Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS

Oleh:
RANDI BAHARSYAH
(1826010070)

Dosen pengampu

Ns.Hanifah,S.Kep,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2020

1
KONSEP DASAR PENYAKIT
PERITONITIS

A.    Pengertian
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium (lapisan membran mukosa
serosa rongga abdomen) dan organ didalamnya. Peritonitis adalah inflamasi
peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera ,
peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur dari membran ini
merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.

B.     Etiologi
Penyebab terjadinya peritonitis adalah invasi kuman bakteri ke dalam
ronggaperitonium. Kuman yang paling sering menyebabkan infeksi, meliputi
gram negatif:Escherichia coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%), Psedomonas
species, Proteus species, gram negatif lainnya (20%), dan gram positif,
seperti Strepticoccus pneumoniae (15 %), dan Staphylococcus (3%).
Mikroorganisme anaerob kurang dari 5% (Cholongitas, 2005).
 Invasi kuman ke lapisan peritonium dapat disebabkan oleh berbagai
kelainan pada sistem gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ di dalam
abdomen (Rotstein, 1997) atau perforasi organ pascatrauma abdomen (Ivatury,
1988).

C.    Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan
tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri
tekan dan defansmuskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di
bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan
terjaditakikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan
ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan
pergeseran peritoniumdengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu
penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif
berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes
lainnya.

2
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri
abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas
lokasinya (peritoneumvisceral) yang makin lama makin jelas lokasinya
(peritoneum parietal). Tanda-tandaperitonitis relatif sama dengan infeksi berat
yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsisbisa menjadi hipotermia, takikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya
memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding
perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar
untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease.
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita
dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya
trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic),
penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.

D.    Patofisiologi
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra-abdomen
(peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina
dengan pembentukan adhesi berikutnya. Produksi eksudat fibrinosa merupakan
reaksi penting pertahanan tubuh, tetapi sejumlah besar bakteri dapat dikarantina
dalam matriks fibrin. Matriks fibrin tersebut memproteksi bakteri dari mekanisme
pembersihan oleh tubuh (van Goor, 1998).
Efek utama (penahanan vs infeksi persisten) dari fibrin mungkin
berhubungan dengan tingkat kontaminasi bakteri peritoneal. Pada studi dengan
bakteri campuran, hewanperitonitis mengalami efek
sistemik defibrinogenisasi dan kontaminasi peritoneal berat
menyebabkan peritonitis berat dengan kematian dini (<48 jam) karena sangat
sepsis (Peralta, 2006).
Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi, namun proses ini dapat mengakibatkan infeksi persisten
dan sepsis yang mengancam jiwa. Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan
bakteri  dan agen potensi abses menuju  ke lingkungan steril. Pertahanan tubuh
tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran
melalui sistem kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor
yang memiliki fitur yang umum, yaitu fagositosis. Kontaminasi transien bakteri
pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer) merupakan
kondisi umum. Resultan paparan antigen bakteri telah ditunjukkan untuk
mengubah respons imun ke inokulasi peritoneal berulang. Hal ini dapat

3
mengakibatkan peningkatan insidensi pembentukan abses, perubahn konten
bakteri, dan meningkatnya angka kematian. Studi terbaru menunjukkan bahwa
infeksi nosokomial di organ lain (misalnya: pneumonia, sepsis, infeksi luka) juga
meningkatkan kemungkinan pembentukan abses abdomen berikutnya (Bandy,
2008).
Faktor-faktor virulensi bakteri akan menghambat
proses fagositosis sehingga menyebabkan peningkatan infeksi dan pembentukan
abses. Faktor-faktor ini adalah pembentukan kapsul, pertumbuhan fakultatif
anaerob, kemampuan adhesi, dan produksi asam suksinat. Sinergi antara bakteri
dan jamur tertentu mungkin juga memainkan peran penting dalam merusak
pertahanan tubuh. Sinergi seperti itu mungkin  terdapat antara B fragilis dan
bakteri gram negatif, terutama E. Coli, dimana ko-inokulasi bakteri secara
signifikan meningkatkan proliferasi dan pembentukan abses (Peralta,
2006). Enterococci dianggap meningkatkan keparahan dan virulensi dari infeksi
peritoneal. Dalam model hewan peritonitis dengan E. Coli dan B. fragilis,
manifestasi sistemik dari infeksi dan peritoneal didapatkan peningkatan
konsentrasi bakteri dalam cairan peritoneal dan peningkatan pembentukan abses
(Dougherty, 1984).
Abses peritoneal menggambarkan pembentukan sebuah kumpulan cairan
yang terinfeksi dienkapsulasi oleh eksudat fibrinosa, omentum, dan/atau disebelah
organ viseral. Mayoritas abses terjadi selanjutnya pada peritonitis. Sekitar
setengah dari pasien mengembangkan abses sederhana, sedangkan separuh pasien
lain mengembangkan sekunder abses kompleks fibrinosa dan organisasi dari
bahan abses. Pembentukan abses terjadi paling sering di daerah subhepatik dan
panggul, tetapi mungkin juga terjadi di daerah perispelnik, kantung yang lebih
kecil, dan antara putaran usus kecil, serta mesentrium (Sawyer, 1999)
Selanjutnya abses yang terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa. Bila bahan
yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritonium, maka aktivitas
motilitas usus menurun dan meningkatkan risiko ileus paralitik (Price, 1995).
Respons peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan
karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak
dikoreksi dengan cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel.
Pelepasan berbagai mediator , misalnya interleukin, dapat memulai
respons hiperinflamatorius sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ. Oleh karena itu tubuh mencoba untuk mengompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut
menumpuk. Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi kemudian
akan segera terjadi brakikardia begitu terjadi hipovolemia (Finlay, 1999).        

4
E.     Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan laboratorium
a.       Sebagian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukan
leukositosis (>11.000 sel/ L).
b.      Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis.
c.       Pemeriksaan waktu pembekuan dan perdarahan untuk mendeteksi
disfungsi pembekuan.
d.      Tes fungsi hati jika diindikasikan secara klinis.
e.       Urinalisis saluran penting untuk menyigkirkan penyakit kemih,
namun pasien dengan perut bagian bawah dan infeksi panggul sering
menunjukan sel darah putih dalam air seni dan mikrohematuria.
f.       Kultur darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia.
g.      Cairan peritoneal yaitu paracentetis, aspirasi cairan perut, dan kultur
cairan peritoneal.

2.      Pemeriksaan radiografi
a.       Foto polos abdomen3 posisi (anterior, posterior, lateral)
b.      Computed tomography scan
c.       Magnetic Resonance Imaging

3.      USG
a.       JDL, elektrolit
b.      Pemeriksaan radiologis abdomen
c.       Asoirasi Oeritoneal

F.     Penatalaksanaan
1.      Cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
2.      Analgesik

5
3.      Penghisapan nasogastrik, puasa
4.      Gas darah arteri
5.      Jalur vena sentral
6.      Terapi oksigen, spirometerinsensitif
7.      Lavase peritoneal dengan antibiotic
8.      Intervensi bedah

G.    Komplikasi
1.      Ketidakseimbangan elektrolit
2.      Dehidrasi
3.      Asidosis metabolic
4.      Alkalosis respiratorik
5.      Syok

a.       Komplikasi dini
1)      Septikemia dan syok septic
2)      Syok hipovolemik
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol
dengan kegagalan multi system
4)      Abses residual intraperitoneal
5)      Portal Pyemia (misal abses hepar)

b.      Komplikasi lanjut
1)      Adhesi
2)      Obstruksi intestinal rekuren

6
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PERITONITIS

A.    Pengkajian
1.      Identitas
Nama pasien
Umur
Jenis kelamin
Suku /Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
2.      Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut
sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.
3.      Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia,
peritoneal diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.
4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post
operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada
kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
5.      Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini
disebabkan oleh ba kterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka
kemungkinan diturunkan ada.
6.      Pemeriksaan Fisik

7
a.       Sistem pernafasan
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu
pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan.
b.      Sistem kardiovaskuler
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia
vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular
akibat pasien syok  (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin,
basah, dan pucat.
c.       Sistem Persarafan
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun
hanya mengalami penurunan kesadaran.
d.      Sistem Perkemihan
Terjadi penurunan produksi urin.
e.       Sistem Pencernaan
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat
proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder
akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus
menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).
f.       Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan
aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami
kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat  kekurangan volume cairan.

B.    Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1. DS : Intervensi bedah Nyeri
laparatomi
DO: Klien tampak
meringis  
pasca operatif

8
kerusakan
jaringan pasca
bedah
2. DS: gangguan Ketidakseimbangan
gastrointestinal cairan dan
DO: Bibir kering,
elektrolit
turgor kulit jelek, dan
tonus otot lemah
mual, muntah,
kembung,
anoreksia
3. DS : pascaprosedur Resiko injuri
laparatomi
DO: Klien tampak
berhati-hati saat
berjalan
4. DS : pasca operatif Resiko tinggi
infeksi
DO: tampak adanya
luka pascabedah di
port de entree
bagian perut.
pasca bedah

C.    Diagnosa keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan pasca bedah.
2.      Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d keluarnya cairan
dari muntah yang berlebihan
3.      Resiko injuri b/d pascaprosedur laparatomi
4.      Resiko tinggi infeksi b/d adanya port de entree dari luka pembedahan

9
D.     Intervensi
No.D Tujuan Intervensi Rasional
x
1 Tujuan: Nyeri 1.      Kaji skala nyeri, 1.      Mengetahui
klien berkurang (skala 0-10), lokasi, tindakan yang tepat
lama, dan untuk mengatasi nyeri.n
Kriteria hasil :
karakteristiknya . yeri cenderung menjadi
1.      Laporan konstan, lebih hebat, dan
nyeri menyebar ke atas, nyeri
hilang/terkontrol dapat lokal bila terjadi
abses.
2.      Menunjukka
n penggunaan 2.      Memudahkan
ketrampilan drainase cairan/luka
relaksasi. karena gravutasi dan
membantu
3.      Metode lain 2.      Pertahankan meminimalkan nyeri
untuk posisi semi Fowler karena gerakan.
meningkatklan sesuai indikasi
kenyamanan 3.      Meningkatkan
relaksasi dan mungkin
meningkatkan
kemampuan koping
3.      Ajarkan tekhnik pasien denagn
distraksi dan memfokuskan kembali
relaksasi. perhatian.
4.      Menurunkan laju
metabolik dan iritasi
usus , yang membantu
menghilangkan nyeri dan
meningkatkan
penyembuhan.

4.      Kolaborasi:
Berikan obat sesuai
indikasi

2 Tujuan : Dalam 1.      Monitoring 1.      Jumlah dan tipe


waktu 1x24 jam status cairan ( turgor cairan pengganti
tidak terjadi kulit, membran ditentukan dari keadaan

10
ketidakseimbanga mukosa, urine status cairan.
n cairan dan output ). Penurunanvolume cairan
elektrolit. mengakibatkan
menurunnya produksi
Kriteria evaluasi :
urine, monitoring yang
-         Pasien tidak ketat pada produksi
mengeluh pusing, urine, apabila <600
membran mukosa ml/hari merupakan
lembab, turgor tanda-tanda terjadinya
kulit normal, TTV syok hipovolemik.
dalam batas
2.      Kehilangan cairan
normal, CRT >3
dari muntah dapat
detik, urine
disertai dengan
>600ml/hari.
keluarnya natrium via
Laboratorium : oral yang juga akan
nilai elektrolit meningkatkan risiko
normal, normal 2.      Kaji gangguan elektrolit.
hematoroit dan semberkehilangan
cairan. 3.      Hipotensi
protein serum
dapat terjadi pada
meningkat,
hipovolemik yang
BUN/kreatinin
memberikan manifestasi
menurun.
sudah terlibatnya system
kardiovaskular untuk
melakukan kompensasi
mempertahankan
tekanan darah.
3.      Auskultasi TD. 4.      Mengetahui
pengaruh adanya
peningkatan tahanan
perifer.

5.a.  Jalur yang paten


penting untuk pemberian
cairan cepat dan
memudahkan perawat
dalam melakukan intake
dan output cairan.
4.      Kaji warna kulit,

11
suhu, siagnosis, nadi    b.  Sebagai deteksi
perifer, dan awal menghindari
diaphoresis secara gangguan elektrolit
teratur. sekunder dari pasien
peritonitis.
5.      Kolaborasi:
a.        Pertahankan
pemberian cairan
secara intravena.
b.      Evaluasi kadar
elektrolit
3 Tujuan : Dalam 1.      Kaji faktor- 1.      Pascabedah akan
waktu 2 x 24 jam faktor meningkatkan terdapat drain pada
pascaintervensi resiko injuri tubuh pasien.
reseksi kolon Keterampilan
pasien tidak keperawatan kritis
mengalami injuri. diperlukan agar
pengkajian vital dapat
Kriteria evaluasi :
sistemais dilakukan
-          TTV dalam
2.      Perawat memonitor
batas normal
adanya komplikasi
-          Kondisi pascabedah dan
kepatenan selang 2.      Monitor adanya abdomen dipantau
dada optimal. pascabedah. terhadap tanda
kembalinya peristaltik
Tidak terjadi dan kaji karekteristik
infeksi pada insisi. feses.
3.      Pasien yang
menjadi laparatomi
dilakukan ambulasi dini
pada awal pascabedah.
Intervensi ambulasi
dilakukan secara
3.      Bantu ambulasi bertahap, mulai
dini. memberikan posisi
setengah duduk, miring,
kanan-kiri yang
bertujuan untuk
mempercepat pemulihan
saluran intestinal

12
pascabedah.
4.      Pasien akan
mendapat cairan
intervena sebagai
pemeliharaan status
hemodinami. Selama 48
jam, pasien akan
terpasang monitoring
untuk memudahkan
kontrol terhadap status
hemodinamik.
5.      Secara umum
pasien pascalaparatomi
4.      Pertahankan akan terpasang selang
status hemodinamik nasogastrik. Perawat
yang optimal berusaha untuk tidak
mengubah posisi,
mengangkat, atau
memanipulasi. Setiap
penggantian sif, perawat
melakukan irigasi selang
untuk memudahkan
pengeluaran komponen
yang menggangu
gastrointestinal.

5.      Monitor kondisi
selang nasogastrik.
4 Tujuan : Dalam 1.      Kaji jenis 1.      Mengidentifikasika
waktu 1 x 24 jam pembedahan, hari n kemajuan atau
tidak terjadi pembedahan, dan penyimpangan dari
infeksi, terjadi apakah adanya order tujuan yang diharapkan
perbaikan pada khusus dari tim dokter
intergritas bedah dalam
jaringan lunak.  melakukan perawatan
Kriteria evaluasi : luka.
-          Jahitan 2.      Lakukan
dilepas pada hari perawatan luka :
ke-12 tanpa 2.a Kondisi bersih dan
a.       Lakukan

13
adanya tanda- perawatan luka steril kering akan menghindari
tanda infeksi dan pada hari kedua kontaminasi komensal
peradangan pada pascabedah dan dan akan menyebabkan
area luka diulang setiap hari respons inflamasi lokal
pembedahan. sekali pada luka dari akan memperlama
abdomen. penyembuhan
-          Leukosit
luka.Perawatan luka
dalam batas
sebaiknya tidak seriap
normal, TTV
hari untuk menurunkan
dalam batas
kontak tindakan dengan
normal.
luka dalam kondisi steril
sehingga mencegah
kontaminasi kuman
keluka bedah.
2.b  Drain pascabedah
b.    Lakukanperawata merupakan material yang
n luka pada drain. dapat menjadi jalan
masuk kuman. Perawat
melakukan perawatan
luka setiap hari
atau   disesuaikan
2.c Pembersihan debris
(sisa fagositosis, jaringan
c.    Bersihkan luka mati) dan kuman sekitar
dan drainase dengan luka dengan
cairan antiseptik jenis mengoptimalkan
iodine providum kelebihan dari iodine
dengan providum sebagai
caraswabbing dari antiseptik dari dengan
arah dalam ke luar. arah dari dalam keluar
dapat mencegah
kontaminasi kuman ke
jaringan luka.
2.d Antiseptik iodine
providum mempunyai
d.   Bersihkan bekas kelemahan dalam
sisa iodine providum menurunkan proses
dengan alkohol 70% epitelisesi jaringan
atau normal salin sehingga memperlambat
dengan pertumbuhan luka, maka
caraswabbing dari harus dibersihkan

14
arah dalam ke luar. dengan alkohol atau
normal salin
2.e  Penutupan secara
menyuluruh dapat
e.    Tutup luka menghindari
dengan kasa steril dan kontaminasi dari benda
tutup dengan plester atau udara yang
adhesif yang bersentuhan dengan luka
menyeluruh menutupi bedah.
kasa.

15

Anda mungkin juga menyukai