KONSEP TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Respirasi
Respirasi adalah proses pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida baik yang terjadi di paru-paru maupun di jaringan
(Tarwoto, 2015).
a. Respirasi Eksternal
Merupakan proses pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida di paru-paru dan kapiler pulmonal dengan
lingkungan luar. Pertukaran gas ini terjadi karena adanya
perbedaan tekanan dan konsentrasi antara udara lingkungan dengan
di paru-paru. Konsentrasi gas di atmosfer terdiri atas nitrogen 78,62
%, oksigen 20,84 %, karbon dioksida 0,04 %, dan air 0,5 %.
Ekspirasi eksternal melibatkan kegiatan-kegiatan berikut:
1) Pertukaran udara dari luar atau atmosfer dengan udara alveoli
melalui aksi mekanik yang disebut ventilasi.
2) Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dengan
kapiler pulmonal melalui proses difusi.
3) Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah dari
paru-paru ke seluruh tubuh dan sebaliknya.
1
4) Pertukaran oksigen dan karbon dioksida darah dalam
pembuluh kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan melalui
proses difusi. (Tarwoto, 2015)
b. Respirasi Internal
Merupakan proses pemanfaatan oksigen dalam sel yang
terjadi di mitokondria untuk metabolisme dan produksi karbon
dioksida. Tekanan parsial oksigen (pO2) di jaringan selalu lebih
rendah dari darah arteri sistemik dengan perbandingan 40 mmHg
dan 104 mmHg (Tarwoto, 2015).
2. Mekanisme Pernapasan
Pernapasan atau ventilasi pulmonal merupakan proses
pemindahan udara dari dan ke paru-paru. Proses bernapas terdiri dari
dua fase yaitu inspirasi (periode ketika aliran udara luar masuk ke paru-
paru) dan ekspirasi (periode ketika udara meninggalkan paru-paru ke
luar atmosfer). Tekanan yang berperan dalam proses bernapas adalah
tekanan atmosfer, tekanan intrapulmonal atau intraalveoli, dan tekanan
intrapleura.
a. Tekanan atmosfer, yaitu tekanan udara luar yang besarnya 760
mmHg.
b. Tekanan intrapulmonal atau intraalveoli, yaitu tekanan yang terjadi
dalam alveoli paru-paru. Saat inspirasi tekanan intrapulmonal 759
mmHg dan saat ekspirasi 761 mmHg. Tekanan intrapulmonal akan
meningkat ketika bernapas maksimum yang pada saat inspirasi -30
mmHg dan ekspirasi +100 mmHg.
c. Tekanan intrapleura, yaitu tekanan yang terjadi pada rongga pleura
-4 mmHg atau sekitar 756 mmHg. (Tarwoto, 2015)
3. Otot-Otot Pernapasan
a. Otot pernapasan saat inspirasi
1) Otot diafragma, memegang peranan besar yaitu 75 % dalam
proses pernapasan normal
2
2) Kontraksi otot-otot interkosta eksterna, memegang peranan
sekitar 25 % dari volume udar masuk ke paru pada pernapasan
normal
3) Otot aksesori (interkosta interna, sternokleidomastoideus,
seratus anterior, pektoris minor, torasikus tranversus, oblikus
eksternal dan internal, rektus abdominus memegang peranan
penting dalm peningkatan kecepatan dan jumlah pergerakan iga
(Tarwoto, 2015).
b. Otot-Otot Eskpirasi
1) Otot interkosta interna dan transversus untuk menurunkan iga
dan rongga toraks
2) Otot intraabdominals, membantu otot interkosta internal untuk
ekspirasi dengan menekan abdomen dan mengangkan difragma
(Tarwoto, 2015)
4. Pertukaran dan Transpor Gas Pernapasan
Udara yang kita butuhkan dari atmosfer agar dapat dimanfaatkan
oleh tubuh membutuhkan proses yang kompleks, meliputi proses
ventilasi, perfusi, difusi ke kapiler, dan transportasi.
a. Ventilasi
Merupakan pergerakan udara yang masuk dan keluar dari paru-
paru. Ada 3 kekuatan yang berperan dalam ventilasi yaitu:
1) Compliance yaitu kemampuan untuk meregang paru-paru dan
dinding dada
2) Tekanan surfaktan, disebabkan oleh adanya cairan pada lapisan
alveolus yang dihasilkan oleh sel tipe II. Pada bayi prematur
surfaktan berkurang dan dapat menyebabkan infant respiratory
distress syndrome
3) Otot-otot pernapasan (Tarwoto, 2015)
b. Difusi
Merupakan proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida dari
alveolus ke kapiler pulmonal melalu membran, dari area dengan
3
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Faktor yang
mempengaruhi kecepatan difusi adalah:
1) Perbedaan tekanan pada membran
2) Besarnya area membran
3) Keadaan tipis tebalnya membran
4) Koefisien difus (Tarwoto, 2015)
c. Perfusi paru
Merupakan pergerakan aliran darah melalui sirkulasi pulmonal.
Kekuatan utama distribusi perfusi paru-paru adalah gravitasi,
tekanan arteri pulmonal dan tekanan alveolus. Pada orang dewasa
yang normal, sehat dan salam keadaan istirahat, ventilasi alveolar
sekitar 4,0 liter/menit dan perfusinya sekitar 5,0 liter/menit. Dengan
demikian rasio ventilasi dan perfusi adalah:
Ventilasi (V)4,0 liter/menit
= 0,8
perfusi (Q)5,0 liter/menit
5. Pengaturan Pernapasan
a. Pengendalian pernapasan oleh sistem persarafan
1) Korteks serebri: berperan dalam pengaturan pernapasan yang
bersifat volunter sehingga memungkinkan kita dapat mengatur
napas dan menahan napas, misalnya pada saat bicara atau makan
2) Medulla oblongata: berperan dalam pernapasan otomatis dan
spontan
3) Pons: terdapat 2 pusat pernapasan yaitu pusat apneutik
(mengoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi dengan
cara mengirimkan rangsangan impuls pada area inspirasi dan
menghambat ekspirasi) dan pusat pneumotaksis (menghambat
aktivitas neuron inspirasi sehingga inspirasi dihentikan dan
ekspirasi pun terjadi) yang berfungsi sebagai membatasi durasi
inspirasi (Tarwoto, 2015).
b. Kendali kimiawi
1) Kemoreseptor pusat, dirangsang oleh peningkatan kadar karbon
dioksida dalam darah arteri, cairan serebrospinal, peningkatan
4
ion hidrogen dengan merespon peningkatan frekuensi dan
kedalaman pernapasan
2) Kemoreseptor perifer: peka terhadap perubahan konsentrasi
oksigen, karbon dikosida, dan ion hydrogen (Tarwoto, 2015).
c. Pengaturan oleh mekanisme nonkimiawi
1) Baroreseptor yang berespon terhadap perubahan tekanan darah
2) Peningkatan temperatur tubuh
3) Hormon epinefrin, meningkatkan rangsang simpatis yang akan
merangsang pusat respirasi untuk meningkatkan ventilasi
4) Refleks Hering-Breur, refleks hambatan inspirasi dan ekspirasi
(Tarwoto, 2015)
B. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang
paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat
menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2013).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes
RI, 2013).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis.Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh
manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di
Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al.,
2011).Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan
pada saat penderita batuk.Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan
menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya
(Wiwid, 2012).
5
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
(Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2011 ).
1. Klasifikasi penyakit dan tipe pasien
Menurut Bahar (2011), pada American Thoracic Society
memberikan klasifikasi baru Tuberculosis yang diambil berdasarkan
aspek kesehatan masyarakat yaitu :
a. Kategori 0 : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak negatif, tes tuberculin negatif.
b. Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi.
Riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif.
c. Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes
tuberrkulit positif, radiologis dan sputum negatif.
d. Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan terasa sakit.
Menurut Depkes (2011), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien
digolongkan:
2. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu
pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
6
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya
BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif.Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
4. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya.
c. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
d. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
5. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
7
b. Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
c. Kasus kambuh (Relaps)
d. Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
e. Kasus setelah putus berobat (Default )
f. Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
g. Kasus setelah gagal (failure)
h. Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
i. Kasus Pindahan (Transfer In)
j. Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
k. Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan.
C. Etiologi
Tuberculosis paru disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis,
sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran 1 - 4/ μm dan tebal 0,3 -
0,6/ μm. Sebagian kuman terdiri atas lemak ( lipid). Lemak inilah yang
membuat kuman tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan fisik dan
kimia, kuman juga mampu hidup dalam udara kering maupun dingin ,
bahkan bias bertahan hidup bertahun- tahun dalam lemari es. Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dan sifat lain dari
kuman ini adalah aerob, sehingga kuman ini hidup pada jaringan yang
8
kaya oksigen. Dimana bagian apical paru- paru merupakan tempat
predileksi penyakit tuberculosis paru ( Suyono, 2011 ).
9
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan),
badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri
otot, dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
E. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis
bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan
limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat
infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah
yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya
yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
10
menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini
dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil
dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan
parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan
ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit
dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam
jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang
biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ
tubuh.
11
Skema
12
F. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2012):
1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen
apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai
sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih
tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
c. Tes Tuberkulin/Mantoux
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang
individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae,
M. Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
G. Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
13
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
d. Jenis, sifat dan dosis OAT
14
e. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
1) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
2) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak.
3) Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
4) Paket Kombipak, Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu
paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol.
Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT.Paduan OAT ini disediakan
dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu (1) masa pengobatan.
5) KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
15
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi
menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain.
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini.Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
5. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk
16
dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru
yang lain
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun.
c. Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam
miksi maupun defekasi
d. Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas
e. Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB
paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan
istirahat.
f. Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
g. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi
dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
i. Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
17
j. Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
7. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a. Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit
menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
1) Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
2) Palpasi : Fremitus suara meningkat.
3) Perkusi : Suara ketok redup.
4) Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah, kasar dan yang nyaring.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f. Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h. Sistem genetalia
18
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d bronkopasme
2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, hipertensi pulmonal.
3. Hipertermia b.d reaksi inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakadekuatan intake nutrisi, dypsneu
5. Gangguan rasa nyaman b.d nyeri dada
6. Resiko syok Hipovolemik b.d batuk berdarah
C. Intervesi
19
Penurunan bunyi pernafasan dalam Airway Management
napas rentang normal,
Dipsneu tidak ada suara Lakukan fisioterapi
Sputum dalam jumlah nafas abnormal) dada jika perlu
yang berlebihan Mampu Monitor respirasi dan
Batuk yang tidak mengidentifikasikan status O2
efektif dan mencegah
Orthopneu faktor yang dapat
Gelisah menghambat jalan
Mata terbuka lebar nafas.
Faktor Yang
Berhubungan :
Lingkungan
Perokok pasif
Mengisap asap
Merokok
Obstruksi jalan nafas
Spasme jalan nafas
Mokus dalam jumlah
berlebihan
Eksudat dalam jalan
alveoli
Maten asing dalan
jalan napas
Adanya jalan napas
buatan
Sekresi bertahan/sisa
sekresi
Sekresi dalam bronki
Fisiologis :
Jalan napas alergik
Asma
Penyakit paru
obstruktif kronik
Hiperplasi dinding
bronkial
Infeksi
Disfungsi
neuromuskular
20
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria IntervensiKeperawatan
Hasil
21
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Faktor Yang
Berhubungan:
Anastesia
Penurunan respirasi
Dehidrasi
Pemajanan
lingkungan yang
panas
Penyakit
Pemakaian pakaian
yang tidak sesuai
dengan suhu
lingkungan
22
Peningkatan laju
metabolisme
Medikasi
Trauma
Aktivitas berlebihan
23
Kesalahan konsepsi yang dibutuhkan
Kesalahan informasi
Mambran mukosa Nutrition Monitoring
pucat BB pasien dalam
Ketidakmampuan batas normal
memakan makanan Monitor adanya
Tonus otot menurun penurunan berat
Mengeluh gangguan badan
sensasi rasa Monitor tipe dan
Mengeluh asupan jumlah aktivitas
makanan kurang yang biasa dilakukan
dan RDA Monitor interaksi
(recommended daily anak atau orangtua
allowance) selama makan
Cepat kenyang Monitor lingkungan
setelah makan selama makan
Sariawan rongga Jadwalkan
mulut pengobatan dan
Steatorea perubahan
Kelemahan otot pigmentasi
pengunyah Monitor turgor kulit
Kelemahan otot Monitor kekeringan,
untuk menelan rambut kusam, dan
mudah patah
Faktor Yang Monitor mual dan
Berhubungan : muntah
Monitor kadar
Faktor biologis albumin, total
Faktor ekonomi protein, Hb, dan
Ketidakmampuan kadar Ht
untuk mengabsorbsi Monitor
nutrien pertumbuhan dan
Ketidakmampuan perkembangan
untuk mencerna Monitor pucat,
makanan kemerahan, dan
Ketidakmampuan kekeringan jaringan
menelan makanan konjungtiva
Faktor psikologis Monitor kalori dan
intake nutrisi
Catat adanya edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
Catat jika lidah
berwarna magenta,
24
scarlet
25
Melaporkan kurang
senang dengan
situasi tersebut
Gelisah
Berkeluh kesah
Faktor Yang
Berhubungan :
Gejala terkait
penyakit
Sumber yang tidak
adekuat
Kurang
pengendalian
Iingkungan
Kurang privasi
Kurang kontrol
situasional
Stimulasi
lingkungan yang
mengganggu
Efek samping
terkait terapi
(mis.medikasi,
radiasi)
26
Keseimbangan syok
Hipotensi
cairan Menagemen
Hipovolemia
Hidrasi hipovolemia
Hipoksemia
Status infeksi Pencegahan syok
Hipoksia
Deteksi resiko
Infeksi
Perfusi jaringan :
Sepsis
jantung
Sindrom
Perfusi jaringan :
peradangan
otak
sistemik
Perfusi jaringan :
perifer
Status TTV
D. Evaluasi
1. Keadaan Umum
2. Tanda-Tanda Vital
3. Suara Napas
4. Status nutrisi
5. Tanda-tanda infeksi
27
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2012. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2012. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Tarwoto & Wartonah. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Salemba Medika: Jakarta
28