1
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urie yang dapat
menimbulkan rangsangan pada saraf – saraf di dinding vesika urinaria.
Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melalui medulla spinalis ke pusat
pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral. Selanjutnya, otak
memberikan impuls melalui medula spinalis ke neuromotoris di daerah sakral,
kmudian terjadi kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter internal.
Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan oleh spincter
eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan menyebabkan relaksasi
spincter eksternal dan urine dikeluarkan (berkemih).
3
yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan dan iritasi organ kemih
menimbulkan retensi urine.
h. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine seperti
adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang buang air kecil di tempat
tertentu.
i. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami
kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal/pot urine bila dalam keadaan
sakit.
j. Tonus Otot
Tonus otot yang berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine.
k. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari
pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi
urine.
l. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan
atau penurunan proses perkemihan. Missal obat diuretic
m. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic ini juga mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine
khususnya prosedur prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saliran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat
membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine.
1.4 Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem kebutuhan eliminasi
Gangguan eliminasi urin :
a. Retensi urin
Retensi urin merupakan penumpukan urin karena ketidaksanggupan kandung
kemih untuk mengosongkan sendiri
b. Tinusis
Tinusis merupakan keluarnya kencing yang sangat sering terjadi pada anak-anak
umumnya malam hari
c. Inkontinensia urin ialah buang air kecil yang tidak terkontrol. Jenis
inkontinensia yaitu :
1) Inkontinensia fungsional/urge, merupakan keadaan dimana individu
mengalami inkontine karena kesultan dalam mencapai atau ketidakmampuan
untuk mencapai toilet sebelum berkemih
2) Inkontinensia stress, merupakan keadaan dimana individu mengalami
pengeluaran urin segera pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen
3) Inkontinensia total, merupakan keadaan dimana individu mengalami
kehilangan urin terus menerus yang tdak dapat diperkirakan
5
4) Inkontinensia dorongan, adalah keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin tanpa sadar, terjadi setelah merasa dorongan yang kuat
untuk berkemih.
5) Inkontinensia reflex, adalah keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat
diperkirakan bila volume kemih mencapai jumlah tertentu.
d. Enuresis
Enuresis adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna.
1) Pola perkemihan
Perawat menanyakan pada klien mengenai pola berkemih
hariannya, tremasuk frekuensi dan waktunya, volume normal urine
yang dikeluarkan setiap kali berkemih, dan adanya perubahan yang
terjadi baru-baru ini. Frekuensi berkemih bervariasi pada setiap
individu dan sesuai dengan asupan serta jenis-jenis haluaran cairan dari
jalur yang lain. Waktu berkemih yang umum ialah saat bangun tidur,
setelah makan, dan sebelum tidur. Kebanyakna orang berkemih rata-
rata sebanyak lima kali atau lebih dalam satu hari. Klien yang sering
berkemih padamalam hari kemungkinan mengalami penyakit ginjal
atau pembesaran prostat. Informasi tentang pola berkemih merupakan
dasar yang tidak dapat dipungkiri untuk membuat suatu perbandingan.
Dibawah merupakan gejala umum pada perubahan perkemihan :
a) Urgensi : merasakan kebutuhan untuk segera berkemih
b) Disuria : merasa nyeri atau sudut berkemih
7
c) Frekuensi : berkemih dengan sering
d) Keraguan : sulit memulai berkemih
e) Poliuria : mengeluarkan sejumlah besar urine
f) Oliguria : haluaran urine menurun dibandingkan cairan yang
masuk (biasanya kurang dari 400 ml dalam 24 jam)
g) Nukturia : berkemih berlebihan atau sering pada malam hari
h) Dribling ( urine yang menetes) : kebocoran atau rembesan urine
walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urine.
i) Hematuria : terdapat darah dalam urine
j) Retensi : akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai
ketidakmampuan kandung kemih untuk benar-benar
mengosongkan diri
k) Residu urine : volume urine yang tersisa setalah berkemih ( volume
100 ml atau lebih )
8
4) Diet : makanan mempengaruhi defekasi, makanan yang biasa
dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau
tidak.
5) Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari
6) Aktivitas : kegiatan sehari-hari
7) Kegiatan yang spesifik.
8) Stres : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi
atau bagaimana menerima.
9) Pembedahan/penyakit menetap.
9
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
Gangguan eliminasi urin
Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih.
Prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran
kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah
asupan sehingga mengurangi produksi urine.Klien tidak diperbolehkan untuk
mengonsumsi cairan per oral sebelum tes dilakukan. Pembatasan asupan
cairan umumnya akan mengurangi pengeluaran urine. Selain itu pemeriksaan
diagnostic seperti tindakan sistoskop yang melibatkan visualisasi langsung
struktur kemih dapat menimbulkan edema lokal pada uretra dan spasme pada
sfingter kandung kemih. Klien sering mengalami retensi urine setelah
menjalani prosedur ini dan dapat mengeluarkan urine berwarna merah atau
merah muda karena perdarahan akibat trauma pada mukosa uretra atau
mukosa kandung kemih. Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan urin ( urinalisis)
1) Warna urin normal yaitu jernih
2) pH normal yaitu 4,6-8,0
3) Glukosa dalam keadaan normal negatif
4) Ukuran protein normal sampai 10 mg/100ml
5) Keton dalam kondisi normal yaitu negatif
6) Berat jenis yang normal 1,010-1,030
7) Bakteri dalam keadaan normal negatif
8) Pemeriksaan darah meliputi : HB, SDM, kalium, natrium, pencitraan
radionulida, klorida, fosfat dan magnesium meingkat.
9) Pemeriksaaan ultrasound ginjal
10) Arteriogram ginjal
11) CT scan
12) Enduorologi
13) Urografi
14) Ekstretorius
15) Sistouretrogram berkemih
10
Gangguan eliminasi fekal
Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan yang melibatkan visualisasi
struktur saluran GI, sering memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus.
Klien tidak diizinkan untuk makan atau minum stelah tengah malam jika
esoknya akan dilakukan pemeriksaan, seperti pemeriksaan yang menggunakan
barium enema, endoskopi saluran GI bagian bawah, atau serangkaian
pemeriksaan saluran GI bagian atas. Pada kasus penggunaan barium enema
atau endoskopi, klien biasanya menerima katartik dan enema. Pengosongan
usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien dapat makan dengan normal.
Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan masalah
tambahan. Barium mengeras jika dibiarkan di dalam saluran GI. Hal ini dapat
menyebabkan konstipasi atau impaksi usus. Seorang klien harus
menerimakatartik untuk meningkatkan eliminasi barium setelah prosedur
dilakukan. Klien yang menglami kegagalan dalam mengevakuasi semua
barium, mungkin usus klien perlu dibersihkan dengan menggunakan enema.
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada gangguan eleminasi
fekal yaitu :
a. Anuskopi
b. Prosktosigmoidoskopi
c. Rontgen dengan kontras
d. Pemeriksaan laboratorium feses
11
2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Obstruksi anatomic
b. Penyebab multiple
c. Gangguan sensori motorik
d. Infeksi saluran kemih
13
KrIteria hasil
a. Feses berbentuk
b. Buang air besar teratur, sehari sekali
c. Tidak mengalami diare
d. Tidak kesulitan buang air besar
14
III. Daftar Pustaka
A.Aziz Alimul Hidayat. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar manusia: Aplikasi konsep
dan proses keperawatan. Salemba Medika. Jakarta
A.Aziz Alimul Hidayat, Musrifatul Hidayat. (2008). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik
untuk kebidanan. Salemba Medika. Jakarta
Asmadi. (2008). Tehnik Prosedural Keperawatan : Konsep dan eplikasi kebutuhan
dasar
klien. Salemba medika. Jakarta
Kozier, B., Erb, G & Oliveri, R. (1996). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process
Practice. (4th Ed.) California: Addson-W
Tarwoto, Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar manusia dan proses keperawatan.ed3.
salemba medika. Jakarta
Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Jakarata: EGC,
Carpenito, Lynda Juall. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
15