Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
membahas tentang “PERITONITIS”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Asuhan Kebidanan IV yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah
ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan pembuatan
makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa senantiasa memberikan kelancaran dan kemudahan bagi kita semua.
Yogyakarta, Maret 2013
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.
Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intra abdomen, infeksi, obstruksi
dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi
post operasi, iritasi kimiawi, ataudari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara
inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,
resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yangmemudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan peritonitis.
Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa
inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan.
Sebagian kelainan disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang
mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

1.2 Tujuan
1) Bagi penulis
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.
2) Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan tentang pelayanan kesehatan
yang bermutu dan sesuai dengan standard.
BAB II
ISI

2.1 PENGERTIAN
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang
melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak di dalamnya. Peritonitis
sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitar melalui perforasi
usus seperti rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis
merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi
kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari
perforasi kantung empedu atau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan
peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya
kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.
2.2 ETIOLOGI
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis
(SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen,
tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga
kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut
atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika
terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar
protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini
terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites
pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E.
Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram
lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis
Streptococcus lain 15%,dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat
anaerob dan infeksi campur bakteri.
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau
nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga
peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran
cerna bagian atas.
Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah
mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal
dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau
flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB,
peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya
cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural
dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).
2.3 PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan
obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ.
Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan
elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
2.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Peritonitis Bakterial Primer
1. Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya
bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
Spesifik : misalnya Tuberculosis.
2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intra abdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
 Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
 Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh
bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
 Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
C. Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis
yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah lambung,
getah pankreas, dan urine.
D. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
a. Aseptik/steril peritonitis
b. Granulomatous peritonitis
c. Hiperlipidemik peritonitis
d. Talkum peritonitis
2.5 TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi
atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga
menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum
maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa
tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar
untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena
iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya
diabetes berat, penggunaan steroid, pasca transplantasi, atau HIV), penderita
dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok
sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita
geriatric.
2.6 KOMPLIKASI
1. Eviserasi Luka (penonjolan keluar organ yang ada dalam rongga abdomen)
2. Pembentukan abses
2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan
kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk
mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan
melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.
2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan
perbaikan dapat diupayakan.
3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi.
Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan
drainase terhadap abses.
2.8 PENGOBATAN
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a) Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
b) Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan
infeksi nifas.
Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu
dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam
dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.

c) Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.


Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi
usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan
meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan
tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan.
Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan
oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan
ventilasi diperlukan.
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab.
Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat
apendisitis, reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada
ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis dan drainase pada
abses. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang
panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan
antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk
mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat
penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan
dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah
dilakukan.
Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamati dengan seksama
apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan
menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh
darah yang agak besar tidak sampai dilukai.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus
visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang
terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang
terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan
kegiatan seksual.
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a) Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
b) Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan
infeksi nifas.
c) Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
d) Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab.

3.2 SARAN
Diharapkan mahasiswa dapat memahami mengenai peritonitis bagian-
bagiannya serta dapat mengaplikasikan asuhan yang diberikan. Dalam penulisan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh karena itu Kami mohon
saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Praktikum
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta; EGC
Santosa, Budi 2005. Panduan diagnosa keperawatan Nanda. Prima Medika.
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
http://www.scribd.com/doc/101947192/Peritonitis Diakses tanggal 27 Maret 2013
Pukul 08.00 WIB
( http://.medicastore.askep_peritonitis//10/Oktober:2007.html) Diakses tanggal 29
Maret 2013 Pukul 17.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai