Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PERITONITIS


DI RUANG ICU RSUD ULIN BANJARMASIN

Oleh:

PUJIANTI ANUGRAHNI
113063J119036

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP TEORI
a. Anatomi Fisiologi

Gambar 1. Bagian Perut

Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.


Peritoneum terdiri atas dua bagian utama yailu peritoneum parietal, yang
melapisi dinding rongga abdominal dan peritoneum viseral yang menyelaputi
semua organ yang berada di dalam rongga itu. Ruang yang bisa terdapat di antara
dua lapis ini disebut rongga peritoneum atau cavum peritoneum. Normalnya
terdapat 50 mL cairan bebas dalam rongga peritoneum, yang memelihara
permukaan peritoneum tetap licin.
Fungsi peritoneum yaitu :
1) Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.
2) Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga
peritoneum tidak saling bergesekan.
3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen.
4) Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi
terhadap infeksi.

b. Definisi
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (membran serosa rongga
abdomen). (Arif Muttaqin, 2011)
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis
yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. (Soeparman, dkk, 2012)
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, pada membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi viresela. Biasanya, akibat dari infeksi bakteri: organisme
yang berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ
reproduksi internal (Nanda Nic-Noc, 2015)
Jadi peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi
pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen
dan dinding perut bagian dalam.

c. Etiologi
1. Infeksi bakteri
a) Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling berbahaya
adalah clostridium wechii.
b) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
c) Appendiksitis yang meradang dan perforasi
d) Dinding lambung mengalami luka.
e) Infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan.
2. Secara langsung dari luar.
a) Operasi yang tidak steril
b) Trauma pada kecelakaan peritonitis lokal seperti rupturs limpa, ruptur hati
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
(Nanda Nic-Noc, 2015)

d. Tanda dan Gejala


a) Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa penderita
peritonitis umum.
b) Demam, kembung atau bengkak pada abdomen.
c) Nyeri tekan abdomen, nyeri saat bergerak.
d) Bising usus tidak terdengar.
e) Nausea, vomiting, penurunan peristaltik
(Nanda Nic-Noc, 2015).

e. Komplikasi
1. Sepsis, infeksi yang menyebar pada seluruh tubuh.
2. Syok, tekanan darah yang menurun.
3. Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi (penyumbatan usus), yang
terutama berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus.
Dua komplikasi pascaoperatif paling umum adalah:
1. Eviserasi luka: merupakan keluarnya organ-organ yang terdapat pada rongga
abdomen.
2. Pembentukan abses. Berbagai petunjuk dari pasien tentang area abdomen yang
mengalami nyeri tekan, nyeri, atau “merasa seakan sesuatu terbuka” harus
dilaporkan. Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase serosanguinosa
menunjukkan adanya dehisens luka.

f. Patofisiologi
1. Narasi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada
pemukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin
dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin
merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara
ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks
fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan
mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-
kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril.
Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak
mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran
kuman dengan membentuk kompartemen - kompartemen yang kita kenal
sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari
berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat
penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain
jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen,
peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga
mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil.
Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri
lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides fragilis
dan bakterigram negatif, terutama E. coli.

2. Skema
Bakteri Bakteri Cidera atau Benda asing
eksternal luka saluran
cerna
Masuk saluan Bakteri
cerna Peradangan
ginjal Keluar enzim
pancreas, asam
Peradangan lambung, empedu
saluran cerna Masuk ke
ginjal

Masuk ke rongga
peritoneum

Peritonitis

Keluarnya Aktivitas Trauma Peransangan


eksudat motorik usus jaringan peradangan di
menurun hipotalamus

Abses Luka
Absorpsi usus Dx:
menurun Hipertermi
Terjadi perlekatan Dx:
antara usus dan Nyeri Akut
peritoneum Diare

Pergerakan Dx:
usus menurun Kekurangan
volume cairan

Obstruksi usus:
Mual, muntah

Dx:
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh (Kowalak, J. 2012)
g. Pemeriksaan Penunjang
a) Test laboratorium
1) Sel darah putih (leukosit) meningkat kadang-kadang > 20.000/ mm 3. Sel
darah merah mungkin meningkat menunjukkan hemokonsentrasi.
2) Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi kehilangan
darah.
b) X-ray
1) Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral)
2) Foto dada: dapat menyatakan peninggian diafragma
3) Parasentesis: contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah,
pus/eksudat, emilase, empedu dan kreatinin.
c) CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses.
d) USG
USG abdomen berguna untuk evaluasi darah kuadran kanan atas (abses
perihepatik, kolesistis, biloma, pankreatitis, psudokista pankreatik), kuadran
kanan bawah, dan patologi pelvik (apenditis, abses tubo-ovarian, abses cavum
douglas), serta dapat mendeteksi adanya asites dan aspirasi cairan.

h. Penatalaksanaan
a) Medis
1) Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan fokus utama dari
penatalaksanaan medik.
2) Analgetik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3) Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4) Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
5) Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (appendiks), reseksi,
memperbaiki (perforasi), dan drainase (abses).
b) Non Medis
1) Istirahat : tirah baring dengan posisi semifowler
2) Diet : cair nasi

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1) Biodata : Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, dan lain-lain.
2) Riwayat kesehatan
a) Kaji keluhan utama
b) Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, demam, sakit
kepala, nyeri ulu hati, makan-minum kurang, turgor kulit jelek, keadaan
umum lemah.
c) Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak
d) Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita
penyakit seperti pasien
Pemeriksaan fisik
1) Sistem pernafasan
Pola nafas ireguler (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan
serta menggunakan otot bantu pernafasan.
2) Sistem kardiovaskuler
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular
karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien
syok (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
3) Sistem Persarafan
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya
mengalami penurunan kesadaran.
4) Sistem perkemihan
Terjadi penurunan produksi urine.
5) Sistem Pencernaan
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses
ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi
peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan
gerakan peristaltik usus turun (<12x/menit).
6) Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan
aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami
kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan.
7) Pengkajian Psikososial terdiri dari: Interaksi sosial menurun terkait dengan
keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan.
Pengkajian Abdomen
a) Inspeksi : bentuk tidak simetris kiri dan kanan, distensi abdomen, pernapasan
abdominal tidak tampak karena dengan pernapasan abdominal akan terasa
nyeri akibat peransangan peritoneum.
b) Auskultasi : peristaltik usus menurun.
c) Perkusi : suara abnormal terdengar hipersonor.
d) Palpasi : terdapat nyeri tekan, perut kembung, teraba pembesaran limfa.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis berdasarkan
rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA NIC-NOC 2015 antara lain:
1. Hipertermia b.d respon terhadap trauma (proses peradangan pada peritonium)
2. Nyeri akut b.d agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) kerusakan
jaringan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
untuk mencerna makanan.
4. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (cairan elektrolit)

c. Intervensi dan Rasional


Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan
Kriteria Hasil
Diagnosa 1 : NOC : NIC :
Hipertermia b.d Thermoregulation 1. Monitor TTV 1. Untuk mengetahui
respon Setelah dilakukan perubahan kondisi
terhadap trauma tindakan 2. Monitor warna klien.
(proses peradangan keperawatan selama dan suhu kulit 2. Tindakan ini sebagai
pada peritonium) 30 menit pasien dasar untuk
tidak mengalami 3. Berikan menentukan
hipertermia dengan kompres hangat intervensi.
kriteria hasil : pada dahi, 3. Kompres hangat
1. Suhu tubuh ketiak, dan memberikan efek
dalam rentang lipatan paha. vasodilitasi
normal pembuluh darah,
2. Nadi dan RR 4. Anjurkan klien sehingga
dalam rentang untuk mempercepat
normal menggunakan penguapan tubuh.
3. Tidak ada
pakaian yang 4. Untuk mengontrol
perubahan
tipis panas.
warna kulit dan 5. Berikan cairan
tidak ada parenteral
pusing. sesuai program
medis.
5. Penggantian cairan
6. Kolaborasi
akibat penguapan
dengan dokter
panas tubuh.
untuk
pemberian
6. Untuk menurunkan
anitpiretik.
panas.

Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan
Hasil
Diagnosa 2 : Nyeri NOC : NIC :
akut b.d agen injuri - Pain level 1. Monitor TTV 1. Untuk mengetahui
- Pain control
(biologi, kimia, keadaan klien.
- Comfort level
fisik, psikologis) 2. Observasi 2. Mengidentifikasi
Setelah dilakukan
kerusakan jaringan. kualitas nyeri kebutuhan untuk
tindakan keperawatan
klien (skala, intervensi dan
selama 30 menit
frekuensi, tanda-tanda
pasien tidak
durasi). komplikasi.
mengalami nyeri
3. Gunakan
3. Pengalaman nyeri
dengan kriteria hasil :
komunikasi
akan menaikan
1. Mampu
terapeutik untuk
resistensi terhadap
mengontrol nyeri
mengetahui
2. Melaporkan nyeri.
pengalaman
bahwa nyeri
nyeri pasien.
berkurang
4. Pertahankan
3. Mampu
4. Memudahkan
posisi
mengenali nyeri
drainase cairan/luka
semifowler.
(skala, intensitas,
frekuensi dan karena gravutasi
tanda nyeri) dan membantu
4. Menyatakan rasa
meminimalkan
nyaman setelah 5. Berikan
nyeri karena
nyeri berkurang tindakan
gerakan.
5. Tanda – tanda
kenyamanan,
5. Meningkatkan
vital dalam
contoh pijatan
relaksasi dan
rentang normal
punggung,
6. Tidak mengalami mungkin
napas dalam,
gangguan tidur meningkatkan
latihan
kamampuan koping
relaksasi.
pasien dengan
6. Kolaborasi
memfokuskan
dengan dokter
kembali perhatian.
untuk
6. Untuk mengurangi
pemberian
rasa nyeri.
analgetik.

Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan
Hasil
Diagnosa 3 : NOC : NIC :
Ketidakseimbangan - Nutritional status: 1. Kaji kebutuhan 1. Sebagai informasi
nutrisi kurang dari food and fluid nutrisi klien. dasar untuk
- Intake
kebutuhan tubuh b.d perencanaan awal
- Weight control
ketidakmampuan 2. Tingkatkan dan validasi data.
Setelah dilakukan
untuk mencerna intake 2. Untuk
tindakan keperawatan
makanan. pemberian meningkatkan
selama 3x24 jam
nutrisi (susu) intake dan
klien dapat
sajikan dalam menghindari mual.
meningkatkan status
kondisi hangat.
nutrisi dengan kriteria
3. Tingkatkan
hasil :
intake nutrisi, 3. Meningkatkan
1. Adanya
sedikit tapi intake makanan.
peningkatan berat
sering.
badan. 4. Atur posisi
2. Mampu semifowler
mengidentifikasi selama 4. Menghindari
kebutuhan nutrisi. pemberian terjadinya muntah.
nutrisi.
5. Berikan
3. Tidak ada tanda-
informasi
tanda malnutrisi.
tentang
5. Untuk menstabilkan
kebutuhan
kembali nutrisi
nutrisi.
dalam tubuh.
6. Kolaborasi
dengan ahli gizi
dalam diet.
6. Agar dapat
memberikan nutrisi
yang tepat pada
klien.

Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan
Hasil
Diagnosa 4 : NOC : NIC :
Kekurangan volume - Hydration 1. Monitor TTV 1. Untuk mengetahui
- Nutritional keadaan umum
cairan b.d
status : food and pasien
kehilangan cairan - Fluid intake 2. Untuk mengetahui
2. Monitor status tanda-tanda
aktif (cairan
Setelah dilakukan hidrasi dehidrasi
elektrolit) tindakan 3. Monitor status 3. Untuk mengetahui
keperawataan selama cairan intake balance cairan dan
3x24 jam, diharapkan dan output elektrolit dalam
kekurangan volume
cairan dapat diatasi tubuh
4. Monitor BB
dengan kriteria hasil: 4. Bertujuan untuk
mengetahui status
1. Mempertahankan volume cairan
urine output 5. Persipan untuk pasien
susuai dengan usia tranfusi 5. Bertujuan untuk
dan BB, BJ urine mengganti darah
normal, HT yang hilang
normal 6. Dorong pasien 6. Untuk mengurangi
2. Tekanan darah, untuk dehidrasi dan
nadi,suhu tubuh menambah mukosa yang kering
dalam batas intake oral 7. Pemberian cairan
normal 7. Kolaborasikan IV sangat penting
Tidak ada tanda- pemberian bagi pasien untuk
tanda dehidrasi, cairan IV memenuhi cairan
yang hilang
estisitas turgor
kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan

d. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah
tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan
lain. Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian untuk
melihat keberhasilannya. Penilaian keperawatan merupakan kegiatan pelaksanaan
rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil. Hasil evaluasi didapatkan bahwa klien
mampu menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2014. Sistem Kesehatan Nasional : Jakarta


Kowalak, J. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Nurarif. H. Amin dan Kusuma. H, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Penerbit Mediaction Jogja
Padila, 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai