Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan
dengan bebas (kosier,1989).
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) adalah kemampuan seseorang untuk berjalan bangkit berdiri
dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagianya disamping kemampuan
mengerakkan ekstermitas atas. (Hincliff, 1999).
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) dini menurut Carpenito tahun 2000 adalah suatu upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis.
Kebutuhan aktivitas atau pergerakan dan istirahat tidur merupakan suatu kesatuan yang saling
berhubungan dan saling mempegaruhi. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan musculoskeletal.
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukan untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup.
1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis untuk membentuk
rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral
khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi tempat
sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.
Terdapa tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid
seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang femur dan tibia.
Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian
ujung tulang panjang dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan
diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang dan terpisah dan lebih elastic
pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligament bersifat
elastic sehingga membantu fleksibilitas sendi dan mendukung sendi. Ligamen pada lutut
merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan
ketidakstabilan.
4. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan sistem saraf tepi
(percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki somatic dan otonom. Bagian somatic
memiliki fungsi sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada
fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf
tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial
akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.
5. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat segmentasi dari
rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segmen dan berbagai derajat pertumbuhan
tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi kedua
ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi
dan berisi cairan synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis
sendi lain sepertii sindesmosis, sinkondrosis dan simpisis.
Kebutuhan Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya.
1. Jenis Mobilitas
Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas
karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini
dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien
paraplegi dapat mengalamai moblitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan control motorik dan sensorik.
Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversible
pada sistem musculoskeletal, contohnya adanya dislokasi sendi dan tulang.
Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
reversible. Contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang
belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
Gaya Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi mobilitas seseorang karena berdampak
pada kebiasaan atau perilaku sehiari-hari.
Proses Penyakit/Cidera. Hal dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat berpengaruh
pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami
keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan
mobiltas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada orang yang mengalami gangguan
mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang dilarang untuk beraktivitas.
Tingkat Energi untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang cukup.
Usia dan Status Perkembangan. Terdapat kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang
berbeda.
Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara
bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
1. Jenis imobilitas
Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia
yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat
mengubah posisi tubuhnya untuk mengubah tekanan.
Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan berpikir,
seperti pada pasien yang mengalami gangguan otak akibat suatu penyakit.
Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan secara emosional
karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Seperti keadaan
stress berat karena diamputasi ketika mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau
kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam berinteraksi
karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan
sosial.
Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat mepengaruhi sistem tubuh. Seperti perubahan pada
metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi,
gangguan fugsi gastrointestinal, perubahan sistem pernafasan, perubahan kardiovaskuler,
perubahan sistem musculoskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan
kecil), dan perubahan perilaku.
Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal. Mengingat imobilitas
dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolism dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai
pada menurunnya Basal Metabolisme Rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energy
untuk perbaikan sel-sel tubuh. Sehingga dapat mempengaruhi oksigensi sel. Perubahan
metabolism imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme
meningkat. Keadaan ini dapat meningkatkan resiko gangguan metabolisme. Proses imobilitas
dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan peningkatan nitrogen. Hal tersebut dapat
ditemukan pada pasien yang mengalami immobilitas pada hari kelima dan keenam. Beberpa
dampak dan perubahan metabolisme diantaranya, pengurangan jumlah metabolisme, antropi
kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang,
gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguang gastrointestinal.
Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan
mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang, sehingga
dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan
dari intravaskuler ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat mengakibatkan demineralisasi tulang akibat
menurunnya aktivitas otot. Sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan
reabsorbsi kalium.
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori
dapat mengkibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun. Dimana sel tidak
lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
melaksanakan aktivitas metabolisme.
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini desebabkan imobilitas
dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang
cukup dapat menyebabkan keluhan. Seperti perut kembung, mual dan nyeri lambung yang dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot
yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar
hemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga
menyebabkan anemia.
Perubahan Kardiovaskuler
Perubahan sistem ini akibat imobilitas antara lain dapat berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung dan terjadinya pembentukan trombus. Terjadinya hipotensi
ortostatik dapat disebakab menurunnya kemampuan saraf otonom, pada posisi yang tetap dan
lama, refleks neurovaskuler akan menurun dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah
terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi terhambat.
Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam
keadaan normal, darahyang terkumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan
aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya
trombus juga diakibatkan meningkatnya vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi
muscular sehingga meningkatkan arus balik vena.
Yakni menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas secara langsung. Hal ini ditandai
dengan menurunnya stabilitas. Berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot.
Seperti, otot betis yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil dan
menunjukkan tanda lemah dan lesu.
Gangguan Skeletal
Misalnya, akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi
yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan
memendeknya otot. Kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak
berfungsi. Osteoporosis terjadi akibat reabsorbsi tulang semakin besar, sehingga menyebabkan
jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium yang di keluarkan melalui urine
semakin besar.
Hal ini terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat
imobilitas dan terjadinya isakemia serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka
decubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan srikulasi yang menurun ke jaringan.
Perubahan Eliminasi
Misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin disebabkan kurangnya asupan dan penurunan
curah jantung, sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas antara lain, timbulnya rasa bermusuhan, bingung,
cemas, emosional tinggi, depresi, perubaha siklus tidur dan menurunnya koping mekanisme.
Postur Tubuh
Postur tubuh (body alignment) merupakan susunan geometris dari bagian-bagian tubuh yang
berhubungan dengan bagia tubuh yang lain. Bagian yang dipelajari dari postur tubuh adalah
persendian, tendon, ligamen, dan otot. Apabila ke empat bagian tersebut di gunakan dengan
benar dan terjadi keseimbangan, maka dapat menjadikan fungsi tubuh maksimal, seperti dalam
posisi duduk, berdiri dan berbaring yang benar.
Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan baik, mengurangi jumlah
energi yang digunakan, mempertahankan keseimbangan, mengurangi kecelakaan, memperluas
ekspansi paru, dan meningkatkan sirkulasi baik renal maupun gastrointestinal. Untuk
mendapatkan postur tubuh yang benar terdapat beberapa prinsip yang perlu di perhatikan,
diantaranya :
Postur yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa nyeri, kelelahan otot, dan
kontraktur.
1. Status kesehatan
Perubahan status kesehatan dapat menimbulkan keadaan yang tidak optimal pada organ atau
bagian tubuh yang mengalami kelelahan atau kelemahan sehingga dapat memengaruhi
pembentukan postur. Hal ini dapat dijumpai pada orang sakit yang banyak mengalami
ketidakseimbangan dalam pergerakan.
2. Nutrisi
Nutrisi merupakan bahan untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam membantu proses
pengaturan keseimbangan organ, otot, tendon, ligamen,dan persendian. Apabila status nutrisi
kurang, kebutuhan energi pada orang tersebut akan berkurang sehingga dapat mempengaruhi
proses keseimbangan.
3. Emosi
Emosi dapat menyebabkan kurangnya kendali dalam menjaga keseimbangan tubuh. Hal tersebut
dapat mempengaruhi proses koordinasi pada otot, ligamen, sendi dan tulang.
4. Gaya Hidup
Perilaku gaya hidup dapat membuat seseorang menjadi lebih baik atau bahkan sebaliknya
menjadi buruk. Seseorang yang memiliki gaya hidup tidak sehat, misalnya selalu menggunakan
alat bantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari, dapat mengalami ketergantungan sehingga
postur tubuh tidak berkembang dengan baik.
Adanya perubahan perilaku dan nilai seseorang dapat mempengaruhi pembentukan postur.
Sebagai contoh, perilaku dalam membuang sampah di sembarang tempat dapat mempengaruhi
proses pembentukan postur tubuh orang lain yang berupaya untuk selalu bersih dari sampah.
Manusia mempunyai kebutuhan untuk bergerak agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan
melindungi diri dari kecelakaan. Mekanika tubuh adalah usaha koordinasi dari muskuskeletal
dan sistem saraf untuk mempertahankan keseimbangan yang tepat. Mekanika tubuh adalah cara
menggunakan tubuh secara efisien, yaitu tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi secara
aman dalam menggerakkan serta mempertahankan keseimbangan dalam beraktivitas.
Keseimbangan dicapai dengan mempertahankan posisi garis gravitasi diantara garis gravitasi dan
pusat tumpuan.
Berat
Dalam menggunakan mekanika tubuh yang sangat diperhatikan adalah berat atau bobot benda
yang akan diangkat karena berat benda tersebut akan mempengaruhi mekanika tubuh.
1. Pergerakan Dasar dalam Mekanika Tubuh
Status Kesehatan.
Terjadi penurunan koordinasi yang disebabkan oleh penyakit berupa berkurangya melakukan
aktifitas sehari-hari.
Nutrisi
Emosi
Kondisi psikologi seseorang dapat mudah memudahkan perubahan perilaku yang dapat
menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan ambulasi yang baik.
Situasi dan kebiasaan yang dilakukan sesorang misalnya sering mengangkat benda-benda yang
berat.
Gaya Hidup
Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress dan kemungkinan besar akan
menyebabkan kecerobohan dalam beraktifitas.
Pengetahuan
Pengetahuan yang baik dalam pengguanaan mekanika tubuh akan mendorong seseorang untuk
mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang dikeluarkan.
Usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan neoromuskular dan tubuh secara proposional,
postur, pergerakan dan reflex akan berfungsi secara optimal.
Kesehatan fisik
Adanya abnormal postur seperti scoliosis, lodosis dan kiposis dapat berpengarh terhadap
pergerakan.
Pekerjaan
Mekanika tubuh yang benar akan memberikan manfaat yang maksimal untuk tubuh, gerakan
yang dilakukan akan efektif serta mengurangi pemborosan tenaga. Mekanika tubuh yang salah
akan mengakibatkan terjadinya ketegangan sehingga menimbulkan kelelahan dan gangguan
sistem muskuloskeletal selain itu juga meningkatkan resiko kecelakaan pada sistem
musculoskeletal. Apabila seseorang salah berjongkok atau berdiri akan mudah terjadi kelainan
pada tulang vertebra.
Berarti bahwa pasien dapat bergerak dengan bebas, tapi tidak dapat beradaptasi terhadap
peningkatan kebutuhan energy karena pergerakannya. Gangguan mobilitas fisik, pasien dapat
bergerak dengan bebas apabila tidak ada gangguan/ batasan pada pergerakannya
Pasien tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi tidak mampu bergerak banyak karena
tubuhnya tidak mampu memproduksi energy yang cukup. Tergantung pada orang lain untuk
melakukan aktivitasnya. Pasien mungkin membunyai diagnosa deficit perawatan diri karena
intoleransi aktivitasnya.
Pasien mau dan dapat berpartisipasi salam perawatan, tapi tidak mampu bergerak banyak karena
tubuhnya tidak mampu memproduksi energy yang cukup. pasien tidak dapat berpartisipasi
dalam perawatan atau perannya karena mereka merasa kurang motivasi untuk melakukan suatu
pekerjaan
1. Kelelahan
Pasien pada awalnya tidak merasa lelah, akan tetapi setelah melakukan aktivitas pasien langsung
merasa lelah, pasien merasa lemas dan lelah karena penyakitnya.
Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilitas dan Imobilitas adalah sebagai berikut:
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alas an pasien yang menyebabkan terjadi
keluhan/gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot,
kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan
lama terjadinya gangguan mobilitas.
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri dan untuk
menlai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan atau spatis.
4. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan gerak ke
posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat
kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada system pernapasan,
antara lain: suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding thorak, adanya mucus, batuk yang
produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Pengkajian intoleritas aktivitas terhadap
perubahan system kardiovaskuler, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan perifer, adanya
thrombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
Dalam megkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat
kekuatan otot dapat ditentukan dengan:
8. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas dan
imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme
koping,dll.
1. Diagnosis/Masalah Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik akibat trauma tulang belakang, fraktur, dan lain-lain.
2. Gangguan penurunan curah jantung akibat imobilitas
3. Risiko cedera (jatuh) akibat orthostatic pneumonia
4. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya tonus dan kekuatan otot
5. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot
6. Tidak efektifnya pola napas akibat menurunnya ekspansi paru
7. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi
8. Gangguan eliminasi akibat imobilitas
9. Retensi urin akibat gangguan mobilitas fisik
10. Inkontinensia urin akibat gangguan mobilitas fisik
11. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) akibat menurunnya nafsu makan (anoreksia)
akibat sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik usus.
12. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kurangnya asupan (intake)
13. Gangguan Interaksi sosial akibat imobilitas
14. Gangguan konsep diri akibat imobilitas
1. Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
1. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan
pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan aktif.
Pengaturan posisi dalam mengatasi kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan dengan tingkat
gangguan, seperti posisi fowler, sim, trendelenburg, dorsal recumbent, lithotomi, dan genu
pectoral.
Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana bagian kepala tempat tidur lebih
tinggi atau dinaikan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi
fungsi pernapasan pasien.
Cara:
Dudukkan pasien
Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk posisi semifowler
(30-45 derajat) dan untuk fowler (90 derajat)
Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk
Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk memberi
kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).
Cara :
Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan
setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada.
Tangan kiri diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kanan di atas tempat
tiduran ditekuk diarahkan ke dada.
Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kanan
lurus, lutut, dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada.
Tangan kanan di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri di atas tempat
tidur.
Posisi Lititomy
Posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut.
Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat
kontrasepsi.
Cara:
Pasien dalam kcadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua paha dan tarik ke arah
perut
Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomic
Pasang selimut
Posisi Trendelenburg
Posisi pasiom berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki.
Posisi ini dilakukan untuk mdancarkan perdaran darah ke otak.
Cara:
Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakan bantal di antara kepala dan ujung
tempati tidur pasien, dan berikan bantal dibawah lipatan lutut.
Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur khusus
dcngan meninggikan bagian kaki pasien.
Pada posisi ini pasien berbaring tele;ntang dengan kedua lutut ficksi (ditarik atau direnggangkan)
di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genitalia scrta proses
persalinan.
Cara:
Pada posisi ini pasien menungging dengan kcdua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian
alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk mcmc;riksa daerah rektum dan sigmoid.
Cara:
Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
mencmpel pada kasur tempat tidur.
Pasang selimut pada pasien.
Pasien yang mobilitas sendinya perbatas karna penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan
latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Latihan berikut dilakukan untuk memelihara
dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilitas persendian.
Cara :
1.
2. Fleksi dan Ekstensi Siku
Cara :
Cara :
Cara :
Cara :
1. Rotasi Bahu
Cara :
Cara:
Cara:
Cara:
Cara:
Cara:
Cara:
Evaluasi yang diharapkan dati haisl tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas
adalah sebagai berikut:
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji postur tubuh, di antaranya:
1. Postur tubuh yang benar pada saat berbaring, duduk dan berdiri.
Posisi Berdiri
Pengkajian posisi berdiri dilakukan dengan cara menganjurkan pasien pada posisi berdiri, kepala
tegak, dan mata menghadap lurus ke depan. Bila diamati dari belakang, bahu dan pinggul harus
lurus dan sejajar. Amati vertebrata kolumna, apabila dari arah samping kepala tegak dan lurus
dan tulang belakang diluruskan bentuknya seperti huruf S. vertebrata servikal melengkung ke
depan dan vertebrata lumbal melengkung ke depan, kaki ditempatkan sedikit terpisah untuk
mencapai dasar dari topangan dan ibu jari menunjuk ke depan, dan apabila diamati dari depan
berada pada garis tengah vertikal. Apabila posisi tidak sesuai dengan posisi berdiri yang benar,
maka dapat diidentifikasi adanya gangguan otot/tulang.
Posisi Duduk
Kepala pasien harus tegak lurus dengan leher dan vertebrata kolumna. Kemudian berat badan
bertumpu pada glutea dan paha. Paha sejajar dan datar pada bagian horizontal kedua telapak kaki
menapak di lantai, dan dengan jarak 2-4 cm perlu dipertahankan antara tepi tempat duduk
dengan lutut dan lengan pasien. Pasien yang dalam keadaan abnormal akan mengalami
kelemahan otot atau paralisis otot, serta adanya perubahan sensasi (kerusakan saraf).
Posisi Berbaring
Letakkan pasien dengan posisi latera, semua bantal dan penyokong posisi dipindahkan dari
tempat tidur. Kemudian tubuh ditopang dengan kasur yang cukup dan vertebrata harus lurus
dengan alas yang ada. Apabila dijumpai kelainan pada pasien, maka terdapat proses penurunan
sensasi atau gangguan sirkulasi serta adanya kelemahan.
1. Perubahan dalam tumbuh kembang, identifikasi adanya trauma, kerusakan otot atau saraf
dan kemungkinan factor yang menyebabkan postur tubuh yang buruk.
2. Diagnosis Keperawatan
3. Nyeri yang berhubungan dengan posis duduk, berdiri dan berbaring yang salah akibat
pemakaian gips pada daerah ekstremitas, dan lain-lain.
4. Gangguan mobilitas berhubungan dengan drop foot lutut akibat kontraktur.
5. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan keseimbangan yang disertai kelemahan
otot.
3. Perencanaan dan Pelaksanaan Keperawatan
4. Pertahankan postur tubuh yang tepat dengan pengaturan posisi yang tepat.
5. Perbaiki postur tubuh pada tingkat optimal dengan melatih duduk, berdiri dan tidur secara
optimal.
6. Kurangi cidera akibat postur tubuh yang tidak tepat dengan membantu pasien melakukan
aktivitas sehari-hari.
7. Kurangi beban otot dengan cara meletakkan alat dengan dekat dengan pasien dan bantu
kegiatan yang menimbulkan beban berat.
8. Cegah komplikasi akibat postur tubuh yang tidak tepat.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan postur
tubuh adalah tidak terjadi perubahan atau kesalahan dalam postur tubuh, dan pasien
mampuberaktivitas dengan mudah serta tidak merasakan kelemahan.
1. Pengkajian
2. Diagnosis Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kelemahan akibat spasme otot dan
tulang pada extremitas, nyeri akibat peradangan sendi, penggunaan alat Bantu dalam
waktu yang lama.
Risiko cedera berhubungan dengan adanya paralysis, gaya berjalan tidak stabil,
penggunaan tongkat yang tidak benar
Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik secara umum
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
1. Latihan ambulasi
2. Duduk diatas tempat tidur
Cara:
Cara:
2. Membantu berjalan
Cara:
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau tidak
boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard
5. Evaluasi Keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas
A. Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya.
Jenis Mobilitas
1. Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh
ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapt mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah
karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis
yaitu :
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan diantaranya :
1. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup
berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi fungsi
sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan
pergerakan dalam ekstrimitas bagian bawah.
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh, orang
yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat;
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya
tertentu dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan mobilitas
dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan
kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan perkembangan usia.
B. Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak secara
bebas karena kondisi yang menganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.
Jenis Imobilitas
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak
mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi
tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya
pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional
karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan
stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan
bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi
sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan
sosial.
Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
1. Perubahan Metabolisme
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
5. Perubahan Sistem Pernapasan
6. Perubahan Kardiovaskuler
7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
8. Perubahan Sistem Integumen
9. Perubahan Eliminasi
10. Perubahan Perilaku
5. Kemampuan Rentang Gerak, pengkajian rentang gerak (range of motion – ROM) dilakukan
pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.
Gerak Sendi Derajat Rentang Normal
Bahu
Abduksi : gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi yang paling jauh
180
Siku
Fleksi : angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju bahu
150
Pergelangan Tangan
Fleksi : tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah
80-90
Ekstensi : luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi 80-90
Hipereskstensi : tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin 70-90
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas 0-
20
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking, telapak tagang menghadap ke atas 30-50
Tangan dan Jari
Fleksi : buat kepalan tangan
90
Ekstensi : Luruskan jari 90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin 30
Abduksi : kembangkan jari tangan 20
Abduksi : rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi 20
8. Perubahan Psikologis, disebabkan karena adanya gangguan mobilitas dan imobilitas, antara
lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme tulang, dan lain-lain
C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi
Dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh yang benar. Cara
ini dapat dilakukan dengan membuat sebuah jadwal tentang perubahan posisi selama kurang
lebih setengah jam. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap agar kemampuan kekuatan otot
dan ketahanan dapat meningkat secara berangsur-angsur.
2. Ambulasi dini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun
dari tempat tidur, berdiri di samping tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan seterusnya.
Kegiatan ini dapat dilakukan secara berangsur-angsur.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan dan ketahanan serta
kemampuan sendi agar mudah bergerak.
4. Latihan isotonik dan isometrik. Latihan ini juga dapat digunakan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat beban yang ringan, kemudian beban yang berat. Latihan
isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif,
sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah
jantung ringan dan nadi.
Meningkatkan fungsi kardiovaskular
Meningkatkan fungsi kardiovaskular sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan antara lain
dengan cara ambulasi dini, latihan aktif, dan pelaksanaan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Hal tersebut dilakukan secara bertahap. Di samping itu, dapat pula dilakukan pengukuran
tekanan darah dan nadi setiap kali terjadi perubahan posisi. Untuk meningkatkan sirkulasi vena
perifer dapat dilakukan dengan cara mengangkat daerah kaki secara teratur.
Meningkatkan fungsi respirasi
Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan cara
melatih pasien untuk mengambil napas dalam dan batuk efektif, mengubah posisi pasien tiap 1-2
jam, melakukan posturnal drainage, perkusi dada, dan vibrasi.
Meningkatkan fungsi gastrointestinal
Meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan dengan cara mengatur diet tinggi kalori,
protein, vitamin, dan mineral. Selain itu, untuk mencegah dampak dari imobilitas dapat
dilakukan dengan altihan ambulasi.
Meningkatkan fungsi sistem perkemihan
Meningkatkan sistem kemih dapat dilakukan dengan latihan atau mengubah posisi serta latihan
mempertahankannya. Pasien dianjurkan untuk minum 2500 cc per hari atau lebih, dan menjaga
kebersihan perineal. Apabila pasien tidak dapat buang air kecil secara normal, dapat dilakukan
kateterisasi. Di samping itu, untuk mencegah inkontinensia urine, dapat dilakukan dengan cara
minum banyak pada siang hari dan minum sedikit pada malam hari.
Memperbaiki gangguan psikologis
Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi sebagai dampak dari imobilitas dapat
dilakukan dengan cara komunikasi secara terapeutik dengan berbagai perasaan, membantu
pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, meningkatkan privasi pasien, memberikan
dukungan moril, mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk melakukan interaksi sosial,
mengajak untuk berdiskusi tentang masalah yang dihadapi, dan seterusnya.
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya
Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya
Angkat lengan pasien pada posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
e) Abduksi dan Adduksi
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien di samping badannya
Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya
Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
f) Rotasi Bahu
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk
Letakkan satu lengan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan pasien
dengan tangan yang lain
Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap
ke bawah
Kembalikan lengan ke posisi semula
Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke atas
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
g) Fleksi dan Ekstensi Jari-Jari
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang kaki
Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
h) Infersi dan Efersi Kaki
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki dengan
tangan satunya
Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya
Kembalikan ke posisi semula
Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menhjauhi kaki yang lain
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
i) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan tetap rileks
Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien
Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
j) Fleksi dan Ekstensi Lutut
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang lain
Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha
Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin
Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
k) Rotasi Pangkal Paha
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain di atas lutut
Putar kaki menjauhi perawat
Putar kaki ke arah perawat
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
l) Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit
Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari tempat tidur, gerakkan kaki
mendekati badan pasien
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas
adalah sebagai berikut :
Peningkatan fungsi sistem tubuh
Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
Peningkatan fleksibilitas sendi
Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien menunjukkan
keceriaan
B. Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara
bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. Imobiltas
terbagi menjadi:
1) Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya
untuk mengubah tekanan.
2) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan berpikir, seperti
pada pasien yang mengalami gangguan otak akibat suatu penyakit.
3) Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan secara emosional karena
adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Seperti keadaan stress berat karena
diamputasi ketika mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang
paling dicintai.
4) Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam berinteraksi
karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
1.4 Postur Tubuh
Postur tubuh (body alignment) merupakan susunan geometris dari bagian-bagian tubuh yang
berhubungan dengan bagian tubuh yang lain. Bagian yang dipelajari dari postur tubuh adalah
persendian, tendon, ligamen dan otot. Apabila keempat bagian tersebut digunakan dengan benar
dan terjadi keseimbangan, maka dapat menjadikan fungsi tubuh maksimal, seperti dalam posisi
duduk, berdiri, dan berbaring yang benar.
Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan baik, mengurangi jumlah
energi yang digunakan, mempertahankan keseimbangan, mengurangi kecelakaan, memperluas
ekspansi paru, dan meningkatkan sirkulasi, baik renal maupun gastrointestinal. Untuk
mendapatkan postur tubuh yang benar, terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan,
diantaranya :
Keseimbangan dapat dipertahankan jika garis gravitasi (line of gravity-garis imaginer vertikal)
melewati pusat gravitasi (center of gravity-titik yang berada di pertengahan garis tubuh) dan
dasar tumpuan (base of support-posisi menyangga atau menopang tubuh)
Jika dasar tumpuan lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah, kestabilan dan keseimbangan
akan lebih besar
Jika garis gravitasi berada di luar pusat dasar tumpuan, energi akan lebih banyak digunakan
untuk mempertahankan keseimbangan
Dasar tumpuan yang luas dan bagian-bagian dari postur tubuh yang baik akan menghemat
energi dan mencegah kelelahan otot
Perubahan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamanan otot
Memperkuat otot yang lemah dapat membantu mencegah kekakuan otot dan ligamen
Posisi dan aktivitas yang bervariasi dapat membantu mempertahankan otot serta mencegah
kelelahan
Pergantian antara masa aktivitas dan istirahat dapat mencegah kelelahan
Membagi keseimbangan antara aktivitas pada lengan dan kaki untuk mencegah beban belakang
Postur yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa nyeri, kelelahan otot, dan
kontraktur.
• Posisi Berbaring
Letakkan pasien dengan posisi lateral, semua bantal dan penyokong posisi dipindahkan dari
tempat tidur, kemudian tubuh ditopang dengan kasur yang cukup dan vertebra harus lurus
dengan alas yang ada. Apabila dijumpai kelainan pada pasien, maka terdapat proses penurunan
sensasi atau gangguan sirkulasi serta adanya kelemahan.
2) Perubahan dalam tubuh kembang, identifikasi adanya trauma kerusakan otot atau saraf, dan
kemungkinan faktor yang menyebabkan postur tubuh yang buruk.
B. Diagnosis keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan posisi duduk, berdiri dan berbaring yang salah akibat
pemakaian gips pada daerah ekstremitas dan lain-lain.
2. Gangguan mobilitas berhubungan dengan drop foot lutut akibat kontraktur.
3. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan keseimbangan yang disertai kelemahan otot.
C. Perencanaan dan pelaksanaan keperawatan
1. postur tubuh yang tepat dengan pengaturan posisi yang tepat.
2. Perbaiki postur tubuh pada tingkat optimal dengan melatih duduk, berdiri, atau tidur secara
optimal.
3. Kurangi cedera akibat postur tubuh yang tidak tepat dengan membantu pasien melakukan
aktivitas sehari-hari.
4. Kurangi beban otot dengan cara
1.5 Kebutuhan Mekanika Tubuh Dan Ambulasi
Mekanika tubuh merupakan usaha koordinasi dari muskuloskeletal dan system saraf untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan tepat. Mekanika tubuh adalah cara menggunakan
tubuh secara efesien, yaitu tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi, serta aman dalam
menggerakkan dan mempertahankan keseimbangan selama beraktivitas.
A. Pergerakan Dasar dalam Mekanika Tubuh
1) Gerakan (ambulating)
Gerakan yang benar dapat membantu mempertahankan keseimbangan tubuh. Contoh:
keseimbangan orang saat berdiri dan saat jalan akan berbeda. Orang yang berdiri akan lebih
mudah stabil dibandingkan dalam posisi jalan. Dalam posisi jalan akan terjadi perpindahan dasar
tumpuan dari sisi satu ke sisi yang lain, dan posisi gravitasi akan selalu berubah pada posisi kaki.
2) Menahan (squatting)
Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah.contoh : posisi orang duduk akan
berbeda dengan orang jongkok, dan tentunya berbeda dengan posisi membungkuk. Gravitasi
adalah hal yang perlu diperhatikan untuk memberikan posisi yang tepat dalam menahan. Dalam
menahan diperlukan dasar tumpuan yang tepat.
3) Menarik (pulling)
Menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan benda. Yang perlu diperhatikan
adalah ketinggian, letak benda, posisi kaki dan tubuh dalam menarik, sodorkan telapak tangan
dana lengan atas dipusat gravitasi pasien, lengan atas dan siku diletakkan pada permukaan
tempat tidur, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki ditekuk, lalu dilakukan penarikan.
4) Mengangkat (lifting)
Mengangkat merupakan pergerakan daya tarik. Gunakan otot-otot besar besar dari tumit, paha
bagian atas, kaki bagian bawa, perut, dan pinggul untuk mengurangi rasa sakit pada daerah tubuh
bagian belakang.
5) Memutar (pivoting)
Merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu pada tulang belakang. Gerakan
memutar yang baik memerhatikan ketiga unsur gravitasi agar tidak berpengaruh buruk pada
postur tubuh.
1. Berdiri
Perawat harus memfokuskan pengkajian kesejajaran tubuh pada klien yang berdiri sesuai hal –
hal berikut :
1. Kepala tegak dan midline
2. Ketika dilihat dari arah posterior, bahu dan pinggul lurus dan sejajar.
3. Ketika dilihat dari arah posterior, tulang belakang lurus
4. Ketika klien dilihat dari arah lateral, Kepala tegak dan garis tulang belakang digaris dalam
pola S terbaik. Tulang belakang servikal pada arah anterior adalah cembung, tulang belakang
lumbal pada arah anterior adalah cembung.
5. Ketika dilihat dari arah lateral, perut berlipat ke bagian dalam dengan nyaman dan lutut
pergelangan kaki agak melengkung. Orang tampak nyaman dan tidak sadar akan lutut dan
pergelangan kaki yang fleksi.
6. Lengan klien nyaman di samping.
7. Kaki di tempatkan sedikit berjauhan untuk mendapatkan dasar penopang, dan jari – jari kaki
menghadap ke depan.
8. Ketika klien dilihat dari arah anterior, pusat gravitasi berada di tengah tubuh, dan garis
gravitasi mulai dari tengah kepala bagian depan sampai titik tengah antara kedua kaki. Bagian
lateral garis gravitasi dimulai secara vertikal dari tengah tengkorak sampai sepertiga kaki bagian
posterior.
2. Duduk
Perawat mengkaji kesejajaran pada klien yang duduk dengan mengobservasi hal – hal sebagai
berikut :
1. Kepala tegak, leher dan tulang belakang berada dalam kesejajaran yang lurus.
2. Berat badan terbagi rata pada bokong dan paha.
3. Paha sejajar dan berada pada potongan horisontal.
4. Kedua kaki di topang di lantai. Pada klien pendek tinggi, alat bantu kaki digunakan dan
pergelangan kaki menjadi fleksi dengan nyaman.
5. Jarak 2 – 4 cm dipertahankan antara sudut tempat duduk dan ruang popliteal pada permukaan
lutut bagian posterior. Jarak ini menjamin tidak ada tekanan pada arteri popliteal atau saraf untuk
menurunkan sirkulasi atau mengganggu fungsi saraf.
6. Lengan bawah klien ditopang pada penganan tangan, di pangkuan, atau di atas meja depan
kursi.
Hal penting mengkaji kesejajaran dalam posisi duduk yaitu pada klien yang mempunyai
kelemahan otot, paralisis otot, atau kerusakan saraf. Karena perubahan ini, klien mengalami
pengurangan sensasi di area yang sakit dan tidak mampu menerima tekanan ataupun penurunan
sirkulasi. Kesejajaran yang tepat ketika duduk mengurangi risiko kerusakan sistem
muskuloskeletal pada klien itu.
3. Berbaring
Pada orang sadar mempunyai kontrol otot volunter dan persepsi normal terhadap tekanan.
Sehingga merekabiasa merasakan posisi nyaman ketika berbaring. Karena rentang gerak, sensasi
dan sirkulasi pada orang sadar berada dalam batas normal, mereka mengubah posisi ketika
mereka merasakan ketengangan otot dan penurunan sirkulasi.Pengkajian kesejajaran tubuh
ketika berbaring membutuhkan posisi lateral pada klien dengan menggunakan satu bantal, dan
semua penopangnya diangkat dari tempat tidur. Tubuh harus ditopang oleh matras yang adekuat.
Tulang belakang harus berada dalam kesejajaran lurus tanpa ada lengkungan yang terlihat.
Pengkajian ini memberi data dasar mengenai kesejajaran tubuh klien.
3. Perencanaan Keperawatan
1. Memperbaiki penggunaan mekanika tubuh saat melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Memulihkan dan memperbaiki ambulasi.
3. Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh.
4. Implementasi
LANGKAH RASIONAL
1. Kaji berat posisi, tinggi objek, posisi tubuh, dan berat maksimum.
2. Angkat objek dengan benar dari bawah pusat gravitasi:
1. Dekatkan pada objek yang akan dipindahkan.
2. Perbesar dasar dukungan anda dengan menempatkan kedua kaki agak sedikit terbuka.
3. Turunkan pusat gravitasi anda ke objek yang akan diangkat.
4. Pertahankan kesejajaran yang tepat pada kepala dan leher dengan veterbrae, jaga tubuh tetap
tegak.
3. Angkat objek dengan benar dari atas pusat gravitasi tempat tidur:
1. Gunakan alat melangkah yang aman dan stabil, jangan berdiri diatas tangga teratas.
2. Berdiri sedekat mungkin ke tempat tidur.
3. Pindahkan berat objek dari tempat tidur dengan cepat pada lengan dan diatas dasar dukungan.
Menentukan apakah anda dapat melakukanya sendiri atau membutuhkan bantuan.
Memindahkan pusat gravitasi lebih dekat ke objek.
Mempertahankan keseimbangan tubuh lebih baik, sehingga mengurangi risiko jatuh.
Meningkatkan keseimbangan tubuh dan memungkinkan kelompok otot-otot bekerja sama
dengan cara yang sinkron.
Mengurangi risiko cedera vetebra lumbal dan kelompok otot.
Mencapai pusat gravitasi lebih dekat ke objek.
Meningkatkan keseimbangan tubuh selama mengangkat.
Mengurangi bahaya jatuh dengan memindahkan objek yang diangkat dekat dengan pusat
gravitasi diatas dasar dukungan.
5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah mekanika tubuh
dan ambulasi adalah unyuk menilai kemampuan pasien dalam menggunakan mekanika tubuh
dengan baik, menggunakan alat bantu gerak, cara menggapai benda, naik atau turun, dan
berjalan.
Masalah kebutuhan aktivitas
Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting yang manusia makan dan bagaimana
tubuh menggunakannya. Nutrien adalah zat kimia organik dan anorganik yang ditemukan dalam
makanan dan diperoleh untuk penggunaan fungsi tubuh.
1. Pengkajian
a. Dietary Data (Data diet dikumpulkan dari klien maupun dari keluarga). Komponen dietary
data :
• 24-Hours Recall Methode
Data yang dikumpulkan adalah tentang porsi makan, pola makan dan snack, waktu makan, dan
tempat makanan biasa diletakkan.
• Food diaries
Pertanyaan tentang frekuensi makan, makanan apa saja yang dimakan khususnya dalam 3–7 hari
sebelum sakit menggambarkan intake (pemasukan) nutrisi klien, apakah adekuat atau tidak.
• Riwayat keperawatan dan diet: Anggaran makan, makan kesukaan dan waktu makan.
b. Medical-Socioeconomic Data
Faktor-faktor medik, sosial dan ekonomi seperti juga budaya dan psikologis dapat
mempengaruhi pemilihan klien terhadap makanan. Faktor-faktor resiko berikut berhubungan
dengan medikal-sosioekonomi yang dapat menyebabkan perubahan status nutrisi klien. Kondisi
medis yang dapat menyebabkan gangguan intake nutrisi contoh: kanker, malabsorbsi, diare,
hipertiroid, infeksi berat, perdarahan, ketidakmampuan fisik dan mental.
c. Anthropometric Data (untuk mengevaluasi pertumbuhan dan mengkaji status nutrisi serta
ketersediaan energi tubuh).
Berat badan ideal : (TB – 100) + - 10%
Lingkar pergelangan tangan
Lingkar lengan atas (MAC). Nilai Normal : Wanita 28,5 cm, Pria 28,3 cm
Lipatan kulit otot triseps (TSF). Nilai Normal : Wanita 16,5–18 cm, Pria 12,5–16,5cm
d. Clinical Data (memperhatikan tanda-tanda abnormal tersebut bukan saja pada organ-organ
fisiknya tetapi juga fisiologisnya)
Keadaan fisik : apatis, lesu
Berat badan : obesitas, underweight
Otot : fleksi/lemah, tonus kurang, tidak mampu bekerja
Sistem saraf : bingung, rasa terbakar, paresthesia, refleks menurun
Fungsi gastrointestinal : anoreksia, konstipasi, diare, flatulensi, pembesaran liver/lien.
Kardiovaskuler : denyut nadi > 100x/mt, irama abnormal, TD rendah/tinggi.
e. Biochemical Data (Data Lab)
Albumin ( N : 4 – 5,5 mg / 100 ml )
Tranferrin ( N : 170 – 250 mg / 100 ml )
Hb ( N : 12 mg / dl )
BUN ( N : 10 – 20 mg / 100 ml )
Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (N: laki-laki : 0,6–1,3 mg/100 ml, wanita: 0,5–1,0 mg/100
mg)
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi adalah keadaan di mana intake nutrisi kurang dari kebutuhan metabolisme
tubuh. Kemungkinan berhubungan dengan efek dari pengobatan, mual/muntah, gangguan intake
makanan, radiasi/kemoterapi, penyakit kronis. Kemungkinan ditemukan data berat badan
menurun, kelemahan, kesulitan makan, nafsu makan berkurang, hipotensi, ketidakseimbangan
elektrolit dan kulit kering.
3. Intervensi
Kaji tanda vital, sensori, bising usus, status nutrisi, ukur intake makanan dan timbang berat
badan observasi kebutuhan nutrisi, jaga privasi pasien, jaga kebersihan ruangan (barang-barang
seperti sputum pot, urinal tidak berada didekat tempat tidur), Berikan obat sebelum makan jika
ada indikasi untuk meningkatkan nafsu makan.
4. Implementasi
Dengan pemberian nutrisi melalui oral dan pemberian nutrisi melalui pipa penduga/lambung.
5. Evaluasi
1. Meningkatkan nafsu makan ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam makan serta
adanya perubahan nafsu makan apabila terjadi kurang dari kebutuhan.
2. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi ditunjukkan dengan tidak adanya tanda kekurangan atau
kelebihan berat badan
3. Mempertahankan nutrisi melalui oral atau parenteral ditunjukkan dengan adanya proses
pencernaan makanan yang adekuat.
Prosedur Kerja
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan untuk menurunkan transmisi
mikroorganisme.
2. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah klien melorot
kebawah pada saat kepala dianaikkan fowler tinggi sam sesuai kebutuhan. (semi fowler 15-
4560pai 60
3. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal jika ada celah disana. Bantal akan
mencegah kurva lumbal dan mencegah terjadinya fleksi lumbal.
4. Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien. Bantal akan menyangnya kurva cervikal dari
columna vertebra. Sebagai alternatif kepala klien dapat diletakkan diatas kasur tanpa bantal.
Terlalu banyak bantal dibawah kepala akan menyebabkan fleksi kontraktur dari leher.
6. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan landasan yang,
lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat dari adanya hiper ekstensi lutut,
membantu klien supaya tidak melorot ke bawah.
7. Pastikan tidak ada pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi. Mencegah terjadinya
kerusakan pada persyarafan dan dinding vena. Fleksi lutut membantu supaya klien tidak melorot
kebawah.
8. Letakkan bantal atau gulungan handuk dibawah paha klien. Bila ekstremitas bawah pasien
mengalami paralisa atau tidak mampu mengontrol ekstremitas bawah, gunakan gulungan
trokhanter selain tambahan bantal dibawah panggulnya. Mencegah hiperekstensi dari lutut dan
oklusi arteri popliteal yang disebabkan oleh tekanan dari berat badan. Gulungan trokhanter
mencegah eksternal rotasi dari pinggul.
9. Topang telapak kaki dengan menggunakan footboart. Mencegah plantar fleksi.
10. Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan, bila klien memiliki kelemahan
pada kedua lengan tersebut. Mencegah dislokasi bahu kebawah karena tarikan gravitasi dari
lengan yang tidak disangga, meningkatkan sirkulasi dengan mencegah pengumpulan darah
dalam vena, menurunkan edema pada lengan dan tangan, mencegah kontraktur fleksi
pergelangan tangan.
11. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
12. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
B. POSISI SIMS
Posisi sims atau disebut juga posisi semi pronasi adalah posisi dimana klien berbaring pada
posisi pertengahan antara posisi lateral dan posisi pronasi. Posisi ini lengan bawah ada di
belakang tubuh klien, sementara lengan atas didepan tubuh klien. Dengan tujuan:
1. Untuk memfasilitasi drainase dari mulut klien yang tidak sadar.
2. Mengurangi penekanan pada sakrum dan trokhanter besar pada klien yang mengalami
paralisis
3. Untuk mempermudahkan pemeriksaan dan perawatan pada area perineal
4. Untuk tindakan pemberian enema
PROSEDUR KERJA
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi
mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur. Menyiapkan klien untuk posisi
yang tepat.
3. Gulungkan klien hingga pada posisi setengah telungkup, bagian berbaring pada abdomen
4. Letakkan bantal dibawah kepala klien. Mempertahankan kelurusan yang tepat dan mencegah
fleksi lateral leher.
5. Atur posisi bahu sehingga bahu dan siku fleksi
6. Letakkan bantal dibawah lengan klien yang fleksi. Bantal harus melebihi dari tangan sampai
sikunya. Mencegah rotasi internal bahu.
7. Letakkan bantal dibawah tungkai yang fleksi, dengan menyangga tungkai setinggi pinggul.
Mencegah rotasi interna pinggul dan adduksi tungkai. Mencegah tekanan pada lutut dan
pergelangan kaki pada kasur.
8. Letakkan support device (kantung pasir) dibawah telapak kaki klien. Mempertahankan kaki
pada posisi dorso fleksi. Menurunkan resiko foot-drop.
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
10. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
C. POSISI TRENDELENBURG
Posisi pasien berbaring ditempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki.
Dengan tujuan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
E. POSISI LITOTOMI
Posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut.
Dengan tujuan untuk memeriksa genetalia pada proses persalinan dan memasang alat
kontrasepsi.
H. POSISI ORTHOPNEU
Posisi orthopneu merupakan adaptasi dari posisi fowler tinggi dimana klien duduk di bed atau
pada tepi bed dengan meja yang menyilang diatas bed. Dengan tujuan:
a. Untuk membantu mengatasi masalah pernafasan dengan memberikan ekspansi dada yang
maksimal
b. Membantu klien yang mengalami masalah ekhalasi
PROSEDUR KERJA
a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi
mikroorganisme.
b. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah klien merosot
kebawah saat kepala dinaikkan.
c. Naikkan kepala bed 90
d. Letakkan bantal kecil diatas meja yang menyilang diatas bed.
e. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan landasan yang lebar,
lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat dari adanya hiperekstensi lulut dan
tekanan pada tumit.
f. Pastikan tidak ada tekanan pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi. Mencegah
terjadinya kerusakan pada persyarafan dan dinding vena. Fleksi lutut membantu klien supaya
tidak melorot kebawah.
g. Letakkan gulungan handuk dibawah masing-masing paha. Mencegah eksternal rotasi pada
pinggul.
h. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan footboard. Mencegah plantar fleksi.
i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
Rencana intervensi
1. Kaji faktor penyebab (trama, prosedur pembedahan, penyakit-penyakit yang menimbulkan
kecacatan.
2. Tingkatkan gerakan dan mobilitas secara optimal
Tujuan ROM
1. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot
2. Memelihara mobilitas persendian
3. Merangsang sirkulasi darah
4. Mencegah ke lainan bentuk
Prinsip Dasar Latihan ROM
1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien
3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien,
diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian
yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah di lakukan.
Manfaat ROM
1. Meningkatkan mobilisasi sendi
2. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
3. Meningkatkan massa otot
4. Mengurangi kehilangan tulang
5. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan
6. Mengkaji tulang sendi, otot
7. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
8. Memperlancar sirkulasi darah
9 Memperbaiki tonus otot
6. Rotasi Bahu
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisilengan pasien menjauhi tubuh dengansiku menekuk
c. Letakan satu tangan perawat dilengan atas pasien dekat sikudan pegang tangan pasien dengan
tangan yang lain.
d. Gerakan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan ke bawah.
e. Kembalikan lengan ke posisi semula.
f. Gerakan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke atas.
g. Kembalikan lengan ke posisi semula.
h. Catat perubahan yang terjadi.
7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan lain memegang kaki.
c. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
d. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang
e. Kembalikan ke posisi semula
f. Catat perubahan yang terjadi
8.Infersi dan Efersi Kaki
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Pegang separuh bagian atas kaki pasien. Dengan satu jari, pegang pergelangan kaki dengan
tangan satunya.
d. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kakik menghadap kaki lainnya.
e. Kembalikan ke posisi semula.
f. Putar kaki keluar sehuingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
g. Kembalikan ke posisi semula.
h. Catat perubahan yang terjadi
9. Fleksi dan Ekstensi pergelangan kaki
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Letakan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain diatas
pergelangan kaki dan relax
c. Tekuk pergelangan kaki. Arahkan jari-jari kaki ke arah pasien.
d. Kembalikan ke posisi semula.
e. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
f. Catat perubahan yang terjadi.
TRAKSI
1. Kaji posisi yang benar antara traksi dan tulang.
2. Observasi jumlah beban dan posisi yang benar.
3. Biarkan beban tergantung dengan bebas (tanpa selimut atau sprei).
4. Kaji perubahan sirkulasi : periksa kualitas nadi, suhu kulit, warna ekstremitas, dan CR (bak
bila < 2 detik)
5. Kaji adanya perubahan sirkulasi (kesemutan, nyeri, rasa mati)
6. Kaji adanya perubahan mobilisasi (kemampuan untuk fleksi, ekstensi)
7. Kaji tanda iritasi kulit ( kemerahan, lecet, pucat)
8. Kaji daerah pen skeletal traksi dari kelonggaran, peradangan, ulserasi, dan pengeluaran cairan.
9. Bersihkan tempat penusukan pen.
GIPS
1. Kaji ketepatan balutan (jangan terlalu longgar dan kencang).
2. Kaji sirkulasi daerah yang terbalut setiap 2 jam sekali. (warna dan suhu kulit, kualitas nadi,
CR).
3. Kaji perubahan sensasi pada ekstremitas setiap 2 jam (kesemutan, nyeri) gerakan sendi.
4. Kaji adanya iritasi kulit (kemerahan, ulserasi, atau keluhan nyeri pada balutan)
5. Hindari adanay benda yang tajam masuk dalam balutan.
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat terjadi pada masalah mekanika tubuh dan ambulasi, antara
lain :
1). Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kelemahan akibat spasme
muskuloskeletal pada ekstremitas, nyeri akibat peradangan sendi, atau penggunaan alat bantu
dalam waktu lama.
2). Resiko cedera berhubungan dengan adanya paralisis, gaya berjalan tidak stabil, atau
penggunaan tongkat yang tidak benar.
3). Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik secara umum.
C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
1). Memperbaiki penggunaan mekanika tubuh pada saat melakukan aktivitas sehari-hari.
2). Memulihkan dan memperbaiki ambulasi
3). Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh
Perencanaan:
1). Terapi latihan: Mobilitas Sendi: pergerakan tubuh aktif atau pasif untuk mempertahankan
atau memperbaiki fleksibilitas sendi.
2). Penaturan Posisi: tempatkan pasien yang sesuai untuk meningkatkan kenyamanan,
meningkatkan integritas kulit, dan mendukung kemandirian.
3). Berikan penguatan positif selama aktivitas
4). Dukung pasien / keluarga untuk memandang keterbatasan secara realistis.
5). Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas
6). Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri
7). Catat tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
8). Kolaborasi dengan dokter dan fisioterapi dalam katihan aktivitas
9). Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan aktivitas
10). Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet
11). Berikan pendidikan kesehatan tentang:
a) Perubahan gaya hidup untuk menyimpan energy
b) Penggunaan alat bantu pergerakan
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah mekanika
tubuh dan ambulasi adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam penggunaan mekanika tubuh
dengan baik, penggunaan alat bantu gerak, cara menggapai benda, naik dan turun, dan berjalan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai
tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995).
Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari
anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya
disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau
berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
B. Saran
Dalam mempelajari materi ini, harusnya mahasiswa dan pembaca pada umumnya dapat mencari
berbagai referensi agar isi tidak bersimpang siur materi agar sesuai dengan yang seharunsnya dan
BPKM.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Tarwoto dan Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dasar Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien,
Jakarta: Salemba Medika