LAPORAN PENDAHULUAN
PERITONITIS
SAMIADI
2302032488
TAHUN 2022/2023
2
BAB I
KONSEP MEDIS
1.1 DEFINISI
Peritonitis merupakan suatu proses inflamasi pada membran serosa yang
membatasi rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya dan
merupakan peyakit berbahaya dalam bentuk akut maupun kronis (Melly,
2016). Peritonitis biasanya disebabkan oleh infeksi dari organ abdomen,
perforasi saluran cerna, dan luka tembus abdomen. Peritonitis merupakan
suatu kegawatdaruratan abdomen yang biasanya ditandai dengan adanya
bakteri atau adanya sepsis yang terjadi karena masalah bedah dan non bedah.
Peritonitis akut biasanya sering dikaitkan dengan perfusi viskus (Hidayati dkk,
2018).
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput
organ perut atau peritoneum. Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ dan dinding perut bagian dalam. Lokasi terjadinya
peritonitis bisa terlokalisir atau difuse yaitu pada lokasi tertentu di abdomen
atau bisa terjadi di semua area abdomen. Peritonitis bisa ditandai dengan
riwayat nyeri akut atau kronik dan lokasi nyeri pada pasien yang bisa
diakibatkan dari dalam atau luar abdomen. Semua umur bisa terkena penyakit
peritonitis baik anak-anak, remaja, wanita, dan laki-laki hingga lanjut usia.
Peritonitis terbanyak pada anak-anak biasanya adalah perforasi apendiks, pada
orang tua biasanya terjadi komplikasi divertikulitis atau perforasi ulkus
peptikum. Komplikasi peritonitis berupa gangguan pembekuan darah dan
sepsis yang dapat mengakibatkan syok pada penderitanya. Organisme yang
sering menginfeksi adalah organisme yang biasanya hidup di usus besar atau
kolon yaitu eschericia coli. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri
adalah keluarnya eksudat fibrosa dari peritoneum yang kemudian terbentuk
kantong-kantong nanah (abses) antara perlekatan fibrosa yang menempel.
Perlekatan biasanya menghilang apabila infeksi menghilang, tetapi bisa
menetap dan menjadi pita-pita fibrosa yang dapat menyebabkan terjadinya
obstruksi usus (Japanesa dkk, 2016).
3
1.2 ETIOLOGI
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat
dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat terjadu hanya pada satu
tempat ataupun tersebar di seluruh abdomen. Dan semakin hebat nyeri yang
dirasakan saat penderita/pasien bergerak. Gejala lainnya meliputi (Warsinggih,
2017):
a. Terdapat distensi abdomen yang biasanya ditandai dengan penurunan
bising usus atau bising usus tidak terdengar sama sekali
b. Demam dan menggigil dengan temperatur lebih dari 38 0C, pada kondisi
sepsis berat dapat hipotermia
c. Mual dan muntah yang timbul akibat adanya kelainan patologis organ
visera atau akibat iritasi peritoneum
d. Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas
e. Kehilangan selera makan (nafsu makan menurun)
f. Rigiditas abdomen atau sering disebut ‘perut papan’ terjadi akibat
kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi
terhadap penekanan pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai
respon terhadap iritasi peritoneum
g. Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
h. Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
i. Tidak dapat BAB/buang angin
j. Buang air kecil (BAK) sedikit
k. Perasaan haus terus menerus.
1.5 PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan dari berbagai penyebab baik infeksius ataupun non-
infeksius yang menyebabkan terjadinya peradangan pada peritoneum viseral
dan parietal. Ketika ada inflamasi respon awal peritoneum terhadap infeksi
adalah adanya vasodilatasim edema pada jaringan, transudasi cairan, dan
masuknya makorofag dan leukosit sebagai tanda inflamasi. Reaksi awal
peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
6
pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis
atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran
bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis (Sembiring
2018).
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari
makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid
plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum
pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2
minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri
perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena
toksemia. Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium
yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis
generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan
peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan
hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan
di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung,
empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi
bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu
menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam
yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai
kemudian terjadi peritonitis bakteri. Pada apendisitis biasanya biasanya
disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid,
fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem,
diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem
8
1.6 WOC
Iritan langsung (getah
Komplikasi dari organ Luka atau trauma Pembedahan medis yang
lambung/getah Devertikulosis
intrabdominal penetrasi tidak steril
empedu/getah pancreas)
Peningkatan
Komplikasi dari proses Pelepasan berbagai
Kuman dari luar masuk permeabilitas kapiler Mengaktifkan neutrophil
inflamasi organ-organ indicator kimiawi
ke cavum peritonium dan membrane dan makrofag
intraabdominal (histamine, bradikinin, dan
mengalami
serotonin)
kebocoran
Terjadi inflamasi pada Keluarnya Merangsang
peritonium eksudat fibrosa nosiseptor nyeri Pelepasan zat pirogen
Peumpukan cairan di endogen
rongga peritonium
Aktivitas peristaltic usus Membentuk
Risiko Infeksi Nyeri Akut
menurun abses Merangsang sel
Peningkatan tekanan
endotel hipotalamus
intraabdominal
Defisit Nutrisi Ileus paralitik Terjadi perlekatan
pada fibrosa Memicu pengeluaran
Penurunan ekspansi
Menekan diafragma prostaglandin
Terjadi Usus menjadi meregang paru
penurunan BB
Suhu tubuh
Hipertermia
meningkat
16
1.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan peritonitis bisa dilakukan dalam dua hal yaitu pre operatif
dan pos operatif. Menurut Japanesa dkk (2016) penatalaksanaan peritonitis
adalah:
1. Penanganan Preoperatif
a) Resusitasi Cairan
Pengembalian volume cairan melalui intravaskular yang diperlukan
untuk menjaga produksi urin tetap baik dan menjaga keseimbangan
status hemodinamik tubuh. Cairan yang diberikan adalah cairan
larutan kristaloid dan koloid, cairan koloid lebih efektif untuk
mengatasi kehilangan cairan akan tetapi cairan koloid harganya lebih
mahal sehingga biasanya tenaga kesehatan medis menggunkan cairan
kristaloid dengan jumlah yang lebih besar
b) Antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk melawan kuman aerob atau
anaerob yang menginfeksi peritoneum. Terapi antibiotik ini biasanya
digunakan sebelum dan setelah pasien dilakukan pembedahan. Banyak
jenis antibiotik yang bisa digunakan secara tunggal atau bisa
dikombinasikan antara lain sefalosporin, betalaktam, metronidazol,
dan aminoglikosida
c) Oksigen dan Ventilator
Pemberian oksigen pada peritonitis biasanya diberikan kepada pasien
peritonitis dengan hipoksemia. Oksigen perlu diberikan dikarenakan
ketika mengalami peritonitis biasanya terjadi peningkatan metabolisme
tubuh akibat adanya infeksi sehingga menimbulkan gangguan ventilasi
pada paru-paru
d) Pemasangan Kateter Urin dan Monitor Hemodinamik
Pemasangan keteter urin digunakan untik mengetahui fungsi dari
kandung kemih dan pengeluaran urin. Memonitor tanda tanda vital
setiap 4 jam sekali
2. Operatif (Pembedahan)
18
BAB II
2.1 PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama
atau kepercayaan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan tanggal
MRS (masuk rumah sakit)
b. Keluhan Utama
Pada pasien dengan perintonitis sering sekali mengeluh nyeri pada bagian
abdomen atau perut. Selain hal tersebut kaji lebih dalam atau tanyakan
pada klien kapan nyeri tersebut muncul, nyeri menyebar atau tidak,
bagaimana kualitas nyeri, serta apakah yang menyebabkan nyeri tersebut
muncul
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan dan kronologi klien datang ke pelayanan kesehatan. Klien dengan
perintonitis umunya mengalami nyeri pada bagian perut yang akan hilang
dengan sendirinya. Selain keluhan nyeri pada bagian perut klien dengan
perintonitis juga mengalami demam atau menggigil dengan suhu mencapai
380C, perut terasa kaku, mual dan muntah, kesulitan buang air besar
(BAB), kehilangan nafsu makan, terdapat nyeri tekan pada bagian
abdomen, serta perasaan haus terus menerus
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji atau tanyakan kepada klien terkait penyakit yang sebelumnya pernah
dialami, apakah ada penyakit yang berhubungan dengan kondisi yang saat
ini dialami oleh klien
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji riwayat penyakit yang dialami oleh keluarga baik penyakit menular
atau penyakit tidak menular. Tanyakan kepada keluarga apakah ada
anggota keluarga yang mengalami penyakit yang saat ini dialami oleh
klien
21
f. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi tentang kesehatan dapat berubah disebabkan karena tindakan
medis dan perawat di rumah sakit, terkadang muncul persepsi yang
salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Pola hidup sehat klien yang
menderita perintonitis harus ditingkatkan dalam menjaga kebersihan
diri, perawatan, dan tatalaksana hidup sehat
2. Pola Nutrisi/Metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di RS)
Status nutrisi klien dapat diketahui melalui pengukuran tinggi badan
dan berat badan, kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS juga harus ditanyakan, pasien dengan perintonitis akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari rasa nyeri pada
abdomen dan penekanan pada struktur abdomen. Sehingga pasien
dengan perintonitis keadaan umumnya tampak lemah, membrane
mukosa pucat, dan turgor kulit tidak elastis
3. Pola Eliminasi (saat sebelum sakit dan saat di RS)
Pengkajian pola eliminasi sebelum dan sesudah MRS perlu ditanyakan
mengenai kebiasaan defekasi. Keadaan umum pasien yang lemah,
pasien lebih banyak bed rest sehingga dapat menimbulkan konstipasi,
selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. Pada umumya klien
dengan perintonitis mengalami kesulitan buang air besar (BAB) dan
sedikit mengeluarkan urine
4. Pola Aktivitas dan Latihan (saat sebelum sakit dan saat di RS)
Akibat dari sesak nafas kebutuhan O 2 jaringan akan kurang terpenuhi,
sehingga pasien akan cepat mengalami kelelahan dalam melakukan
aktivitas. Selain itu aktivitas pasien dalam sehari-hari akan berkurang
akibat dari nyeri pada bagian abdomen yang dialami, dengan demikian
kebutuhan ADL pasien dibantu perawat atau keluarga
22
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pasien tampak lemah, nyeri pada abdomen, dan demam dan menggigil
2) Pemeriksaan TTV
- TD (bisa hipotensi, berada dibawah 90/60 mmHg)
- RR (takipnea, lebih dari 24 x/menit)
- N (takikardi, lebih dari 100 x/menit)
- Suhu (hipertermia lebih dari 370C)
3) Pemeriksaan sistem respirasi
- Inspeksi pada pasien perintonitis tampak semetris, pergerakan
pernafasan menurun, dan pasien biasanya sesak nafas (dyspnea)
- Kaji apakah suara paru terdengar sonor atau tidak
- Auskultasi suara nafas (apakah terdapat suara napas tambahan atau
tidak)
4) Pemeriksaan sistem cardiovaskuler
- Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung
- Perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak, hal ini bertujuan untuk menentukan ada
tidaknya pembesaran jantung atau ventrikel kiri
- Auskultasi untuk menentukan adanya suara tambahan seperti
gallop dan murmur
5) Pemeriksaan sistem pencernaan
- Pada saat inspeksi perlu diperhatikan apakah abdomen membuncit
atau datar, selain itu ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa
- Pada saat palpasi juga perlu diperhatikan adakah nyeri tekan pada
abdomen, massa (tumor), turgor kulit abdomen, dan apkaah hepar
teraba atau tidak
- Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan
menimbulkan suara pekak
- Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltic usus, dimana nilai
normalnya 5-35 x/menit
24
Tujuan: Observasi
Setelah dilakuakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
tindakan local dan sistemik
keperawatan selama
Terapeutik
3x24 jam
diharapkan tingkat 1. Batasi jumlah pengunjung
infeksi menurun 2. Berikan perawatan kulit pada
dengan area edema
Kriteria Hasil: 3. Cuci tangan sebelum dan
Tingkat Infeksi sesudah kontak dengan pasien
(L.14137) dan lingkungan pasien
1. Demam dari
4. Pertahankan teknik aseptic pada
skala 2 (cukup
pasien berisiko tinggi
meningkat) ke
Edukasi
skala 5
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
(menurun)
2. Ajarkan cara mencuci tangan
2. Kemerahan
dengan benar
dari skala 2
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi
(cukup
luka atau luka operasi
meningkat) ke
4. Anjurkan meningkatkan asupan
skala 5
nutrisi
(menurun)
5. Anjurkan meningkatkan asupan
3. Nyeri dari
cairan
skala 2 (cukup
meningkat) ke
skala 5
(menurun)
4. Bengkak dari
skala 2 (cukup
meningkat) ke
skala 5
(menurun)
2.4 EVALUASI
Setela tindakan keperawatan di laksanakan evaluasi proses dan hasil
mengacuh pada kriteria evaluasi yang telah di tentukan pada masing masing
diagnoa keperawatan sehingga:
1. Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervnsi di hentikan)
2. Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi di lanjutkan )
3. Maalah teratasi atau tujuan tidak tercapai (perlu di lakukan pengkajian
ulang dan intervensi dirubah)
29
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, Afif Nurul., Ikbar M. Ilham Adika., dan Rosyid Nur A. 2018. Gawat
Darurat Medis dan Bedah. Airlangga University Press: Surabaya
Japanesa, A., A. Zahari, dan S. Renita Rusjdi. 2016. Pola Kasus dan
Penatalaksanaan Peritonitis Akut di bangsal bedah RSUP dr. M. Djamil
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(1):209–214
Warsinggih. 2017. Peritonitis dan Illeus. Bahan Ajar DR Dr. Warsinggih, Sp. B-
KBD. 24
Wyers, S. G & Matthews. 2016. Surgical peritonitis and Other Disease of The
Peritoneum, Mesentry, Omentum and Diaphragm’in Slesenger and
Fordtran’s Gastrointentinal and Liver Disease. United Stase of Amerika
634-641
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
30
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.