Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS

DI RUANG ICU RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun oleh:

NINING SAVITRI

NIM : 62019004043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

2019/2020
A. DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (lapisan membran serosa
rongga abdomen) (Arif Muttaqin, 2011).
Peritonitis adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang sering bersamaan
dengan kondisi bakteremia dan sindroma sepsis (Harrison, 2012).
Sebagaimana dalam penelitian Tarigan (2014) peritonitis didefinisikan suatu
proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga abdomen dan organ-organ
yang terdapat di dalamnya. Peritonitis dapat bersifat lokal maupun generalisa,
bakterial ataupun kimiawi. Peradangan peritoneum dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, bahan kimia iritan, dan benda asing. Kemudian disebutkan juga bahwa
peritonitis merupakan salah saru penyebab kematian tersering pada penderita bedah
dengan mertalitas sebesar 10-40%. Peritonitis difus sekunder yang merupakan 90%
penderita peritonitis dalam praktek bedah dan biasanya disebabkan oleh suatu
perforasi gastrointestinal ataupun kebocoran.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya peritonoitis adalah bakteri, bakteri ini masuk ke rongga
peritoneum dan terjadi peradangan. Menurut Muttaqin (2011) bakteri yang sering
menyebabkan peritonoitis yaitu Escheria coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%),
Streptococcus pneumoniae (15%), Pseudomonas species, Proteu species, dan gram
negatif lainnya (20%), Streptoccous lainnya (15%), Staphylococcus (3%).
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2012) peritonis juga bisa disebabkam
secara langsung dari luar seperti operasi yang tidak seteril, terkontaminasi talcum
veltum, lypodium, dan sulfonamida, serta trauma pada kecelakaan seperti ruptur
limpa, dan ruptur hati.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2012) tanda dan gejala dari peritonitis yaitu
1. Syok (neurologik dan hipovolemik) terjadi pada penderita peritonitis umum
2. Demam
3. Distensi abdomen
4. Nyeri tekan abdomen
5. Bising usus tidak terdengar
6. Nausea, dan vomiting
D. PATOFISIOLOGI
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivikas fibrinolitik intra abdomen
(peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan
pembentukan adhesi berikutnya. Produksi eksodakt fibrinosa merupakan reaksi
penting pertahanan tubuh tetapi sejumlah bakteri dapat dikarantina dalam matriks
fibrins. Matrin fibrin tersebut yang memproteksi bakteri dari mekanisme pembersih
tubuh.
Efek utama dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat kontaminasi
bakteri peritoneal. Pada study bakteri campuran, hewan peritonitis mengalami efek
sistemik defibrinogenasi dan kontaminasi peritoneal berat menyebabkan peritonitis
berat dengan kematian dini (<48 jam) karena sangat sepsis. Pembentukan abses
merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi, namun
proses ini dapat menyebabkan infeksi paristen dan sepsis yang mengancam jiwa.
Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen potensi abses ke
lingkungan yang steril. Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan
mencoba mengontrol penyebaran melalui sistem kompartemen. Proses ini dibantu
oleh kombinasi faktor-faktor yang memiliki fitur yang umum yaitu fagositosis.
Kontaminasi transien bakteri pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit
viseral primer) merupakan kondisi umum. Resultan paparan antigen bakteri telah
ditunjukan untuk mengubah respon imun ke inokulasi peritoneal berulang. Hal ini
dapat mengakibatkan peningkatan insiden pembentukan abses, perubahan konten
bakteri, dan meningkatkan angka kematian. Studi terbaru menunjukan bahwa infeksi
nosokomial di organ lain (pneumonea, spesies, infeksi luka) juga meningkatkan
kemungkinkan pembentukan abses abdomen berikutnya.
Faktor – faktor virulensi bakteri akan menghambat proses fagositosis sehingga
menyebabkan pembentukan abses. Faktor-faktor ini adalah pembentukan kapsul,
pembentukan fakultatif anaerob, kemampuan adhesi, dan produksi asam suksinat.
Sinergi antara bakteri dan jamur tertentu mungkin juga memainkan peran penting
dalam merusak pertahanan tubuh. Sinergi seperti itu mungkin terdapat antara B fagilis
dan bakteri gram negatif terutama E Coli, dimana ko-invokulasi bakteri secara
signifikasi meningkatkan perforasi dan pembentukan abses. Abses peritoneal
menggambarkan pembentukan sebuah kumpulan cairan yang terinfeksi dienkapsulasi
oleh eksudat fibrinosa, mentum, dan sebelah organ viseral. Mayoritas abses terjadi
selanjutnya pada peritonits. Sekitar setengah dari pasien mengembangkan abses
sederhan, sedangkan separuh pasien yang lain mengembangkan sekunder abses
kompleks fibrinosa dan organisasi dari bahan abses.
Pembentukan abses terjadi paling sering didaerah subhepatik dan panggul,
tetapi mungkin juga terjadi didaerah perisplenik, kantong yang lebih kecil, dan
puteran usus kecil, serta mesenterium. Selanjutnya abses terbentuk diantara perlekatan
fibrinosa, menempel menjadi satu permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang pula, tetapi dapat menetap sebagai pita- pita
fibrinosa. Bila bahan yang menginfeksi terbesar luas pada perrmukaan peritoneum,
maka aktivitas motolitas usus menurun dan meningkatkan resiko ileus peristaltik.
Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena
kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi dengan
cepat dan agresif, maka akan menyebabkan kematian sel. Pelepasan berbagai
mediator misal interleukin, dari kegagalan organ. Oleh karena tubuh mencoba untuk
mengompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi
kemudian akan segera terjadi badikardi begitu terjadi syok hipovolamik (Muttaqin,
2011).
E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoesn (2000) pemeriksaan diagnostik pada peritonitis adalah sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan darah lengkap: sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih dari
20000 / mm3. Sel darah merah mungkin meningkat menunjukan hemokonsentrasi.
b. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindahan cairan.
c. Amilase serum biasanya meningkat.
d. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.
e. Kultur,organisme penyebab mungkin terindetifikasi dari darah, eksudat/sekret
atau cairan asites.
f. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila perforasi
visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen.
g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.
h. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat,
empedu, amilase, empedu dan kreatinin.

G. PENATALAKSANAAN
Menurut Doengoes (2000) penatalaksanaan peritonitis adalah sebagai berikut:
a. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan fokus utama dari
penatalaksaan medik.
b. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
c. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
d. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
e. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
f. Terapi antibiotik musif (sepsis merupakan penyebab kematian utama)
g. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (appendiks), reseksi memperbaiki
(perforasi) dan dreainase (abses).
h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

H. PENGKAJIAN
a. Biodata/ identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,no medrek,diagnose, tanggal
masuk, dan alamat
b. Riwayat penyakit
1. Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa sakit sering
kali membosankan dan kurang terlokalisasi (peritoneum viseral). Kemudian
berkembang menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih terlokalisasi (peritoneum
parietal). Jika tidak terdapat proses infeksi, rasa sakit menjadi berkurang. Pada
beberapa penyakit tertentu (misalnya: perforasi lambung, pankreatitis akut
berat, iskemia usus) nyeri abdomen dapat digeneralisasi dari awal.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan suhu
tubuh, mual, dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan didapatkan penurunan
kesadaran akibat syok sirkulasi dari septikemia
3. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang menyebabkan
kondisi peritonitis. Untuk memudahkan anamnesis, perawat dapat melihat
pada tabel. Penyebab dari peritonitis sebagai bahan untuk mengembangkan
pernyataan. Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi dan
tuberkulosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang meliputi pola
makan, gaya hidup atau pun penyakit yang sering diderita keluarga sehingga
dapat menyebabkan peritonitis seperti penyakit apendititis, ulkul peptikum,
gastritis, divertikulosis dan lain-lain
c. Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana
pembedahan, serta perlunya pemenuhan informasi prabedah
d. Pemeriksaan fisik
Didapatkan sesuai dengan manisfestasi klinis yang muncul.
1) Keadaan umum : pasien terlihat lemah dan kesakitan
2) TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan hemodinamik.
3) Suhu badan meningkat ≥38,5oC dan terjadi takikardia, hipotensi, pasien
tampak legarti serta syok hipovolemia
4) Pemeriksaan fisik yang dilakukan :
a) Inspeksi : pasien terlihat kesakitan dan lemah. Distensi abdomen
didapatkan pada hampir semuja pasien dengan peritonitis dengan
menunjukkan peningkatan kekakuan dinding perut. Pasien dengan
peritonitis berat sering menghindari semua gerakan dan menjaga pinggul
tertekuk untuk mengurangi ketegangan dinding perut. Perut sering
mengembung disertai tidak adanya bising usus. Temuan ini mencerminkan
ileus umum. Terkadang, pemeriksaan perut juga mengungkapkan
peradangan massa
b) Auskultasi : penurunan atau hilangnya bising usus merupakan salah satu
tanda ileus obstruktif
c) Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), peningkatan suhu tubuh,
adanya darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan memberikan
tanda-tanda rangsangan peritoneum. Rangsangan peritoneum
menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular. Pekak hati dapat
menghilang akibat udara bebas dibawah diafragma. Pemeriksaan rektal
dapat memunculkan nyeri abdomen, colok dubur ke arah kanan mungkin
mengindikasikan apendisitis dan apabila bagian anterior penuh dapat
mengindikasikan sebuah abses. Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual
vagina dilakukan untuk mendeteksi penyakit radang panggul (misalnya
endometritis, salpingo-ooforitis, abses tuba-ovarium), tetapi temuan sering
sulit diinterprestasikan dalam peritonitis berat
d) Perkusi : nyeri tekuk dan bunyi timpani terjadi adanya flatulen

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NANDA, 2015
1. Nyeri akut b.d infeksi, inflamasi intestinal, abses abdomen

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi tidak

adekuat

3. Hipertermi b.d proses peradangan

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
NANDA NIC NOC, 2015

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri akut b.d Kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri
infeksi, inflamasi 1. Mampu mengontrol nyeri secara komprehensif
intestinal, abses (tahu penyebab) (lokasi, karakteristik,
abdmen 2. Mampu mengenali nyeri durasi, frekuensi, kualitas
Batasan (skala, intensitas, dan faktor presipitasi)
karakteristik: frekuensi, tanda nyeri) 2. Gunakan teknik terapi
- Perubahan 3. Tanda vital dalam rentang terapeutik untuk
frekuensi jantung normal mengetahui pengalaman
- Perubahan nyeri
frekuensi 3. Bantu pasien dan keluarga
pernafasan untuk menemukan
- Melaporkan dukungan
nyeri secara 4. Ajarkan teknik relaksasi
verbal nafas dalam
- Gangguan tidur 5. Tingkatkan istirahat
- Mengekspresikan 6. Kolaborasi dengan tim
perilaku (gelisah, medis
menangis)
2 Ketidakseimbangan Kriteria hasil: 1. Kaji adanya alergi
1. Albumin serum
nutrisi kurang dari makanan
2. Pre albuminserum
kebutuhan b.d intake 2. Monitor adanya penurunan
3. Hematokrit
nutrisi tidak adekuat BB
4. Hemoglobin
Batasan 3. Monitor turgor kulit
5. Total iron binding capacit
karakteristik: 4. Monitor mual muntah
Jumlah limfosit
- Berat badan 20% 5. Monitor intake nutrisi
atau lebih 6. Kolaborasi dengan ahi gizi
dibawah ideal untuk menentukan jumlah
- Dilaporkan dan nutrisi yang
adanya intake dibutuhkan pasien
makanan yang
kurang dari RDA
(Recomended
Daily
Allowance)
- Membran
mukosa dan
konjungtiva
pucat
- Kelemahan otot
untuk menelan /
mengunyah
3 Hipertermi b.d Kriteria Hasil: - Mengontrol panas
proses peradangan - Suhu tubuh dalam rentang - Monitor suhu minimal tiap
Batasan normal 2 jam
karakteristik: - Nadi dan RR dalam - Monitor TD, Nadi dan RR
- Kenaikan suhu rentang normal - Monitor warna kulit dan
tubuh diatas - Tidak ada perubahan suhu
rentang normal warna kulit - Monitor intake dan output
(36,5-37,2oC) - Tidak ada pusing - Berikan cairan IV
- Serangan atau - Kompres pada lipatan
konvulsi (kejang) paha, aksila dan leher
- Kulit kemerahan
- Pertambahan RR
- Takikardi
- Saat disentuh kulit
terasa hangat

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.Alih Bahasa: I Made
Kriasa.Jakarta:EGC

Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih bahasa Asdie
Ahmad H., Edisi 13.Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.

NANDA NIC NOC.2015.Diagnosis Keperawtan dan Klasifikasi 2015-2017 edisi


10.Jakarta:EGC

Sugeng, Jitowiyono dan Weni Kristiyanasari. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai