Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KASUS DIARE

Oleh

Anita Meilyn, S. Kep


02204080

CI Lahan CI Institusi

(................................) (..................................)

PROGRAM STUDI S1 PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AMANAH MAKASSAR
2022
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Diare


1. Definisi
Diare adalah buang air besar dengan feses cair lebih dari tiga kali
dalam sehari disertai kehilangan banyak cairan dan elekrolit melalui feses.
Secara epidemologik diare didefinisikan sebagai keluarnya feses lunak atau
cair tiga kali atau lebih dalam sehari. (Sodikin, 2019: p.225).
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali
pada bayi dan lebih dari empat kali pada anak dengan konsistensi feses encer,
dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir
saja (Ida Mardalena, 2018: p.121). Diare adalah pengeluaran feses yang
sering, lunak, dan tidak berbentuk (Tim Pokja SDKI, 2017: P. 58).
Diare adalah keadaan tidak normalnya pengeluaran feses yan ditandai
dengan peningkatan volume dan keenceran feses serta frekuensi buang air
lebih dari 3 kali dalam sehari (pada neonates lebih dari 4 kali dalam sehari)
dengan atau tanpa lendir darah (Nurul Utami & Nabila Luthfiana, 2016: p.
102). Jadi, diare adalah keadaan buang air besar dengan frekuensi yang tidak
nomal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair bahkan
berlendir disertai/tanpa darah.

2. Klasifikasi
Bayi dan anak dikatakan menderita diare apabila sudah buang air
besar lebih dari tiga kali perhari, sedangkan neonates dikatakan menderita
diare apabila sudah buang air besar empat kali dalam sehari. Sementara itu,
orang dewasa dikatakan menderita diare apabila sudah buang air besar
sebanyak lebih dari tujuh kali dalam 24 jam. Jenis-jenis diare antara lain :
a. Diare Akut
Diare cair akut adalah keluarnya tinja encer dan mungkin ada darah di
dalamnya. Kondisi umumnya berakhir dalam kurang dari 14 hari.

5
6

b. Disentri
Disentri adalah diare denan adanya daah dalam feses, frekuensi BAB
sering dan dengan kuantitas feses sedikit.
c. Diare Persisten
Diare pesisten adalah diare yang berakhir dalam 14 hari atau lebih dan
dimulai dari diare akut atau disentri (Ida Mardalena, 2018).
Sedangkan diare pada anak dan bayi diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare karena infeksi usus yang bersifat
mendadak. Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi
meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2
minggu.
b. Diare Kronis
Diare kronis adalah diare yang berlangsung selama 2 minggu atau
lebih. Diare kronis umunya bersifat menahun (Suharyono, 2012: p. 1-2).

3. Etiologi
Menurut Ida Mardalena (2018: p.122-124), faktor-faktor penyebab diare
diantaranya :
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi virus
a) Rotravirus
(1) Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahului atau
disertai dengan muntah.
(2) Timbul sepanjang tahun, dan biasanya pada musim dingin.
(3) Dapat ditemukan demam atau muntah.
(4) Didapatkan penurunan HCC.
b) Enterovirus
(1) Biasanya timbul pada musim panas.
c) Adenovirus
(1) Timbul sepanjang tahun.
7

(2) Menyebabkan gejala pada saluran pernafasan/pencernaan.


d) Norwalk
(1) Epidemic.
(2) Dapat semuh sendiri dalam 24-48 jam.
2) Infeksi bakteri
a) Shigella
(1) Semusim, puncaknya pada bulan Juli-September.
(2) Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun.
(3) Dapat dihubungkan dengan kejang demam.
(4) Muntah yang tidak menonjol.
(5) Sel polos dalam feses.
(6) Sel batang dalam darah.
b) Salmonella
(1) Semua umur tetapi lebih tinggi dibawah umur 1 tahun.
(2) Menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
(3) Kemungkinan terdapat peningkatan temperature.
(4) Muntah tidak menonjol.
(5) Sel polos dalam feses.
(6) Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
(7) Organisme dapat diemukan pada feses selama berbulan-bulan.
c) Eschericia Coli
(1) Baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang
menghasilkan entenoksin.
(2) Pasien (biasanya bayi) dapat terlihat sangat sakit.
d) Campylobacter
(1) Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur mukus)
pada bayi dapat mengakibatkan diare berdarah tanpa manifestasi
klinis yang lain.
(2) Kram abdomen yang hebat.
(3) Muntah/dehidrasi yang terjadi.
e) Yersinia Enterocolitica
8

(1) Feses mukosa.


(2) Sering didapatkan sel polos pada feses.
(3) Kemungkinan terdapat nyeri abdomen yang berat.
(4) Diare selama 1-2 minggu.
(5) Sering menyerupai appendicitis.
b. Faktor Non-Infeksi
Malbarsorbsi akan karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa,
maltose, dan sukrosa), atau non sakarida (intoleransi glukosa, fruktosa,
galaktosa). Penyebab non infeksi pada bayi dan anak yang menderita
diare paling sering adalah intoleransi laktosa. Malabsorbsi lain umum
yang terjadi adalah malarbsorbsi lemak (long chain trygliceride) dan
malabsorbsi protein seperti asam amino atau B-laktoglobulin.
c. Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan tertentu (milk
allergy, food allergy, down milk protein senditive enteropathy/CMPSE).
d. Faktor Psikologis
Rasa takut dan cemas yang tidak tertangani dapat menjadi penyebab
psikologis akan anguan diare.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diare antara lain :
a. Diare akibat bakteri Salmonella menimbulkan :
1) Naiknya suhu tubuh.
2) Konsistensi tinja cair/encer dan berbau tidak enak, terkadang
mengandung lendir dan darah.
3) Stadium prodromal berlangsung selama 2-4 hari dengan gejala sakit
kepala, nyeri, dan perut kembung.
b. Diare akibat bakteri Eschericia Coli menimbulkan :
1) Lemah.
2) Berat badan menurun drastis.
3) Mulas menetap pada pasien bayi.
9

c. Diare Choleform menimbulkan :


1) Rasa mulas singkat dapat terjadi sewaktu-waktu.
2) Konsistensi tinja encer dan mungkin berubah menjadi cairan putih
keruh tidak berbau.
3) Mual dan kejang pada otot kaki.
d. Diare Disentrium menimbulkan :
1) Gejala yang timbul adalah toksik diare.
2) Tinja mengandung darah dan lendir (sindrom disentri).
3) Jarang mengakibatkan dehidrasi.
4) Febris, perut kembung, anoreksia, mual dan muntah muncul setiap
empat hari (Ida Mardalena, 2018: p. 125).

5. Patofisiologi
Penyebab diare akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus
Enteris, Virus Norwalk), bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella,
Eschericia Coli, Yersinia, dan lainnya), parasite (Biardia, Lambia,
Cryptoporisdium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan
infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana
merusak sel-sel atau melekat pada dinding usus penderita diare akut.
Penularan diare bisa melalui fekal maupun oral dari satu penderita ke
penderita lain. Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen disebabkan oleh
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab
timbulnya diare adalah adanya gangguan osmotic. Hal tersebut berrti,
makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus, kemudian isis rongga usus berlebihan sehingga timbulah diare.
Selain itu, muncul pula gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadilah diare.
Gangguan mortilitas usus mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Diare dapat menimbulkan gangguan lain seperti kehilangan air dan
elektrolit (dehidrasi). Kondisi ini mengganggu keseimbangan asam basa
10

(asidosis metabolic dan hipokalemian), gangguan gizi (intake kurang, output


berlebih), hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi darah.
Normalnya, makanan atau feses bergerak sepanjang usus dengan
bantuan gerakan peristaltic dan segmentasi usus, akan tetapi mikroorganisme
(seperti Salmonella, Escherichia Coli, Vibrio Disentri, dan Virus Entero)
akan masuk ke dalam usus dan berkembang biak yang mana hal tersebut
dapat meningkatkan gerak peristaltic usus. Kemudian, usus akan kehilangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadilah dehidrasi. Dehidrasi merupakan
komplikasi yang sering terjadi jika cairan yang dikeluarkan oleh tubuh
melebihi cairan yang masuk dan keluar dari tubuh, yang mana cairan yang
keluar tersebut disertai oleh elektrolit (Ida Mardalena, 2018: p. 124-125).
11

6. Pathways
FAKTOR PENYEBAB

Faktor Infeksi Faktor Malabsorbsi Faktor Makanan


(Karbohidrat, lemak, Faktor
Protein)
Masuk & berkembang Toksin tidak dapat Psikologis
dalam usus diserap
Meningkatkan tekanan
osmotik Cemas
Hipersekresi air& Hiperperistalti
elektrolit (isi rongga usus
Pergeseran air & Kecema
meningkat)
elektrolit ke Menurunnya -san anak
rongga usus kesempatan usus
menyerap makanan
DIARE

Frekuensi BAB
meningkat
Distensi abdomen
Integritas Kulit
Kehilangan cairan &
elektrolit Mual muntah

Resiko kerusakan
integritas kulit Nafsu makan menurun
Gangguan Keseimbangan
cairan

Resiko syok hipovolemi BB menurun

Kesadaran menurun
RISIKO DEFISIT
NUTRISI
Kekurangan Volume Cairan
12

7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
a. Pemeriksaan tinja
1) Makrokopis dan mikokopis
2) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
3) Lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi bila diperlukan.
b. Pemeriksaan darah
1) pH darah dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor) dalam
serum untuk menentukan keseimbangan asam basa.
2) Kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
c. Intubasi duodenum (Duodenal Intubation)
Untuk mengetahui jasad renik atau parasite secara kualitatif dan
kuantitatif, terutama pada penderita diare kronik.

8. Derajat Diare
Dehidrasi merupakan salah satu komplikasi dari diare. Tingkat dari dehidrasi
pada diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2-5% dari berat badan atau rata-rata 25ml/kgBB.
Gambaran kliniknya antara lain turgor kulit kurang elastis, suara serak,
penderita belum jatuh pada keadaan syok, ubun-ubun dan mata cekung,
minum normal, kencing normal.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5-8% dari berat badan atau rata-rata 75ml/kgBB.
Gambaran kliniknya antara lain turgor kulit jelek, suara serak, penderita
jatuh pre syok, nadi cepat dan dalam, gelisah, sangat haus, pernafasan
agak cepat, ubun-ubun dan mata cekung, kencing sedikit dan minum
normal.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8-10%dari berar badan atau rata-rata 125ml/kgBB.
Gambaran kliniknya antara lain seperti tanda-tanda dehidrasi sedang
13

ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampa koma, otot-otot kaku


sampai sianosis, denyut jantung cepat, nadi lemah, tekanan darah turun,
warna urine pucat, pernapasan cepat dan dalam, turgor sangat jelek,
ubun- ubun dan mata sangat cekung sekali, dan tidak mau minum (Ida
Mardalena, 2018: 126-127).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat menentukan derajat dehidrasi
dengan menggunakan SkorMurce King antara lain :
a. Menentukan kekenyalan kulit, kulit perut “dijepit” dengan menggunakan
ibu jari dan jari telunjuk selama 30-60 detik, kemudian dilepas kembali.
Apabila kulit kembali normal dalam kurun waktu 1 detik, menandakan
bahwa turgor kulit agak kurang/dehidrasi ringan. Kemudian apabila 1-2
detik kulit kembali, menandakan bahwa turgor kulit kurang/dehidrasi
sedang. Kemudian apabila turgor kulit kembali dalam kurun waktu 2
menit, menandakan bahwa turgor kulit sangat kurang/ dehidrasi berat.
b. Berdasarkan skor yang terdapat pada seorang penderita maka dapat
ditentukan derajat dehidrasinya, bila mendapat nilai 0-2 (dehidrasi ringan),
nilai 3-6 (dehidrasi sedang), dan nilai 7-12 (dehidrasi berat). Nilai atau
gejala tersebut merupakan nilai atau gejala yang terlihat pada dehidrasi
isotonic dan hipotonik yang mana keadaan dehidrasinya paling banyak
yaitu masing-masing 77,8% atau 9,5%.
c. Pada anak dengan ubun-ubun besar yang sudah menutup, nilai ubun-ubun
besar tersebut diganti dengan banyaknya frekuensi buang air kecil.
Menurut tonsitas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi tiga macam, antara lain:
a. Dehidrasi isotonic, yaitu apabila kadar Natrium dalam plasma
menunjukkan angka antara 131-150 mEq/L.
b. Dehidrasi hipotonik, yaitu apabila kadar Natrium plasma menunjukkan
angka <131 mEq/L.
c. Dehidrasi hipertonik, yaitu apabila kadar Natrium plasma menunjukkan
angka >150 mEq/L.
14

9. Komplikasi
Komplikasi dari diare menurut Ida Mardalena (2018: p. 126) antara lain :
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Malnutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ida Mardalena (2018: p. 127-128), penatalaksanaan medis dari
diare antara lain :
1) Pemberian cairan untuk mengganti cairan yang hilang.
2) Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita
diare dengan tujuan untuk penyembuhan dan menjaga kesehatan,
adapun hal yang harus diperhatikan antara lain
3) Pemberian ASI.
4) Pemberian bahan makanan yang mengandung kalori.
5) Pemberian vitamin, mineral, dan makanan yang bersih.
6) Monitor dan koreksi input serta output elektrolit.
7) Pemberian obat-obatan, seperti :
a) Antibiotic (jika diperlukan saja)
b) Koreksi asidosis metabolic.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Terapi cairan
a) Dehidrasi ringan
Penatalaksanaan keperawatan pada diare dengan dehidrasi
ringan atau sedang adalah dengan memberikan minum sebanyak-
banyaknya yaitu 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi. Cairan
dalam
15

minuman yang digunakan adalah cairan yang mengandung larutan


elektrolit seperti oralit, bila tidak ada oralit maka bisa digantikan
dengan larutan air garam yang terdiri dari 1 gelas air yang telah
masak, 1 jumput garam dapur, dan 1 sendok teh gula pasir. Apabila
anak terus muntah dan tidak mau minum sama sekali, maka perlu
diberikan dengan cara sonde.
Apabila dengan cara sonde masih tidak dapat dipakai, maka
perlu digantikan dengan cara dipasangkan infus dengan cairan
Ringer Laktat (RL) atau cairan lain atas persetujuan dokter. Langkah
selanjutnya setelah dipasangkan infus adalah memonitor tetesan
cairan infus terutama pada jam-jam pertama yang harus lancar untuk
mengatasi dehidrasi pasien.
b) Dehidrasi berat
Penatalaksanaan keperawatan pada diare dengan dehidrasi berat
adalah dengan memonitor tetesan infus pada 4 jam pertama yaitu
dengan memastikan bahwa tetesan infus berjalan cepat. Kemudian
tindakan selanjutnya yaitu memonitor tanda vital pasien, seperti :
denyut nadi, pernafasan, suhu pasien. Kemudian memonitor
frekuensi buang air besar yaitu dengan mengobservasi apakah
konsistensi dari tinjanya masih encer/lembek, ataukah sudah
berubah.
Tindakan berikutnya adalah dengan memberikan minuman atau
larutan cairan oralit sebanyak 1 atau 2 sendok setiap jam untuk
mencegah bibir dan mukosa mulut kering. Kemudian tindakan
terakhirnya adalah dengan menghentikan cairan infus setelah
dehidrasinya hilang yang kemudian disusul dengan memberikan
makanan yang bertekstur lunak (Novi Rede, 2019: p.14-15).
2) Terapi Nutrisi
Nutrisi yang diberikan pada pasien diare adalah cukup energi,
cukup protein, cukup lemak, cukup karbohidrat, rendah serat. Lalu
untuk porsi makannya berikan porsi sedikit tapi sering. Untuk jenis
16

makanannya yaitu makanan yang tidak merangsang peristaltic usus.


Kemudian perbanyak minum air putih untuk menghindari dehidrasi.

Cara perhitungan cairan dalam terapi rehidrasi :


 Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap
defekasi.
 Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25-50ml/kgBB per oral (intragastrik)
Selanjutnya : 125ml/kgBB/hari ad libitum
 Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50-100ml/kgBB per oral//intragastrik (sonde)
Selanjutnya : 125ml/kgBB/hari ad libitum
 Dehidrasi berat
Untuk anak dengan umur 1 bulan sampai 2 tahun, dengan berat
badan 3 s/d 10 kg.
- 1 jam pertama
40mll/kgBB/jam = 10 tetes/kgBB/menit (set infus berukuran ml =
15 tetes) atau 13 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
- 7 jam berikutnya
12 ml/kgBB/menit = 3 tetes/kgBB/menit ( set infus 1 ml = 15
tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
- 16 jam berikutnya
125 ml/kgBB per oral atau intragastrik.
Bila anak tidak mau minum, teruskan dengan DG aa intravena 2
tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 3
tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
 Untuk anak dengan umur leih dari 2 sampai 5 tahun, dengan berat
badan 10 s/d 15 kg.
- 1 jam pertama
17

30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau


10 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
- 7 jam berikutnya
10/kgBB/jam atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 4
tetes/kgB/menit (1 ml = 20 tetes).
- 16 jam berikutnya
125 ml/kgBB oralit per oral atau intragastrik.
Bila anak tidak mau minum, dapat diteruskan dengan DG aa
intravena 2 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 3
tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
 Untuk anak dengan umur lebih dari 5 sampai 10 tahun, dengan berat
badan 15 s/d 25 kg.
- 1 jam pertama
20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 7
tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
- 7 jam berikutnya
10 ml/kgBB/jam atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau
3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
- 16 jam berikutnya
105 ml/kgBB oralit peroral. Atau apaila anak tidak mau minum,
dapat diberikan DG aa instravena 1 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15
tetes) atau 1 ½ tetes/kgBB/menit (set1 ml = 20 tetes).
 Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2 s/d 3 kg.
- Kebutuhan cairan
125ml + 100 ml = 250 ml/kgBB/24 jam.
- Jenis cairan
Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1 ½ %).
- Kecepatan
4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tetes/kgBB/menit (1
ml = 15 tetes) atau 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
18

20 jam berikutnya 150 ml/kgBB/20 jam atau 2


tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 2 ½
tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).

 Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat <2 kg.
- Kebutuhan cairan
250 ml/kgBB/24jam.
- Jenis cairan
DG aa
4: 1(4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1 ½ %)
- Kecepatan
Sama dengan bayi baru lahir.
 Cairan untuk pasien MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi
berat :
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg.
Jenis cairan : DG aa.
Jumlah cairan : 250ml/kgBB/24 jam.
Kecepatan :
 4 jam pertama : 60 ml/kgBB/jam atau 15 ml/kgBB/jam atau = 4
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 5 tetes/kgBB/menit (1 ml
= 20 tetes).
 20 jam berikutnya : 150/kgBB/20 jam atau 2 tetes/kgBB/menit
(1 tetes).
 20 jam berikutnya lagi : 190 ml/kgBB/ 20 jam atau 10
ml/kgBB/jam atau 2 ½ tetes kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3
tetes/kgB/menit (1 ml = 20 tetes).
19

11. Pencegahan
Terdapat tiga tingkatan pencegahan diare pada anak, yaitu pencegahan
tingkatan pertama (Primary Prevention), tingkatan kedua (Secondary
Prevention), dan tingkatan ketiga (Tertiary Prevention).
a. Pencegahan tingkat pertama dilakukan pada masa prepatogenesis dengan
tujuan untuk menghilangkan faktor resiko terhadap diare, Tindakan yang
dilakukan yaitu, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat dan
mencuci tangan dengan sabun. Cuci tangan pakai sabun merupakan salah
satu perilaku non-kesehatan yang berpengaruh terhadap status kesehatan
balita. Jari tangan adalah salah satu jalur masuknya virus, bakteri dan
patogen penyebab diare ke makanan. Dengan pola seperti ini, salah satu
bentuk perilaku efektif dan efisien dalam upaya pencegahan dan
pencemaran adalah mencuci tangan.
b. Pencegahan tingkat kedua ditujukan kepada anak yang telah menderita
diare, tindakan yang dilakukan yaitu berikan penderita lebih banyak cairan
dari biasanya seperti oralit atau larutan gula garam untuk mencegah
dehidrasi serta pemberian makanan yang mudah dicerna dan dapat diserap
zat- zat gizinya seperti bubur tempe. Pemberian oralit pada pasien diare
MTBS, oralit adalah campuran garam elektrolit seperti natrium klorida
(NaCl), Kalium Klorida (KCL), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa
anhidrat. Digunakan untuk meningkatkan keseimbangan elektrolit dan
pencegahan komplikasi akibat kadar cairan yang tidak normal.Oralit
sendiri diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang
hilang karena diare. Walaupun air penting untuk pencegahan dehidrasi, air
minum biasa yang dikonsumsi tidak mengandung garam dan elektrolit
yang diperlukan saaat diare dengan dehidrasi, untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit dalam tubuh maka diberikan oralit.Keadaan diare
berhubungan dengan penurunan nafsu makan sehingga sangat
membuhtuhkan makanan yang mengandung padat gizi. Tempe merupakan
pilihan makanan yang tepat untuk diberikan pada penderita diare, tempe
mempunyai kandungan protein yang tinggi dan jenis asam amino esensial
20

yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Tempe mengandung zat
antimikroba aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram
positif sehingga dapat memperbaiki ganguan pencernaan seperti diare.
c. Pencegahan tingkat ketiga ditujukan kepada penderita penyakit diare
dengan maksud jangan sampai bertambah berat penyakitnya atau terjadi
komplikasi. Bahaya yang dapat diakibatkan oleh diare adalah kurang gizi
dan kematian. Kematian akibat diare disebebkan oleh dehidrasi, yaitu
kehilangan banyak cairan dan garam dari tubuh.
d. Pencegahan nutrisi dengan cara pemberian cairan sedini mungkin,
pemberian nutrisi sedini mungkin, menjaga kebersihan lingkungan supaya
tidak terjadi iritasi kulit. (Hussin N.A, 2017: p.7-9)

B. Konsep Dasar Risiko Defisit Nutrisi


1. Definisi
Risiko defisit nutrisi adalah berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolism (Tim Pokja SDKI, 2017: p. 81).
Risiko defisit nutrisi adalah keadaan individu yang berisiko mengalami
kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolic (Rosi dkk,
2019: p. 4).

2. Batasan Karakteristik
Batasan Karakteristik risiko defisit nutrisi :
a. Mual muntah
b. Anoreksia
c. Nafsu makan menurun
d. Berat badan menurun <10% dari berat badan ideal
e. Turgor kulit kurang elastis
f. Bising usus hiperaktif
g. Distensi abdomen
(Ida Mardalena, 2018: p. 128-129)

3. Faktor yang Berhubungan


21

Faktor yang berhubungan :


a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Ketidakmampuan untuk mengarbsorbsi nutrient
d. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
e. Ketidakmampuan menelan makanan
f. Faktor psikologis.
(Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015: p. 295-296)

C. Konsep Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak


1. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan (growth) adalah suatu bentuk perubahan yang bersifat
kuantitatif, yaitu dengan bertambahnya jumlah, ukuran, organ, maupun
individu. Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan juga
ukuran dan struktur organ-organ didalam tubuh dan otak, sebagai contoh,
hasil dari pertumbuhan otak adalah anak mempunyai kapasitas lebih besar
untuk belajar, mengingat, dan mempergunakan akalnya untuk belajar. Jadi
anak tumbuh baik secara fisik maupun mental. Pertumbuhan fisik dapat
dinilai dengan ukuran berat (gram, pound dan kilogram) dan untuk ukuran
panjang (cm, meter), umur tulang, dan tanda-tanda seks sekunder.
(Soetijiningsih 2016, p.2-3)
Perkembangan (development) adalah suatu bentuk perubahan yang
bersifat kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya suatu
kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, dalam pola
yang teratur dan bisa diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan/maturitas. Perkembangan menyangkut proses diferensial sel
tubuh, jaringan tubuh, organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian
rupa sehingga masing-masing dapat menjalankan fungsinya. Termasuk juga
perkembangan kognitif, bahasa, motorik, emosi, dan perkembangan perilaku
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Perkembangan merupakan
suatu perubahan yang bersifat progresif, terarah, dan terpadu/koheren.
22

Progresif mengandung arti bahwa perubahan yang terjadi mempunyai arah


tertentu dan cenderung maju ke depan, tidak mundur ke belakang. Terarah
dan terpadu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang pasti antara
perubahan yang terjadi saat ini, sebelumnya, dan berikutnya. (Soetijiningsih
& Ranuh, 2016: p.3)

2. Teori Perkembangan Anak


Jean Piaget menggambarkan empat tahap perkembangan pada anak, yaitu :
a. Tahap sensorimotor (0-24 bulan)
Pada tahap ini, anak memahami dunianya melalui gerak dan
inderanya, serta mempelajari permanensi objek. Bayi tidak dapat
mempertimbangkan kebutuhan, keinginan, atau kepentingan orang lain.
Karena itu, ia dianggap “ egosentris”.
Selama tahap sensori motor, bayi memperoleh pengetahuan tentang
benda dengan cara melakukan manipulasi. Melalui akuisisi informasi
tentang diri serta orang-orang di dalamnya, maka bayi mulai memahami
bagaimana satu hal dapat menyebabkan atau mempengaruhi yang lain.
Bayi juga mulai mengembangkan ide-ide sederhana tentang waktu dan
ruang.
1) : reaksi reflex.
Lahir - 1 bulan
2) : gerakan aktif tubuh untuk menciptakan
Usia 1-4 bulan
situasi
baru.
3) Usia 4-10 bulan : tubuh mulai bereaksi terhadap onjek tertentu
dan
anak mulai mengerti konsep bahwa tubuh adalah bagian yang
terpisah dari lingkungan.
Usia 10-12 bulan : menggunakan strategi tubuh untuk menciptakan
situasi baru.
Usia 12-18 bulan : menciptakan strategi baru dan dapat melakukan
manipulasi lingkungan di luar objek.
Usia 19-24 bulan : menggunakan ide seperti kata-kata dan tindakan
sebagai strategi untuk menciptakan hasil yang diinginkan.
23

Gambar 2.3.2.a Teori Perkembangan Anak : Tahap Sensori Motor (0-24


bulan)

b. Tahap praoperasional (2-7 tahun)


Selama tahap ini, anak mulai memiliki kecakapan motoric, proses
berpikir anak-anak juga berkembang, meskipun mereka masih dianggap
“jauh” dari kata logis. Proses berpikir menjadi internalisasi, tidak
sistematis, dan mengandalkan intuisi. Kemampuan simbolisasi
meningkat. Kosakata anak juga diperluas dan dikembangkan selama
tahap ini, karena mereka berubah dari bayi dan balita menjadi ‘orang
kecil’.
“Animisme” juga merupakan ciri khas dari tahap praoperasional.
Pengertiannya adalah suattu keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada
akan memiliki beberapa jenis kesadaran. Contoh, anak-anak seringkali
percaya bahwa mobil tidak akan berjalan karena lelah atau sakit.
Karakteristik untuk tahap ini adalah bahwa anak pada masa
praoperasional sering mengasumsikan bahwa setiap orang dan segala
sesuatunya seperti mereka.
Anak-anak pada tahap pra-operasional biasanya “egosentris”, yang
berarti bahwa mereka hanya mampu mempertimbangkan sesuatu dari
sudut pandang mereka sendiri. Dia tidak mengerti mengapa orang lain
mempunyai sudut pandang yang berbeda dan dia tidak bisa menempatkan
posisi dirinya sebagai orang lain. Anak belum mengerti konstansi missal :
ketika segelas air ditaruh di gelas yang kecil dan tinggi kemudian
dipindah ke gelas yang pendek lebar, dia tidak tahu bahwa volumenya
sama. Selama tahapan ini, terjadi sejumlah “decentrine” secara bertahap.
c. Tahap operasional konkret (7-11 tahun)
Pada tahap operasional konkrit ini, anak mulai berpikir secara logis
tentang kejadian-kejadian konkrit, proses berpikir menjadi lebih rasional,
matang, dan “seperti dewasa”, atau lebih “operasional”. Anak dapat
memusatkan berbagai aspek dari berbagai situasi situasi secara simultan.
Anak sudah mengerti sebab-akibat secara rasional dan sistematis. Proses
ini sering berlanjut dengan baik sampai usia remaja.
24

Pada tahap operasional ini, kemampuan belajar konsepnya meningkat,


missal : belajar matematika, membaca, dan kemampuan verbalnya pun
meningkat. Anak dapat melakukan pengelompokan dari spesifik menjadi
umum, begitupun sebaliknya. Kemampuan mengingat dan berpikir logis
pada anak pun meningkat pada tahapan ini. Kepercayaan “animisme” dan
berpikir egosentris pada anak cenderung menurun, meskipun sisa-sisa
cara berpikir seperti ini sering ditemukan pada orang dewasa.
Piaget mengklaim bahwa sebelum memulai tahapan ini, ide anak-
anaktentang objek yang berbeda, dibentuk dan didominasi oleh
penampilan objek. Sebagai contoh : tampaknya ada lebih banyak balok
bila mereka menyebar, daripada ketika mereka berada pada tumpukan
kecil.
d. Tahap operasional formal (mulai umur 11 tahun)
Pada tahapan ini kemampuan penalaran abstrak dan imajinasi anak
telah berkembang. Pengertian terhadap ilmu pengetahuan dan teori pada
anakpun lebih mendalam. Hal ini memungkinkan remaja untuk melewati
dunia realitas yang konkrit ke dunia kemungkinan dan untuk beroperasi
secara logis pada symbol dan informasi yang tidak selalu mengacu pada
objek dan peristiwa di dunia nyata.Pada tahapan ini, anak belajar
menciptakan ide baru dan menggunakan ide tersebut. Anak dapat fokus
pada pernyataan verbal dan mengevaluasi validitas logis mereka tanpa
membuat petunjuk ke keadaan dunia nyata. Pada tahapan ini, anak dapat
berpikir seperti orang dewasa dan anak dapat memikirkan masa depannya
juga (Soetjiningsih & Ranu, 2016: p. 19-21).

D. Cara Pengukuran Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak


1. Perkembangan dengan KPSP
a. Definisi KPSP
KPSP (Kuesioner Pra Skrinning Perkembangan) adalah kuesioner
yang berisi 9-10 pertanyaan tentang perkembangan-perkembangan yang
telah dicapai anak dengan sasaran anak umur 0-72 bulan, dengan tujuan
untuk
25

mengetahui apakah perkembangan anak normal atau mengalami


ketidaknormalan / terdapat penyimpangan.
b. Alat/Instrumen KPSP
Alat/instrument KPSP yang digunakan adalah :
1) Formulir KPSP menurut umur
2) Alat bantu pemeriksaan, berupa : pensil, kertas, bola sebesar bola
tenis, kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak enam buah.
c. Interpretasi KPSP
Interpretasi KPSP adalah :
1) Hitunglah jumlah jawaban “Ya”.
2) Apabila jumlah jawaban “Ya” sama dengan 9 sampai 10, maka
perkembangan anak (S) / sesuai dengan perkembangannya.
3) Apabila jumlah jawaban “Ya” sama dengan 7 sampai 8, maka
perkembangan anak (M) / meragukan.
4) Apabila jumlah jawaban “Ya” sama dengan 6 atau kurang, maka
perkembangan anak (P) / penyimpangan.
5) Apabila terjadi jawaban “Tidak”, maka perlu dirinci jumlah jawaban
“Tidak” menurut keterlambatan (yaitu gerak kasar, gerak halus,
bicara dan bahasa, sosialisasi, serta kemandirian).
d. Tindak Lanjut KPSP
Setelah mendapat hasil skrinning, maka intervensi yang bias
diberikan adalah :
Apabila perkembangan anak sesuai umur (S), maka lakukan tindakan
berikut :
1) Beri pujian pada Ibu karena telah mengasuh anaknya dengan baik.
2) Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap perkembangan anak.
3) Beri stimulasi perkembangan anakk, setiap saat sesering mungkin,
sesuai dengan umur dan kesiapan anak.
4) Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan kesehatan
di Posyandu secara teratur sebulan sekali.
26

5) Lakukan pemeriksaan skrinning rutin menggunakan KPSP setiap 3


bulan pada anak berumur kurang dari 244 bulan dan setiap 6 bulan
pada anak umur 24 sampai 72 bulan (Andi Mulia, 2019: p. 19-21).

2. Pertumbuhan dengan Antropometri


Berikut adalah cara pengukuran antropometri yang sering digunakan dalam
menentukan pertumbuhan pada masa balita :
a. Berat Badan
Yaitu antara usia 0 sampai 6 bulan, berat bayi bertambah 682 gram
per bulan. Berat badan lahir bayi meningkat 2 kali lipat ketika usia 5
bulan. Kemudian antara usia 6 sampai 12 bulan, berat bayi bertambah 341
gram per bulan. Berat badan bayi akan menjadi empat kali berat badan
lahir pada umur 2 tahun. (Andi Mulia, 2019: p. 23)
Pada masa prasekolah, kenaikan berat badan rata-rata 2 kg/tahun.
Ketika pertumbuhan konstan (plateu) ini berakhir, mulailah m asa pre-
adolescent growth spurt (pacu tumbuh pra-adolesen) dengan rata-rata
kenaikan berat badan 3-3,5/tahun,yang kemudian dilanjutkan oleh masa
adolescent growth spurt (pacu tmbuh adolesen). Dibandingkan dengan
anak laki-laki, pacu tumbuh anak perempuan mulai lebih cepat, yaitu pada
sekitar umur 8 tahun. Sedangkan pada anak laki-laki baru memasuki masa
ini pada umur 10 tahun. Namun, pertumbuhan anak perempuan lebih cepat
berhenti daripada laki-laki. Pada umur 18 tahun, anak perempuan sudah
tidak tumbuh lagi. Sedangkan anak laki-laki baru berhenti tumbuh pada
umur 20 tahun. Sebaiknya, untuk memantau berat badan anak perlu
menggunakan grafik pertumbuhan, sehingga kita dapat mengetahui pola
pertumbuhan anak dari waktu ke waktu.

Kenaikan berat badan pada anak pada tahun pertama kehidupan jika
mendapat gizi yang baik berkisar :
1) 700 sampai 1000 gr/bulan pada Triwulan I
2) 500 sampai 600 gr/bulan pada Triwulan II
27

3) 350 sampai 450 gr/bulan pada Triwulan III


4) 250 sampai 350 gr/bulan pada Triwulan IV
Kemudian, kenaikan berat badan perhari pada anak
:
1) 20 sampai 30 gram pada 3-4 bulan pertama
2) 15 sampai 20 gram pada sisa tahun pertama.

Dalam memperkirakan berat badan anak dapat juga menggunakan rumus


Behrman (1992), yaitu :
Perkiraan BB dalam kilogram (kg)
Lahir = 3,25 kg
Usia 3-12 bulan = umur (bulan) +9
2
Usia 1-6 tahun = (umur (tahun) x 2) + 8
Usia 6-12 tahun = (umur (tahun) x 7) – 5
2
(Soetjiningsih & Ranuh, 2016: p. 99)
b. Tinggi Badan
Pertumbuhn fisik bersifat konstan sampai awal pacu tumbuh adolesen.
Namun, sering terjadi suatu kenaikan kecil antara 6 sampai 8 tahun. Pada
umur 13 sampai 15 tahun terjadi percepatan (akselerasi) pertumbuhan
(biasa disebut pacu tumbuh adolesen). (Soetjiningsih & Ranu, 2016: p.
100-101) Pada tinggi badan, rata-rata waktu lahir yaitu 50 cm. secara
garis besar, tinggi badan anak yang naik dapat diperkirakan sebagaimana
berikut ini :
1) Anak usia 1 tahun : 1,5 x TB Lahir
2) Anak usia 4 tahun : 2 x TB Lahir
3) Anak usia 6 tahun : 1,5 x TB Lahir
4) Anak usia 13 tahun : 3 x TB Lahir
5) Dewasa : 3,5 x TB Lahir (2 x TB 2 tahun).

Atau dalam memperkirakan tinggi badan anak dapat juga dengan


menggunakan rumus dari Behrman (1992), yaitu :
28

Perkiraan TB dalam sentimeter


(cm) Lahir = 50 cm
Usia 1 tahun = 75 cm
Usia 3-12 tahun = (umur (tahun) x 6) + 77
(Andi Mulia, 2019: p. 23)
c. Lingkar Kepala
Lingkar kepala pada saat lahir rata-rata 34-35 cm dan lingkar kepala
ini lebih besar daripada lingkar dada (Soetjiningsih & Ranu, 2016: p. 103).
Antara usia 0 sampai dengan usia 6 bulan, lingkar kepala bertambah 1,32
cm per bulan. Pada usia 6 sampai 12 bulan, lingkar kepala bayi meningkat
0,44 cm per bulan, lingkar kepala meningkat dari 1/3nya dan berat otak
bertambah 2,5 kali dari berat lahir. Pada usia 6 bulan, rata-rata lingkar
kepala yaitu 44 cm, kemudian pada usia 1 tahun yaitu 47 cm, kemudian
pada usia 3 tahun yaitu 49 cm, dan kemudian pada orang dewasa 54 cm
(Andi Mulia, 2019: p. 24).
d. Perubahan Fontanel
Saat lahir, bagian terlebar fontanel anterior yang berbentuk berlian
berukuran sekitar 4-5 cm, fontanel ini menutup pada usia 12 dan 18 bulan.
Sedangkan bagian terlebar fontanel posterior yang berbentuk segitiga
sekitar 0,5 sampai 1 cm, fontanel tersebut menutup pada usia 2 bulan.
e. Lingkar Dada
Ukuran lingkar dada normal sekitar 2 cm lebih kecil daripada linglar
kepala. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur lingkar dada sejajar
dengan putting. (Andi Mulia, 2019: p. 25)

3. Pemantauan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Menurut Soetjiningsih (dalam Jurnal Pengabdian Masyarakat Era
Revika 2019: p.10), pemantauan perkembangan balita sangat perlu dipantau
agar jika terjadi ke abnormalan akan lebih dini dapat terdeteksi, karena
perkembangan pada masa balita sangant menentukan perkembangan masa
selanjutnya, pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
29

menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini perkembangan


kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan
intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan
berikutnya. Pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini perkembangan
kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan
intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan
berikutnya.
Menurut teori Hidayat, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mendeteksi tumbuh kembang anak yaitu dengan pengukuran antropometri.
Pengukuran antropometri ini meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan
(panjang badan), lingkar kepala, lingkar lengan atas (Era Revika 2019: p.10)
Pelaksanaan deteksi tersebut dilaksanakan sambil memberikan media
edukasi yang sesuai dan dilaksanakan seolah-olah melakukan suatu
permainan. Orangtua bahkan menanyakan apa yang harus dilakukan untuk
lebih meningkatkan kemampuan dalam perkembangan anak. Peran keluarga
sangat penting dalam mengupayakan optimalisasi tumbuh kembang anak
(Stimulasi, Deteksi dan Intervensi) dan pelayanan pediatrik (pengobatan,
pencegahan dan rehabilitasi), meningkatnya produktifitas dan kreatifitas.
Hasilnya akan berdampak pada kesehatan, pertumbuhan fisik, kecerdasan
emosional , kognitif, moral spiritual, fungsi sosial serta kecerdasan majemuk
(Era Revika, 2019: p. 10-11).
Menurut Andi Mulia (2019: p. 25), pemantauan perkembangan anak
selain dengan menggunakan pengukuran antropometri juga dapat dilengkapi
dengan menggunakan KPSP. Yang mana dalam KPSP (Kuesioner Pra
Skrinning Perkembangan) sendiri terdapat kuesioner yang berisi 9 sampai 10
pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak
dengan sasaran anak umur 0 sampai 72 bulan, dengan tujuan untuk
mengetahui perkembangan anak apakah normal atau terdapat
ketidaknormalan / penyimpangan.
30

E. Konsep Asuhan Keperawatan Risiko Defisit Nutrisi Pada Anak Dengan Diare
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Ida Mardalena (2018: p.128-129), pengkajian yang sistematis
meliputi pengumpulan data, analisa data, dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, dan
pengkajian fisik.
a. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, pendidikan, pekerjaan, agama.
c. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Mual muntah, nafsu makan menurun, berat badan menurun.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berisikan data anak menadi cengeng,
gelisah, nafsu makan menurun, sehingga timbul diare.
e. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berisikan data pernyataan dari pertanyaan
apakah sebelumnya pasien pernah menderita penyakit dengan masalah
keperawatan yang sama seperti sekarang dan apakah dirawat?
f. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga berisikan data pernyataan dari pertanyaan
apakah dalam keluarga permah terdapati menderita penyakit yang sama
seperti pasien sekarang?
g. Pengkajian pola fungsional
1) Pola nutrisi
Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan
berat badan pasien.
h. Keadaan umum
31

Keadaan umum tampak lemah, kesadaran komposmentis sampai koma,


suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
i. Pemeriksaan sistematik
Pemeriksaan sistematik meliputi pemeriksaan inspeksi, perkusi, palpasi,
auskultasi :
1) Inspeksi
Berat badan menurun.
2) Perkusi
Adanya distensi abdomen.
3) Palpasi
Turgor kulit kurang elastis.
4) Auskultasi
Terdengar bising usus.

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Defisit Nutrisi Berhubungan Dengan Ketidakmampuan Mengarbsorbsi
Nutrient.

3. Intervensi Keperawatan
a. NOC
1) Status Nutrisi :
a) Makanan & cairan
2) Asupan :
a) Asupan nutrisi
b) Kontrol berat badan
Kriteria Hasil :
1) Porsi makan habis
2) Asupan tercukupi.
3) Mual muntah teratasi.
b. NIC
1) Manajemen Nutrisi
32

a) Kaji adanya alergi makanan.


b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diit pasien.
c) Berikan diit dalam kondisi hangat dan porsi sedikit tapi sering.
d) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
e) Timbang berat badan pasien.
2) Pemantauan Nutrisi
a) Monitor adanya penurunan berat badan.
b) Monitor mual dan muntah.
(Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015: p. 294-296)

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu menangani masalah status kesehatan yang
dialami pasien supaya meningkat ke status kesehatan yang baik sesuai dengan
kriteria hasil yang diharapkan. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
melakukan tindakan mandiri dan berkolaborasi dengan sesame tim atau
dengan tim kesehatan lainnya (Eka Nofianti, 2020: p.28).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
yang digunakan untuk mengetahui tujuan dari tindakan keperawatan yang
dilakukan telah tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan
dilakukan untuk mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Terdapat metode 4 langkah dalam menentukan evaluasi dari tindakan
keperawatan, antara lain :
- S (Subyektif) yaitu data yang diutarakan pasien dengan ungkapan
langsung melalui wawancara.
- O (Obyektif) yaitu data yang didapat perawat melalui hasil observasi
- A (Analisis) yaitu kesimpulan dari data subyektif dan obyektif.
33

- P (Planning) yaitu mengembangkan rencana yang akan dating agar dapat


mencapai status kesehatan. (Eva Nofianti, 2020: p.28).

Anda mungkin juga menyukai