
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.