0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan10 halaman
Laporan pendahuluan ini membahas konsep penyakit peritonitis, termasuk pengertian, etiologi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan. Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau luka pada organ dalam perut. Gejalanya meliputi nyeri, demam, dan gangguan fungsi organ dalam perut. Diagnosa didukung dengan pemeriksaan darah dan gambar radiologi.
Laporan pendahuluan ini membahas konsep penyakit peritonitis, termasuk pengertian, etiologi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan. Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau luka pada organ dalam perut. Gejalanya meliputi nyeri, demam, dan gangguan fungsi organ dalam perut. Diagnosa didukung dengan pemeriksaan darah dan gambar radiologi.
Laporan pendahuluan ini membahas konsep penyakit peritonitis, termasuk pengertian, etiologi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan. Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau luka pada organ dalam perut. Gejalanya meliputi nyeri, demam, dan gangguan fungsi organ dalam perut. Diagnosa didukung dengan pemeriksaan darah dan gambar radiologi.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS 2020/2021 LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP PENYAKIT PERITONITIS
1. PENGERTIAN Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membran yang melapisi rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari saluran cerna atau organ- organ abdomen ke dalam ruang perotonium melalui perforasi usus atau rupturnya suatu organ. (Corwin, 2010). Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2010). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah radang selaput perut atau inflamasi peritoneum baik bersifat primer atau sekunder, akut atau kronis yang disebabkan oleh kontaminasi isi usus, bakteri atau kimia. 2. ETIOLOGI Menurut Smeltzer dan Bare (2011), penyebab dari peritonitis antara lain : a. Infeksi bakteri : Organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E. coli, klebsiella, proteus, dan pseudomonas. b. Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka tusuk) atau inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti ginjal. c. Penyakit gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan perforasi usus, trauma abdomen (luka tusuk atau tembak) trauma tumpul (kecelakaan ) atau pembedahan gastrointestinal. d. Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal. 3. PATOFISIOLOGI Disebabkan oleh kebocoren dari organ abdomen kedalam rongga abdomen bisanya sebagai akibat dari inflamasi,infeksi,iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadi proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu yang singkat terjadi eksudasi cairan. cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikut oleh oleh ileus pralitik, disertai akumudasi udara dan cairan dalam usus. Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari system pertahanan tubuh, sengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matrika fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen yang dikenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur.
4. TANDA DAN GEJALA
Menurut Corwin (2010), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah sebagai berikut : a. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang. b. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan cairan kedalam peritoneum. c. Mual dan muntah. d. Abdomen yang kaku. e. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot terhadap trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis. f. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih dan takikardia. g. Rasa sakit pada daerah abdomen h. Dehidrasi i. Lemas j. Nyeri tekan pada daerah abdomen k. Bising usus berkurang atau menghilang l. Nafas dangkal m. Tekanan darah menurun n. Nadi kecil dan cepat o. Berkeringat dingin p. Pekak hati menghilang 5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (2010), pemeriksaan diagnostic pada peritonitis adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih dari 20.000/mm³. Sel darah merah mungkin meningkat menunjukan hemokonsentrasi. b. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan cairan. c. Amylase serum biasanya meningkat. d. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada. e. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat/sekret atau cairan asites. f. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila perforasi visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen. g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma. h. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat, amilase, empedu, dan kreatinin. 6. PENATALAKSANAAN Menurut Netina (2011), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut : a. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan medik. b. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah. c. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen. d. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi. e. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan. f. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama). g. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi ( appendks ), reseksi , memperbaiki (perforasi ), dan drainase ( abses ). h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERITONITIS
1. PENGKAJIAN a. Identitas Nama pasien, Umur, Jenis kelamin, Suku /Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat b. Keluhan utama: Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang. c. Riwayat Penyakit Sekarang Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites. d. Riwayat Penyakit Dahulu Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati. e. Riwayat Penyakit Keluarga Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada. f. Pemeriksaan Fisik Sistem pernafasan (B1) Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan. Sistem kardiovaskuler (B2) Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat. Sistem Persarafan (B3) Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran. Sistem Perkemihan (B4) Terjadi penurunan produksi urin. Sistem Pencernaan (B5) Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit). Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6) Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan. g. Pengkajian Psikososial Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan. h. Personal Hygiene Kelemahan selama aktivitas perawatan diri. i. Pemeriksaan Penunjang. 1. Test laboratorium: Leukositosis, Hematokrit meningkat, Asidosis metabolik 2. X-Ray : Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar dilatasi, udara bebas (air fluid level) dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi. 2. DIAGNOSA 1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan. 2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah. 4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif. 5. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi abdomen dan menghindari nyeri. 3. PERENCANAAN KEPERAWATAN / INTERVENSI Diagnosa Tujuan dan No Intervensi Rasional keperawatan Kriteria Hasil 1 Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri, catat 1. Perubahan pada berhubungan tindakan lokasi, lama, lokasi/intensitas tidak dengan keperawatan intensitas (skala 0- umum tetapi dapat proses dalam ….. jam 10) dan menunjukkan terjadinya inflamasi, nyeri klien karakteristik nyeri komplikasi. nyeri demam dan berkurang 2. Observasi tanda- cenderung menjadi kerusakan tanda vital konstan, lebih hebat, dan jaringan. Kriteria hasil : 3. Pertahankan posisi menyebar ke atas, nyeri -Laporan nyeri semi Fowler sesuai dapat lokal bila terjadi hilang/terkontrol indikasi abses -Menunjukkan 4. 4. Berikan tindakan 2. Tanda-tanda vital terkontrol penggunaan kenyamanan, contoh 3. Memudahkan drainase ketrampilan pijatan punggung, cairan/luka karena relaksasi. napas dalam, gravutasi dan membantu -Tanda-tanda vital latihan relaksasi meminimalkan nyeri karena dalam batas atau visualisasi. gerakan. normal 5. Kolaborasi 4. Meningkatkan relaksasi dan TD : 128/80 pemberian analgetik mungkin meningkatkan mmHg sesuai indikasi: kemampuan koping pasien S : 36-37,5ºC denagn memfokuskan N : 60-100 kembali perhatian. x/menit 5. Menurunkan laju metabolik RR : 16-20 dan iritasi usus karena x/menit toksin sirkulasi/lokal, yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan. 2 Risiko tinggi Setelah dilakukan 1. Catat faktor risiko 1. Mempengaruhi pilihan infeksi tindakan individu contoh intervensi berhubungan keperawatan trauma abdomen, 2. Tanda adanya syok septik, dengan luka dalam …. jam apendisitis akut, endotoksin sirkulasi post operasi. mengurangi dialisa peritoneal. menyebabkan vasodilatasi, infeksi yang 2. Kaji tanda vital kehilangan cairan dari terjadi, dengan sering, catat sirkulasi, dan rendahnya meningkatkan tidak membaiknya status curah jantung. kenyamanan atau berlanjutnya 3. Hangat, kemerahan, kulit pasien. hipotensi, penurunan kering adalah tanda dini tekanan nadi, septikemia. Selanjutnya Kriteria hasil: takikardia, demam, manifestasi termasuk -Meningkatnya takipnea. dingin, kulit pucat lembab penyembuhan 3. Catat warna kulit, dan sianosis sebagai tanda pada waktunya, suhu, kelembaban. syok. bebas drainase 4. Pertahankan teknik 4. Mencegah penyebaran, purulen atau aseptik ketat pada membatasi pertumbuhan eritema, tidak perawatan drein bakteri. demam. abdomen, luka 5. Menurunkan resiko terpajan -Menyatakan insisi/terbuka, dan pada/menambah infeksi pemahaman sisi invasif. sekunder pada pasien. penyebab 5. Lakukan perawatan 7. Terapi ditujukan pada individu / faktor luka dengan steril bakteri anaerob dan basil resiko. 6. kolaboraso dalam aerob gram negatif.Lavase pemberian dapat digunakan untuk antibiotik, contoh membuang jaringan gentacimin nekrotik dan mengobati (Garamycyin), inflamasi yang amikasin (amikin), terlokalisasi/menyebar Klindamisin dengan buruk. (Cleocin). Lavase pritoneal/IV 3 Perubahan Setelah dilakukan 1. Timbang berat 1. Kehilangan atau nutrisi kurang tindakan badan tiap hari. peningkatan dini dari keperawatan 2. Auskultasi bising menunjukkan perubahan kebutuhan dalam …. jam usus, catat bunyi hidrasi tetapi kehilangan berhubungan nafsu makan tak ada atau lanjut diduga ada defisit dengan dapat timbul hiperaktif. nutrisi. anoreksia dan kembali dan 3. Catat kebutuhan 2. Meskipun bising usus muntah. status nutrisi kalori yang sering tak ada, inflamasi terpenuhi. dibutuhkan. atau iritasi usus 4. Monitor Hb dan dapat menyertai Kriteria Hasil: albumin hiperaktivitas usus, 5. Kaji abdomen penurunan absorpsi air dan -Status nutrisi dengan sering untuk diare. terpenuhi kembali ke bunyi 3. Adanya kalori (sumber -Nafsu makan yang lembut, energi) akan mempercepat klien timbul penampilan bising proses penyembuhan. kembali usus normal, dam 4. Indikasi adekuatnya protein -Berat badan kelancaran flatus. untuk sistem imun. normal 6. Kolaborasi dengan 5. Menunjukan kembalinya -Jumlah Hb dan ahli gizi dalam diet. fungsi usus ke normal albumin normal 6. Agar nutrisi klien tetap terpenuhi. 4 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pantau tanda vital, 1. Membantu dalam evaluasi volume tindakan catat adanya derajat defisit cairan keperawatan hipotensi (termasuk cairan/keefektifan berhubungan dalam …. jam perubahan penggantian terapi cairan dengan keseimbangan postural), dan respons terhadap kehilangan cairan dapat takikardia, takipnea, pengobatan. volume terpenuhi demam. Ukur CVP 2. Menunjukkan status hidrasi cairan aktif. bila ada. keseluruhan. Kriteria hasil: 2. Pertahankan intake 3. Hipovolemia, perpindahan dan output yang cairan, dan kekurangan -Haluaran urine adekuat lalu nutrisi mempeburuk turgor adekuat dengan hubungkan dengan kulit, menambah edema berat jenis berat badan harian. jarinagan. normal, 3. Observasi 4. Memberikan informasi -Tanda vital stabil kulit/membran tentang hidrasi dan fungsi -Membran mukosa untuk organ. mukosa lembab kekeringan, turgor, 7. 5. Mengisi/ -Turgor kulit baik catat edema mempertahankan volume -Berat badan perifer/sacral. sirkulasi dan keseimbangan dalam rentang 4. Awasi pemerikasaan elektrolit. Koloid (plasma, normal. laboratorium, contoh darah) membantu Hb/Ht, elektrolit, menggerakkan air ke dalam protein, albumin, area intravaskular dengan BUN, kreatinin. meningkatkan tekanan 5. Kolaborasi osmotik. pemberian plasma/darah, cairan, elektrolit. 5 Ketidakefekti Setelah dilakukan 1. Pantau hasil analisa 1. Indikator hipoksemia; fan pola tindakan gas darah dan hipotensi, takikardi, nafas b.d keperawatan indikator hiperventilasi, gelisah, penurunan dalam…. jam hipoksemia: depresi SSP, dan sianosis kedalaman pola nafas efektif, hipotensi, takikardi, penting untuk mengetahui pernafasan ditandai bunyi hiperventilasi, adanya syok akibat sekunder nafas normal, gelisah, depresi SSP, inflamasi (peradangan). distensi tekanan O2 dan dan sianosis 2. Gangguan pada paru (suara abdomen dan saturasi O2 2. Auskultasi paru nafas tambahan) lebih menghindari normal. untuk mengkaji mudah dideteksi dengan nyeri Kriteria Hasil: ventilasi dan auskultasi. -Pernapasan tetap mendeteksi 3. Posisi membantu dalam batas komplikasi memaksimalkan ekspansi normal pulmoner. paru dan menurunkan -Pernapasan tidak 3. Pertahankan pasien upaya pernafasan, ventilasi sulit pada posisi maksimal membuka area -Istirahat dan semifowler. atelektasis dan tidur dengan 4. Berikan O2 sesuai meningkatkan gerakan tenang progra sekret kedalam jalan nafas -Tidak besar untuk dikeluarkan. menggunakan 4. Oksigen membantu untuk otot bantu napas bernafas secara optimal. DAFTAR PUSTAKA Brooker, C. (2010). Ensiclopedia Keperawatan. Jakarta: EGC. Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Herdman, H. (2013). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. Dahlan. M., Jusi. D., Sjamsuhidajat. R., 2010, Gawat Abdomen dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta Corwin, Elizabeth J. Buku Saku PATOFISIOLOGI. Jakarta : EGC Padila. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Nanda NIC- NOC .2013 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi Revisi Jilid II. Jakarta: EGC. NANDA, (2016). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Alih Bahasa Budi Santosa, Prima Medika.