Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PRAKTIK KEPERAWATAN V
DI RUMAH SAKIT Dr SAIFUL ANWAR MALANG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Ratih Rahmania Khoirun Nisa


S.Tr Keperawatan III B
1601470063

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
JULI 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
PERITONITIS-TB

A. DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga
perut (peritoneum). Selain itu peritonitis merupakan peradangan membrane serosa rongga
abdomen dan organ-organ yang terkandung di dalamnya. Peritoneum adalah selaput tipis
dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.

B. KLASIFIKASI
1. Peritonitis bakterial primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat
monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis
bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Spesifik: misalnya Tuberculosis
b) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik,
lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat
terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat
memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan
kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
3. Peritonitis tersier
Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.
Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya
empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
C. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya peritonitis adalah
Invasi kuman bakteri ke dalam rongga peritoneum,bakteri yang paling sering
menyebabkan infeksi, meliputi
1. Gram negative meliputi Escherichia coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%),
Pseudomonas species, Proteus species, gram negatif lainnya (20%).
2. Gram positif, seperti Streptococcus pneumoniae (15%), Streptococcus lainnya
(15%), dan Staphylococcus (3%). Mikroorganisme anaerob kurang dari 5%.
(Cholongitas, 2005).
Invasi kuman ke lapisan peritoneum dapat disebabkan juga oleh berbagai kelainan pada
gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ di dalam abdomen (Rotstein, 1997)
atau perforasi organ pascatrauma abdomen (Ivatury, 1998)
Biasanya, akibat dari infeksi bakteri: organisme berasal dari penyakit saluran
gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduktif internal. Peritonitis dapat juga
akibat dari sumber eksternal seperti cedera atau trauma (missal: luka tembak atau luka
tusuk) atau oleh inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar area peritonium,
seperti ginjal.
Inflamasi dan ileus paralitik adalah efek langsung dari infeksi. Penyebab umum lain
dari peritonitis adalah apendisitis, ulkus perforasi, divertikulitis, dan perforasi usus.
Peritonitis juga dapat dihubungkan dengan proses bedah abdominal dan dialisis
peritoneal. (Brunner dan Suddarth, 2001)
D. PATOFISIOLOGI
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra-abdomen (peningkatan
aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan pembentukan
adhesi berikutnya. Produksi eksudat fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan
tubuh, tetapi sejumlah besar bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrin. Matriks fibrin
tersebut memproteksi bakteri dari mekanisme pembersihan oleh tubuh (van Goor, 1998)
Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran
infeksi, namun proses ini dapat mengakibatkan infeksi persisten dan sepsis yang
mengancam jiwa. Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen
potensi abses menuju kelingkungan steril. Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi
agen infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran melalui sistem kompartemen. Proses
ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor yang memiliki fitur yang umum, yaitu
fagositosis. Kontaminasi transien bakteri pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit
viseral primer) merupakan kondisi umum. Resultan paparan antigen bakteri telah
ditunjukkan untuk mengubah respon imun ke inokulasi peritoneal berulang. Hal ini dapat
mengakibatkan peningkatan insidensi pembentukan abses, perubahan konten bakteri, dan
meningkatnya angka kematian. Studi terbaru menunjukkan bahwa infeksi nosokomial di
organ lain (misalnya pneumonia, sepsis, infeksi luka) juga meningkatkan kemungkinan
pembentukan abses abdomen berikutnya (Bandy, 2008)
Selanjutnya abses yang terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel menjadi satu
dengan permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum, maka aktivitas motilitas usus menurun dan meningkatkan
risiko ileus paralitik (Price, 1995)
Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan
membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi dengan cepat dan
agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, misalnya
interleukin, dapat memulai respons hiperinflamatorius sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Oleh karena itu tubuh mencoba
untuk mengimpensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk
buangan juga ikut menumpuk. Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi
kemudian akan segera terjadi bradikardia begitu terjadi hipovolemia (finlay,1999)
Organ-organ di dalam kavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami edema.
Edema disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus, serta
edema seluruh organ intraperitoneal dan edema dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hopovolemik. Hipovolemik bertambahan dengan adanya
kenaikan suhu, intake yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan dirongga
peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intraabdomen, membuat
usaha pernapasan penuh menjadi sulit, dan menimbulkan penurunan perfusi.
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran dari organ abdomen kedalam rongga abdomen
biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor.
Terjadi proliferasi bakterial. Terjadi edema jaringan, dan dalam waktu singkat terjadi
eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritonial menjadi keruh dengan peningkatan
jumlah protein, sel darah putih, debris seluler, dan darah. Respons segera dari saluran
usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus peralitik, disertai akumulasi udara dan cairan
dalam usus. (Brunner dan Suddarth, 2001)
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Manisfestasi klinis awal dari peritonitis
adalah gejala dari gangguan yang menyebabkan kondisi ini.
a. Nyeri menyebar dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan, terlokalisasi,
lebih terasa di dekat sisi inflamasi dan biasanya diperbesar oleh gerakan. Area yang
sakit dari abdomen menjadi sangat nyeri apabila ditekan, dan otot menjadi kaku. Nyeri
tekan lepas dan ileus peralitik dapat terjadi.
b. Mual dan muntah
c. Penurunan peristaltik.
d. Suhu dan frekuensi nadi meningkat,
e. Terdapat peningkatan jumlah leukosit.

F. KOMPLIKASI
a.Sepsis adalah penyebab umum dari kematian pada peritonitis.
b.Syok dapat diakibatkan dari septikemia atau hipovolemia.
c.Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama berhubungan
dengan terjadinya perlekatan usus.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit akan meningkat. Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi
kehilangan darah. Elektrolit serum dapat menunjukkan perubahan kadar kalium,
natrium, dan klorida.
2. Sinar-x dada dapat menunjukkan udara dan kadar cairan serta lengkung usus yang
terdistensi.
3. Pemindaian CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses.
4. Aspirasi peritoneal dan pemeriksaan kultur serta sensitivitas cairan teraspirasi dapat
menunjukkan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab
H. PENATALAKSANAAN
1. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan
medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemia terjadi karena sejumlah
besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus kedalam rongga peritoneal dan
menurunkan cairan dalam ruang vaskuler.
2. Analgestik diberikan untuk mengatasi nyeri.
3. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.
4. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan
dalam meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan
distres pernapasan.
5. Terapi oksigen dengan nasal canule atau masker akan meningkatkan oksigenisasi
secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi
diperlukan.
6. Terapi antibiotik masif biasanya dimulai di awal pengobatan peritonitis.
I. 7. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.
KONSEP ASKEP
a. Pengkajian
1. Biodata/ identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,no medrek,diagnose, tanggal masuk,
dan alamat
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa sakit sering
kali membosankan dan kurang terlokalisasi (peritoneum viseral). Kemudian
berkembang menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih terlokalisasi (peritoneum
parietal).
b. Riwayat kesehatan sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan suhu tubuh,
mual, dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan didapatkan penurunan
kesadaran akibat syok sirkulasi dari septikemia
c. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang menyebabkan
kondisi peritonitis. Untuk memudahkan anamnesis, perawat dapat melihat pada
tabel. Penyebab dari peritonitis sebagai bahan untuk mengembangkan
pernyataan.

d. Riwayat kesehatan keluarga


Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang meliputi pola makan,
gaya hidup atau pun penyakit yang sering diderita keluarga sehingga dapat
menyebabkan peritonitis seperti penyakit apendititis, ulkul peptikum, gastritis,
divertikulosis dan lain-lain
e. Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana
pembedahan, serta perlunya pemenuhan informasi prabedah
f. Pengkajian funsional
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : kesulitan ambulasi
2. Sirkulasi
Gejala : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)
Tanda : edema jaringan
3. Eliminasi
Gejala : ketidakmampuan defekasi dan flaktus, diare (kadang-kadang)
Tanda : cegukan, distensi, abdomen diam
Penurunan haluaran urine, warna gelap
Penurunan atau tidak ada bising usus (ileus), bunyi keras hilang timbul,
bising usus kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan.
Hipersonan/timpani (ileus) hilang suara pekak di atas hati
4. Makanan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, haus
Tanda : muntah proyektil
Membrane mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk
5. Nyeri/keamanan
Gejala : nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum, local, menyebar ke bahu,
terus-menerus oleh gerakan
6. Pernafasan
Tanda : pernapasan dangkal, takipnea
7. Keamanan
Gejala : riwayat inflamasi organ pelvic (salphingitis), infeksi pasca
melahirkan.

b. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen
2. Resiko infeksi berhubungan dengan proses peradangan
3. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
kurangnya asupan makanan yang adekuat ditandai dengan mual, muntah dan
anoreksia
c. Intervensi Keperawatan

No Diagnose Perencanaan
keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri Tujuan : Setelah 1. Kaji nyeri dengan 1. Pendekatan PQRST dapat
berhubungan dilakukan tindakan pendekatan secara komprehensif
dengan keperawatan 3 x 24 PQRST menggali kondisi nyeri
akumulasi jam diharapkan pasien :
cairan dalam nyeri hilang P=Penyebab nyeri bisa
rongga Kriteria evaluasi : diakibatkan oleh respons
abdomen  Secara subjektif iritasi atau inflamasi
pernyataan intestinal, abses abdomen,
nyeri berkurang kram abdomen
atau teradaptasi Q=Kualitas nyeri seperti
 Skala nyeri 0-1 tumpul, terbakar, kram, dan
(0-4) mulas
 TTV dalam R=Area nyeri yang dirasakan
batas normal, seperti nyeri pada abdomen
wajah pasien bawah atau atas
rileks S=Pasien mengalami skla
nyeri 4 (0-5)
T=Nyeri bertambah pada
waktu ditekan atau dilepas
dan saat BAB
2. Beri oksigen nasal 2. Pemberian oksigen dilakukan
apabila skala nyeri untuk memenuhi kebutuhan
≥ 4 (0-5) oksigen pada saat pasien
mengalami nyeri pascabedah
3. Istirahatkan pasien 3. Istirahat diperlukan untuk
pada saat nyeri menurunkan peristaltik usus
muncul sehingga nyeri dapat
berkurang
4. Atur posisi 4. Pengaturan posisi dapat
fisiologis membantu merelaksasi otot-
otot abdomen sehingga
menurunkan nyeri
5. Berikan kompres 5. Memberikan respons
hangat pada vasodilatasi. Kompres ini
abdomen dilakukan pada pasien tanpa
pembedahan

6. Kolaburasi : 6. Untuk mengurangi atau


Berikan analgesic menghilangkan nyeri

2. Resiko infeksi Tujuan : Setelah 1.Monitor tanda-tanda 1.Mengetahui keadaan umum


berhubungan dilakukan tindakan vital klien
dengan proses keperawatan 3 x 24 2. Monitor tanda-tanda 2.Mengetahui adanya tanda-
peradangan jam diharapkan infeksi local dan tanda terjadinya infeksi
tidak terjadi sistemik
peradangan 3.Observasi adanya 3.Mengetahui adanya
Kriteria hasil : peningkatan nyeri peningkatan nyeri
Tidak ada 4. Kolaborasi 4. Mencegah infeksi yang
tanda/gejala infeksi pemberian antibiotic disebabkan oleh bakteri
Tidak terjadi 1.
hipertermi

3. Risiko tinggi Tujuan : setelah 3 1. Kaji dan berikan 1. Pemberian nutrisi pada
ketidakseimbangan x 24 jam pada nutrisi sesuai pasien dengan enteritis
nutrisi kurang dari pasien nonbedah tingkat toleransi regional bervariasi sesuai
kebutuhan tubuh asupan nutrisi individu dengan kondisi klinik dan
b.d kurangnya dapat optimal tingkat toleransi individu
asupan makanan dilaksanakan. 2. Sajikan makanan 2. Membantu merangsang nafsu
yang adekuat Kriteria evaluasi : dengan cara yang makan.
ditandai dengan  Pasien dapat menarik 3. Diet lemak diberikan pada
mual, muntah dan menunjukkan 3. Fasilitasi pasien pasien dengan gejala
anoreksia metode menelan memperoleh diet malabsorpsi akibat hilangnya
yang tepat rendah lemak fungsi penyerapan
 Keluhan mual permukaan mukosa.
dan muntah 4. Fasilitasi pasien 4. Suplemen serat tinggi
berkurang memperoleh diet dikatakan bermanfaat bagi
 Secara subjektif dengan pasien dengan penyakit
melaporkan kandungan serat kolon karena serat makanan
peningkatan tinggi dapat diubah menjadi rantai
nafsu makan pendek asam lemak yang
 Berat badan 5. Fasilitasi pasien menyediakan bahan bakar
meningkat memperoleh diet untuk penyembuhan mukosa
rendah serat kolon
6. Fasilitasi untuk 5. Diet rendah serat biasanya
pemberian nutrisi diindikasikan untuk pasien
parenteral dengan gejala obstruksi
6. Nutrisi parental total (TPN)
7. Pantau intake dan digunakan bila gejala
output, Anjurkan penyakit usus inflamasi
untuk timbang bertambah berat. Dengan
berat badan TPN, perawat dapat
secara periodik mempertahankan catatan
(sekali seminggu) akurat tentang intake dan
8. Lakukan output cairan, serta berat
perawatan mulut badan pasien setiap hari.
7. mengukur keefektifan nutrisi
9. Kolaborasi dan dukungan cairan
dengan ahli gizi 8. men urunkan risiko infeksi
jenis nutrisi yang oral
akan digunakan 9. Ahli gizi harus terlibat dalam
pasien penentuan komposisi dan
jenis makanan yang akan
diberikan sesuai dengan
kebutuhan individu

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta:EGC

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinik Edisi 6.
Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
8. Jakarta : EGC

Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga
perut ( peritoneum ). Selain itu Peritonitis merupakan peradangan membrane serosa
rongga
abdomen dan organ-organ yang terkandung di dalamnya. Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam

Anda mungkin juga menyukai