Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS

1. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer.Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil yang diakibatkan oleh bakteri,
virus, dan jamur (Soepardi, 2012).
Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengambil atau mengangkat
tonsil untuk mencegah infeksi selanjutnya (Shelov, 2004).
2. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, tonsilitis dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu sebagai berikut :
a. Tonsilitis Akut
Tonsilitis akut merupakan suatu inflamasi akut yang terjadi pada tonsilla
palatina, yang terdapat pada daerah orofaring disebabkan oleh adanya infeksi
maupun virus.Tonsilitis akut dapat dibagi menjadi :
1) Acute superficial tonsilitis, biasanya disebabkan oleh infeksi virus dan biasanya
merupakan perluasan dari faringitis serta hanya mengenai lapisan lateral.
2) Acute folicular tonsilitis, infeksi menyebar sampai ke kripta sehingga terisi
dengan material purulen, ditandai dengan bintik – bintik kuning pada tonsil
3) Acute parenchymatous tonsilitis, infeksi mengenai hampir seluru bagian tonsil
sehingga tonsil terlihat hiperemis dan membesar,
4) Acute membranous tonsilitis, merupakan stase lanjut dari tonsilitis folikular
dimana eksudat dari kripta menyatu membentuk membran di permukaan
tonsil(Dhingra, 2005).
b. Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yangmenetap sebagai akibat infeksi
akut atau subklinis yangberulang. Ukuran tonsil membesar akibat
hiperplasiaparenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksikripta tonsil, namun
dapat juga ditemukan tonsil yangrelatif kecil akibat pembentukan sikatrik yang
kronis. Durasi maupun beratnya keluhannyeri tenggorok sulit dijelaskan. Biasanya
nyeritenggorok dan nyeri menelan dirasakan lebih dari 4minggu dan kadang dapat
menetap. Tonsilitiskronis adalah suatu kondisi yang merujuk kepada
adanyapembesaran tonsil sebagai akibat infeksi tonsil yang berulang (Pulungan,
2005).

3. Anatomi Fisiologi
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin
Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri
dari
a. Tonsil faringeal (adenoid)
b. Tonsil palatina (tonsil faucial)
c. Tonsil lingual (tosil pangkal lidah)
d. Tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil).
Secara histologis, lapisan pada tonsil terbagi atas tiga zona. Ketiga zona tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Reticular cell epithelium
Lapisan squamous, di dalamnya terdapat antigen presenting cell (Sel M) yang
mentransfer antigen ke dalam organ limfoid
b. Extrafolicular area
Terdiri atas sel sel T (Limfosit T)
c. Limphoid follicle
Terdiri atas mantle zone (sel-B matur) dan germinal center (sel-B aktif)
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa
tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus)
dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm,
masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan
tonsil.Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya
dikenal sebagai fosa supratonsilar.Tonsil ini terletak di lateral orofaring dengan dibatasi
oleh:
a. Lateral → muskulus konstriktor faring superior
b. Anterior → muskulus palatoglosus
c. Posterior → muskulus palatofaringeus
d. Superior → palatum mole
e. Inferior → tonsil lingual
Tonsil palatina memiliki 2 lapisan (lateral dan medial) serta memiliki 2 kutub
(kutub atas dan kutub bawah. Berikut ini penjelasan dari bagian bagian tersebut :
a. Lapisan medial
Lapisan ini ditutupi oleh epitel squamous bertingkat non-keratinizing yang
berlekuk masuk ke dalam substansi tonsil dan membentuk kripta. Pintu masuk dari
12 – 15 kripta dapat terlihat pada lapisan medial ini. Salah satu dari kripta tadi,
yang terletak dekat dengan kutub atas merupakan kripta dengan ukuran paling besar
dan dalam yang dikenal dengan crypta magna atau intratonsillar cleft. Kripta dapat
diisi oleh material seperti sel epitel, bakteri, atau debris makanan.
b. Lapisan lateral
Lapisan ini ditutupi oleh kapsul berupa jaringan fibrosa. Diantara kapsul dan
bagian dalam tonsil terdapat jaringan ikat longgar yang menjadi batas saat
dilakukan tonsilektomi. Tempat ini juga merupakan tempat pengambilan sampel
nanah pada penderita peritolsillar abscess. Beberapa serat otot palatoglossus dan
otot palatopharingeal juga melekat pada kapsul tonsil.
c. Kutub atas
Bagian ini memanjang sampai pallatum mole. Lapisan medialnya ditutupi oleh
lipatan semilunar, yang memanjang diantara pilar anterior dan posterior, dan
menutupi fossa supratonsilar.
d. Kutub bawah
Bagian ini melekat pada pangkal lidah. Lipatan triangular dari membran
mukosa memanjang dari pilar anterior sampai bagian anteroinferior dari tonsil dan
menutupi anterior pillar space. Tonsil dipisahkan dari lidah oleh tonsillolingual
sulcus yang sering menjadi tempat terjadinya keganasan (Dhingra, 2005).
Tonsil palatina mendapat pendarahan dari cabang-cabang A.karotis eksterna,
melalui cabang-cabangnya, yaitu :
a. A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya
b. A. tonsilaris dan A. palatina asenden.
c. A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden.
d. A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal.
e. A. faringeal asenden.
Sumber perdarahan daerah kutub bawah tonsil:
a. Anterior : A. lingualis dorsal.
b. Posterior : A. palatina asenden.
c. Diantara keduanya : A. tonsilaris.
Sumber perdarahan daerah kutub atas tonsil:
d. A. faringeal asenden
e. A. palatina desenden
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit.Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar.Sedangkan limfosit T pada tonsil
adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang.Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal.Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen,
interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar.Sel limfoid yang
immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area
ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel
ilmfoid(Farokah, 2005)
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yangdiperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama
yaitu(Soepardi, 2012):
a. Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif
b. Sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik.

4. Etiologi
Tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus.Tonsil
berfungsi untuk membuat limfosit, yaitu sejenis sel darah putih yang bertugas
membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Tonsil akan berubah
menjadi tempat infeksi bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang,
menyebabkan tonsillitis.Penyebab tonsilitis adalah infeksi kuman Streptococcus beta
Hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes.Streptococcus
pyogenes merupakan patogen utama pada manusia yang menimbulkan invasi lokal,
sistemik dan kelainan imunologi pasca streptococcus(Flint, 2010).
Dari beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Streptococcus β
Hemolitikus Grup A merupakan penyebab utama dari tonsilitis dengan persentase
sekitar 15 – 30% dari semua jenis bakteri(Hsieh, 2011). Beberapa etiologi lain yang
juga cukup tinggi insidennya dalah menyebabkan terjadinya tonsilitis adalah
Haemophyllus influenzaStaphylococcus aureus dan Streptococcus Pyogens (Babaiwa,
2013).
Bakteri di dalam saluran tenggorok akanmulai muncul sejak pemberian makanan
melalui mulut. Bakteri tersebar di dinding faring permukaan tonsil maupun ke rongga
mulut. Bakteri di dalam tenggorok pada umumnya adalah flora normal. Flora normal
ditenggorok terdiri dari bakteri gram positif dan gram negatif baik yang aerob maupun
anaerob. Bakteri anaerob seperti Actinomyces, Nocardia, dan Fusobacterium mulai
ditemukan pada usia 6 sampai 8 bulan. Bacteroides,Leptotrichia, Propioni bacterium,
dan Candida muncul sebagai flora rongga mulut. Populasi Fusobacterium akan
meningkat dengan terbentuknya gigi (Pulungan, 2005).
Bakteri aerob termasuk; Streptococcus nonhemolyticus, Streptococcus mitis,
Streptococcus spp, Staphylococcus non coagulatif, Gemella haemolysans, Neisseria spp
dan lain-lain. Kondisi yang menguntungkan dari host terhadap perkembanganbakteri
dapat mengakibatkan terjadinya perubahan flora normal menjadi patogen (Pulungan,
2005).
Peranan bakteri anaerob pada tonsilitis sulitdijelaskan. Bakteri anaerob merupakan
flora normal pada tonsil. Tidak ditemukan perbedaan bakteri anaerob pada tonsil yang
sehat dengan tonsilitis akut.Pada tonsilitis kronis juga tidak ditemukan
perbedaanbermakna antara bakteri anaerob di permukaan tonsil dengan di inti tonsil.
Namun demikian secara invitro ditemukan sinergi antara bakteri anaerob
danpertumbuhan Streptococcus β hemolyticus group A. Bakteri anaerob mempengaruhi
pertumbuhan bakteri patogen (Pulungan, 2005).
Peranan bakteri anaerob penghasil β laktamaseseperti Bacteroides fragilis,
Fusobacterium spp, dapat menurunkan penetrasi penisilin terhadap bakteri patogen.
Bakteri anaerob penghasil β laktamase yang resisten terhadap penisilin dapat
melindungi organisme patogen dimaksud. Pemeriksaan bakteriologi terhadap tonsil
kanan dan tonsil kiri tidak ditemukan perbedaan (Pulungan, 2005).

5. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil berperan
sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang masuk dan membentuk
antibodi terhadap infeksi. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka
jaringan limfoid superfisial mengadakan reaksi.Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil
yang berisi bercak kuning yang disebut detritus.Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis
falikularis(Farokah, 2005).
Pada tonsilitis akut dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi
parah.Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga sakit menelan dan
demam tinggi. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sakit menelan,
tenggorokan akan terasa mengental.Tetapi bila penjamu memiliki kadar imunitas
antivirus atau antibakteri yang tinggi terhadap infeksi virus atau bakteri tersebut, maka
tidak akan terjadi kerusakan tubuh ataupun penyakit.Sistem imun selain melawan
mikroba dan sel mutan, sel imun juga membersihkan debris sel dan mempersiapkan
perbaikan jaringan(Farokah, 2005).
Infeksi berulang pada tonsilitis akut sering tejadi pada pengobatan yang tidak
adekuat. Hal terjadi dikarenakan kemampuan bakteri untuk bertahan pada lingkungan
intraseluler di dalam kripta tonsil, sehingga tidak terkena paparan antibiotik yang
diberikan pada pasien. Dengan begitu bakteri tersebut dapat berkembang biak dan
menyebabkan reinfeksi kembali. (Mal, 2010). Mekanisme lain yang dapat menjelaskan
kejadian ini adalah karena penetrasi antibiotik ke dalam tonsil yang rendah akibat
jaringan parut karena infeksi tonsilitis. Selain itu juga adanya flora normal yang
menghasilkan enzim protektif dan membentuk lapisan biofilm juga dapat menghalangi
penetrasi dari antobiotik ke dalam tonsil (Alasil, 2011).
Tonsilitis kronis adalah suatu keadaan dimana penyakit terjadi secara berulang
diikuti oleh episode serangan akut atau keadaan subklinis dari suatu infeksi yang
persisten, biasanya terjadi akibat penatalaksanaan yang kurang adekuat. Terminologi
tonsilitis berulang/recurrent merupakan keadaan yang hampir sama dengan tonsilitis
kronis. Akan tetapi pada keadaan tonsilitis berulang, ada suatu keadaan dimana tonsil
kembali ke keadaan normal secara makroskopis dan histologis diantara dua serangan.
Hal ini yang membedakannya dengan tonsilitis kronis dimana keadaan ini tidak
ditemukan (Ugras, 2008).
Pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang yang menyebabkan
epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan,
jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang
antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus.Infiltrasi bakteri pada
epitel jaringan tonsil akan menimbulkan radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear serta terbentuk detritus yang terdiri dari kumpulan leukosit, bakteri
yang mati, dan epitel yang lepas (Dhingra, 2005).
Patofisiologi tonsilitis kronis adalah akibat adanya infeksi berulang pada tonsil
maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman
kemudian menginfeksi tonsil.Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil
berubah menjadi tempat infeksi.Proses radang berulang yang timbul maka selain epitel
mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta
melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan
jaringan disekitar fossa tonsilaris. Proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula (Dhingra, 2005).
6. Pathway
Infeksi Bakteri / Virus

Penyebaran Limfogen

Menginvasi Tonsil

Proses Inflamasi / Peradangan pada keduan jaringan


tonsil

Pembesaran kedua tonsil menutupi faring Reaksi Peradangan Lokal

Obstruksi Pirogen -Endogen

Sistem Hipotalamus
Jalan Nafas Saluran Pencernaan Atas

Sistem Termoregulasi
Gangguan Pola Nafas Disertai Peradangan

Hipertermi
Nyeri Telan Nyeri

Asupan Nutrisi Kurang Sulit Makan

Metabolisme Menurun Nutrisi Kurang dari


Kebutuhan

Defisit Energi

Intoleransi Aktivitas
7. Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dialami oleh pasien yang menderita
tonsilitis akut, yaitu sebagai berikut ini :
a. Tanda
1) Napas berat dan lidah yang licin
2) Hiperemis pada pilar, uvula dan palatum mole
3) Kemerahan dan bengkak pada tonsil disertai dengan gambaran bintik bintik
kuning yang merupakan gambaran material purulen pada kripta yang terbuka
(acute folicular tonsilitis). Kedua tonsil dapat membesar hingga dapat bertemu
pada midline orofaring.
4) Pembesaran dari KGB jugulodigastrikus
b. Gejala
Gejala yang sering ditemui berupa kesulitan dalam menelan, gangguan fonasi,
respirasi dan pendengaran. Selain itu gejala yang dapat muncul antara lain :
1) Sakit tenggorokan
2) Sakit menelan
3) Perubahan suara (serak)
4) Sakit pada telinga
5) Snoring (akibat obstruksi jalan napas atas)
6) Napas berbau
7) Gangguan pendengaran
8) Pasien tampak sangat sakit

8. Pemeriksaan
a. Tes laboratorium
Tes laboratorium digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam
tubuh pasien merupakan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam
reumatik, glomerul nefritis, dan demam.
b. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji retensi bila diperlukan

9. Penatalaksanaan Tonsilitis
Pemeriksaan kultur bakteri penyebab tonsilitisrekuren maupun tonsilitis kronis
perlu dilakukan untuk mengetahui bakteri penyebab sebagai bukti empiris dalam
penatalaksanaan tonsilitis. Terdapat perbedaan bakteri pada permukaan tonsil dengan
bakteri di dalam inti tonsil sehingga perlu dilakukan pemeriksaan swab permukaan
tonsil maupun pemeriksaan dari inti tonsil.Swab dari inti tonsil didapatkan dari tonsil
yang telah dilakukan tonsilektomi. (Pulungan, 2005)
Untuk pasien yang menderita tonsilitis akut, berikut ini penatalaksanan yang dapat
diberikan, yaitu (Soepardi, 2012) :
a. Antibiotik golongan penisilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau
obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau
klindomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk
mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.
Indikasi dilakukannya pemberian antibiotik pada pasien dengan infeksi pada tonsil
dan saluran napas adalah sebagai berikut (Paleri, 2010) :
a. Akut tonsilitis disertai dengan gejala sistemik
b. Unilateral peritonsilitis
c. Memiliki riwayat demam reumatik
d. Keadaan immunosupresi
Penatalaksanaan tonsilitis akut dengan memperbaiki higiene mulut, pemberian
antibiotika spektrum luas selama 1 minggu dan Vitamin C dan B kompleks.Pada
beberapa penelitian menganjurkan pemberian antibiotik lebih dari 5 hari. Pemberian
antibiotik secepatnya akan mengurangi gejala dan tanda lebih cepat. Meskipun
demikian, tanpa antibiotik, demam dan gejala lainnya dapat berkurang selama 3-4
hari.Pada demam rematik, gejala lainnya dapat berkurang selama 3-4 hari.Pada demam
rematik, gejala dapat bertahan sampai 9 hari selama pemberian terapi(Dhingra, 2005).
Untuk tonsilitis bakteri, penisililin merupakan antibiotik lini pertama untuk
tonsilitis akut yang disebabkan bakteri Group A Streptococcus B hemoliticus (GABHS).
Walaupun pada kultur GABHS tidak dijumpai, antibiotik tetap diperlukan untuk
mengurangi gejala. Jika dalam 48 jam gejala tidak berkurang atau dicurigai resisten
terhadap penisilin, antibiotik dilanjutkan dengan amoksisilin asamklavulanat sampai 10
hari.Pada tonsillitis kronik dilakukan terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat
kumur/hisap dan terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau
terapi konservatif tidak berhasil(Soepardi, 2012).
Pada tonsilitis yang berulang, penggunaan antibiotik ciprofloxacin dan gentamisin
perlu dipertimbangkan. Hal ini karena organisme yang sering menyebabkan infeksi
berulang ini adalah Pseudomonas aeruginosa dan beberapa bakteri lain yang sensitif
terhadap ciprofloxacin dan gentamisin. Pada pasien anak, penggunaan amoxicillin atau
kombinasi amoxicillin-asam klavulanat adalah pilihan pertama pada tonsilitis berulang,
dimana penggunaan ciprofloxacin menjadi kontraindikasi (Babaiwa, 2013).
Indikasi dilakukannya tonsilektomi dapat dibagi menjadi :
a. Indikasi absolut
1) Infeksi tenggorokan berulang yang terjadi :
a) Tujuh kali atau lebih dalam satu tahun
b) Lima kali per tahun dalam dua tahun
c) Tiga kali per tahun dalam tiga tahun
d) Dua minggu atau lebih tidak masuk sekolah atau kerja dalam satu tahun
2) Abses peritonsilar. Pada anak, tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu setelah abses
diobati. Pada dewasa, serangan kedua abses peritonsilar merupakan indikasi
asolut.
3) Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
4) Hipertrofi tonsil yang menyebabkan :
a) Obstruksi saluran napas (sleep apnea)
b) Sulit menelan
c) Gangguan artikulasi suara
5) Suspek keganasan. Pembesaran tonsil unilateral kemungkinan limfoma pada
anak, dan kemungkinan karsinoma epidermoid pada dewasa. Sebelumnya
harus dilakukan dahulu biopsi eksisional.
b. Indikasi relatif
1) Karies difteri yang tidak respon dengan pemberian antibiotik
2) Karies streptococcus , yang mungkin menjadi sumber infeksi lainnya
3) Tonsilitis kronis dengan halitosis yang tidak respon dengan terapi
medikamentosa
4) Tonsilitis streptococcus berulang pada pasien dengan valvular heart disease.
c. Bagian dari operasi lain
1) Palatofaringoplasti yang dilakukan karena adanya sleep apnea syndrome.
2) Neurektomi glossofaringeal. Tonsil diangkat terlebih dahulu baru kemudian
nervus glossofaringeal diangkat dan bed of tonsil tetap ditinggalkan.
3) Pengangkatan prosessus stiloideus
Beberapa perawatan yang harus dilakukan pada pasien yang telah menjalani
tonsilektomi adalah sebagai berikut menurut Firman S (2006), yaitu :
a. Perawatan Prabedah
Diberikan sedasi dan premedikasi, selain itu pasien juga harus dipuasakan,
membebaskan anak dari infeksi pernafasan bagian atas.
b. Teknik Pembedahan
Anestesi umum selalu diberikan sebelum pembedahan, pasien diposisikan
terlentang dengan kepala sedikit direndahkan dan leher dalam keadaan ekstensi
mulut ditahan terbuka dengan suatu penutup dan lidah didorong keluar dari jalan.
Penyedotan harus dapat diperoleh untuk mencegah inflamasi dari darah. Tonsil
diangkat dengan diseksi / quillotine.
Metode apapun yang digunakan penting untuk mengangkat tonsil secara
lengkap. Perdarahan dikendalikan dengan menginsersi suatu pak kasa ke dalam
ruang post nasal yang harus diangkat setelah pembedahan. Perdarahan yang
berlanjut dapat ditangani dengan mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar
tonsil.
c. Perawatan Paska-bedah
1) Berbaring ke samping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
2) Memantau tanda-tanda perdarahan
a) Menelan berulang
b) Muntah darah segar
c) Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
3) Diet
a) Memberikan cairan bila muntah telah reda
 Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar
(lebih nyaman dari ada kepingan kecil).
 Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan).
b) Menawarkan makanan
 Es crem, crustard dingin, sup krim, dan jus.
 Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat
dinikmati pada pagi hari setelah perdarahan.
 Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar, atau banyak
bumbu selama 1 minggu.
4) Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
a) Menggunakan kompres es bila mau
b) Memberikan anakgesik (hindari aspirin)
c) Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
d) Minum 2-3 liter/hari sampai bau mulut hilang.
5) Mengajari pasien mengenal hal berikut
a) Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung
segera selama 1-2 minggu.
b) Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
c) Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan
ke-8 setelah operasi.
10. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menderita tonsilitis
adalah sebagai berikut :
1) Abses peritonsil
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan
sekitarnya.Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot
yang mengelilingi faringeal bed.Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan
serangan berulang.Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang
berat, dan trismus.Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.
2) Abses parafaring
Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus
mandibula, demam tinggi, dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga
menonjol ke arah medial.Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.
3) Abses intratonsilar
Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil.Biasanya diikuti
dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut.Dijumpai nyeri lokal dan
disfagia yang bermakna.Tonsil terlihat membesar dan merah.Penatalaksanaan yaitu
dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan, selanjutnya
dilakukan tonsilektomi.
4) Tonsilitis kronis dengan serangan akut
Biasanya terjadi karena tatalaksana tonsilitis akut yang tidak adekuat. Infeksi
kronis dapat terjadi pada folikel limfoid tonsil dalam bentuk mikroabses.
5) Otitis Media Akut
Serangan berulang otitis media akut berkaitan erat dengan serangan berulang
dari tonsilitis akibat infeksi yang menjalar melalui tuba eustachius.
6) Tonsilolith (kalkulus tonsil)
Tonsilolith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh
sisa-sisa dari debris.Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan
yang memicu terbentuknya batu.Batu tersebut dapat membesar secara bertahap dan
kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil.Tonsilolith lebih sering terjadi pada
dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation.Hal ini
didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya
permukaan yang tidak rata pada perabaan.
7) Kista tonsilar
Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran
kekuningan di atas tonsil.Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala.Dapat dengan
mudah didrainasi.
8) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonefritis.
Anti-streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita Glomerulonefritis
dan 33% diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus beta hemolitikus pada
swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini
megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa terjadinya penyakit
Glomerulonefritis.

11. Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1) Wawancara
a) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya(tonsillitis)
b) Apakah pengobatanadekuat
c) Kapan gejala itumuncul
d) Apakah mempunyai kebiasaanmerokok
e) Bagaimana polamakannya
f) Apakah rutin / rajin membersihkanmulut
2) Pemeriksaanfisik
a) IntergritasEgo
Gejala : Perasaan takut, Khawatir bila pembedahan mempengaruhi
hubungan keluarga, kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
b) Makanan /Cairan
Gejala : Kesulitanmenelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi, kebersihan gigi
buruk.
c) Hygiene
Tanda : Kesulitan menelan
d) Nyeri /Keamanan
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
e) Pernapasan
Gejala : Riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk
kayu, debu.
Hasil pemerisaan fisik secara umum di dapat :
a) Pembesaran tonsil danhiperemis
b) Letargi
c) Kesulitanmenelan
d) Demam
e) Nyeritenggorokan
f) Kebersihan mulutburuk
3) Pemeriksaandiagnostit
Pemeriksaan usaptenggorok
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan pengobatan,
terutama bila keadaan memungkinkan.Dengan melakukan pemeriksaan ini
kita dapat mengetahui kuman penyebab dan obat yang masih sensitif
terhadapnya.Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik.

b. DiagnosaKeperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera bilogis
2) Gangguan Pola Nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan
4) Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungandengan
ketidakmampuan makan
5) Hipertermi berhubungan dengan Proses penyakit
6) Cemas berhubungan dengan status kesehatan

c. Intervensi
Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera bilogis
NOC : Kontrol dan Level Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24
jam diharapkan tidak ada masalah dalam nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri
dapat hilang atauberkurang
Kriteria hasil :
1) Mengenali faktorpenyebab.
2) Mengenali serangannyeri.
3) Tindakan pertolongan nonanalgetik
4) Mengenali gejalanyeri
5) Melaporkan kontrol nyeri
6) Skala : menurun 2-4 dari sebelumnya
NIC : Menejemen Nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktorpresipitasi.
2) Observasi reaksi non verbal dariketidanyamanan.
3) Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafasdalam.
4) Anjurkan pasien untukistirahat.
5) Kolaborasi pemberian analgesik yangsesuai.

Dx 4: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denganketidakmampuan


makan
NOC : Fluid balance
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nutrisi selama 3 x 24
jam diharapkan tidak ada masalah ketidak seimbangan nutrisi
Kriteria hasil :
1) Adanya peningkatan BB sesuaitujuan
2) BB ideal sesuai tinggibadan
3) Mampu mengidentifikasi kebutuhannutrisi
NIC : Manajemennutrisi
1) Berikan makanan yangterpilih
2) Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yangdibutuhkan
3) Berikan makanan sedikit tapisering
4) Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentukmenarik.

Dx 5: Hipertermi berhubungan dengan Proses penyakit


NOC : Termoregulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan fever treatment selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak ada masalah dalam suhu tubuh kembali normal atau turun.
Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentangnormal
2) Suhu kulit dalam batasnormal
3) Nadi dan pernafasan dalam batasnormal.
NIC : FeverTreatment
1) Monitor suhu seseringmungkin
2) Monitor warna, dan suhukulit
3) Monitor tekanan darah, nadi, danpernafasan.
4) Monitor intake danoutput
5) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebabdemam.
Dx 6: Cemas berhubungan denganstatus kesehatan
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan cemas selama 3 x
24 jam diharapkan rasa cemas dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
1) Ansietas berkurang
2) Monitor intensitaskecemasan
3) Mencari informasi untuk menurunkankecemasan
4) Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidakada
NIC : Pengurangan Cemas
1) Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan
prognosis.
2) Tenangkan anak / pasien.
3) Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan. (takhikardi,
eskpresi cemas nonverbal)
4) Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yangtepat.
5) Instruksikan pasien untuk melakukan teknikrelaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Alasil, Saad., dkk. 2011. Bacterial identification and antibiotic susceptibilitypatterns of


Staphyloccocus aureus isolates frompatients undergoing tonsillectomy in Malaysian
University Hospital. Diunduh dari :
http://www.academicjournals.org/article/article1380532457_Alasil%20%20et%20al.pdf
Babaiwa, U.F., Onyeagwara N.C., dan Akerele J.O. 2013. Bacterial tonsillar microbiota and
antibiogram in recurrent tonsillitis. Diunduh dari :
http://www.biomedres.info/yahoo_site_admin/assets/docs/298-302-
babaiwa.160223425.pdf
Campisi, Paolo., dan Ted L. Tewfik. 2003. Tonsilitis and its Complications. Diunduh dari :
http://www.stacommunications.com/journals/diagnosis/2003/02_February/tonsilitis.pdf
Dhingra, P.L., dan Shruti Dhingra. 2005.Diseases of Ear, Nose and
Throat,FifthEdition.New Delhi : Elseiver.
Farokah.2005.Laporan Penelitian: Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar
Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Diunduh dari:
http://eprints.undip.ac.id/12393/1/2005FK3602.pdf
Flint, Paul W. dkk. 2010. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery 5th edition.
Philadelphia : Mosby Elsevier.
Hsieh, T.H., dkk. 2011. Are empiric antibiotics for acute exudative tonsillitis needed in
children ?. Diunduh dari :
Liston, S.L. 1997. Adams, Boeis dan Higler.Eds. Buku Ajar Penyakit THT Boeis Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ludman, H., dan Patrick J.B. 2007. ABC of Ear, Nose and Throat, Fifth Edition.
Massachusetts : Blackwell Publishing Inc.
Mal, R.K., A.F. Oluwasanmi, dan J.R. Mitchard. 2010. Tonsillar Crypts and Bacterial
Invasion of Tonsils: A Pilot Study.Diunduh dari
:http://benthamopen.com/tootorj/articles/V004/83TOOTORJ.pdf
Onerci, T.M. 2009. Diagnosis in Otorhinolaryngology, An Illustrate Guide. New York :
Springer.
Paleri, Vinidh., dan John Hill. 2010. An Atlas of Investigation and Management ENT
Infections. Oxford : Clinical Publishing.
Pasha, R. 2008. Otolaryngology, Head and Neck Surgery, Clinical Reference Guide.
Singular : Thompson Learning.
Probst, Rudolf., Gerhard Greves, dan Heinrich Iro. 2006.Basic Otorhinolaryngology A Step-
by-Step Learning Guide. USA: Georg Thieme Verlag, 2006; Hal 113-9.
Pulungan, M.R., dan Novialdi N. 2005. Mikrobiologi Tonsilitis Kronis. Diunduh dari :
http://repository.unand.ac.id/18395/1/MIKROBIOLOGI%20TONSILITIS%20KRONIS
.pdf
Shah, K. Udayan. 2014.Tonsilitis and Peritonsilar abcess.Diunduh
dari:http://emedicine.medscape.com/article/871977-overview
Snow, James B. dan John Jacob Ballenger. 2003.Ballenger’s Otorhinolaryngology Head
and Neck Surgery 16th Edition. Chicago : Williams & Wilkins.
Soepardi, E.A. dkk. 2012.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; hal 223-4.
Ugras, Serdar., dan Ahmet Kuthulan. 2008. Chronic Tonsilitis can be Diagnosed with
Histopatologic Findings. Diunduh dari : http://www.bioline.org.br/pdf?gm08018

Anda mungkin juga menyukai