Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS

Disusun Oleh :

RIA FRADILA

2226050029

PRECEPTOR AKADEMIK PRECEPTOR KLINIK

(Ns. Dian Dwiana, S.Kep,M,kep) ( Ns. Intan Sari Dewi, S.Kep )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2023
A. KONSEP DASAR TENTANG GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI

1. Pengertian

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk


bergerak dengan bebas mudah, dan teratur dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi,
membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi
gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan
tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12
jam.

Sedangkan gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi)


didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik
(Kim et al, 1995).

2. Perubahan Sistem Tubuh akibat Imobilitas

a. Perubahan Metabolisme

Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara


normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya
kecepatan metabolisme dalam tubuh.

b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit

Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai


dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan
protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang
sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
Berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular ke
interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi

Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh


menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat
mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat
sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas
metabolisme,

d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal

Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi


gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan hasil
makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan
proses eliminasi.

e. Perubahan Sistem Pernapasan

Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem


pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun,
ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,

f. Perubahan Kardiovaskular

Perubahan sistem kardiovaskular akibat


imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus.

g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal


1) Gangguan Muskular : menurunnya massa otot
sebagai dampak imobilitas, dapat menyebabkan
turunnya kekuatan otot

secara langsung.

2) Gangguan Skeletal : adanya imobilitas juga dapat


menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan
mudah terjadi kontraktur

sendi dan osteoporosis.

h. Perubahan Sistem Integumen

Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa


penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi
darah akibat imobilitas.

i. Perubahan Eliminasi

Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah


urine.

j. Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain


timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan
sebagainya.

3. Etiologi

a. Gaya hidup

b. Proses penyakit/ cidera

c. Kebudayaan
d. Tingkat energi

e. Usia dan status perkembangan

f. Intoleransi aktifitas

g. Gangguan neuromuskuler

h. Gangguan muskulus

4. Patofisiologi

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem


neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament,
tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe
kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot
atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif
dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep.

Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi


isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan
energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama
jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard
atau penyakit obstruksi paru kronik).

Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan


suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari
kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot
yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya


kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot.
Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.

Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot


menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh
dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan
ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam
pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
5. Proses Terjadinya Gangguan Pemenuhan Mobilisasi

Immobilisasi

Asupan nutrisi akibat anoreksia Atrofi otot


dan pembatasan menurun

Keseimbangan
Nitrogen Negatif
Peningkatan
Kelemahan
Kehilangan masa lebih
lanjut
6. Komplikasi

a. Atelektasis

b. Pneumonia

c. Sulit buang air besar (BAB dan buang air kecil (BAK).

d. Distensi lambung

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Sinar X tulang

Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan


perbuatan hubungan tulang.

b. Laboratorium

Darah rutin, faktor pembekuan darah golongan darah crostet dan


analisa.

c. Radiologis

1) Dua gambar, anterior posterior (AP) dan lateral

2) Memuat 2 sendi diroksimal dan distol fraktur

3) Memuat gambar foto 2 ekstremitas, yaitu ekstremitas


yang kena cidera dan ekstremitas yang tidak terkena
cidera (pada anak dilakukan 2 kali yaitu sebelum
tindakan dan sesudah tindakan)

8. Penatalaksanaan Medis

a. Membantu pasien duduk di tempat tidur


Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan
kemampuan mobilitas pasien.

Tujuan :

1) Mempertahankan kenyamanan

2) Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas

3) Mempertahankan kenyamanan

b. Mengatur posisi pasien di tempat tidur

1) Posisi fowler adalah posisi pasien setengah


duduk/ duduk Tujuan :

a) Mempertahankan kenyamanan

b) Menfasilitasi fungsi pernafasan

2) Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke


kiri Tujuan :

a) Melancarkan peredaran darah ke otak

b) Memberikan kenyamanan

c) Melakukan huknah

d) Memberikan obat peranus (inposutoria)

e) Melakukan pemeriksaan daerah anus


3) Posisi trendelenburg adalah menempatkan pasien di
tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari
bagian kaki. Tujuan : untuk melancarkan peredaran
darah.

4) Posisi dorsal recumbent adalah posisi pasien ditempatkan


pada posisi terlentang dengan kedua lutut fleksi di atas
tempat tidur

Tujuan :

a) Perawatan daerah genetalia

b) Pemeriksaan genetalia

c) Posisi pada proses persalinan

5) Posisi litotomi adalah posisi pasien yang ditempatkan


pada posisi terlentang dengan mengangkat kedua kaki
dan ditarik ke atas abdomen

Tujuan :

a) Pemeriksaan genetalia

b) Proses persalinan

c) Pemasangan alat kontrasepsi

6) Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan


kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian
atas tempat tidur. Tujuan :
Memudahkan pemeriksaan daerah rektum, sigmoid, dan vagina

c. Memindahkan pasien ke tempat tdiur/


ke kursi roda Tujuan :

1) Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur

2) Mempertahankan kenyamanan pasien

3) Mempertahankan kontrol diri pasien

4) Memindahkan pasien untuk pemeriksaa

d. Membantu Pasien Berjalan

Tujuan :

1) Toleransi aktifitas

2) Mencegah terjadinya kontraktur sendi

Mobilisasi Post Operasi dilakukan secara bertahap


berikut ini akan dijelaskan tahap mobilisasi Post Operasi pada
pasien post operasi seksio sesarea :

a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien paska operasi


seksio sesarea harus tirah baring dulu. Mobilisasi Post
Operasi yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan,
tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar
pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot
betis serta menekuk dan menggeser kaki.

b. Setelah 6-10 jam, diharuskan untuk dapat miring kekiri dan


kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli.

c. Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar

untuk duduk.

d. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan


A. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Dengan gangguan pemenuhan kebutuhan mobilisasi

1. Pengkajian focus

1. Riwayat Keperawatan Sekarang

Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan


pasien yang menyebabkan terjadi keluhan / gangguan dalam
mobilitas dan imobilitas.

2. Riwayat Keperawatan Dahulu

Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang


berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas.

3. Riwayat Keperawatan Keluarga

Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya


tentang ada atau tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit
jantung, diabetes melitus.

4. Kemampuan Mobilitas

Tingkat Kategori

Aktivitas/Mobilitas

Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat


Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
Tingkat 3
peralatan

Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau

berpartisipasi dalam perawatan

Tingkat 4

5. Kemampuan Rentang Gerak

Pengkajian rentang gerak (ROM) dilakukan pada daerah


seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki dengan derajat
rentang gerak normal yang berbeda pada setiap gerakan
(Abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, hiperekstensi).

6. Perubahan Intoleransi Aktivitas

Pengkajian intoleransi aktivitas dapat berhubungan dengan


perubahan sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular.

7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi

Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan


secara bilateral atau tidak.

Skala Prosentase Kekuatan Karakteristik

Normal
0 0 Paralisis sempurna

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat


dipalpasi atau dilihat

Gerakan otot penuh melawan gravitasi


dengan topangan

2 25
Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
3 50

Penuh
4 75

5 100

8. Perubahan psikologis

Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh


adanya gangguan mobilitas dan imobilitas, antara lain
perubahan perilaku, peningkatan emosi, dan sebagainya.
2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan kurangnya


aktivitas latihan mobilisasi rentang gerak menurun
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas
3. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI)
1. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Setelah dilakukan tindakan Dilakukan dukungan ambulasi dengan
kurangnya aktivitas latihan keperawatan selama 1x24 jam tindakan
mobilisasi diharapkan mobilitas fisik meningkat Observasi :
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
1. Pergerakan ekstremitas meningkat fisik lainnya
dengan nilai 5 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
2. Kekuatan otot meningkat dengan ambulasi
nilai 5 3. Monitor kondisi umum selama
3. Rentang gerak meningkat dengan melakukan ambulasi
nilai 5 Terapeutik :
4. Nyeri menurun dengan nilai 5 4. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
5. Kecemasan menurun dengan nilai bantu
5 5. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
6. Gerakan terbatas dengan nilai 5 6. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi :
7. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
8. Anjurkan melakukan ambulasi dini
9. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan.
Dilakukan pencegahan jatuh dengan
tindakan
Observasi :
1. Identifikasi gangguan kognitif dan fisik
yang memungkinkan jatuh
2. Periksa keseahatan
Terapeutik :
3. Siapkan materi media tentang faktor-
faktor penyebab
4. Jadwalkan waktu yang tepat untuk
memberikan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan dengan pasien dan keluarga
5. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
6. Ajarkan mengidentifikasi perilaku dan
faktor yang berkontribusi terhadap risiko
jatuh
7. Ajarkan mengidentifikasi tingkat
kelemahan, cara berjalan dan
keseimbangan
8. Anjurkan meminta bantuan saat ingin
menggapai sesuatu yang sulit
9. Jelaskan pentingnya alat bantu jalan
untuk mencegah jatuh
10. Jelaskan pentingnnya handrail pada
tangga
11. Ajarkan memodifikasi area-area yang
membahayakan dirumah

2 Setelah dilakukan tindakan Dilakukan manajemen energi dengan


Intoleransi aktivitas
keperawatan selama 1x24 jam tindakan :
berhubungan dengan imobilitas
diharapkan Toleransi Aktifitas Observasi
Meningkat. 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
Dengan Kriteria Hasil: yang mengakibatkan kelelahan
1. Keluhan leleh menurun 2. Monitor kelelahan fisik dan
2. Dipsnea saat aktivitas emosional
menurun 3. Monitor pola dan jam tidur
3. Dipsnea setelah aktivitas 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
menurun selama melakukan aktivitas
4. Frekuensi nadi membaik Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis: cahaya, suara,
kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
3 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Dilakukan Perawatan integritas kulit
berhubungan dengan penurunan keperawatan selama 1x24 jam dengan tindakan :
mobilitas diharapkan Integritas kulit/jaringan Observasi
meningkat. 1. Identifikasi penyebab gangguan
Dengan kriteria hasil : integritas kulit (mis: perubahan
1. Hidrasi meningkat sirkulasi, perubahan status nutrisi,
2. Perfusi jaringan meningkat penurunan kelembaban, suhu
3. Kemerahan menurun lingkungan ekstrim, penurunan
4. Jaringan parut menurun mobilitas)
5. Tekstur membaik Terapeutik
1. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah
baring
2. Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang, jika perlu
3. Bersihkan perineal dengan air
hangat, terutama selama periode
diare
4. Gunakan produk berbahan petroleum
atau minyak pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitive
6. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis: lotion, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrim
6. Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada diluar
rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya
REFERENSI

Hidayat, A. Aziz Alimul.2005.Kebutuhan Dasar Manusia. Jakrta : EGC.

Nanda 2005-2006. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan.


Jakarta : Prima Medika.

Potter .PA & Perry A.G.2006.Fundamental Keperawatan.St.Louis


Mosby Company:Philadhelphia, Lippincott.

Perry, Potter. 2005. Fundamental of Nursing. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai