Anda di halaman 1dari 25

Kasus: PERITONITIS A. Konsep medis 1.

Pengertian Dalam istilah peritonitis meliputi kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muskular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Peritonitis adalah peradangan membran serosa rongga abdomen dan organ-organ yang terkandung didalamnya, Peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga mulut atau merupakan suatu respon inflamasi supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. 2. Peritonitis adalah inflamasi peritoneal dapat berupa primer atau sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh bakteri atau kimia 2. Patofisiologi Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen kedalam organ abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma, atau perforasi tumor. Terjadi perforasi bakterial, terjadi edema jaringan, dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler, dan darah. Respon segerah dari saluran usus adalah hipermotilitas, di ikuti oleh ileus pralitik, disertai akumulasi udarah dan cairan dalam usus. 3.Etiologi a.Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. b.Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual. c.Infeksi dari saluran rahim dan dinding telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa kuman(termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia) d.Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut(asites) dan mengalami infeksi. e.Peritonitis dapat terjadi setelah pembedahan. f.Dialisa pertioneal (pengobatan gagal ginjal) sering megakibatkan peritonitis. g.Iritasi tanpa infeksi. h.Perforasi lambung, usus, kandung empeduh atau usus buntu. i.Peradangan dinding peritoneum yang terjadi bila benda asing termasuk bakteri atau gastrointestinal. 4.Tanda dan gejala Tanda dan gejala peritonitis meliputi : a.Pembengkakan nyeri perut b.Demam dan menggigil c.Kehilangan nafsu makan d.Haus e.Mual dan muntah f.Urin terbatas 5.Penatalaksanaan a.Pengantian cairan isotonis b.Pemberian obat analgetik, antibiotik , antiemetic c.Terapi O2 d.Lavasi periteneum dengan antibiotik e.Tindakan bedah laparatomi B.Konsep keperaawatan 1.Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses klien perawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien dengan peritonitis meliputi : a. Aktivitas istiraahat Gejala : kelemahan Tanda : kesulitan ambulasi b. Sirkulasi Tanda : takikardi, berkeringat, pucat hipotensi Tanda syok : edema jaringan c. Eliminasi Gejala : ketidakmampuan defekasi dan flatus. Diare kadang-kadang Tanda : cegukan, disensi abdomen penurunan haluran urin, warna gelep.penurunan tak ada bising usus,bising usus kasar. d. Makanan dan cairan Gejala : anoreksia, mual, muntah, haus. Tanda : muntah proyektil, membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk. e. Nyeri atau ketidak nyamanan Gejala : nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum ataau lokal, menyebar ke bahu, terus menerus oleh gerakan. Tanda : distensi, kaku nyeri tekan. Otot tegang (abdomen), lutut fleksi, perilaku distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.

f. Pernapasan Tanda : pernapasan dangkal, takipnea. g. Keamanan Gejala : riwayat inflamasi organ pelvic(salpingitis) infeksi pasca melahirkan, abses retroperitoneal. h. Penyuluhan atau pembelajaran Gejala : riwayat adanya trauma penetrasi abdomen, perforasi kandung kemih, penyakit saluran GI (apendiksitis perforasi ganggren atau ruptur kandung empedu, perforasi Ca gaster, perforasi gaster atau ulkus duadenal, obstruksi ganggrenosa usus, perforasi deventrikulum, ileitis regional, herniastrangulasi). 2.Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan ganguan peritonitis adalah : 1.Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen / peritoneal 2.Perubahan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses inflamasi 3.Devisit volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskular, dan area intestinal kedalam rongga peritoneal 4.Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah 5.Infeksi berhubungan dengan invasi bakteri keseluruh permukaan peritonium 6.Aniesietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan 7.Resiko tinggi sepsis beruhubungan dengan masuknya bakteri ke saluran sistemik 8.Gangguan body amige berhubungan dengan perut membesar (asietas) a.Penyimpangan KDM 3.Intervensi keperawatan 1.Pengkajian nyeri secara terus menerus, tanda-tanda vital, fungsi gastrointenstinal, dan keseimbangan cairan dan elektrolit. 2.Gambaran sifat nyeri , lokasi di abdomen dan adanya perpindahan lokasi harus di laporkan. 3.Pemberian obat analesik dan penempatan pasien pada posisi yang nyaman itu akan membantu dalam menurunkan nyeri. 4.Pasien harus di tempatkan pada posisi miring dengan lutut fleksi, yang dapat menurunkan tegangan pada organ abdomen. 4.Evaluasi Evaluasi yang di harapkan pada pasien dengan peritonitis adalah : 1.Infeksi tidak terjadi/ terkontrol 2.Tidak terjadai defisit volume cairan 3.Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi 4.Ansietas berkurang / terkontrol 5.Nyeri dapat berkurang atau hilang DAFTAR PUSTAKA 1.Corwin elizabeth J. (2009), Patofisiologi, EGC, Jakarta 2.Suddarth & brunner. (2002), Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta 3.http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/08/asuhan-keperawatan -peritonitis.htm PERITONITIS Definisi Peritonitis Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut ( peritoneum ). Selain itu Peritonitis merupakan peradangan membrane serosa rongga abdomen dan organ-organ yang terkandung di dalamnya. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Penyebab Peritonitis Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasari. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Peritonitis bisa terjadi karena proses infeksi atau proses steril dalam abdomen melalui perforasi dinding perut, misalnya pada rupture apendiks atau divertikulum colon. Penyakit ini juga terjadi karena adanya iritasi bahan kimia, misalnya asam lambung dari perforasi ulkus gastrikum atau kandung empedu dari kantong yang pecah atau hepar yang mengalami laserasi. Pada wanita, peritonitis juga terjadi terutama karena terdapat infeksi tuba falopi atau rupture kista ovarium. Penyebab lain dari peritonitis adalah penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi, jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bias berkumpul diperut (asites) dan mengalami infeksi. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada otot kandung empedu, ureter, kandung kemih, atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri kedalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman. Iritasi tanpa infeksi, misalnya peradangan pancreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa

saluran yang ditempatkan di dalam perut. Tanda dan Gejala Peritonitis Tanda dan gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Gejalanya bisa berupa; muntah darah, mengeluarkan tinja yang kehitaman, mengeluarkan darah dari rectum. Tinja yang kehitaman biasanya merupakan akibat dari perdarahan di saluran pencernaan bagian atas, misalnya lambung atau usus dua belas jari. Warna hitam terjadi karena darah tercemar oleh asam lambung dan oleh pencernaan kuman selama beberapa jam sebelum keluar dari tubuh. Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Gejala yang menunjukkan adanya kehilangan darah yang serius adalah denyut nadi yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya pembentukan air kemih. Tangan dan kaki penderita juga akan teraba dingin dan basah. Berkurangnya aliran darah ke otak karena kehilangan darah, bisa menyebabkan bingung, disorientasi, rasa mengantuk dan bahkan syok. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang cepat. Gerakan peristaltis usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah kedalam rongga dan terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal dan bekuan darah yang menyebar. Patofisiologi Peritonitis Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen (meningkatkan aktifitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistim pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matrik fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang seteril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber, yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Etiologo Peritonitis Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulit misalnya; perforasi appendicitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen. Bacterial : bacteroides, E. coli, streptococcus, proteus, kelompok enterbacter-Klebsiella, mycobacterium tubercolusa. Kimiawi : getah lambung dan pancreas, empedu, darah, urin, benda asing (talk, tapung,dll). Anatomi dan Fisiologi Peritonitis Dinding perut mengandung struktur muskulo-apeneurosis yang komplek. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan sub kutis, lemak dan sub kutan dan facies superficial, kemudian ketiga otot dinding perut M. Obliquus abdominis eksterna, M. Obliquus abdominis internus, dan M. Transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritoneum, yaitu fascia tranversalis, lemak preperitonial dan peritoneum otot dibagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektur abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadinya hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenic. Fungsi lain otot dengan meninggikan tekanan intra abdominal. Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah, dari kraniodorsal diperoleh perdarahan dari cabang a. Intercostalis VI-XII dan a. Epigastrik superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca, a. sirnucmfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior. Terapi Peritonitis Prinsip umum terapi adalah pengganti cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, pemberian antibitika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan focus septic (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakantindakan menghilangkan nyeri. Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonic adalah penting. Pengembalian volume intravascular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan venasentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi., Terapi antibiotika harus diberikan segera diagnosis peritonitis bakteri dibuat, antibiotic berspektrum luas diberikan secara empiric, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicuragai menjadi penyebab. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membrane mengalami kebocoran. Jika deficit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menibulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interlukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolik oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ di dalam carvum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu masukan yang tidak ada, serta muntah. Bila bahan menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat tibul peritonitis umum.

Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus parlistik, usus kemudian menjadi atoni dan meragang, cairan dan elektrolik hilang kedalam lumen usus mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat membentuk antara lengkung-lengkung usus yang merenggang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik maka terjadi peningkatan peristaltic usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dank arena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. Perforasi tukak peptic khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas seluruh peritoneum akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan didaerah epigastrium karena rangsangan peritoneum oleh asam lambung empedu dan atau enzim pancreas, kemudian menyebar seuruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa pengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bacteria. Laparatomi Laparatomi merupakan operasi yang dilakukan untuk membuka abdomem (bagian perut). Laparatomi dilakukan untuk memeriksa beberapa organ di abdomen sebelah bawah dan pelvis (rongga panggul). Operasi ini juga dilakukan sebelum melakukan operasi pembedahan mikro pada tuba falopi. Pembukaan rongga perut lewat irisan dibagian depan perut untuk visualisasi isi rongga perut, puntiran usus, kebocoran usus, maupun untuk memperbaiki keadaan-keadaan tertentu di rongga perut. A. PENGERTIAN Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneum yang disebabkan oleh infiltrasi isi usus dari suatu kondisi seperti ruptur apendiks, perforasi/trauma lambung dan kebocoran anastomosis. (Tucker : 1998,32) Peritonitis adalah peradangan pentoneum yang merupakan komplikasi berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ organ abdomen (apendisitis, pankreatitis, dll) reputra saluran cerna dan luka tembus abdomen. (Sylvia Anderson & Larraine Carry Wison, 1995: 402). B. ETIOLOGI a. Peritonitis Bakterial Disebabkan invasi/masuknya bakteri kedalam rongga peritoneum pada saluran makanan yang mengalami perforasi. b. Peritonitis Kimiawi Disebabkan keluarnya enzim pankreas, asam lambung, atau empedu sebagai akibat cedera/perforasi usus/saluran empedu. (Harison, 2000: 1613) C. TANDA DAN GEJALA 1. Menurut Price, 1995 : 402 Sakit perut (biasanya terus menerus) Mual dan muntah Abdomen yang tegang, kaku, nyeri Demam dan leukositosis Dehidrasi 2. Menurut C. Long 1996 : 228 Kemerahan Edema Dehidrasi 3. Menurut Mubin 1994 : 276 Pasien tidak mau bergerak Perut kembung Nyeri tekan abdomen Bunyi usus berkurang/menghilang D. ANATOMI Peritoneum adalah lapisan sel mesotel yang meliputi 1. Rongga perut (peritoneum parietake) 2. Alat tubuh dalam rongga perut (peritoneum viserale) Fungsi : Peritoneum merupakan suatu membran semipermeable untuk dialisis yang terus menerus membuat dan mengabsorbsi cairann jernih, serta memisahkan zat-zat satu dengan yang lain. E. PATOGENESIS Timbulnya peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi

a.

b. c. 1. 2. 3.

menyebar dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi syok, gangguan sirkulasi dan oliguria, perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Gejala bebeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Gejala utama adalah sakit perut (biasanya terus menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri dan tanpa bunyi, demam dan leukositosis sering terjadi. (Price, 1995 : 402) Peritonitis (peradangan dari peritoneum) terjadi akibat apendik yang mengalami perforasi, secara cepat pelengketan terbentuk dalam usaha untuk membatasi infeksi dan momentum membantu untuk menutup daerah peradangan, membentuk suatu abses. Ketika penyembuhan terjadi, perlengketan fibrosa dapat terbentuk yang selanjutnya mengakibatkan obstruksi usus. Pada saat lain perlengketan fibrosa tersebut dapat menghilang seluruhnya. Reaksi-reaksi lokal dari peritoneum meliputi kemerahan, edema, dan produksi cairan dalam jumlah besar berisi elektrolit dan protein. Jika infeksi tidak teratasi dapat terjadi hypovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, dehidrasi dan akhirnya syok. Peristaltik usus dapat terhenti dengan infeksi peritoneum yang berat. (C. Long, 1996 : 228) F. KLASIFIKASI Peritonitis Primer Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi dirongga peritoneum kuman masuk kedalam rongga peritoneum melalui aliran darah/pada pasien perempuan melalui alat genital. Peritonitis Sekunder Terjadi bila kuman kedalam rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak. Peritonitis karena pemasangan benda asing kerongga peritoneum. Misalnya pemasangan kateter Kateter Ventrikula peritoneal Kateter Peritonea Juguler Continous ambulatory peritoneal dyalisis (Soeparman, 1993 : 175)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. a. b. c. -

G. KOMPLIKASI Ketidakseimbangan elektrolit Dehidrasi Asidosis metabolik Alkalosis respiratonik Syok septik Obstruksi usus H. PENATALAKSANAAN Therapy umum Istirahat Tirah baring dengan posisi fowler Penghisapan nasogastrik, kateter Diet Cair nasi Diet peroral dilarang Medikamentosa Obat pertama Cairan infus cukup dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin Obat alternatif Narkotika untuk mengurangi penderitaan pasien Therapy Komplikasi Intervensi bedah untuk menutup perforasi dan menghilangkan sumber infeksi. Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal penggantian cairan dan elektrolit yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik (appendiks dsb) atau penyebab radang lainnya bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakantindakan menghilangkan nyeri. (Price, 1995 : 402)

2. -

FOKUS PENGKAJIAN 1. 2. 3. Pengkajian merupakan suatu pengumpulan data baik data subyektif ataupun obyektif yaitu : Nyeri abdomen dan kekakuan diatas area inflamasi Nyeri lepas Dapat menyebar ke bahu Distensi abdomen Anoreksia

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Mual muntah Penurunan bising usus Gagal untuk mengeluarkan feses/flatus Menggigil demam Takikardi Hipotensi Pernafasan torakal Cepat dangkal Emesis fekal

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI DX : Perubahan dalam volume cairan berhubungan dengan aliran darah ke peritoneum Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan setelah dilakukan tindakan keperawatan KH : Pasien dapat menunjukkan Hidrasi edukuat dibuktikan oleh turgor kulit normal dan membran mukosa lembab Tanda vital dan stabil Pasokan dan keluaran seimbang Intervensi : - Pantau TTV setiap jam, observasi tanda syok Pertahankan cairan parental dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin Timbang BB setiap hari dengan waktu dan timbangan yang sama Ukur masukan dan keluaran setiap 8 jam, ukur urine setiap jam bila kurang dari 30 sampai 50 ml/jam, beritahu dokter Bantu dalam aspirasi Pantau elektrolit, gas darah, HB Lakukan rentang gerak positif dan bantu ajarkan setiap 4 jam 2. DX : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri abdomen distensi Tujuan : Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam KH : - Pasien menunjukkan pernafasan dan bunyi nafas normal Mendemontrasikan kemampuan untuk melakukan latihan pernafasan Intervensi : - Kaji status pernafasan, pantau terhadap pernafasan dangkal dan cepat 0 - Pertahankan tirah baring dalam lingkungan yang tenang dengan kepala ditinggikan 35 sampai dengan 0 45 - Pantau therapy oksigen/spirometer intensif - Bantu pasien dan ajarkan untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan nafas dalam setiap 1 sampai 2 jam - Auskltasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam 3. DX : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah dan masukan kurang Tujuan : KH : - Pasien mengatakan tidak ada mual muntah Pasien mentoleransi diet dengan edekuat Intervensi : - Pantau selang nasogastrik - Berikan hygiene oral dan nasol sering - Ukur lingkar abdomen, sekap 4 jam - Pantau terhadap keluarnya flatus - Auskultasi abdomen terhadap bising usus sampai dengan 8 jam - Bila bising usus kembali selang nasogastrik berikan diet cairan. 4. DX : Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan distensi Tujuan : Tidak akan terjadi nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan KH : Intervensi : - kaji tipe, lokasi, berat nyeri - Berikan analgetik hanya setelah diagnosis telah dibuat - Kaji keefektifan tindakan penghilang nyeri - Pertahankan posisi nyaman untuk meminimalkan stress pada abdomen dan ubah posisi pasien dengan sering - Berikan periode istirahat yang nyaman terencana - Diskusikan dan ajarkan pilihan teknik pelaksanaan nyeri. 5. DX : Ansietas berhubungan dengan krisis situasi Tujuan : Tidak terjadi ansietas setelah dilakukan tindakan keperawatan KH : - Pasien mengekspresikan perasaan/masalah dan pemahaman cara koping positif Pasien menunjukkan lebih relax dan nyaman 1. Intervensi : - Kaji tingkat ansietas - Kaji ketrampilan koping - Gelaskan semua tindakan dan prosedur

- Beri penguatan penjelasan dokter tentang penyakit dan tindakan - Bantu dan ajarkan teknik relaksasi DAFTAR PUSTAKA

C. Long, 1996. Keperawatan Medical Bedah 3 : Jakarta Price, 1995. Patofisiologi : Jakarta Soeparman, 1993. Ilmu Penyakit Dalam (IPD), FKUI : Jakarta

Tucker, 1998. Standar Perawatan Pasien, EGC : Jakarta

PERITONITIS PENGERTIAN Peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. ETIOLOGI 1. Infeksi bakteri Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal Appendisitis yang meradang dan perforasi Tukak peptik (lambung / dudenum) Tukak thypoid Tukan disentri amuba / colitis Tukak pada tumor Salpingitis Divertikulitis Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus dan b hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii. 1. Secara langsung dari luar. Operasi yang tidak steril Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa. 1. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus. GEJALA DAN TANDA Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum. Demam Distensi abdomen Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya. Nausea Vomiting Penurunan peristaltik. PATOFISIOLOGI Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar. TEST DIAGNOSTIK 1. Test laboratorium

Leukositosis Hematokrit meningkat Asidosis metabolik 1. X. Ray Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis. Usus halus dan usus besar dilatasi. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi. PROGNOSIS Mortalitas tetap tinggi antara 10 % 40 %. Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah berlangsung lebih dari 48 jam. Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya. LAPARATOMI Pengertian Pembedahan perut sampai membuka selaput perut. Ada 4 cara, yaitu; 1. Midline incision 2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm). 3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy. 4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy. Indikasi 1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur Hepar. 2. Peritonitis 3. Perdarahan saluran pencernaan.(Internal Blooding) 4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar. 5. Masa pada abdomen Komplikasi 1. Ventilasi paru tidak adekuat 2. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung. 3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. 4. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan Latihan-latihan fisik Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi. POST LAPARATOMI Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Tujuan perawatan post laparatomi; 1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan. 2. Mempercepat penyembuhan. 3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi. 4. Mempertahankan konsep diri pasien. 5. Mempersiapkan pasien pulang. Komplikasi post laparatomi; 1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif. 1. Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka infeksi. Infeksi luka sering muncul pada 36 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik. 1. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah. Proses penyembuhan luka Fase pertama

Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka. Fase kedua Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan. Fase ketiga Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali. Fase keempat Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut. Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan 1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c. 2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid. 3. Pencegahan infeksi. Pengembalian Fungsi fisik. Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini. Mempertahankan konsep diri. Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi. Pengkajian Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah; 1. Respiratory Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan. 1. Sirkulasi Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler. 1. Persarafan : Tingkat kesadaran. 2. Balutan Apakah ada tube, drainage ? Apakah ada tanda-tanda infeksi? Bagaimana penyembuhan luka ? 1. Peralatan Monitor yang terpasang. Cairan infus atau transfusi. 1. Rasa nyaman Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi. 1. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di abdomen. 2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi. 3. Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak. Tindakan keperawatan post operasi: 1. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output 2. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage. 3. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain tercabut. 4. Perawatan luka operasi secara steril. Evaluasi 1. Tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi : Suhu tubuh normal Nadi normal Perut tidak kembung Peristaltik usus normal Flatus positif Bowel movement positif 1. Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas. 2. Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi. 3. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa. 4. Luka operasi baik. DAFTAR KEPUSTAKAAN Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI

Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia. 1984. Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II. ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) PERITONITIS NUZULUL ZULKARNAIN HAQ FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Peritoneum Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium. Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus. Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa). 2) Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis. 3) Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis. Fungsi peritoneum: 1) Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis. 2) Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan. 3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen. 4) Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi. 2.2 Definisi Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis. Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse yang pasif. 2.3 Etiologi 1. Infeksi bakteri 1. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal 2. Appendisitis yang meradang dan perforasi 3. Tukak peptik (lambung/dudenum) 4. Tukak thypoid 5. Tukan disentri amuba/colitis 6. Tukak pada tumor 7. Salpingitis 8. Divertikulitis Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii. 1. Secara langsung dari luar.

2.

Operasi yang tidak steril Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal. 3. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati 4. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

1. 2.

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn). 2.4 Klasifikasi Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Peritonitis bakterial primer Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu: a) Spesifik: misalnya Tuberculosis b) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites. 1. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa) Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari: 1. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal. 2. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. 3. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis. 4. Peritonitis tersier Peritonitis tersier, misalnya: 1. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur. 2. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. 3. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis: 1. Aseptik/steril peritonitis. 2. Granulomatous peritonitis. 3. Hiperlipidemik peritonitis. 4. Talkum peritonitis. 2.5 Patofisiologi Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi

infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. 2.6 Manifestasi Klinis Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya. Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric. 2.7 Pemeriksaan Diagnostik 1. Test laboratorium 1. Leukositosis Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 1. Hematokrit meningkat 2. Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 ) 3. X. Ray Dari tes X Ray didapat: Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan: 1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis. 2. Usus halus dan usus besar dilatasi. 3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi. 3. Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu : 1. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior. 2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.

3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi anteroposterior. Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain: 1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance). 2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level. 3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance.

2.8 Penatalaksanaan Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l: 1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani). 2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika. 3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi. 4. Pemeriksaan laboratorium. Pembedahan dilakukan bertujuan untuk : 1. Mengeliminasi sumber infeksi. 2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal 3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan. Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah a.l : 1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna. 2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung. 3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin. 4. Pemberian terapi cairan melalui I.V. 5. Pemberian antibiotic. Terapi bedah pada peritonitis a.l : 1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya. 2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis. 3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin. 4. Irigasi kontinyu pasca operasi. Terapi post operasi a.l: 1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi. 2. Pemberian antibiotic 3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen. 1) Terapi Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi. a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi. b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.

c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain. d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi. 2) Pengobatan Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan. Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu : 1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi. 2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh. 3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan. 2.9 Komplikasi Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu: 1. Komplikasi dini. 1. Septikemia dan syok septic. 2. Syok hipovolemik. 3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multisystem. 4. Abses residual intraperitoneal. 5. Portal Pyemia (misal abses hepar). 2. Komplikasi lanjut. 1. Adhesi. 2. Obstruksi intestinal rekuren. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian A. Identitas 1. Nama pasien 2. Umur 3. Jenis kelamin 4. Suku /Bangsa 5. Pendidikan 6. Pekerjaan 7. Alamat 8. Keluhan utama: Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang. 1. Riwayat Penyakit Sekarang Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.

1. Riwayat Penyakit Dahulu Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati. 1. Riwayat Penyakit Keluarga Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada. 1. Pemeriksaan Fisik 1. Sistem pernafasan (B1) Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan. 1. Sistem kardiovaskuler (B2) Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat. 1. Sistem Persarafan (B3) Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran. 1. Sistem Perkemihan (B4) Terjadi penurunan produksi urin. 1. Sistem Pencernaan (B5) Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit). 1. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6) Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan. G. Pengkajian Psikososial Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan. H. Personal Hygiene Kelemahan selama aktivitas perawatan diri. 1. Pengkajian Spiritual 2. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan Laboratorium 1. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah leucopenia 2. PT, PTT dan INR 3. Test fungsi hati jika diindikasikan 4. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis 5. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti pyelonephritis, renal stone disease) 6. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH 2) Pemeriksaan Radiologi 1. Foto polos 2. USG 3. CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111labeled autologous leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan). 4. Scintigraphy 5. MRI Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu: 1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP). 2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP. 3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP. Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain: 1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance). 2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.

Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air fluid level, dan herring bone appearance. Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu: 1. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang-kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau intestinum crassum. 2. Air fluid level. 3. Herring bone appearance. Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level ada yang pendek-pendek (usus halus) dan panjang-panjang (kolon) karena diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik. Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi). Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah: 1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen. 2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit (semilunair shadow). 3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen. Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal. 3) X. Ray Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : 1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis. 2. Usus halus dan usus besar dilatasi. 3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi. 3.2 Diagnosa 1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan. 2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah. 4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif. 5. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi abdomen dan menghindari nyeri. 6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. 3.3 Intervensi 1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan. Tujuan: Nyeri klien berkurang Kriteria hasil : 1. Laporan nyeri hilang/terkontrol 2. Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi. 3. Metode lain untuk meningkatklan kenyamanan Intervensi Keperawatan Tindakan/Intervensi Rasional Mandiri: 1. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, 1. Perubahan pada lokasi/intensitas lama, intensitas (skala 0-10) dan tidak umum tetapi dapat karakteristiknya (dangkal, tajam, menunjukkan terjadinya komplikasi. konstan) Nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat, dan menyebar ke atas, nyeri dapat lokal bila terjadi abses. 2. Memudahkan drainase cairan/luka 1. Pertahankan posisi semi Fowler karena gravutasi dan membantu sesuai indikasi meminimalkan nyeri karena gerakan. 3. Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping 1. Berikan tindakan kenyamanan, pasien denagn memfokuskan kembali contoh pijatan punggung, napas perhatian. dalam, latihan relaksasi atau 4. Menurunkan mual/muntah yang visualisasi. dapat meningkatkan tekanan atau nyeri intrabdomen. 1. Berikan perawatan mulut dengan

3.

sering. Hilangkan rangsangan lingkunagan yang tidak menyenangkan Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi: 1. Analgesik, narkotik 2. Antiemetik, contoh hidroksin (Vistaril) 3. Antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol)

\is

Menurunkan laju metabolik dan iritasi usus karena toksin sirkulasi/lokal, yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan. Catatan: Nyeri biasanya berat dan memerlukan pengontrol nyeri narkotik, analgesik dihindari dari proses diagnosis karena dapat menutupi gejala. Menurunkan mual/munta, yang dapt meningkatkan nyeri abdomen Menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan demam atau menggigil.

1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan. Tujuan: Mengurangi infeksi yang terjadi, meningkatkan kenyamanan pasien. Kriteria hasil: 1. Meningkatnya penyembuhan pada waktunya, bebas drainase purulen atau eritema, tidak demam. 2. Menyatakan pemahaman penyebab individu / faktor resiko. Intervensi Keperawatan: Tindakan Intervensi Rasional Mandiri: 1. Catat faktor risiko individu 1. Mempengaruhi pilihan intervensi contoh trauma abdomen, apendisitis akut, dialisa peritoneal. 2. Kaji tanda vital dengan sering, 1. Tanda adanya syok septik, endotoksin catat tidak membaiknya atau sirkulasi menyebabkan vasodilatasi, berlanjutnya hipotensi, kehilangan cairan dari sirkulasi, dan penurunan tekanan nadi, rendahnya status curah jantung. takikardia, demam, takipnea. 2. Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis 3. Catat perubahan status mental dapat menyebabkan penyimpangan (contoh bingung, pingsan). status mental. 3. Hangat, kemerahan, kulit kering 1. Catat warna kulit, suhu, adalah tanda dini septikemia. kelembaban. Selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok. 4. Oliguria terjadi sebagai akibat penurunan perfusi ginjal, toksin 1. Awasi haluaran urine. dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotik. 5. Mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme 1. Pertahankan teknik aseptik ketat infektif/kontaminasi silang. pada perawatan drein abdomen, luka insisi/terbuka, dan sisi invasif. Bersihkan dengan Betadine atau larutan lain yang tepat kemudia bilas dengan PZ. 1. Memberikan informasi tentang status 2. Observasi drainase pada luka. infeksi. 2. Mencegah penyebaran, membatasi 1. Pertahankan teknik steril bila pertumbuhan bakteri pada traktus pasien dipasang kateter, dan urinarius. berikan perawatan kateter/ atau kebersihan perineal rutin. 1. Menurunkan resiko terpajan

Awasi/batasi pengunjung dan staf sesuai kebutuhan. Berikan perlindungan isolasi bila diindikasikan. Kolaborasi: 1. Ambil contoh/awasi hasil pemeriksaan seri darah, urine, kultur luka. 1. Bantu dalam aspirasi peritoneal, bila diindikasikan.

2.

pada/menambah infeksi sekunder pada pasien yang mengalami tekanan imun.

1.

2.

3.

1.

Berikan antibiotik, contoh gentacimin (Garamycyin), amikasin (amikin), Klindamisin (Cleocin). Lavase pritoneal/IV

4.

1. 1.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan dapat timbul kembali dan status nutrisi terpenuhi. Kriteria Hasil: 1. Status nutrisi terpenuhi 2. Nafsu makan klien timbul kembali 3. Berat badan normal 4. Jumlah Hb dan albumin normal Intervensi Keperawatan : Tindakan Intervensi Rasional Mandiri: 1. Awasi haluan selang NG, dan catat 1. Jumlah besar dari aspirasi gaster adanya muntah atau diare. dan muntah atau diare diduga terjadi obstruksi usus, memerlukan evaluasi lanjut. 1. Timbang berat badan tiap hari. 2. Kehilangan atau peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada defisit nutrisi. 1. Auskultasi bising usus, catat bunyi 3. Meskipun bising usus sering tak tak ada atau hiperaktif. ada, inflamasi atau iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare. 1. Catat kebutuhan kalori yang 4. Adanya kalori (sumber energi) akan dibutuhkan. mempercepat proses 2. Monitor Hb dan albumin penyembuhan. 5. Indikasi adekuatnya protein untuk 1. Kaji abdomen dengan sering untuk sistem imun. kembali ke bunyi yang lembut, 6. Menunjukan kembalinya fungsi penampilan bising usus normal, usus ke normal dam kelancaran flatus. Kolaborasi: 1. Kolaborasi pemasangan NGT jika klien tidak dapat makan dan minum peroral.

Siapkan untuk intervensi bedah bila diindikasikan

Mengidentifikasikan mikroorganisme dan membantu dalam mengkaji keefektifan prigram antimikrobial. Dilakukan untuk membuang cairan dan untuk mengidentifikasi organisme infeksi sehingga tetapi antibiotik yang tepat dapat diberikan. Terapi ditujukan pada bakteri anaerob dan basil aerob gram negatif.Lavase dapat digunakan untuk membuang jaringan nekrotik dan mengobati inflamasi yang terlokalisasi/menyebar dengan buruk. Pengobatan pilihan (kuratif) pada peritonitis akut atau lokal, contoh untuk drainase abses lokal, membuang eksudat peritoneal, membuang rupturapendiks/kandung empedu, mengatasi perforasi ulkus, atau reseksi usus.

1. 1.

Agar nutrisi klien tetap terpenuhi. Tubuh yang sehat tidak mudah

untuk terkena infeksi (peradangan). Klien dapat berusaha untuk memenuhi kebutuhan makan 1. Berikan informasi tentang zat-zat dengan makanan yang bergizi. makanan yang sangat penting bagi 3. Kekurangan volume cairan keseimbangan metabolisme tubuh berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif. Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk memperbaiki keseimbangan cairan dan meminimalisir proses peradangan untuk meningkatkan kenyamanan. Kriteria hasil: 1. Haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal, 2. Tanda vital stabil 3. Membran mukosa lembab 4. Turgor kulit baik 5. Pengisian kapiler meningkat 6. Berat badan dalam rentang normal. 2.

2.

Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet.

Intervensi keperawatan: Tindakan Intervensi Mandiri: 1. Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi (termasuk perubahan postural), takikardia, takipnea, demam. Ukur CVP bila ada. 2. Pertahankan intake dan output yang adekuat lalu hubungkan dengan berat badan harian. 3. Rehidrasi/ resusitasi cairan 1. 1. Ukur berat jenis urine

Rasional 1. Membantu dalam evaluasi derajat defisit cairan/keefektifan penggantian terapi cairan dan respons terhadap pengobatan. Menunjukkan status hidrasi keseluruhan. Untuk mencukupi kebutuhan cairan dalam tubuh (homeostatis). Menunjukkan status hidrasi dan perubahan pada fungsi ginjal. Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi mempeburuk turgor kulit, menambah edema jarinagan. Menurunkan rangsangan pada gaster dan respons muntah. Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit Memberikan informasi tentang hidrasi dan fungsi organ.

2.

1. 2. 3.

Observasi kulit/membran mukosa untuk kekeringan, turgor, catat edema perifer/sacral. 2. Hilangkan tanda bahaya/bau dari lingkungan. Batasi pemasukan es batu. 3. Ubah posisi dengan sering berikan perawatan kulit dengan sering, dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan. Kolaborasi: 1. Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin. 2. Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit.

4.

1.

1.

1.

1.

Pertahankan puasa dengan aspirasi nasogastrik/intestinal

2.

Mengisi/mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. Koloid (plasma, darah) membantu menggerakkan air ke dalam area intravaskular dengan meningkatkan tekanan osmotik. Menurunkan hiperaktivitas usus dan kehilangan dari diare.

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi abdomen dan menghindari nyeri. Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai bunyi nafas normal, tekanan O 2 dan saturasi O2 normal. Kriteria Hasil: 1. Pernapasan tetap dalam batas normal 2. Pernapasan tidak sulit

3. Istirahat dan tidur dengan tenang 4. Tidak menggunakan otot bantu napas Intervensi Keperawatan: Tindakan Intervensi Rasional Mandiri: 1. Pantau hasil analisa gas darah dan 1. Indikator hipoksemia; hipotensi, indikator hipoksemia: hipotensi, takikardi, hiperventilasi, gelisah, takikardi, hiperventilasi, gelisah, depresi SSP, dan sianosis penting depresi SSP, dan sianosis. untuk mengetahui adanya syok akibat inflamasi (peradangan). 1. Auskultasi paru untuk mengkaji 2. Gangguan pada paru (suara nafas ventilasi dan mendeteksi tambahan) lebih mudah dideteksi 1. Ansietas berhubungan komplikasi pulmoner. dengan auskultasi. dengan perubahan status 2. Pertahankan pasien pada posisi 3. Posisi membantu memaksimalkan kesehatan. semifowler. ekspansi paru dan menurunkan Tujuan: Mengurangi ansietas klien upaya pernafasan, ventilasi Kriteria hasil: maksimal membuka area 1. Mengakui dan atelektasis dan meningkatkan mendiskusikan masalah gerakan sekret kedalam jalan nafas 2. Penampilan wajah tampak besar untuk dikeluarkan. rileks 4. Oksigen membantu untuk bernafas 3. Mampu menerima 1. Berikan O2 sesuai program secara optimal. kondisinya Intervensi: Tindakan/Intervensi Rasional 1. Evaluasi tingkat pemahaman klien/orang terdekat tentang diagnosa.

1.

Akui rasa takut/masalah klien dan dorong mengekspresikan perasaan.

1.

2.

Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa klien dan perawat mempunyai pemahaman yang sama. Terima penyangkalan klien tetapi jangan dikuatkan.

1.

2.

3. 1. Catat komentar perilaku yang menunjukkan menerima dan/atau mengurangi strategi efektif menerima situasi Libatkan klien/orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan pengobatan.

2.

4.

Bila penyangkalan ekstem atau ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi itu klien perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya. Takut/ansietas menurun klien mulai menerima secara positif kenyataan dan memiliki kemauan untuk hidup lagi. Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/kemandirian pada klien yang merasa tak berdaya dalam menerima diagnosa dan pengobatan Klien sulit berfikir dengan baik bila berada dalam kondisi yang

1. 2.

Berikan kenyamanan fisik klien Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan

3.

4.

pola hidup. Dukungan memampukan klien mulai membuka/menerima kenyataan infeksi peritonium dan pengobatannya. Klien mungkin perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan maupun mengekspresikannya. Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/interpretasi terhadap informasi.

Perforasi Intestinal Perforasi intestinal merupakan suatu keadaan kegawatan dalam bidang bedah dimana terjadinya ruptur dinding intestinal1 Perforasi intestinal dapat dibagi menjadi: 1. Perforasi non trauma, misalnya pada ulkus peptik, tifoid dan apendisitis. 2. Perforasi oleh trauma (tajam dan tumpul)2. Pada orang dewasa perforasi ulkus peptik merupakan penyebab kesakitan dan kematian umum selama sekitar 30 tahun yang lalu. Sedangkan perforasi ulkus duodenum terjadi 2-3 kali lipat dari perforasi ulkus gaster, sepertiga dari perforasi ulkus gaster mengarah ke carcinoma.3

Perforasi usus karena demam typhoid merupakan komplikasi yang serius dan menjadi perhatian bagi ahli bedah diseluruh dunia, hal ini dikarenakan demam typhoid masih merupakan masalah kesehatan umum pada Negara-negara berkembang, di Nigeria 9,2% dari pasien typhoid berkembang menjadi perforasi.4 Appendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi.2 Apabila diagnosis dari appendicitis terlambat bisa menyebabkan komplikasi yaitu perforasi, pada suatu penelitian di Belanda ditemukan pada pasien dengan appendicitis yang didiagnosis terlambat mengalami perforasi sebanyak 71%5. pada anak-anak dibawah 2 tahun appendicitis terdiagnosis setelah terjadinya perforasi.6 Perforasi intestinal dapat terjadi karena trauma abdomen, hal ini dikarenakan meningkatkatnya kecelakaan lalu lintas dan tindakan kekerasan, frekuensi trauma perut pun meningkat. Perut merupakan bagian yang sering terkena trauma. Luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut. Penatalaksanaan trauma perut sampai sekarang masih merupakan bahan diskusi dalam ilmu bedah, dari tindakan yang konservatif sampai tindakan yang radikal.7 Pada anak-anak perforasi intestinal sebanyak 5-14% disebabkan oleh trauma tumpul karena kecelakaan sepeda . Diagnosis kadang terlambat dikarenakan biasanya tidak berhubungan dengan kehilangan darah banyak.8 Selain hal-hal tersebut banyak penyakit-penyakit yang menyebabkan komplikasi perforasi, diantaranya: intusepsi, toksik megakolon, enterocolitis necrotizing, anomaly anorektal, obstruksi usus, dan lain sebagainya.

A. Pengertian. Perforasi intestinal terjadi ketika dinding gaster, usus kecil dan usus besar menjadi berlubang sehingga menyebabkan isinya masuk kedalam cavitas abdomen. Perforasi intestinal merupakan suatu keadaan kegawatan. 9 B. Etiologi 1. Trauma abdomen Trauma tembus yaitu trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak. Di RSCM trauma tembus mencapai 65%.7 Trauma tumpul yaitu trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi, atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.7

2. Aspirin, NSAID, dan steroid10. Penggunaan aspirin merupakan factor resiko mayor kompikasi saluran gastrointestinal atas11. Penggunaan steroid pada terapi lymphoma menyebabkan perforasi intestinal spontan12. Perforasi intestinal ini terutama terdapat pada pasien orang tua. 10 3. Faktor predisposisi: ulkus peptic, appendicitis akut, diverticulitis akut, dan inflamasi divertikulum meckel10.

4. Appendisitis akut. Perforasi terjadi pada bayi dan pada usia lanjut, selama periode itu angka mortalitasnya paling tinggi13. Kondisi ini masih merupakan salah satu penyebab umum perforasi pada orang tua dengan prognosis yan jelek. 10 5. Cedera usus yang berhubungan dengan endoskopi: cedera dapat terjadi dengan ERCP dan kolonoskopi. 10 6. Komplikasi laparoskopi. Faktor predisposisi terhadap kondisi ini adalah :obesitas, hamil, inflamasi usus akut atau kronis dan obstruksi usus. 10 7. Infeksi bakteri (misalnya typhoid) dapat mengakibatkan kompilikasi perforasi intestinal pada 5% pasien. 10 8. Penyakit inflamasi usus10 9. Sekunder akibat ischemia intestinal10 10. Benda asing10 B. Diagnosis 1. Anamnesis Suatu anamnesis yang teliti dapat memperkirakan penyebab perforasi, selanjutnya dapat di konfirmasi dengan pemeriksaan fisik dan penunjang. 10 Dalam anamnesis bisa ditemukan: Riwayat trauma tumpul atau tembus dada bagian bawah atau abdomen10 Riwayat minum aspirin, NSAID, steroid, terutama pada orang tua10 Nyeri abdomen, menanyakan dengan seksama terhadap pasien tentang onset, lokasi, durasi, karakteristik, kondisi yang memperburuk, kondisi yang memperingan dan gejala lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen. 10 Nyeri abdomen hebat tiba-tiba setelah makan, terasa yeri pada bahu (tanda kerr), riwayat gastritis, muntah kadangkadang kemungkinan perforasi ulkus peptic.7 Pada orang tua, dapat disebabkan oleh perforasi diverticulitis atau rupture appendicitis akut jika lokasi nyeri berda di abdomen bawah. Kurang lebih 30-40% pasien orang tua dengan nyeri abdomen setelah 48 jam berkembang appendicitis akut. 10 Pada orang muda, nyeri di abdomen kuadran bawah kemungkinan perforasi appendicitis. Appendisitis akut dengan perforasi berhubungan dengan periode perjalanan penyakit beberapa jam. Nyeri umumnya berlokasi di kuadran kanan bawah abdomen, kecuali kalau berkembang menjadi peritonitis. 10 d.Muntah, pada pasien perforasi ulkus peptic tidak umum tetapi sering pada pasien kholesistitis akut. Pada pasien appendicitis nyeri mendahului periode muntah 3-4 jam sebelumnya. 10 e. Cegukan, gejala yang muncul terlambat pada pasien perforasi ulkus peptic. 10 2. Pemeriksaan fisik a. Tanda vital: menilai tanda vital untuk mengetahui perubahan hemodinamik. 10 b. Pemeriksaan abdomen 1. Inspeksi: memeriksa dinding abdomen adakah tanda-tanda cedera, abrasi atau ekimosis. Observasi pola pernapasan pasien dan pergerakan abdomen, adakah distensi atau discolorisasi abdomen. Pada pasien perforasi ulkus peptik, pasien berbaring dengan sedikit bergerak, kaki ditekuk dan abdomen seperti papan (boardlike) 10, tanda-tanda peritonitis jelas, dinding perut yang tegang dan kaku, pernapasan yang dangkal, takikardi, suhu normal, tanda-tanda udara bebas intraperitoneal. Adanya jejas pada dinding perut dapat kemungkinan adanya trauma perut7. 2. Auskultasi: suara usus biasanya hilang pada peritonitis umum10 3. Perkusi: Mengecil atau menghilangnya pekak hati yang merupakan tanda klinis pneumoperitoneum, merupakan gejala patognomonik pada perforasi intestinal. 2 4. Palpasi: Palpasi dengan hati-hati, adakah massa atau nyeri tekan. Takikardi, demam, dan nyeri tekan abdomen umum mengindikasikan peritonitis10. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan dinding perut dikarenakan terdapatnya darah atau cairan usus yang memberikan rangsangan peritoneum.7 c. Pemeriksaan rectum: adanya darah menunjukkan adanya kelainan pada kolon, kuldosintesis kemungkinan adanya darah dalam lambung7. C. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium a. Leukositosis, mengindikasikan terjadi infeksi10 b. Kultur darah untuk organisme aerob dan anaerob10 2. Radiologi a. Posisi tegak abdomen adalah langkah tepat mendiagnosis pasien dengan riwayat dan gejala klinis perforasi usus. Tetapi, pada 30% pasien tidak ditemukan udara bebas. 10 b. Posisi terlentang dan tegak abdomen merupakan langkah awal untuk mendiagnosis pasien dengan riwayat dan gejala klinis mengarah ke perforasi usus10. Hal-hal yang dapat ditemukan: 1. Udara bebas subdiafragma. Jika jumlah udaranya banyak dapat ditunjukkan dengan poto abdomen terlentang dan permukaan

dalam dan luar dari permukaan dinding abdomen dapat dengan jelas dibedakan. 10 2. Ligamentum falciparum tampak: ligamentum tampak sebagai struktur obliq dari kuadran kanan atas sampai dengan umbilicus, terutama ketika gas banyak terdapat pada sisi lain ligamentum. 10 3. Air-fluid level (udara bebas): mengindikasikan terjadinya hydropneumoperitoneum atau pyopneumoperitoneum pada posisi tegak abdomen. 10 3. Ultrasonography a. Udara terlokalisaki yang berhubungan dengan perforsi usus dapat dideteksi, terutama jika berhubungan dengan abnormalitas sonography. 10 b. Lokasi perforasi usus dapat dideteksi 10 c. USG abdomen dapat mengevaluasi hepar, spleen, pancreas, ginjal, ovarium, adrenal dan uterus. 10 4. CT Scan Abdomen a. CT scan dapat memberikan bukti perforasi misalnya perforasi ulkus duodenal dengan kebocoran pada kandung kemih dan panggul kanan dengan atau tanpa udara bebas nyata. 10 b. Menunujukkan perubahan inflamasi pada jaringan lunak dan abses fokal divertikulosis10

F. Diagnosa banding 1. Ulkus peptic 2. Gastritis 3. Pankreatitis akut 4. Kholesistitis 5. Gastroenteritis akut 6. Endometriosis 7. Torsi ovari 8. Pelvic Inflamantory Disease 9. Salpingitis akut 10. Appendisitis akut 11. Diverticulum meckel 12. Demam typhoid 13. Kolitis ischemic 14. Chron disease 15. Inflamantory bowel disease 16. Kolitis 17. Konstipasi

I. Penatalaksanaan 1. Terapi utama perforasi adalah pembedahan10. Untuk perawatan medis darurat mencakup: a. Pemasangan pipa lambung untuk dekompresi dan pengisapan cairan lambung, mencegah kontaminasi lebih lanjut rongga peritoneum oleh cairan lambung7. b. Akses intravena dan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan dehidrasi dan septicemia10 c. Tidak memberikan apapun lewat mulut10 d. Pemberian antibiotic intravena pada pasien dengan gejala septicemia. Antibiotik mencakup organisme aerob dan anaerob. Tujuan dari terapi antibiotic adalah membasmi infeksi dan meminimalisir komplikasi post operasi10. e. Akan tetapi jika gejala dan tanda-tanda peritonitis general tidak ada, terapi non operative dapat dilakukan dengan antibiotic terhadap bakteri gram negative dan positif10. 2. Terapi pembedahan: Tujuan dari terapi pembedahan adalah a. Memperbaiki masalah dasar anatomi10 b. Memperbaiki penyebab peritonitis10 c. Mengeluarkan benda asing dikavitas peritoneum yang menghambat sel darah putih dan memacu pertumbuhan bakteri. (feses, makanan, empedu, sekresi gastic atau intestinal, darah) 10. 3. Tindakan preoperatif a. Mengkoreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. Pergantian cairan ekstraselular dengan pemberian Hartman solution atau cairan yang komposisinya sama dengan plasma10 b. Monitor tekanan vena sentral penting pada pasien kritis dan orang tua yang mempunyai gangguan kardiovaskular yang dapat kambuh dengan kehilangan banyak cairan10 c. Pemberian antibiotik sistemik10 d. Nasogastric suscion untuk mengosongkan pencernaan dan mengurangi resiko muntah10 e. Kateterisasi urin untuk menilai aliran urin dan pergantian cairan10 f. Pemberian analgesik10 4. Tindakan intraoperatif Management operative tergantung penyebab perforasi. Melakukan operasi mendesak pada pasien yang tidak respon dengan

resulsitasi atau stabilisasi dan pemeliharaan urin adekuat. Semua materi nekrosis dan cairan kontaminasi disingkirkan dan diberikan antibiotik. Dekompresi distensi dengan tuba nasogastric10 5. Tindakan post operasi a. Terapi intravena untuk memelihara volume intravaskular dan hidrasi pasien . Memonitor dengan tekanan CVP dan urin10 b. Drainase nasogastric sampai dengan drainase menjadi minimal10. c. Antibiotika10 d. Jika tidak ada perkembangan kondisi pasien 2-3 hari setelah operasi, pertimbangkan hal-hal berikut: 1. Komplikasi terjadi10 2. Super infeksi terjadi pada tempat baru10 3. Dosis antibiotika tidak adekuat10 4. Antibiotik tidak berspektrum luas tidak mencakup organisme gram negatif10 J. Komplikasi 1. Infeksi luka 2. Luka gagal menutup 3. Abses abdominal 4. Kegagalan multiorgan dan shock septik 5. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan pH 6. Perdarahan mukosa gastrointestinal 7. Obstruksi intestinal K. Prognosis Prognosis tergantung pada proses penyakit dan lamanya terjadi perforasi, biasanya berhasil diperbaiki dengan pembedahan. 10 DAFTAR PUSTAKA 1. INTESTINAL PERFORATION, http://www.medhelp.org/ 2. Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhana,.WI, Setiowulan., W., Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga jilid 2, Hal 320-321, Media aesculapius, Jakarta. 3. Azer, SA, Intestinal Perforation, 2005, emedicine.com 4. Naaya,.HU, Eni, UE., Chama., Typhoid Perforation in Maiduguri, Nigeria, 2004, Annals of African Medicine Vol. 3 No.2; 2004:69-72. 5. Cappendijk VC, Hazebroek FW. The impact of diagnostic delay on the course of acute appendicitis, Arch Dis Child. 2000 Jul;83(1):64-6. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/utils/lofref.fcgi?PrId=3051&uid=10869003&db=PubMed&url=http://adc.bmjjournals.com/ cgi/pmidlookup?view=long&pmid=10869003 6. WHO 7. Armadsyah, I., Abdomen akut dalam buku kumpulan kuliah ilmu bedah, 1995, Bagian bedah staf pengajar fakultas kedokteran universitas Indonesia. Abajo, FJ., Rodriguez, LA, Risk of upper gastrointestinal bleeding and perforation associated with low-dose aspirin as plain and enteric-coated formulations, 2001, BMJ Clinical Pharmacology (2001) 1:1 8. Lam, JPH., Eunson JG., Munro., FD., Orr J., Delayed presentation of handlebar injuries in children, BMJ Volume 332 26 May 2001 9. Gastrointestinal 10. Emedicine 11. Abajo 12. Wada, M., Onda, M., Tokunaga,. Et all, Spontaneus gastrointestinal perforation in patient with lymphoma receiving chemotherapy and steroids, J Nippon Med Sch 1999: 66(1). 13. Harrison buku 4 PERITONEUM Membrana serosa, membatasi dinding abdomen dan pelvis dari dalam (peritoneum parietale) dan meliputi visera abdomen dan pelvis (peritoneum viscerale). Mensekresi cairan serosa untuk melumasi permukaan peritoneum dan mempermudah gerakan antar visera. Cavitas peritonealis: ruangan antara lapisan parietale dan viscerale Organ retroperitoneal: suatu organ yang terletak di belakang cavum peritoneal, yaitu pancreas, duodenum, colon ascendens, colon descendens, ren, ureter, vena cava inferior dan aorta. Daerah-daerah khusus peritoneum: o Mesenterium: lipatan peritoneum berlapis ganda yang melekatkan usus ke dinding posterior abdomen dan memungkinkan usus dapat bergerak dalam cavum abdomen o Omentum: lipatan peritoneum yang melekatkan gaster ke organ lainnya. o Ligamentum peritoneale: lipatan peritoneum yang melekatkan visera padat (misal: hepar) ke dinding abdomen Inervasi: Peritoneum parietale peka terhadap rasa nyeri, suhu, raba dan tekan. Peritoneum diafragma diinervasi oleh n. phrenicus dan n. Intercostalis. Peritoneum yang membatasi dinging anterior, lateral dan poste

rior diinervasi secara segmental oleh n. intercostalis dan n. lumbalis sesuai otototot dan kulit di atasnya. Peritoneum viscerale peka terhadap regangan dan diinervasi oleh saraf aferen otonom. Peregangan berlebihan akan menimbulkan rasa nyeri. Fungsi: o Cairan yang disekresi peritoneum menjamin visera mudah bergerak satu sama lainnya o Peritoneum akan saling melekat bila terdapat infeksi intraperitoneal dan melokalisir fokus infeksi o Lipatan peritoneum menahan berbagai organ intraperitoneal dan menjadi jalan vasa dan saraf ke organ tersebut o Menyimpan lemak (terutama omentum majus) Anatomy of the peritoneum & the peritoneal cavity. Definition of Peritoneum = is a continuous, glistening+ slippery transparent serous membrane, lines the andominopelvic cavity+ invests the viscera. The peritoneum consists of two continuous layers, both layers of peritoneum consists of mesothelium, a layer of simple squamous epithelial cells: o Parietal peritoneum, which lines the internal surface of the abdomino-pelvic wall has same a/v/n/lymphatics, as the region of wall that it covers is sensitive to pressure, pain, heat+ cold+ laceration. Remember = Parietal = Pain* same goes for parietal pleura in thoracic cavity Pain from FOREGUT = expressed in EPIGASTRIC region, MIDGUT = UMBILICAL region, HINDGUT = PUBIC region. nerve supply = phrenic n, lower IC n, subcostal n, Iliohypogastric n, Ilioinguinal n o Visceral peritoneum, which covers visceral organs like the stomach+ intestines. has same a/v/n/lymphatics, as the organ it covers Stimulated primarily by stretching + chemical irritation nerve supply = visceral n, ANS pathways RELATIONSHIP of the VISCERA TO THE PERITONEUM: Intraperitoneal organs: are almost covered with visceral peritoneum (e.g. the stomach+ spleen) Extraperitoneal only organ that is extra- peritoneal is the ovary Retroperitoneal 2 types more on this later o Primary always has been located behind the peritoneum o Secondary was originally intraperitoneal, but now is located behind the peritoneal cavity Infraperitoneal located below the peritoneal cavity, usually covered superiorly with peritoneum

Anda mungkin juga menyukai