Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI

DISUSUN OLEH :

ANTONINA DEVI RILISTA, S.Kep

113063C115003

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Mobilisasi
1.1 Definisi Kebutuhan Mobilisasi
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) adalah suatu kondisi dimana
tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas (Nurarif A.H. dan
Kusuma H. 2015).
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) adalah kemampuan seseorang
untuk berjalan bangkit berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi,
kloset duduk, dan sebagianya disamping kemampuan mengerakkan
ekstermitas atas.
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) dini adalah suatu upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara
membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Kebutuhan aktivitas atau pergerakan dan istirahat tidur merupakan
suatu kesatuan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang tidak
terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal.
Gangguan kebutuhan aktivitas adalah keterbatasan dalam gerakan
fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
(NANDA International, 2012).

1.2 Fisiologi Sistem Mobilisasi


Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.
Imobilisai adalah suatu keadaan dimana individu mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan
imobilisasi berada pada suatu rentang. Imobilisasi dapat berbentuk
tirah baring yang bertujuan mengurangi aktifitas fisik dan kebutuhan
oksigen tubuh, mengurangi nyeri dan untuk mengembalikan kekuatan.
Individu normal mengalami tirah baring akan kehilangan kekuatan otot
rata-rata 3 % sehari (atropi disuse).

2
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskuler, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, tendon, kartilago dan saraf.
Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan
otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem
pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada
kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan
otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari
otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek,
namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya
peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama
jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik)
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe
tulang : panjang, pendek, pipih dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
sekeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital,
membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pementukan sel darah merah. Sendi adalah hubungan di atara tulang.
Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih
mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan
menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan
membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat
yang menghubungkanotot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel
dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang
bervariasi
Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada di sendi dan thoraks, trakea,

3
laring, hidung dan telinga. Sistem sengatur pergerakan dan postur
tubuh.
Proprisosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktivitas nol. Gerak pada umumnya terjadi
secara sadar namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu
gerak refleks. Untuk terjadi gerak refleks, maka dibutuhkan struktur
sebagai berikut : organ sensorik (yang menerima impuls), serabut saraf
sensorik (yang menghantarkan impuls), sumsum tulang belakang
(serabut-serabut saraf penghubung menghantarkan impuls), sel saraf
motorik (menerima dan mengalihkan impuls), dan organ motorik
(yang melaksanakan gerakan). Gerak refleks merupakan bagian dari
mekanika pertahanan tubuh yang terjadi jauh lebih cepat dari gerak
sadar, misalnya menutup mata pada saat terkena debu, menarik
kembali tangan dari benda panas menyakitkan yang tersentuh tanpa
sengaja.

1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Sistem


Mobilisasi
a. Gaya hidup. Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat
pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di
ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas
seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang
sehat.
b. Proses penyakit dan injury, adanya penyakit tertentu yang diderita
seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang
yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas.
Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya
nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya
klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit
tertentu.

4
c. Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan
aktifitas.
d. Tingkat Energi, setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga
atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di
bandingkan dengan orang sehat
e. Usia dan Status Perkembangan, seorang anak akan berbeda tingkat
kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja.
Anak yang selalu sakit salam masa pertumbuhannya akan berbeda
pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering
sakit.

1.4 Macam-macam Gangguan yang Mungkin Terjadi Pada Sistem


Mobilisasi
a. Perubahan Metabolisme. Secara umum imobilitas dapat
mengganggu metabolisme secara normal, mengingat imobilitas
dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit. Terjadinya
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi. Terjadinya gangguan zat gizi
yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori
dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas metabolisme,
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal. Imobilitas dapat menyebabkan
gangguan fungsi gastrointestinal, karena imobilitas dapat
menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan
gangguan proses eliminasi.

5
e. Perubahan Sistem Pernapasan. Imobilitas menyebabkan terjadinya
perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin
menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular. Perubahan sistem kardiovaskular
akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya
kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal. Gangguan Muskular :
menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.- Gangguan
Skeletal : adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan
skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan
osteoporosis. 
h. Perubahan Sistem Integumen Perubahan sistem integumen yang
terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya
sirkulasi darah akibat imobilitas. 
i. Perubahan Eliminasi Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam
penurunan jumlah urine. 
j. Perubahan Perilaku Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas,
antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan
sebagainya.

2. Rencana Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Mobilisasi


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya
gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan
terhadap orang lain dalam melakukan aktifitas, jenis latihan
atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
2.1.2 Pemeriksaan Fisik : Data Fokus
Pengkajian focus merupakan tahap awal yang dilakukan
perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum
melakukan asuhan keperawatan, adapun yang perlu dikaji :

6
a. Aktivitas sehari-hari
1. Pola aktivitas sehari-hari
2. Jenis, frekuensi dan lamanya latihan fisik
b. Tingkat kelelahan
1. Aktivitas yang membuat lelah
2. Riwayat sesak napas
c. Gangguan pergerakan
1. Penyebab gangguan pergerakan
2. Tanda dan gejala
3. Efek dari gangguan pergerakan
d. Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran
2. Postur/bentuk tubuh (Skoliosis, Kifosis, Lordosis,
Cara berjalan)
3. Ekstremitas (Kelemahan, Gangguan sensorik, Tonus
otot, Atropi, Tremor, Gerakan tak terkendali,
Kekuatan otot, Kemampuan jalan, Kemampuan
duduk, Kemampuan berdiri, Nyeri sendi, Kekakuan
sendi).
4. Kemampuan Mobilitas

Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan


orang lain

Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan


orang lain, dan peralatan
Tingkat 4
Sangat tergantung dan tidak dapat

7
melakukan atau berpartisipasi dalam

5. Skala Kekuatan Otot


Skala Nilai Ket.
Normal Mampu menggerakkan persendian
dalam lingkup gerak penuh,
5/5 mampu melawan gaya gravitasi,
mampu melawan dengan tahan
penuh
Baik Mampu menggerakkan persendian
4/5 dengan gaya gravitasi, mampu
melawan dengan tahan sedang
Sedang Hanya mampu melawan gaya
3/5
gravitasi
Buruk Tidak mampu melawan gaya
2/5
gravitas (gerakkan pasif)
Sedikit Kontraksi otot dapat di palpasi
1/5
tampa gerakkan persendian
Tidak ada 0/5 Tidak ada kontraksi otot

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang,
tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian
bidang terteu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi
lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit
dievaluasi.

8
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik
pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan
medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
d. Pemeriksaan Laboratorium: Hb menurun pada trauma, Ca
menurun pada imobilisasi lama, Alkali Fospat meningkat,
kreatinin dan SGOT meningkat pada kerusakan otot.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa 1 : Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan
pergerakan rentang gerak, tirah baring
2.2.1 Definisi : Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
2.2.2 Batasan Karakteristik
a. Penurunan waktu reaksi
b. Kesulitan membolak-balik posisi
c. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan
(mis.,meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain,
mengendalikan perilaku, focus pada
ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit)
d. Dispnea setelah beraktivitas
e. Perubahan cara berjalan
f. Gerakan bergetar
g. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan
motorik halus
h. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan
motorik kasar
i. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
j. Tremor akibat pergerakan
k. Ketidakstabilan postur
l. Pergerakan lambat

9
m. Pergerakan tidak terkoordinasi
2.2.3 Faktor yang Berhubungan
a. Intoleransi aktivitas
b. Gangguan persepsi kognitif
c. Imobilisasi
d. Gangguan neuromuscular
e. Kelemahan/paralisis
f. Pemasangan traksi.

Diagnosa 2 : Resiko cedera fisik berhubungan dengan


penurunan fungsi tubuh
2.2.4 Definisi : Keadaan dimana seorang individu beresiko untuk
mendapat bahaya karena defisit perceptual atau fisiologis,
kurangnya kesadaran tentang bahaya, atau usia lanjut.
2.2.5 Faktor yang Beresiko
a. Profil darah yang abnormal (mis.,
leukositosis/leukopenia, gangguan faktor koagulasi,
trombositopenia, sel sabit, talasemia, penurunan
hemoglobin)
b. Disfungsi biokimia
c. Usia perkembangan (fisiologis, psiko-sosial)
d. Disfungsi efektor
e. Disfungsi imun-autoimun
f. Disfungsi integratif
g. Malnutrisi
h. Fisik (mis., integritas kulit tidak utuh, gangguan
mobilitas)
i. Psikologis (orientasi afektif)
j. Disfungsi sensorik
k. Hipoksia jaringan

10
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 :
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi kontraktur sendi
b. Bertabahnya kekuatan otot
c. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas

2.3.2 Intervensi Keperawatan dan Rasional


a. Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang
gerak pasif dan aktif. Rasional : Dapat meningkatkan
kemampuan pasien untuk melakukan rentang gerak pasif
dan aktif
b. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang
tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan
kulit dibawah brace dengan  periode waktu tertentu.
Rasional : Untuk menghindari adanya tekanan ada area
penonjolan tulang
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai program
dan efektivitasnya. Rasional : Penggunaan analgetik yang
berlebihan dapat menutupi gejala, dan ini menyulitkan
defisit neurologis lebih lanjut
d. Rujuk pasien untuk konsultasi psikologis bila kelemahan
motorik, sensorik, dan fungdi seksual terjadi permanen.
Pasien yang mengalami kehilangan. Rasional : fungsi
tubuh permanen akan merasa sedih. Semakin besar
makna kehilangan, semakin dalam lama reaksi kesedihan
ini dialami.

11
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik
klien. Rasional : Menurunkan resiko terjadinnya iskemia
jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah
yang tertekan.
Diagnosa 2 :
2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil
Individu dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang
meningkatkan kemungkinan terhadap cidera.
Mengungkapkan suatu keinginan untuk melakukan tindakan
pengamanan sehingga mencegah cidera.
2.3.4 Intervensi Keperawatan dan Rasional
a. Orientasikan klien dengan ruangan yang baru
disekelilingnya. Rasional : Menghindari terjadinya
disorientasi tempat.
b. Gunakan lampu dimalam hari, anjurkan individu untuk
meminta bantuan dimalam hari. Rasional : Penerangan
yang efektif membantu lansia mengenali benda
disekitarnya sehingga mengurangi risiko cidera.
c. Pertahankan tempat tidur pada. posisi terendah dimalam
hari. Rasional : Menghindari risiko jatuh dari tempat
tidur.

12
Daftar Pustaka

NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi


2012-2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made
Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa
Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani.
Jakarta; EGC

Nurarif A.H. dan Kusuma H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

13

Anda mungkin juga menyukai