Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS

Diusulkan Oleh :
YISWI TRI SUSILAWATI
NIM : 221122017

Telah disetujui di Pontianak


Pada Tanggal, 03 Maret 2023

Pembimbing Klinik/ CI Pembimbing Akademik

ISMAIL,A.Md.Kep Ns. MITA AGUSTINA, S.Kep., M.Tr.Kep


A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang
menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya).
Suatu bentuk penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat
terjadi secara lokal maupun umum, melalui proses infeksi akibat
perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulum kolon,
maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung pada
perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung
empedu. Pada wanita peritonitis sering disebabkan oleh infeksi tuba
falopi atau ruptur ovarium (Warsinggih, 2016).
Peritonitis adalah peradangan pada selaput serosa yang melapisi
rongga abdomen dan organ viseral di dalamnya (peritoneum) dan
merupakan kegawatdaruratan yang umumnya disertai dengan bakteremia
atau sepsis (Mananna, Tangel and Prasetyo, 2021).
Peritonitis merupakan radang peritonium dengan eksudasi serum,
fibrin, sel-sel dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen
disertai dengan nyeri tekan, kontipasi, muntah dan demam peradangan
yang biasanya disebabkan infeksi peritonium.

2. Etiologi
Penyebab peritonitis menurut warsinggih (2016) dapat dibedakan
berdasarkan klasifikasi menurut sumber infeksi sebagai berikut:
a. Peritonitis Primer
Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari penyebaran
secara hematogen. Sering disebut juga sebagai Spontaneous Bacterial
Peritonitis (SBP). Peritonitis ini bentuk yang paling sering ditemukan dan
disebabkan oleh perforasi atau nekrose (infeksi transmural) dari kelainan
organ visera dengan inokulasi bakterial pada rongga peritoneum. Kasus
SBP disebabkan oleh infeksi monobakterial terutama oleh bakteri gram
negatif ( E.coli, klebsiella pneumonia, pseudomonas, proteus) , bakteri
gram positif ( streptococcus pneumonia, staphylococcus). Peritonitis
primer dibedakan menjadi:
1) Spesifik Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang spesifik,
misalnya kuman tuberkulosa.
2) Non- spesifik Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang non
spesifik, misalnya kuman penyebab pneumonia yang tidak spesifik.
b. Peritonitis Sekunder
Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab utama,
diantaranya adalah:
1) Invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus gastrointestinal atau
traktus genitourinarius ke dalam rongga abdomen, misalnya pada :
perforasi appendiks, perforasi gaster, perforasi kolon oleh
divertikulitis, volvulus, kanker, strangulasi usus, dan luka tusuk.
2) Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pankreas ke peritoneum
saat terjadi pankreatitis, atau keluarnya asam empedu akibat trauma
pada traktus biliaris.
3) Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters Terapi dilakukan
dengan pembedahan untuk menghilangkan penyebab infeksi (usus,
appendiks, abses), antibiotik, analgetik untuk menghilangkan rasa
nyeri, dan cairan intravena untuk mengganti kehilangan cairan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada peritonitis sekunder antara lain
adalah syok septik, abses, perlengketan intraperitoneal.
c. Peritonitis tersier
Biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD), dan pada pasien imunokompromise. Organisme
penyebab biasanya organisme yang hidup di kulit, yaitu coagulase
negative Staphylococcus, S.Aureus, gram negative bacili, dan candida,
mycobacteri dan fungus. Gambarannya adalah dengan ditemukannya
cairan keruh pada dialisis. Biasanya terjadi abses, phlegmon, dengan atau
tanpa fistula. Pengobatan diberikan dengan antibiotika IV atau ke dalam
peritoneum, yang pemberiannya ditentukan berdasarkan tipe kuman yang
didapat pada tes laboratorium. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya
adalah peritonitis berulang, abses intraabdominal. Bila terjadi peritonitis
tersier ini sebaiknya kateter dialisis dilepaskan.

3. Patofisiologi
Peritonitis merupakan komplikasi akibat penyebaran infeksi dari
organ-organ abdomen, ruptur saluran cerna, atau luka tembus abdomen.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa, kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara
perlekatan fibrinosa yang membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sehingga
menimbulkan obstruksi usus. Dapat terjadi secara terlokalisasi, difus, atau
generalisata.
Pada peritonitis lokal dapat terjadi karena adanya daya tahan tubuh
yang kuat serta mekanisme pertahanan tubuh dengan melokalisir sumber
peritonitis dengan omentum dan usus. Pada peritonitis yang tidak
terlokalisir dapat terjadi peritonitis difus, kemudian menjadi peritonitis
generalisata dan terjadi perlengketan organ-organ intra abdominal dan
lapisan peritoneum viseral dan parietal. Timbulnya perlengketan ini
menyebabkan aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik.
Cairan dan elektrolit hilang ke dalam usus mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Pada keadaan lanjut dapat terjadi sepsis,
akibat bakteri masuk ke dalam pembuluh darah.

4. Manifestasi klinis
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen.
Nyeri dapat dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di
satu tempat ataupun tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat
nyerinya dirasakan saat penderita bergerak. Gejala lainnya meliputi:
a. Demam Temperatur lebih dari 380C, pada kondisi sepsis berat dapat
hipotermia
b. Mual dan muntah Timbul akibat adanya kelainan patologis organ
visera atau akibat iritasi peritoneum
c. Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas.
Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului
dengan hipovolemik intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi
hipotensi, penurunan output urin dan syok.
d. Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak
terdengar bising usus
e. Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat
kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai
respon/antisipasi terhadap penekanan pada dinding abdomen ataupun
involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum
f. Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
g. Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
h. Tidak dapat BAB/buang angin.

5. Komplikasi
Jika tidak segera diobati, maka infeksi bisa memasuki aliran darah,
menyebabkan syok, dan kerusakan pada organ lainnya. Hal ini dapat
berakibat fatal.
Komplikasi dari peritonitis bakterial spontan meliputi:
a. Ensefalopati hepatik: Hilangnya fungsi otak yang terjadi saat hati
tidak bisa lagi mengeluarkan zat beracun dari darah.
b. Sindrom hepatorenal: Gagal ginjal progresif pada individu yang
menderita penyakit hati lanjut.
c. Sepsis: Reaksi parah yang terjadi saat aliran darah menjadi kewalahan
oleh agen infeksi.
Potensi komplikasi peritonitis sekunder mencakup:
a. Syok septik: Ditandai dengan tekanan darah rendah yang berbahaya.
b. Usus gangren: Jaringan usus yang mati.
c. Adhesi intraperitoneal: Pita jaringan fibrosa yang bergabung dengan
organ perut dan bisa menyebabkan penyumbatan usus.
d. Abses intra-abdominal: Kumpulan nanah atau cairan yang terinfeksi
yang dikelilingi oleh jaringan yang meradang di dalam perut. Ini dapat
melibatkan organ perut apa pun, atau dapat menetap di lipatan usus.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis,
hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis
tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3
gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan
kultur.
b. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan
granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa
sebelum hasil pembiakan didapat.
c. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus
halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada
kasus-kasus perforasi. Pemeriksaan radiologis merupakan
pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan
pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos
abdomen 3 posisi
1) Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan
proyeksi anteroposterior (AP ).
2) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan
3) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal, proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya
kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line
menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra
peritoneal.
7. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai,
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal,
penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara
intravena, pembuangan fokus septik atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan – tindakan
menghilangkan nyeri berupa pemberian analgesik.
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi
darurat, terutama bila disertai appendisitis, ulkus peptikum yang
mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas
(pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan
darurat biasanya tidak dilakukan.
Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam
antibiotik diberikan bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan
melalui infus.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara
sistemik mengenai kesehatan. Adapun tujuan utama dari pada pengkajian
adalah memberikan gambaran secara terus-menerus mengenai keadaan
pasien yang mungkin perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan
(SDKI, 2016).
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Pada klien dengan peritonitis keluhan utama dan umum ditemukan
yaitu adanya nyeri abdomen yang terlokalisasi maupun tidak
terlokalisasi. Nyeri dengan derajat sedang hingga berat disertai dengan
adanya demam dan rasa mual muntah.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan pasien sejak gejala pertama sampai saat
dilakukan anamnesa, sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama
dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan
hebatnya keluhan, dimana pertam kali keluhan timbul, apa yang
sedang dilakukan ketika keluhan itu terjadi, keadaan apa yang
memperberat atau memperingan keluhan, ada tidaknya usaha
untuk mengurangi keluhan sebelum mendapat bantuan, serta
berhasil atau tidak usaha tersebut.
2) Riwayat kesehatan terdahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang dimiliki, hubungan
dengan atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita
klien saat ini dan penyebab penyakit, pada saat dikaji klien pernah
mengalami keluhan yang sama yang pernah diderita sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga Kaji keadaan kesehatan keluarga,
apakah dikeluarganya ada yang menderita penyakit yang sama
seperti klien atau penyakit yang ditularkan atau diturunkan
(Indrayani, 2013).
4) Genogram
Gambaran menyeluruh dari keluarga asal dan keluarga sekarang
baik dari pihak ibu dan ayah atau dari pihak suami atau istri.

2. Pola aktifitas sehari-hari


Pengkajian pola aktifitas dilakukan dengan membandingkan kondisi
pasien sebelum sakit dan saat ini. Adanya perubahan pola aktifitas yang
timbul akibat kondisi sakit yang dialami oleh klien saat ini menjadi
sebuah masalah yang harus diatasi dengan melakukan asuhan
keperawatan.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma
atau riwayat operasi.
b. Mata penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan
nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan
gangguan dalam menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).
c. Hidung. Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada
nervus olfatorius (nervus I).
d. Mulut. Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus
vagus adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada Inspeksi : kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada.
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan dan massa. Perkusi : mendengar
bunyi hasil perkusi. Ausiultasi : mengetahui suara nafas, cepat dan
dalam.
f. Abdomen Inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran. Auskultasi :
mendengar bising usus. Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi.
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi
g. Ekstremitas Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012)
1) Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada
sendi.
3) Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi.
4) Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh.
4. Diagnosis keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri akut (D.0077) b/d agen pencedera fisiologis (Inflamasi)
2) Ansietas (D.0080) b/d krisis situasional
3) Hipertermia (D.0130) b/d Proses penyakit
b. Post Operasi
1) Nyeri akut (D.0077) b/d Agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2) Neusea (D.0076) b/d Efek agen farmakologis
3) Disfungsi motilitas gastrointertinal (D.0021) b/d Pembedahan
5. Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) RASIONAL
(SDKI) (SLKI)
1. Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan Pemberian Analgesik (I.08243)
b/d agen pencedera tindakan keperawatan 1 x Observasi:
fisiologis (Inflamasi) 24 jam diharapkan tingkat  Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus,  Mengetahui karekteristik nyeri
nyeri menurun (L.08066) pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi) dan membantu menentukan
dengan kriteria hasil:  Identifikasi riwayat alergi obat intervensi.
 Keluhan nyeri  Identifikasi kesesuaian jenis analgesik dengan  Mengurangi resiko alergi.
menurun tingkat keparahan nyeri.  Mengetahui jenis analgesik
 Meringis menurun  Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian yang sesuai tingkat nyeri.
 Gelisah menurun analgesik.  Mengetahui efek samping
 Muntah menurun  Monitor efektivitas analgesik. analgesik terhadap TTV.
 Mual menurun  Mengetahui efektifitas
Terapeutik: analgesik terhadap tingkat
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk nyeri.
mencapai analgesia optimal, Jika perlu.
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus  Mengetahui tingkat
opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum. keberhasilan analgesik.
 Tetapkan target efektifitas analgesik untuk  Mencegah efeksamping yang
mengoptimalkan respons pasien. mungkin timbul.
 Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak di inginkan.
 Meningkatkan pengetahuan
Edukasi: pasien tentang analgesik yang
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat digunakan.
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) RASIONAL
(SDKI) (SLKI)
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,  Mengurangi rasa nyeri
sesuai indikasi.
2. Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I.09134)
b/d krisis situasional tindakan keperawatan Observasi:
selama 1 x 24 Jam  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis.  Mengetahui tingkat ansietas, dan
diharapkan tingkat Kondisi, waktu, stresssor) membantu menentukan intervensi
ansietas menurun  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan keperawatan.
(L.09093) dengan kriteria  Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
hasil:
 Verbalisasi akibat Terapeutik:
kondisi yang dihadapi  Suasana yang nyaman dapat
 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
menurun membantu mengurangi
kepercayaan.
 Perilaku gelisah kecemasan.
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
menurun memungkinkan.
 Perilaku tegang  Pahami situasi yang membuat ansietas
menurun  Dengarkan dengan penuh perhatian.
 Pola tidur membaik  Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
 Frekuensi nadi  Tempatkan barang pribadi yang memberikan
membaik kenyamanan.
 Konsentrasi membaik  Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan.
 Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
yang akan datang.

Edukasi:
 Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin  Informasi yang tepat
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) RASIONAL
(SDKI) (SLKI)
dialami. membantu mengurangi
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, kecemasan.
pengobatan, dan prognosis.  Kehadiran keluarga dapat
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika mengurangi kecemasan.
perlu.
 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan.
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
 Latih kegiatan penglihatan untuk mengurangi
ketegangan.
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat.
 Latih teknik relaksasi.

Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu.  Membatu mengurangi
kecemasan yang tidak dapat
Persiapan Pembedahan (I.14573) diatasi secara nonfarmakologi.
Observasi:
 Identifikasi kondisi umum pasien (mis. Kesadaran,  Mengetahui kondisi kesehatan
hemodinamik, jenis operasi, jenis anastesi, penyakit sebelum dilakukan opersi.
penyerta seperti DM, hipertensi, jantung, PPOK,
Asma, pengetahuan tentang operasi, kesiapan
psikologis).
 Monitor TTV
 Monitor kadar gula darah
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) RASIONAL
(SDKI) (SLKI)
Terapeutik:  Membantu menentukan
 Ambil sampel darah untuk pemeriksaan kimia darah intervensi pre operasi.
 Fasilitasi pemeriksaan penunjang (mis. Foto thoraks,  Puasa mencegah pasien
pemeriksaan X-ray) muntah saat mendapatkan
 Puasakan minimal 6 jam sebelum pembedahan. anastesi saat operasi
 Bebaskan area kulit yang akan dioperasi dari rambut berlansung.
atau bulu tubuh.  Mengurangi resiko kesalahan
 Mandikan dengan cairan antiseptik (mis. dalam prosedur operasi.
Chlorheksidin 2%) minimal 1 jam dan maksimal
malam hari sebelum pembedahan.
 Pastikan kelengkapan dokumen preoperasi (mis.
Surat persetujuan operasi, hasil radiologi, hasil
laboratorium).
 Transfer ke kamar operasi dengan alat transfer yang
sesuai (mis. kursi rida, tempat tidur).

Edukasi:
 Jelaskan tentang prosedur, waktu dan lamanya  Informasi yang tepat dapat
operasi membantu mengurangi
 Jelaskan waktu puasa dan pemberian obat kecemasan.
premedikasi (jika ada)
 Latih teknik batuk efektif.
 Latih teknik mengurangi rasa nyeri pasca operasi.
 Anjurkan menghentikan obat antikoagulan.
 Ajarkan cara mandi dengan antiseptik,
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) RASIONAL
(SDKI) (SLKI)
Kolaborasi:  Memastikan kesiapan kondisi
 Kolaborasi pemberian obat sebelum pembedahan pasien dan perencanaan
(mis. antibiotik, antihipertensi, antidiabetik), sesuai operasi,
indikasi
 Koordinasi dengan petugas gizi tentang jadwal puasa
dan diit pasien.
 Kolaborasi dengan dokter bedah jika mengalami
peningkatan suhu tubuh, hiperglikemia,
hipoglikemia, atau perubahan kondisi.
 Koordinasi dengan perawat kamar bedah.
3. Hipertermia Setelah diberikan Manajemen Hipertermia (I.15506)
(D.0130) b/d tindakan keperawatan Observasi:
Proses penyakit selama 1 x 24 jam  Identifikasi penyebab hipertermia  Mengetahui penyebab
diharapkan termoregulasi  Monitor suhu tubuh Hipertermia dan membantu
membaik (L.14134)  Monitor kadar elektrolit menentukan intervensi.
dengan kriteria hasil:  Monitor haluaran urin
 Suhu tubuh membaik  Monitor komplikasi akibat hipertermia
 Suhu kulit membaik
Terapeutik:
 Sediakan lingkungan yang dingin  Lingkungan yang nyaman dan
 Longgarkan atau lepaskan pakaian sejuk mebantu mengurangi
 Basahai dan kipas permukaan tubuh peningkatan suhu tubuh.
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih jika mengalami
hiperhidrosis
 Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher,
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) RASIONAL
(SDKI) (SLKI)
dada, abdome, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen jika perlu

Edukasi:
 Anjurkan tirah baring
 Aktivitas berlebih memicu
Kolaborasi: peningkatan suhu tubuh.
 Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena, jika
perlu.  Asupan cairan membantu
tubuh menyesuaikan suhu
normal.
b. Post Operasi
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) RASIONAL
(SDKI) (SLKI)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Pemberian Analgesik (I.08243)  Mengetahui karekteristik nyeri
(D.0077) b/d Agen tindakan keperawatan 3 x Observasi: dan membantu menentukan
pencedera fisik 24 jam diharapkan tingkat  Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, intervensi.
(prosedur operasi) nyeri menurun (L.08066) pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)  Mengurangi resiko alergi.
dengan kriteria hasil:  Identifikasi riwayat alergi obat  Mengetahui jenis analgesik
 Keluhan nyeri  Identifikasi kesesuaian jenis analgesik dengan yang sesuai tingkat nyeri.
menurun tingkat keparahan nyeri.  Mengetahui efek samping
 Meringis menurun  Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgesik terhadap TTV.
 Gelisah menurun analgesik.  Mengetahui efektifitas
 Muntah menurun  Monitor efektivitas analgesik. analgesik terhadap tingkat
 Mual menurun nyeri.
Terapeutik:
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk  Mengetahui tingkat
mencapai analgesia optimal, Jika perlu. keberhasilan analgesik.
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus  Mencegah efeksamping yang
opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum. mungkin timbul.
 Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respons pasien.
 Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak di inginkan.

Edukasi:
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat  Meningkatkan pengetahuan
pasien tentang analgesik yang
Kolaborasi: digunakan.
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,  Mengurangi rasa nyeri.
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) RASIONAL
(SDKI) (SLKI)
sesuai indikasi.
2. Nausea (D.0076) Setelah dilakukan Manajemen Muntah (I.03118)
b/d Efek agen tindakan keperawatan Observasi:
farmakologis selama 3 x 24 Jam  Identifikasi karakteristik muntah (mis. warna,  Mengetahui karakteristik
diharapkan tingkat nausea konsistensi, adanya darah, waktu, frekuensi, dan muntah dan membantu
menurun (L.08065) durasi). menentukan intervensi.
dengan kriteria hasil:  Periksa volume muntah
 Keluhan mual  Identifikasi riwayat diet (mis. makanan yang disuka,
menurun tidak disukai, dan budaya)
 Perasaan ingin muntah  Identifikasi faktor penyebab muntah (mis.
menurun pengobatan dan prosedur).
 Sensasi panas  Identifikasi kerusakan esofagus dan faring posterior
menurun jika muntah terlalu lama.
 Frekuensi menelan  Monitor efek manajemen muntah secara menyeluruh
menurun  Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit.

Terapeutik:
 Kontrol faktor lingkungan penyebab muntah (mis.  Lingkungan yang nyaman
bau tak sedap, suara, dan simulasi visual yang tidak dapat mengurangi pemicu
menyenangkan) muntah.
 Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab muntah  Posisi yang tepat mencegah
(mis. kecemasan, ketahutan) terjadinya aspirasi.
 Atur posisi untuk mencegah aspirasi.  Menghilangkan sisa muntah
 Pertahankan kepatenan jalan nafas pada mulut dan hidung.
 Bersihkan mulut dan hidung
 Berikan dukungan fisik saat muntah (mis. membantu
membungkuk atau menundukan kepala).
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) RASIONAL
(SDKI) (SLKI)
 Berikan kenyamanan saat muntah (mis. kompres
dingin di dahi, atau sediakan pakaian kering dan
bersih).
 Berikan cairan yang tidak mengandung karbonasi
minimal 30 menit setelah muntah.

Edukasi:
 Anjurkan membawa kantong plastik untuk  Membantu mengurangi
menampung muntah. frekuensi muntah
 Anjurkan memperbanyak istirahat
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk
mengelola muntah (mis. biofeedback, hipnotis,
relaksasi, terapi musik, akupresur).

Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu.  Mengobati muntah pada
tingkat yang parah.
3. Disfungsi motilitas Setelah diberikan Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan
gastrointertinal tindakan keperawatan (I.12361) .
(D.0021) b/d selama 3 x 24 jam Observasi:
Pembedahan diharapkan motilitas  Identifikasi kepatuhan menjalani program  Membantu menentukan
gastrointestinal meningkat pengobatan. intervensi.
(L.03023) dengan kriteria
hasil: Terapeutik:
 Suara peristaltik  Buat komitmen menjalanai program pengobatan  Mencegah adanya intervensi
membaik dengan baik lain yang mungkin timbul
 Flatus membaik  Buat jadwal pendampingan keluarga untuk diluar pengobatan yang
bergantian menemani pasien selama menjalani
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) RASIONAL
(SDKI) (SLKI)
program pengobatan, jika perlu dijalani.
 Dokumentasikan aktivitas selama menjalani
pengobatan
 Diskusikan hal-hal yang mendukung atau
menghambat berjakannya program pengobatan.
 Libatkan keluarga untuk mendukung program
pengobatan yang dijalani.

Edukasi:
 Informasikan program pengobatan yang harus  Meningkatkan peran pasien
dijalani dan keluarga dalam proses
 Informasikan manfaat yang akan diperoleh jika penyembuhan
teratur menjalani program pengobatan
 Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan merawat
pasien selama menjalani program pengobatan
 Anjurkan pasien dan keluarga melakukan konsultasi
ke pelayanan kesehtan terdekat, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

DR.dr. Warsinggih, Sp.B-KBD. 2016. Bahan Ajar Peritonitis danIlleus(http://med.


unhas.ac.id diakses 20 Februari 2023)

Jong W de, Sjamsuhidayat.R. Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
ECG; 2011. 212 p.

Mananna, A., Tangel, S.J.C. and Prasetyo, E. (2021). Diagnosis Akut Abdomen akibat
Peritonitis. E-CliniC, 9(1), pp. 33-39.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat PPNI

Triyadi. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan Post Operasi Peritonitis.
(http://repository.ump.ac.id diakses 21 Februari 2023)

Anda mungkin juga menyukai