Anda di halaman 1dari 58

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kebutuhan Aktivitas

Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan
dengan bebas (kosier,1989).

Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) adalah kemampuan seseorang untuk berjalan bangkit berdiri
dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagianya disamping kemampuan
mengerakkan ekstermitas atas. (Hincliff, 1999).

Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) dini menurut Carpenito tahun 2000 adalah suatu upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis.

Kebutuhan aktivitas atau pergerakan dan istirahat tidur merupakan suatu kesatuan yang saling
berhubungan dan saling mempegaruhi. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan musculoskeletal.

Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukan untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup.

 Sistem Tubuh Yang Berperan dalam Kebutuhan Aktivitas

1. Tulang

Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis untuk membentuk
rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral
khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi tempat
sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.

Terdapa tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid
seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang femur dan tibia.
Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian
ujung tulang panjang dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan
diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang dan terpisah dan lebih elastic
pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.

2. Otot dan Tendon


Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak sesuai dengan
keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan dengan tulang melalui
tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi
kembali.

3. Ligamen

Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligament bersifat
elastic sehingga membantu fleksibilitas sendi dan mendukung sendi. Ligamen pada lutut
merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan
ketidakstabilan.

4. Sistem Saraf

Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan sistem saraf tepi
(percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki somatic dan otonom. Bagian somatic
memiliki fungsi sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada
fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf
tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial
akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.

5. Sendi

Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat segmentasi dari
rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segmen dan berbagai derajat pertumbuhan
tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi kedua
ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi
dan berisi cairan synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis
sendi lain sepertii sindesmosis, sinkondrosis dan simpisis.

 Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas

Kebutuhan Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya.

1. Jenis Mobilitas

 Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
 Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas
karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini
dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien
paraplegi dapat mengalamai moblitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan control motorik dan sensorik.
 Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversible
pada sistem musculoskeletal, contohnya adanya dislokasi sendi dan tulang.
 Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
reversible. Contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang
belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

1. Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas

Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya:

 Gaya Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi mobilitas seseorang karena berdampak
pada kebiasaan atau perilaku sehiari-hari.
 Proses Penyakit/Cidera. Hal dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat berpengaruh
pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami
keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
 Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan
mobiltas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada orang yang mengalami gangguan
mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang dilarang untuk beraktivitas.
 Tingkat Energi untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang cukup.
 Usia dan Status Perkembangan. Terdapat kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang
berbeda.

Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara
bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.

1. Jenis imobilitas

 Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia
yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat
mengubah posisi tubuhnya untuk mengubah tekanan.
 Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan berpikir,
seperti pada pasien yang mengalami gangguan otak akibat suatu penyakit.
 Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan secara emosional
karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Seperti keadaan
stress berat karena diamputasi ketika mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau
kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
 Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam berinteraksi
karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan
sosial.

1. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas

Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat mepengaruhi sistem tubuh. Seperti perubahan pada
metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi,
gangguan fugsi gastrointestinal, perubahan sistem pernafasan, perubahan kardiovaskuler,
perubahan sistem musculoskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan
kecil), dan perubahan perilaku.

 Perubahan Metabolisme

Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal. Mengingat imobilitas
dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolism dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai
pada menurunnya Basal Metabolisme Rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energy
untuk perbaikan sel-sel tubuh. Sehingga dapat mempengaruhi oksigensi sel. Perubahan
metabolism imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme
meningkat. Keadaan ini dapat meningkatkan resiko gangguan metabolisme. Proses imobilitas
dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan peningkatan nitrogen. Hal tersebut dapat
ditemukan pada pasien yang mengalami immobilitas pada hari kelima dan keenam. Beberpa
dampak dan perubahan metabolisme diantaranya, pengurangan jumlah metabolisme, antropi
kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang,
gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguang gastrointestinal.
 Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit

Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan
mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang, sehingga
dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan
dari intravaskuler ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat mengakibatkan demineralisasi tulang akibat
menurunnya aktivitas otot. Sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan
reabsorbsi kalium.

 Gangguan Perubahan Gizi

Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori
dapat mengkibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun. Dimana sel tidak
lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
melaksanakan aktivitas metabolisme.

 Gangguan Fungsi Gastrointestinal Imobilitas

Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini desebabkan imobilitas
dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang
cukup dapat menyebabkan keluhan. Seperti perut kembung, mual dan nyeri lambung yang dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.

 Perubahan Sistem Pernafasan

Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot
yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar
hemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga
menyebabkan anemia.

 Perubahan Kardiovaskuler

Perubahan sistem ini akibat imobilitas antara lain dapat berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung dan terjadinya pembentukan trombus. Terjadinya hipotensi
ortostatik dapat disebakab menurunnya kemampuan saraf otonom, pada posisi yang tetap dan
lama, refleks neurovaskuler akan menurun dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah
terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi terhambat.

Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam
keadaan normal, darahyang terkumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan
aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya
trombus juga diakibatkan meningkatnya vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi
muscular sehingga meningkatkan arus balik vena.

 Perubahan Sistem Muskuloskeletal


 Gangguan Muskular.

Yakni menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas secara langsung. Hal ini ditandai
dengan menurunnya stabilitas. Berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot.
Seperti, otot betis yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil dan
menunjukkan tanda lemah dan lesu.

 Gangguan Skeletal

Misalnya, akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi
yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan
memendeknya otot. Kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak
berfungsi. Osteoporosis terjadi akibat reabsorbsi tulang semakin besar, sehingga menyebabkan
jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium yang di keluarkan melalui urine
semakin besar.

 Perubahan Sistem Integumen

Hal ini terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat
imobilitas dan terjadinya isakemia serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka
decubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan srikulasi yang menurun ke jaringan.

 Perubahan Eliminasi

Misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin disebabkan kurangnya asupan dan penurunan
curah jantung, sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.

 Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas antara lain, timbulnya rasa bermusuhan, bingung,
cemas, emosional tinggi, depresi, perubaha siklus tidur dan menurunnya koping mekanisme.

 Postur Tubuh

Postur tubuh (body alignment) merupakan susunan geometris dari bagian-bagian tubuh yang
berhubungan dengan bagia tubuh yang lain. Bagian yang dipelajari dari postur tubuh adalah
persendian, tendon, ligamen, dan otot. Apabila ke empat bagian tersebut di gunakan dengan
benar dan terjadi keseimbangan, maka dapat menjadikan fungsi tubuh maksimal, seperti dalam
posisi duduk, berdiri dan berbaring yang benar.

Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan baik, mengurangi jumlah
energi yang digunakan, mempertahankan keseimbangan, mengurangi kecelakaan, memperluas
ekspansi paru, dan meningkatkan sirkulasi baik renal maupun gastrointestinal. Untuk
mendapatkan postur tubuh yang benar terdapat beberapa prinsip yang perlu di perhatikan,
diantaranya :

 Keseimbangan dapat di pertahankan jika garis gravitasi (line of gravity-garis imaginer


vertikal) melewati pusat gravitasi (center of gravity-titik yang berada di pertengahan garis
tubuh) dan dasar tumpuan (base of support-posisi menyangga atau menopang tubuh)
 Jika dasar tumpuan lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah, kestabilan dan
keseimbangan akan lebih besar
 Jika garis gravitasi berada di luar pusat dasar tumpuan, energi akan lebih banyak
digunakan untuk mempertahankan keseimbangan
 Dasar tumpuan yang luas dan bagian-bagian dari postur tubuh yang baik akan
menghemat energi dan mencegah kelelahan otot
 Perubahan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamanan otot
 Memperkuat otot yang lemah dapat membantu mencegah kekakuan otot dan ligamen
 Posisi dan aktivitas yang bervariasi dapat membantu mempertahankan otot serta
mencegah kelelahan
 Pergantian antara masa aktivitas dan istirahat dapat mencegah kelelahan
 Membagi keseimbangan antara aktivitas pada lengan dan kaki untuk mencegah beban
belakang

Postur yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa nyeri, kelelahan otot, dan
kontraktur.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi postur Tubuh

Pembentukan postur tubuh dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya :

1. Status kesehatan

Perubahan status kesehatan dapat menimbulkan keadaan yang tidak optimal pada organ atau
bagian tubuh yang mengalami kelelahan atau kelemahan sehingga dapat memengaruhi
pembentukan postur. Hal ini dapat dijumpai pada orang sakit yang banyak mengalami
ketidakseimbangan dalam pergerakan.

2. Nutrisi

Nutrisi merupakan bahan untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam membantu proses
pengaturan keseimbangan organ, otot, tendon, ligamen,dan persendian. Apabila status nutrisi
kurang, kebutuhan energi pada orang tersebut akan berkurang sehingga dapat mempengaruhi
proses keseimbangan.

3. Emosi
Emosi dapat menyebabkan kurangnya kendali dalam menjaga keseimbangan tubuh. Hal tersebut
dapat mempengaruhi proses koordinasi pada otot, ligamen, sendi dan tulang.

4. Gaya Hidup

Perilaku gaya hidup dapat membuat seseorang menjadi lebih baik atau bahkan sebaliknya
menjadi buruk. Seseorang yang memiliki gaya hidup tidak sehat, misalnya selalu menggunakan
alat bantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari, dapat mengalami ketergantungan sehingga
postur tubuh tidak berkembang dengan baik.

5. Perilaku dan Nilai

Adanya perubahan perilaku dan nilai seseorang dapat mempengaruhi pembentukan postur.
Sebagai contoh, perilaku dalam membuang sampah di sembarang tempat dapat mempengaruhi
proses pembentukan postur tubuh orang lain yang berupaya untuk selalu bersih dari sampah.

 Kebutuhan Mekanika Tubuh dan Ambulasi

Manusia mempunyai kebutuhan untuk bergerak agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan
melindungi diri dari kecelakaan. Mekanika tubuh adalah usaha koordinasi dari muskuskeletal
dan sistem saraf untuk mempertahankan keseimbangan yang tepat. Mekanika tubuh adalah cara
menggunakan tubuh secara efisien, yaitu tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi secara
aman dalam menggerakkan serta mempertahankan keseimbangan dalam beraktivitas.

1. Prinsip Mekanika Tubuh

 Gravitasi, memandang gravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan tubuh.


 Pusat gravitasi, titik yang ada di pertengahan tubuh
 Garis gravitasi, merupakan garis imaginer vertical melalui pusat gravitasi
 Dasar tumpuan, merupakan dasar tempat seseorang dalam posisi istirahat untuk
menopang atau menahan tubuh.

 Keseimbangan

Keseimbangan dicapai dengan mempertahankan posisi garis gravitasi diantara garis gravitasi dan
pusat tumpuan.

 Berat

Dalam menggunakan mekanika tubuh yang sangat diperhatikan adalah berat atau bobot benda
yang akan diangkat karena berat benda tersebut akan mempengaruhi mekanika tubuh.
1. Pergerakan Dasar dalam Mekanika Tubuh

 Gerakan (ambulating). Gerakan yang benar dapat membantu mempertahankan


keseimbangan tubuh. Contoh: keseimbangan orang saat berdiri dan saat jalan akan
berbeda. Orang yang berdiri akan lebih mudah stabil dibandingkan dalam posisi jalan.
Dalam posisi jalan akan terjadi perpindahan dasar tumpuan dari sisi satu ke sisi yang lain,
dan posisi gravitasi akan selalu berubah pada posisi kaki.
 Menahan (squatting). Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah.
contoh : posisi orang duduk akan berbeda dengan orang jongkok, dan tentunya berbeda
dengan posisi membungkuk. Gravitasi adalah hal yang perlu diperhatikan untuk
memberikan posisi yang tepat dalam menahan. Dalam menahan diperlukan dasar
tumpuan yang tepat.
 Menarik (pulling). Menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan benda.
Yang perlu diperhatikan adalah ketinggian, letak benda, posisi kaki dan tubuh dalam
menarik, sodorkan telapak tangan dengan lengan atas dipusat gravitasi pasien, lengan atas
dan siku diletakkan pada permukaan tempat tidur, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki
ditekuk, lalu dilakukan penarikan.
 Mengangkat (lifting). Mengangkat merupakan pergerakan daya tarik. Gunakan otot-otot
besar besar dari tumit, paha bagian atas, kaki bagian bawa, perut, dan pinggul untuk
mengurangi rasa sakit pada daerah tubuh bagian belakang.
 Memutar (Pivoting) merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu
pada tulang belakang. Gerakan memutar yang baik memerhatikan ketiga unsur gravitasi
agar tidak berpengaruh buruk pada postur tubuh

1. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Mekanika Tubuh dan Pergerakan

 Status Kesehatan.

Terjadi penurunan koordinasi yang disebabkan oleh penyakit berupa berkurangya melakukan
aktifitas sehari-hari.

 Nutrisi

Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan memudahkan terjadi


penyakit.contoh: tubuh yang kekurangan kalsium akan lebih mudah fraktur.

 Emosi
Kondisi psikologi seseorang dapat mudah memudahkan perubahan perilaku yang dapat
menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan ambulasi yang baik.

 Situasi dan Kebiasaan

Situasi dan kebiasaan yang dilakukan sesorang misalnya sering mengangkat benda-benda yang
berat.

 Gaya Hidup

Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress dan kemungkinan besar akan
menyebabkan kecerobohan dalam beraktifitas.

 Pengetahuan

Pengetahuan yang baik dalam pengguanaan mekanika tubuh akan mendorong seseorang untuk
mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang dikeluarkan.

 Tingkat perkembangan tubuh

Usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan neoromuskular dan tubuh secara proposional,
postur, pergerakan dan reflex akan berfungsi secara optimal.

 Kesehatan fisik

Penyakit, cacar tubuh dan imobilisasi akan mempengaruhi pergerakan tubuh.

 Kelemahan neoromuskular dan skelet

Adanya abnormal postur seperti scoliosis, lodosis dan kiposis dapat berpengarh terhadap
pergerakan.

 Pekerjaan

Seseorang yang bekerja di kantor kurang melakukan aktvitas bila dibandingkan

1. Dampak Mekanika Tubuh

Mekanika tubuh yang benar akan memberikan manfaat yang maksimal untuk tubuh, gerakan
yang dilakukan akan efektif serta mengurangi pemborosan tenaga. Mekanika tubuh yang salah
akan mengakibatkan terjadinya ketegangan sehingga menimbulkan kelelahan dan gangguan
sistem muskuloskeletal selain itu juga meningkatkan resiko kecelakaan pada sistem
musculoskeletal. Apabila seseorang salah berjongkok atau berdiri akan mudah terjadi kelainan
pada tulang vertebra.

2.6 Masalah Kebutuhan Aktivitas

1. Gangguan mobilitas fisik

Berarti bahwa pasien dapat bergerak dengan bebas, tapi tidak dapat beradaptasi terhadap
peningkatan kebutuhan energy karena pergerakannya. Gangguan mobilitas fisik, pasien dapat
bergerak dengan bebas apabila tidak ada gangguan/ batasan pada pergerakannya

1. Deficit perawatan diri

Pasien tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi tidak mampu bergerak banyak karena
tubuhnya tidak mampu memproduksi energy yang cukup. Tergantung pada orang lain untuk
melakukan aktivitasnya. Pasien mungkin membunyai diagnosa deficit perawatan diri karena
intoleransi aktivitasnya.

1. Koping individu tidak efektif

Pasien mau dan dapat berpartisipasi salam perawatan, tapi tidak mampu bergerak banyak karena
tubuhnya tidak mampu memproduksi energy yang cukup. pasien tidak dapat berpartisipasi
dalam perawatan atau perannya karena mereka merasa kurang motivasi untuk melakukan suatu
pekerjaan

1. Kelelahan

Pasien pada awalnya tidak merasa lelah, akan tetapi setelah melakukan aktivitas pasien langsung
merasa lelah, pasien merasa lemas dan lelah karena penyakitnya.

2.7 Proses dan Tindakan Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan pada Masalah kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas


1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilitas dan Imobilitas adalah sebagai berikut:

1. Riwayat Keperawatan Sekarang

Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alas an pasien yang menyebabkan terjadi
keluhan/gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot,
kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan
lama terjadinya gangguan mobilitas.

2. Riwayat Keperawatan Penyakit yang pernah Diderita

Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas,


misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis (kecelakaan cerebrovaskular, trauma kepala,
peningkatan tekanan intrakranial, miastenia gravis, guillain barre, cedera medulla spenalis, dan
lain-lain), riwayat penyakit sistem kardiovaskular (infark miokard, gagal jantung kongestif),
riwayat penyakit sistem muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat penyakit sistem
pernapasan (penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia, dan lain-lain), riwayat pemakaian
obat, seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksansia, dll.

3. Kemampuan fungsi motorik

Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri dan untuk
menlai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan atau spatis.

4. Kemampuan Mobilitas

Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan gerak ke
posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat
kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:

Tingkat Aktivitas/Mobilitas Kategori


Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
Tingkat 3
peralatan.
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
Tingkat 4
berpartisipasi dalam perawatan.

5. Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian Rentang gerak (Range Of Motion-ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu, siku,
lengan, panggul dan kaki.

Gerak Sendi Derajat Rentang Normal


Bahu

Adduksi: Gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke


atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang paling
jauh. 180
Siku
150
Fleksi: Angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas
menuju bahu.

Pergelangan Tangan 80-90

Fleksi: Tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan


bawah.
80-90
Ekstensi: Luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi.
70-90
Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke arah belakang
sejauh mungkin

Abduksi: Tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika 0-20


tangan menghadap ke atas.

Adduksi: Tekuk Pergelangan tangan kea rah kelingking,


telapak tangan menghadap ke atas. 30-50

Tangan dan Jari


90
Fleksi: Buat Kepalan Tangan
90
Ekstensi: Luruskan Jari
30
Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin

Abduksi: Kembangkan jari tangan


20
Adduksi: Rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi.
20
6. Perubahan Intoleransi Aktivitas

Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada system pernapasan,
antara lain: suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding thorak, adanya mucus, batuk yang
produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Pengkajian intoleritas aktivitas terhadap
perubahan system kardiovaskuler, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan perifer, adanya
thrombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.

7. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi

Dalam megkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat
kekuatan otot dapat ditentukan dengan:

Skala Persentase kekuatan normal Karakteristik


0 0 Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
1 10
palpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
2 25
topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
4 75
gravitasi dan melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal
5 100
melawan gravitasi dan tahanan penuh.

8. Perubahan psikologis

Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas dan
imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme
koping,dll.

1. Diagnosis/Masalah Keperawatan

1. Gangguan mobilitas fisik akibat trauma tulang belakang, fraktur, dan lain-lain.
2. Gangguan penurunan curah jantung akibat imobilitas
3. Risiko cedera (jatuh) akibat orthostatic pneumonia
4. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya tonus dan kekuatan otot
5. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot
6. Tidak efektifnya pola napas akibat menurunnya ekspansi paru
7. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi
8. Gangguan eliminasi akibat imobilitas
9. Retensi urin akibat gangguan mobilitas fisik
10. Inkontinensia urin akibat gangguan mobilitas fisik
11. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) akibat menurunnya nafsu makan (anoreksia)
akibat sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik usus.
12. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kurangnya asupan (intake)
13. Gangguan Interaksi sosial akibat imobilitas
14. Gangguan konsep diri akibat imobilitas

1. Perencanaan Keperawatan

Tujuan:

 Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot dan fleksibilitas tinggi


 Meningkatkan fungsi kardiovaskuler
 Meningkatkan fungsi respirasi
 Meningkatkan fungsi gastrointestinal
 Meningkatkan fungsi system perkemihan
 Memperbaiki gangguan psikologis

1. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan
pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan aktif.

1. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien

Pengaturan posisi dalam mengatasi kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan dengan tingkat
gangguan, seperti posisi fowler, sim, trendelenburg, dorsal recumbent, lithotomi, dan genu
pectoral.

 Posisi Fowler

Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana bagian kepala tempat tidur lebih
tinggi atau dinaikan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi
fungsi pernapasan pasien.

Cara:

 Dudukkan pasien
 Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk posisi semifowler
(30-45 derajat) dan untuk fowler (90 derajat)
 Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk

 Posisi Sim

Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk memberi
kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).

Cara :

 Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan
setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada.
 Tangan kiri diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kanan di atas tempat
tiduran ditekuk diarahkan ke dada.
 Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kanan
lurus, lutut, dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada.
 Tangan kanan di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri di atas tempat
tidur.

 Posisi Lititomy

Posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut.
Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat
kontrasepsi.

Cara:

 Pasien dalam kcadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua paha dan tarik ke arah
perut
 Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
 Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomic
 Pasang selimut

 Posisi Trendelenburg

Posisi pasiom berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki.
Posisi ini dilakukan untuk mdancarkan perdaran darah ke otak.

Cara:
 Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakan bantal di antara kepala dan ujung
tempati tidur pasien, dan berikan bantal dibawah lipatan lutut.
 Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur khusus
dcngan meninggikan bagian kaki pasien.

 Posisi Dorsal Recumbent

Pada posisi ini pasien berbaring tele;ntang dengan kedua lutut ficksi (ditarik atau direnggangkan)
di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genitalia scrta proses
persalinan.

Cara:

 Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah di buka


 Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur dan
renggangkan kedua kaki.
 Pasang selimut

 Posisi Genu Pectoral

Pada posisi ini pasien menungging dengan kcdua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian
alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk mcmc;riksa daerah rektum dan sigmoid.

Cara:

 Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
mencmpel pada kasur tempat tidur.
 Pasang selimut pada pasien.

Latihan ROM Pasif dan Aktif

Pasien yang mobilitas sendinya perbatas karna penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan
latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Latihan berikut dilakukan untuk memelihara
dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilitas persendian.

1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan

Cara :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan lengan.
3. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang pegelangan
tangan pasien.
4. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
5. Catat perubahan yang terjadi.

1.
2. Fleksi dan Ekstensi Siku

Cara :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak mengarah ke
tubuhnya.
3. Letakan tangan diatas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan lainnya.
4. Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.
5. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
6. Catat perubahan yang terjadi.

1. Pronasi dan Supinasi Lengan bawah.

Cara :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.
3. Letakan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien dengan
tangan yang lain.
4. Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.
5. Kembalikan ke posisi semula.
6. Putar lengan bawh pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke arahnya.
7. Kembalikan ke posisi semula.
8. Catat perubahan yang terjadi.

1. Pronasi Fleksi Bahu

Cara :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya.
3. Letakan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya.
4. Angkat lengan pasien pada posisi semula.
5. Catat perubahan yang terjadi.

1. Abduksi dan Adduksi

Cara :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
3. Letakan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya.
4. Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah perawat.
5. Kembalikan keposisi semula.
6. Catat perubahan yang tejadi.

1. Rotasi Bahu

Cara :

1. Jelaskan prosedur yang dilakukan.


2. Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk.
3. Letakan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan pasien
dengan tangan yang lainnya.
4. Gerakan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke bawah
5. Kembalikan lengan ke posisi semula.
6. Gerakan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menyentuh ke atas.
7. Kembalikan lengan ke posisi semula.
8. Catat perubahan yang terjadi

1. Fleksi dan ekstensi jari- jari

Cara:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan


2. Pegang jari- jari pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang kaki.
3. Bengkokkan (tekuk) jari- jari kebawah.
4. Luruskan jari- jari kemudian dorong kebelakang.
5. Kembalikan ke posisi semula
6. Catat perubahan yang terjadi

1. Infers dan efersi kaki

Cara:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki
dengan tangan satunya.
3. Putar kaki kedalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
4. Kembalikkan ke posisi semula
5. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
6. Kembalikan ke posisi semula.
7. Catat perubahan yang terjadi.

1. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki

Cara:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Letakkan 1 tangan perawat pada telapak kaki pasien dan 1 tangan yang lain diatas
pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks.
3. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari- jari kaki kearah dada pasien.
4. Kembalikan ke posisi semula.
5. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
6. Catat perubahan yang terjadi

1. Fleksi dan ekstensi lutut

Cara:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Letakkan 1 tangan dibawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang
lainnya.
3. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
4. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
5. Kebawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki keatas.
6. Kembali ke posisi semula.
7. Catat perubahan yang terjadi.

1. Rotasi pangkal paha

Cara:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Letakkan 1 tangan perawat pada pergelangan kaki dan 1 tangan yang lain diatas lutut.
3. Putar kaki menjauhi perawat.
4. Putar kaki kea rah perawat.
5. Kembalikan ke posisi semula.
6. Catat perubahan yang terjadi.

1. Abduksi dan aduksi pangkal paha

Cara:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Letakkan 1 tangan perawat dibawah lutut pasien dan 1 tangan pada tumit.
3. Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8cm dari tempat tidur, gerakan
kaki menjauhi badan pasien.
4. Gerakan kaki mendekati badan pasien.
5. Kembalikan ke posisi semula.
6. Catat perubahan yang terjadi.
7. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang diharapkan dati haisl tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas
adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan fungsi sistem tubuh


2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
3. Peningkatan fleksibilitas sendi
4. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien
menunjukan keceriaan.

Asuhan Keperawatan Pada Masalah Postur Tubuh


1. Pengkajian Keperawatan

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji postur tubuh, di antaranya:

1. Postur tubuh yang benar pada saat berbaring, duduk dan berdiri.

 Posisi Berdiri

Pengkajian posisi berdiri dilakukan dengan cara menganjurkan pasien pada posisi berdiri, kepala
tegak, dan mata menghadap lurus ke depan. Bila diamati dari belakang, bahu dan pinggul harus
lurus dan sejajar. Amati vertebrata kolumna, apabila dari arah samping kepala tegak dan lurus
dan tulang belakang diluruskan bentuknya seperti huruf S. vertebrata servikal melengkung ke
depan dan vertebrata lumbal melengkung ke depan, kaki ditempatkan sedikit terpisah untuk
mencapai dasar dari topangan dan ibu jari menunjuk ke depan, dan apabila diamati dari depan
berada pada garis tengah vertikal. Apabila posisi tidak sesuai dengan posisi berdiri yang benar,
maka dapat diidentifikasi adanya gangguan otot/tulang.

 Posisi Duduk

Kepala pasien harus tegak lurus dengan leher dan vertebrata kolumna. Kemudian berat badan
bertumpu pada glutea dan paha. Paha sejajar dan datar pada bagian horizontal kedua telapak kaki
menapak di lantai, dan dengan jarak 2-4 cm perlu dipertahankan antara tepi tempat duduk
dengan lutut dan lengan pasien. Pasien yang dalam keadaan abnormal akan mengalami
kelemahan otot atau paralisis otot, serta adanya perubahan sensasi (kerusakan saraf).

 Posisi Berbaring

Letakkan pasien dengan posisi latera, semua bantal dan penyokong posisi dipindahkan dari
tempat tidur. Kemudian tubuh ditopang dengan kasur yang cukup dan vertebrata harus lurus
dengan alas yang ada. Apabila dijumpai kelainan pada pasien, maka terdapat proses penurunan
sensasi atau gangguan sirkulasi serta adanya kelemahan.

1. Perubahan dalam tumbuh kembang, identifikasi adanya trauma, kerusakan otot atau saraf
dan kemungkinan factor yang menyebabkan postur tubuh yang buruk.

2. Diagnosis Keperawatan
3. Nyeri yang berhubungan dengan posis duduk, berdiri dan berbaring yang salah akibat
pemakaian gips pada daerah ekstremitas, dan lain-lain.
4. Gangguan mobilitas berhubungan dengan drop foot lutut akibat kontraktur.
5. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan keseimbangan yang disertai kelemahan
otot.
3. Perencanaan dan Pelaksanaan Keperawatan
4. Pertahankan postur tubuh yang tepat dengan pengaturan posisi yang tepat.
5. Perbaiki postur tubuh pada tingkat optimal dengan melatih duduk, berdiri dan tidur secara
optimal.
6. Kurangi cidera akibat postur tubuh yang tidak tepat dengan membantu pasien melakukan
aktivitas sehari-hari.
7. Kurangi beban otot dengan cara meletakkan alat dengan dekat dengan pasien dan bantu
kegiatan yang menimbulkan beban berat.
8. Cegah komplikasi akibat postur tubuh yang tidak tepat.

4. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan postur
tubuh adalah tidak terjadi perubahan atau kesalahan dalam postur tubuh, dan pasien
mampuberaktivitas dengan mudah serta tidak merasakan kelemahan.

Asuhan Keperawatan Pada Masalah Mekanika Tubuh dan Ambulasi

1. Pengkajian

1. Menilai kemampuan dan keterbatasan dalam bergerak dengan cara :

 Bangkit dari posisi berbaring ke posisi duduk


 Kemudian bangkit dari kursi ke posisi berdiri
 Menilai gaya berjalan

2. Diagnosis Keperawatan

 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kelemahan akibat spasme otot dan
tulang pada extremitas, nyeri akibat peradangan sendi, penggunaan alat Bantu dalam
waktu yang lama.
 Risiko cedera berhubungan dengan adanya paralysis, gaya berjalan tidak stabil,
penggunaan tongkat yang tidak benar
 Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik secara umum
3. Perencanaan

 Memperbaiki penggunaan mekanika tubuh pada saat melakukan aktifitas


 Memulihkan dan memperbaiki ambulasi
 Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh

4. Pelaksanaan

1. Latihan ambulasi
2. Duduk diatas tempat tidur

Cara:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Anjurkan pasien untuk melatakan tangan disamping badannya dengan telapak tangan
menghadap kebawah.
3. Berdirilah disamping tempat tidur kemudian letakkan tangan pada bahu pasien.
4. Bantu pasien untuk duduk dan diberi penopang atau bantal.

1. Turun dan berdiri

Cara:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Atur kursi roda dalam posisi terkunci.
3. Berdirilah menghadap pasien dengan kedua kaki merenggang.
4. Fleksikan lutut dan pinggang anda.
5. Anjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangannya di bahu anda dan letakkan kedua
tangan anda disamping kanan dan kiri pinggang pasien.
6. Ketika pasien melangkah ke lantai, tahan lutut anda pada lutut pasien.
7. Bantu berdiri tegak dan jalan sampai kursi.
8. Bantu pasien duduk di kursi dan atur posisi agar nyaman.

2. Membantu berjalan
Cara:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Anjurkan pasien untuk meletakan tangan disamping badan atau memegang telapak
tangan anda.
3. Berdiri disamping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
4. Bantu pasien berjalan.

2. Membantu ambulasi dengan memindahkan pasien

Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau tidak
boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard

5. Evaluasi Keperawatan

 Melihat kembali perkembangan kesembuhan klien


 Hasil yang diharapkan dari masalah mekanika tubuh pada klien tidak dapat dilihat dalam
beberapa hari
 Perawatan mekanika tubuh dan ambulasi klien harus sering kali dilakukan.
 Perawat mengantisipasi kebutuhan untuk mengubah intervensi selama evaluasi

Kebutuhan aktivitas (mobilisasi)


1. 1. KEBUTUHAN AKTIVITAS (MOBILISASI) DISUSUN OLEH: KELOMPOK 6
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI Program Study S1
Keperawatan https://stikeskotasukabumi.wordpress.com
2. 2. Definisi kebutuhan aktifitas (mobilisasi) Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan
bergerak di mana manusia memerlukannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas
(kosier, 1989). Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) adalah kemampuan seseorang untuk
berjalan bangkit berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagianya
disamping kemampuan mengerakkan ekstermitas atas. (Hincliff, 1999).
3. 3. Tujuan dari mobilisasi 1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia 2. Mencegah terjadinya
trauma 3. Mempertahankan tingkat kesehatan 4. Mempertahankan interaksi sosial dan
peran sehari ± hari 5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh ketahanan otot dan
kekuatan otot.
4. 4. Faktor yang mempengaruhi Mobilisasi 1. Gaya hidup 2. Prosespenyakit daninjuri 3.
Kebudayaan 4. Tingkatenergy 5. Usia dan statusperkembangan
5. 5. jenis-Jenis Mobilisasi Mobilisasi penuh Mobilisasi penuh merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas. Mobilisasi sebagian Mobilisasi
sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan yang jelas
sehingga tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motoris dan sensoris pada area tubuhnya. Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua
jenis, yaitu: a. Mobilisasi sebagian temporer merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatr.ya sementara. b. Mobilisasi sebagian permanen
merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya tetap.
6. 6. Pengaturan posisi • Posisi Fowler Posisi setengah duduk atau duduk, bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. • Posisi Sim Posisi miring ke kanan atau ke kiri.
• Posisi Trendelenburg Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah daripada bagian kaki.
7. 7. continue Posisi Dorsal Recumbent Posisi berbaring terlentang dengan kedua lutut
fleksi (ditarik atau direnggangkan) diatas tempat tidur. Posisi Litotomi Posisi berbaring
terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi
Genu Pektoral Posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada
bagian atas tempat tidur.
8. 8. SISTEM TUBUH YANG BERPERAN DALAM KEBUTUHAN AKTIVITAS
Tulang Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis
untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat
penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor Otot dan Tendom Otot memiliki
kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak sesuai dengan keinginan.
Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan dengan tulang melalui tendon
Ligamen Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
9. 9. Continue.. Sistem Saraf Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula
spinalis) dan sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf
memiliki somatic dan otonom. Sendi Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung
tulang bertemu. Sendi membuat segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan
gerakan antar segemen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang.
10. 10. KEBUTUHAN IMOBILITAS • Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan
dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat
disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
11. 11. Jenis Imobilitas • Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan • Imobilitas
intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan berpikir • Imobilitas
emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan secara emosional karena adanya
perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
12. 12. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas Perubahan Metabolisme Secara umum
imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal. Ketidakseimbangan Cairan
dan Elektrolit Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein
serum berkurang Gangguan Pengubahan Zat Gizi Terjadinya gangguan zat gizi yang
disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat mengkibatkan
pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun.
13. 13. Continue... Gangguan Fungsi Gastrointestinal Imobilitas Imobilitas dapat
menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini desebabkan imobilitas dapat
menurunkan hasil makanan yang dicerna Perubahan Sistem Pernafasan Akibat
imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah
otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Perubahan
Kardiovaskuler Perubahan sistem ini akibat imobilitas antara lain dapat berupa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung dan terjadinya pembentukan trombus.
14. 14. Continue... Perubahan Sistem Muskuloskeletal Gangguan Muskular. Yakni
menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas secara langsung. Perubahan Sistem
Integumen Hal ini terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya
sirkulasi darah Perubahan Eliminasi Misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin
disebabkan kurangnya asupan dan penurunan curah jantung, sehingga aliran darah renal
dan urine berkurang. Perubahan Perilaku Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas
antara lain, timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi,
perubaha siklus tidur dan menurunnya koping mekanisme.
15. 15. POSTUR TUBUH Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas
lentur dan persendian memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku karena kepala dan tubuh
bagian atas dibawa ke depan dan tidak seimbang sehingga mudah terjatuh. Batita:
kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang belakang servikal dan lumbal
lebih nyata Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan tungkai
tumbuh. Otot ,ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat, berakibat pada perkembangan
postur dan peningkatan kekuatan otot. Koordinasi yang lebih baik memungkinkan anak
melakukan tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan motorik yang baik
16. 16. Continue... Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih dulu
dibanding yang laki-laki. Pinggul membesar, lemak disimpan di lengan atas, paha, dan
bokong. Perubahan laki-laki pada bentuk biasanya menghasilkan pertumbuhan tulang
panjang dan meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul
menjadi lebih sempit Perkembangan otot meningkat di dada, lengan, bahu, dan tungkai
atas. Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan normal pada tubuh
dan kesegarisan tubuh pada orang dewasa terjadi terutama pada wanita hamil. Perubahan
ini akibat dari respon adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan pertumbuhan fetus.
Pusat gravitasi berpindah ke bagian depan. Wanita hamil bersandar ke belakang dan agak
berpunggung lengkung. Dia biasanya mengeluh sakit punggung. Lansia: kehilangan
progresif pada massa tulang total terjadi pada orangtua.
17. 17. KEBUTUHAN MEKANIKA TUBUH DAN AMBULASI Mekanika tubuh adalah
usaha koordinasi dari muskuskeletal dan sistem saraf untuk mempertahankan
keseimbangan yang tepat. Prinsip Mekanika Tubuh 1. Gravitasi. Memandang gravitasi
sebagai sumbu dalam pergerakan tubuh. 2. Keseimbangan. Keseimbangan dicapai dengan
mempertahankan posisi garis gravitasi diantara garis gravitasi dan pusat tumpuan.
18. 18. Pergerakan Dasar dalam Mekanika Tubuh Gerakan ( ambulating ). Gerakan yang
benar dapat membantu mempertahankan keseimbangan tubuh. Menahan ( squatting ).
Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah. Menarik
( pulling ).menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan benda.
Mengangkat ( lifting ). Mengangkat merupakan pergerakan daya tarik. Memutar
( Pivoting ) merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu pada
tulang belakang.
19. 19. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Mekanika Tubuh Status Kesehatan. Terjadi
penurunan koordinasi yang disebabkan oleh penyakit berupa berkurangya melakukan
aktifitas sehari-hari. Nutrisi. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot
dan memudahkan terjadi penyakit.contoh: tubuh yang kekurangan kalsium akan lebih
mudah fraktur. Emosi. Kondisi psikologi seseorang dapat mudah memudahkan
perubahan perilaku yang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan ambulasi
yang baik. Situasi dan Kebiasaan. Situasi dan kebiasaan yang dilakukan sesorang
misalnya sering mengangkat benda-benda yang berat. Gaya Hidup. Perubahan pola
hidup seseorang dapat menyebabkan stress dan kemungkinan besar akan menyebabkan
kecerobohan dalam beraktifitas. Pengetahuan. Pengetahuan yang baik dalam
pengguanaan mekanika tubuh akan mendorong seseorang untuk mempergunakannya
dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang dikeluarkan
20. 20. Dampak Mekanik Tubuh yang Salah • Terjadi ketegangan sehingga memudahkan
timbulnya kelelahan dan gangguan dalam system muskuloskletal • Resiko terjadi
kecelakaan pada system musculoskeletal. Seseorang salah berjongkok atau berdiri akan
mudah terjadi kelainan pada tulang veterbra.
21. 21. MASALAH-MASALAH PADA KEBUTUHAN MOBILISASI a) Masalah
muskuloskeletal Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur,
penurunan mineral, tulang dan kerusakan kulit. b) Masalah urinari Terjadi statis urine
pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan inkontinentia urine. c) Masalah
gastrointestinal Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi.
d) Masalah respirai Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas,
ketidak seimbangan asam basa (CO2 O2). e) Masalah kardiofaskuler Terjadinya
hipotensi orthostatic, pembentukan trombus.
22. 22. Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara lain :1.
Perbaikan status gisi 2. Memperbaiki kemampuan monilisasi 3. Melaksanakan latihan
pasif dan aktif 4. Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady
aligmen (Struktur tubuh). 5. Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik
(mobilisasi untuk menghindari terjadinya dekubitus / pressure area akibat tekanan yang
menetap pada bagian tubuh.
23. 23. PROSES KEPERAWATAN pengkajian ekstremitas • Tanyakan klien tentang •
persepsinya terhadap nyeri • Tanyakan klien tentang daya • tahan dan toleransi aktivitas
diagnosa Intoleransi aktivitas berhubungan dengan: • - Kesegarisan tubuh yang buruk • -
Penurunan mobilisasi
24. 24. Continue... perencanaan • Klien akan mencapai ROM normal (fleksi dan ekstensi
1800) bahu kiri dalam 4 bulan • Hasil yang diharapkan: • Klien akan ROM pada kesatuan
ekstremitas atas • Klien akan menunjukkan aktivitas perawatan diri menggunakan lengan
kiri dalam 2 hari • Klien akan mengikuti program latihan secara teratur pada saat pulang
25. 25. Continue.. implementasi Kriteria dasar cara mengangkat berikut ini: 1. Posisi berat.
Berat yang akan diangkat sebaiknya sedekat mungkin dengan pengangkat. Tempatkan
obyek sedemikian rupa sehingga menggunakan kekuatan mengangkat yang
dimilikiperawat 2. Tinggi obyek. Tinggi yang paling baik untuk diangkat sebaiknya
vertikal yaitu sedikit di atas EVALUASI Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan
keperawatan untuk mengatasi gangguan postur tubuh adalah tidak terjadi erubahan atau
kesalahan dalam postur tubuh, dan pasien mampuberaktivitas dengan mudah serta tidak
merasakan kelemahan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas
A. Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya.
 Jenis Mobilitas
1. Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh
ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapt mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah
karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis
yaitu :
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
 Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan diantaranya :
1. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup
berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.

2. Proses Penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi fungsi
sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan
pergerakan dalam ekstrimitas bagian bawah.
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh, orang
yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat;
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya
tertentu dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan mobilitas
dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan
kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan perkembangan usia.
B. Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak secara
bebas karena kondisi yang menganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.
 Jenis Imobilitas
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak
mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi
tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya
pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional
karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan
stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan
bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi
sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan
sosial.
 Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
1. Perubahan Metabolisme
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
5. Perubahan Sistem Pernapasan
6. Perubahan Kardiovaskuler
7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
8. Perubahan Sistem Integumen
9. Perubahan Eliminasi
10. Perubahan Perilaku

Asuhan Keperawatan pada Masalah Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas


A. Pengkajian Keperawatan, terdiri atas
1. Riwayat Keperawatan Sekarang, meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi keluhan /
gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan,
tingkat mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
2. Pengkajian Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita, berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis, riwayat penyakit
kardiovaskular, riwayat penyakit sistem muskuloskeletal, riwayat penyakit sistem pernapasan,
riwayat pemakaian obat seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksania, dan
lain-lain.
3. Kemampuan Fungsi Motorik, pengkajiannya antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki
kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
4. Kemampuan Mobilitas, dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan gerak ke posisi
miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan
aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingakat Aktivitas/Mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan & peralatan
Tingkat4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan

5. Kemampuan Rentang Gerak, pengkajian rentang gerak (range of motion – ROM) dilakukan
pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.
Gerak Sendi Derajat Rentang Normal
Bahu
Abduksi : gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi yang paling jauh
180
Siku
Fleksi : angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju bahu
150
Pergelangan Tangan
Fleksi : tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah
80-90
Ekstensi : luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi 80-90
Hipereskstensi : tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin 70-90
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas 0-
20
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking, telapak tagang menghadap ke atas 30-50
Tangan dan Jari
Fleksi : buat kepalan tangan
90
Ekstensi : Luruskan jari 90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin 30
Abduksi : kembangkan jari tangan 20
Abduksi : rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi 20

6. Perubahan Intoleransi Aktivitas, berhubungan dengan perubahan pada sistem pernapasan,


antara lain : suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding thorak, adanya mukus, batuk yang
produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap
perubahan sistem kardiovaskular, seprti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer,
adanya trombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi, dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan
kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan :
Skala Persentase Kekuatan Normal Karakteristik
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahana penuh

8. Perubahan Psikologis, disebabkan karena adanya gangguan mobilitas dan imobilitas, antara
lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme tulang, dan lain-lain

B. Diagnosis / Masalah Keperawatan


1. Gangguan mobilitas fisik akibat trauma tulang belakang, fraktur, dan lain-lain
2. Gangguan penurunan curah jantung akibat imobilitas
3. Risiko cedera (jatuh) akibat orthostatik pneumonia
4. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya tonus dan kekuatan otot
5. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot
6. Tidak efektifnya pola napas akibat menurunnya ekspansi paru
7. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi
8. Gangguan eliminasi akibat imobilitas
9. Retensi urine akibat gangguan mobilitas fisik
10. Inkontinensia urine akibat gangguan mobilitas fisik
11. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) akibat menurunnya nafsu makan (anoreksia)
akibat sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik usus
12. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrrolit akibat kurangnya asupan (intake)
13. Gangguan interaksi sosial akibat imobilitas
14. Gangguan konsep diri akibat imobilitas

C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
 Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi
Dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh yang benar. Cara
ini dapat dilakukan dengan membuat sebuah jadwal tentang perubahan posisi selama kurang
lebih setengah jam. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap agar kemampuan kekuatan otot
dan ketahanan dapat meningkat secara berangsur-angsur.
2. Ambulasi dini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun
dari tempat tidur, berdiri di samping tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan seterusnya.
Kegiatan ini dapat dilakukan secara berangsur-angsur.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan dan ketahanan serta
kemampuan sendi agar mudah bergerak.
4. Latihan isotonik dan isometrik. Latihan ini juga dapat digunakan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat beban yang ringan, kemudian beban yang berat. Latihan
isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif,
sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah
jantung ringan dan nadi.
 Meningkatkan fungsi kardiovaskular
Meningkatkan fungsi kardiovaskular sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan antara lain
dengan cara ambulasi dini, latihan aktif, dan pelaksanaan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Hal tersebut dilakukan secara bertahap. Di samping itu, dapat pula dilakukan pengukuran
tekanan darah dan nadi setiap kali terjadi perubahan posisi. Untuk meningkatkan sirkulasi vena
perifer dapat dilakukan dengan cara mengangkat daerah kaki secara teratur.
 Meningkatkan fungsi respirasi
Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan cara
melatih pasien untuk mengambil napas dalam dan batuk efektif, mengubah posisi pasien tiap 1-2
jam, melakukan posturnal drainage, perkusi dada, dan vibrasi.
 Meningkatkan fungsi gastrointestinal
Meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan dengan cara mengatur diet tinggi kalori,
protein, vitamin, dan mineral. Selain itu, untuk mencegah dampak dari imobilitas dapat
dilakukan dengan altihan ambulasi.
 Meningkatkan fungsi sistem perkemihan
Meningkatkan sistem kemih dapat dilakukan dengan latihan atau mengubah posisi serta latihan
mempertahankannya. Pasien dianjurkan untuk minum 2500 cc per hari atau lebih, dan menjaga
kebersihan perineal. Apabila pasien tidak dapat buang air kecil secara normal, dapat dilakukan
kateterisasi. Di samping itu, untuk mencegah inkontinensia urine, dapat dilakukan dengan cara
minum banyak pada siang hari dan minum sedikit pada malam hari.
 Memperbaiki gangguan psikologis
Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi sebagai dampak dari imobilitas dapat
dilakukan dengan cara komunikasi secara terapeutik dengan berbagai perasaan, membantu
pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, meningkatkan privasi pasien, memberikan
dukungan moril, mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk melakukan interaksi sosial,
mengajak untuk berdiskusi tentang masalah yang dihadapi, dan seterusnya.

D. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan


Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan
pasien serta melakukan ROM pasif dan aktif.
1. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan dengan
tingkat gangguan, seperti fowler, sim, trendelenburg, dorsal recumbent, lithotomi, dan genu
pectoral.
a) Posisi Fowler, adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana bagian kepala tempat tidur
lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Dudukkan pasien
 Berikan sandaran/bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk posisi
semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90 derajat)
 Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
b) Posisi Sim, adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk
memberi kenyamanan dan memberikan obat anus (suposutoria)
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan setengah
telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada
 Tangan kiri di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kanan di atas tempat tidur
 Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kanan lurus,
lutut dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada
 Tangan kanan di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri di atas tempat tidur
c) Posisi Trendelenburg, pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala
lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke
otak.
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, letakkan bantal di antara kepala dan ujung tempat
tidur pasien, dan berikan bantal di bawah lipatan lutut.
 Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur khusus dengan
meninggikan bagian kaki pasien
d) Posisi Dorsal Recumbent, pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi
(ditarik atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan
memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah dibuka
 Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur, dan renggangkan
kedua kaki
 Pasang selimut
e) Posisi Lithotomi, pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki
dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses
persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Pasien dalam keadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua pahanya dan tarik ke arah
perut
 Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
 Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomi
 Pasang selimut
f) Posisi Genu Pectoral, pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rektum
dan sigmoid.
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel
pada kasur tempat tidur
 Pasang selimut pada pasien

2. Latihan ROM Pasif dan Aktif


Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan
latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Latihan berikut dilakukan untuk memelihara
dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara dan mobilitas persendian.
a) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan lengan
 Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang pergelangan tangan
pasien
 Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
 Catat perubahan yang terjadi
b) Fleksi dan Ekstensi Siku
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak mengarah ke tubuhnya
 Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan lainnya
 Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu
 Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
 Catat perubahan yang terjadi
c) Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk
 Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien dengan
tangan lainnya
 Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya
 Kembalikan ke posisi semula
 Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke arahnya
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
d) Pronasi Fleksi Bahu

Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya
 Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya
 Angkat lengan pasien pada posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
e) Abduksi dan Adduksi
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Atur posisi lengan pasien di samping badannya
 Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya
 Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
f) Rotasi Bahu
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk
 Letakkan satu lengan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan pasien
dengan tangan yang lain
 Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap
ke bawah
 Kembalikan lengan ke posisi semula
 Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke atas
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
g) Fleksi dan Ekstensi Jari-Jari
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang kaki
 Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
 Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
h) Infersi dan Efersi Kaki
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki dengan
tangan satunya
 Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya
 Kembalikan ke posisi semula
 Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menhjauhi kaki yang lain
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
i) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan tetap rileks
 Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien
 Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
j) Fleksi dan Ekstensi Lutut
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang lain
 Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha
 Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin
 Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
k) Rotasi Pangkal Paha
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain di atas lutut
 Putar kaki menjauhi perawat
 Putar kaki ke arah perawat
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
l) Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit
 Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari tempat tidur, gerakkan kaki
mendekati badan pasien
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas
adalah sebagai berikut :
 Peningkatan fungsi sistem tubuh
 Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
 Peningkatan fleksibilitas sendi
 Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien menunjukkan
keceriaan

1.2 Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Kebutuhan Aktivitas


A. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis untuk membentuk
rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral
khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi tempat
sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.
Terdapa tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid
seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang femur dan fibia.
Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian
ujung tulang panjang dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan
diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang dan terpisah dan lebih elastic
pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.
B. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak sesuai dengan
keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan dengan tulang melalui
tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi
kembali.
C. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligamen pada lutut
merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan
ketidakstabilan.
D. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan sistem saraf tepi
(percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki somatic dan otonom. Bagian soamtis
memiliki fungsi sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada
fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf
tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial
akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.
E. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat segmentasi dari
rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segemen dan berbagai derajat pertumbuhan
tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi kedua
ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi
dan berisi cairan synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis
sendi lain sepertii sindesmosis, sinkondrosis dan simpisis.

1.3 Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas


A. Kebutuhan Mobilitas
Mobitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya. Mobilitas terbagi menjadi:
1) Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh
ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat
mengalamai moblitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan control motorik dan
sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversible pada sistem
musculoskeletal, contohnya adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
reversible. Contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang
belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya:
1. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi mobilitas seseorang karena
berdampak pada kebiasaan atau perilaku sehiari-hari.
2. Proses Penyakit/Cidera. Hal dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat berpengaruh pada
fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan
pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
3. Kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobiltas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada orang yang mengalami gangguan
mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi. Untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang
berbeda.

B. Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara
bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. Imobiltas
terbagi menjadi:
1) Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya
untuk mengubah tekanan.
2) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan berpikir, seperti
pada pasien yang mengalami gangguan otak akibat suatu penyakit.
3) Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan secara emosional karena
adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Seperti keadaan stress berat karena
diamputasi ketika mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang
paling dicintai.
4) Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam berinteraksi
karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
1.4 Postur Tubuh
Postur tubuh (body alignment) merupakan susunan geometris dari bagian-bagian tubuh yang
berhubungan dengan bagian tubuh yang lain. Bagian yang dipelajari dari postur tubuh adalah
persendian, tendon, ligamen dan otot. Apabila keempat bagian tersebut digunakan dengan benar
dan terjadi keseimbangan, maka dapat menjadikan fungsi tubuh maksimal, seperti dalam posisi
duduk, berdiri, dan berbaring yang benar.
Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan baik, mengurangi jumlah
energi yang digunakan, mempertahankan keseimbangan, mengurangi kecelakaan, memperluas
ekspansi paru, dan meningkatkan sirkulasi, baik renal maupun gastrointestinal. Untuk
mendapatkan postur tubuh yang benar, terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan,
diantaranya :
 Keseimbangan dapat dipertahankan jika garis gravitasi (line of gravity-garis imaginer vertikal)
melewati pusat gravitasi (center of gravity-titik yang berada di pertengahan garis tubuh) dan
dasar tumpuan (base of support-posisi menyangga atau menopang tubuh)
 Jika dasar tumpuan lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah, kestabilan dan keseimbangan
akan lebih besar
 Jika garis gravitasi berada di luar pusat dasar tumpuan, energi akan lebih banyak digunakan
untuk mempertahankan keseimbangan
 Dasar tumpuan yang luas dan bagian-bagian dari postur tubuh yang baik akan menghemat
energi dan mencegah kelelahan otot
 Perubahan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamanan otot
 Memperkuat otot yang lemah dapat membantu mencegah kekakuan otot dan ligamen
 Posisi dan aktivitas yang bervariasi dapat membantu mempertahankan otot serta mencegah
kelelahan
 Pergantian antara masa aktivitas dan istirahat dapat mencegah kelelahan
 Membagi keseimbangan antara aktivitas pada lengan dan kaki untuk mencegah beban belakang
 Postur yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa nyeri, kelelahan otot, dan
kontraktur.

Pembentukan postur tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:


1. Status Kesehatan. Perubahan status kesehatan dapat menimbulkan keadaan yang tidak optimal
pada organ atau bagian tubuh yang mengalami kelelahan atau kelemahan sehingga dapat
memengaruhi pembentukan postur. Hal ini dapat dijumpai pada orang sakit yang banyak
mengalami ketidakseimbangan dalam pergerakan.
2. Nutrisi. Nutrisi merupakan bahan untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam
membantu proses pengaturan keseimbangan organ, otot, tendon, ligamen, dan persendian.
Apabila status nutrisi kurang, kebutuhan energi pada organ tersebut akan berkurang sehingga
dapat memengaruhi proses keseimbangan.
3. Emosi. Emosi dapat menyebabkan kurangnya kendali dalam menjaga keseimbangan tubuh.
Hal tersebut dapat memengaruhi proses koordinasi pada otot, ligamen, sendi, dan tulang.
4. Gaya Hidup. Perilaku gaya hidup dapat membuat seseorang menjadi lebih baik atau bahkan
sebaliknya menjadi buruk. Seseorang yang memiliki gaya hidup tidak sehat, misalnya selalu
menggunakan alat bantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari, dapat mengalami
ketergantungan sehingga postur tubuh tidak berkembang dengan baik.
5. Perilaku dan Nilai. Adanya perubahan perilaku dan nilai seseorang dapat memengaruhi
pembentukan postur. Sebagai contoh, perilaku dalam membuang sampah di sembarang tempat
dapat memengaruhi proses pembentukan postur tubuh orang lain yang berupaya untuk selalu
bersih dri sampah
Asuhan Keperawatan pada Masalah Postur Tubuh
a. Pengkajian Keperawatan
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji masalah postur tubuh,
diantaranya:
1. Postur tubuh yang benar saat berbaring, duduk dan berdiri.
• Posisi berdiri
Pengkajian posisi berdiri dilakukan dengan cara menganjurkan pasien pada posisi berdiri,
kepalategak,dan mata menghadap lurus kedepan. Bila diamati dari belakang bahu dan pinggul
harus lurus dan sejajar. Amati vertebra kolumna, apabila dari arah samping kepala tegak lurus
dan tulang belakang diluruskan bentuknya seperti huruf S, vertebra servikal melengkung ke
depan dan vertebra lumbal melengkung ke depan, kaki ditempatkan sedikit terpisah untuk
mencapai dasar dari topangan dan ibu jari menunjuk ke depan dan apabila diamati dari depan
berada pada garis tengah vertikal. Apabila posisi tidak sesuai dengan posisi berdiri yang benar,
maka dapat diidentifikasi adanya gangguan otot/tulang.
• Posisi duduk
Kepala pasien harus tegak lurus dengan leher dan vertebra kolumna, kemudian berat badan
bertumpu pada glutea dan paha, paha sejajar dan datar pada bagian horizontal, kedua telapak
kaki menapak pada lantai dan dengan jarak 2-4 cm perlu dipertahankan antara tepi tempat duduk
dengan lutut dan lengan pasien. Pasien yang dalam keadaan abnormal akan mengalami
kelemahan otot atau paralisis otot serta adanya perubahan sensasi (kerusakan saraf).

• Posisi Berbaring
Letakkan pasien dengan posisi lateral, semua bantal dan penyokong posisi dipindahkan dari
tempat tidur, kemudian tubuh ditopang dengan kasur yang cukup dan vertebra harus lurus
dengan alas yang ada. Apabila dijumpai kelainan pada pasien, maka terdapat proses penurunan
sensasi atau gangguan sirkulasi serta adanya kelemahan.
2) Perubahan dalam tubuh kembang, identifikasi adanya trauma kerusakan otot atau saraf, dan
kemungkinan faktor yang menyebabkan postur tubuh yang buruk.
B. Diagnosis keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan posisi duduk, berdiri dan berbaring yang salah akibat
pemakaian gips pada daerah ekstremitas dan lain-lain.
2. Gangguan mobilitas berhubungan dengan drop foot lutut akibat kontraktur.
3. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan keseimbangan yang disertai kelemahan otot.
C. Perencanaan dan pelaksanaan keperawatan
1. postur tubuh yang tepat dengan pengaturan posisi yang tepat.
2. Perbaiki postur tubuh pada tingkat optimal dengan melatih duduk, berdiri, atau tidur secara
optimal.
3. Kurangi cedera akibat postur tubuh yang tidak tepat dengan membantu pasien melakukan
aktivitas sehari-hari.
4. Kurangi beban otot dengan cara
1.5 Kebutuhan Mekanika Tubuh Dan Ambulasi
Mekanika tubuh merupakan usaha koordinasi dari muskuloskeletal dan system saraf untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan tepat. Mekanika tubuh adalah cara menggunakan
tubuh secara efesien, yaitu tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi, serta aman dalam
menggerakkan dan mempertahankan keseimbangan selama beraktivitas.
A. Pergerakan Dasar dalam Mekanika Tubuh
1) Gerakan (ambulating)
Gerakan yang benar dapat membantu mempertahankan keseimbangan tubuh. Contoh:
keseimbangan orang saat berdiri dan saat jalan akan berbeda. Orang yang berdiri akan lebih
mudah stabil dibandingkan dalam posisi jalan. Dalam posisi jalan akan terjadi perpindahan dasar
tumpuan dari sisi satu ke sisi yang lain, dan posisi gravitasi akan selalu berubah pada posisi kaki.
2) Menahan (squatting)
Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah.contoh : posisi orang duduk akan
berbeda dengan orang jongkok, dan tentunya berbeda dengan posisi membungkuk. Gravitasi
adalah hal yang perlu diperhatikan untuk memberikan posisi yang tepat dalam menahan. Dalam
menahan diperlukan dasar tumpuan yang tepat.
3) Menarik (pulling)
Menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan benda. Yang perlu diperhatikan
adalah ketinggian, letak benda, posisi kaki dan tubuh dalam menarik, sodorkan telapak tangan
dana lengan atas dipusat gravitasi pasien, lengan atas dan siku diletakkan pada permukaan
tempat tidur, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki ditekuk, lalu dilakukan penarikan.
4) Mengangkat (lifting)
Mengangkat merupakan pergerakan daya tarik. Gunakan otot-otot besar besar dari tumit, paha
bagian atas, kaki bagian bawa, perut, dan pinggul untuk mengurangi rasa sakit pada daerah tubuh
bagian belakang.
5) Memutar (pivoting)
Merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu pada tulang belakang. Gerakan
memutar yang baik memerhatikan ketiga unsur gravitasi agar tidak berpengaruh buruk pada
postur tubuh.

B. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Mekanika Tubuh


1) Status Kesehatan. Terjadi penurunan koordinasi yang disebabkan oleh penyakit berupa
berkurangya melakukan aktifitas sehari-hari.
2) Nutrisi. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan memudahkan terjadi
penyakit.contoh: tubuh yang kekurangan kalsium akan lebih mudah fraktur.
3) Emosi. Kondisi psikologi seseorang dapat mudah memudahkan perubahan perilaku yang
dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan ambulasi yang baik.
4) Situasi dan Kebiasaan. Situasi dan kebiasaan yang dilakukan sesorang misalnya sering
mengangkat benda-benda yang berat.
5) Gaya Hidup. Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress dan kemungkinan
besar akan menyebabkan kecerobohan dalam beraktifitas.
6) Pengetahuan. Pengetahuan yang baik dalam pengguanaan mekanika tubuh akan mendorong
seseorang untuk mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang
dikeluarkan.

C. Peran Sistem Skeletal, Muskular dan Syaraf


1) Sistem skeletal
a) Sebagai penunjang jaringan tubuh yang membentuk otot-otot tubuh.
b) Melindungi organ tubuh yang lunak, seperti otak, jantung, paru-paru dan sebagainya.
c) Membantu pergerakan tubuh.
d) Menyimpan garam-garam mineral, seperti kalsium.
e) Membantu proses hematopoiesis yaitu pembuntukan sel darah merah dalam sum-sum tulang.
2) Sistem muscular
Secara umum mempengaruhi kontraksi sehingga menghasilkan gerakan-gerakan.
3) Sistem saraf
Neurotransmiter merupakan substansi kimia seperti asetilkolin yang memindahkan impuls listrik
dari saraf yang bersilangan pada simpul mioeural ke otot.

D. Dampak Mekanik Tubuh yang Salah


1) Terjadi ketegangan sehingga memudahkan timbulnya kelelahan dan gangguan dalam system
muskuloskletal.
2) Resiko terjadi kecelakaan pada system musculoskeletal. Seseorang salah berjongkok atau
berdiri akan mudah terjadi kelainan pada tulang veterbra.

1.6 Askep Pemenuhan Kebutuhan Aktifitas


A. Riwayat Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada masalah mekanika tubuh dan ambulasi, antara lain menilai adanya
kemampuan dan keterbatasan dalam bergerak dengan cara bangkit dari posisi berbaring ke posisi
duduk, kemudian bangkit dari kursi ke posisi berdiri, atau perubahan posisi. Selanjutnya menilai
adanya kelainan dalam mekanika tubuh pada saat duduk, berakivitas, atau saat pasien menglami
pergerakan serta pengkajian terhadap status ambulasi. Kemudian, menilai gaya berjalan untuk
mengetahui ada atau tidaknya kelainan dengan cara mengamati apakah gaya berjalan pasien
( mantap atau tegak lurus ), ayunan lengan atas ( pantas atau tidak ), kaki ikut siap pada saat
ayunan atau tidak, langkah jatuh jauh dari garis gravitasi atau tidak, serta berjalan apakah diawali
dan diakhiri dengan mudah atau tidak.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berfokus pada aktivitas dan olahraga yang menonjolkan kesejajaran tubuh,
cara berjalan, penampilan dan pergerakan sendi, kemampuan dan keterbatasan gerak, kekuatan
dan massa otot, serta toleransi aktivitas.
1) Kesejajaran tubuh
Pengkajian kesejajaran tubuh dapat dilakukan pada klien yang berdiri, duduk, atau berbaring.
Pengkajian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Menentukan perubahan fisiologis normal pada kesejajaran tubuh akibat pertumbuhan dan
perkembangan.
2. Mengdentifikasi penyimpanan kesejajaran tubuh yang disebabkan fostur yang buruk.
3. Memberi kesempatan klien untuk mengopservasi posturnya.
4. Mengidentifikasi kebutuhan belajar klien untuk mempertahankan kejajaran tubuh yang benar.
5. Mengidentifikasi trauma, kerusakan otot, atau disfungsi saraf.
6. Memperoleh informasi mengenai factor-faktor lain yang mempengaruhi kesejajaran yang
buruk, seperti kelelahan, malnutrisi, dan masalah psikologis.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menginspeksi pasien dari sisi lateral, anterior, dan posterior
guna mengamati apakah:
1. Bahu dan pinggul sejajar
2. Jari-jari kaki mengarah ke depan
3. Tulang belakang lurus, tidak melengkung ke sisi yang lain
Langkah pertama mengkaji kesejajaran tubuh adalah menempatkan klien pada posisi istirahat
sehingga tidak tampak dibuat-buat atau posisi kaku. Jika mengkaji kesejajaran tubuh pasien
imobilisasi atau pasien tidak sadar maka bantal dan alat penopang di angkat dari tempat tidur lalu
klien diletakkan pada posisi telentang.

1. Berdiri
Perawat harus memfokuskan pengkajian kesejajaran tubuh pada klien yang berdiri sesuai hal –
hal berikut :
1. Kepala tegak dan midline
2. Ketika dilihat dari arah posterior, bahu dan pinggul lurus dan sejajar.
3. Ketika dilihat dari arah posterior, tulang belakang lurus
4. Ketika klien dilihat dari arah lateral, Kepala tegak dan garis tulang belakang digaris dalam
pola S terbaik. Tulang belakang servikal pada arah anterior adalah cembung, tulang belakang
lumbal pada arah anterior adalah cembung.
5. Ketika dilihat dari arah lateral, perut berlipat ke bagian dalam dengan nyaman dan lutut
pergelangan kaki agak melengkung. Orang tampak nyaman dan tidak sadar akan lutut dan
pergelangan kaki yang fleksi.
6. Lengan klien nyaman di samping.
7. Kaki di tempatkan sedikit berjauhan untuk mendapatkan dasar penopang, dan jari – jari kaki
menghadap ke depan.
8. Ketika klien dilihat dari arah anterior, pusat gravitasi berada di tengah tubuh, dan garis
gravitasi mulai dari tengah kepala bagian depan sampai titik tengah antara kedua kaki. Bagian
lateral garis gravitasi dimulai secara vertikal dari tengah tengkorak sampai sepertiga kaki bagian
posterior.
2. Duduk
Perawat mengkaji kesejajaran pada klien yang duduk dengan mengobservasi hal – hal sebagai
berikut :
1. Kepala tegak, leher dan tulang belakang berada dalam kesejajaran yang lurus.
2. Berat badan terbagi rata pada bokong dan paha.
3. Paha sejajar dan berada pada potongan horisontal.
4. Kedua kaki di topang di lantai. Pada klien pendek tinggi, alat bantu kaki digunakan dan
pergelangan kaki menjadi fleksi dengan nyaman.
5. Jarak 2 – 4 cm dipertahankan antara sudut tempat duduk dan ruang popliteal pada permukaan
lutut bagian posterior. Jarak ini menjamin tidak ada tekanan pada arteri popliteal atau saraf untuk
menurunkan sirkulasi atau mengganggu fungsi saraf.
6. Lengan bawah klien ditopang pada penganan tangan, di pangkuan, atau di atas meja depan
kursi.
Hal penting mengkaji kesejajaran dalam posisi duduk yaitu pada klien yang mempunyai
kelemahan otot, paralisis otot, atau kerusakan saraf. Karena perubahan ini, klien mengalami
pengurangan sensasi di area yang sakit dan tidak mampu menerima tekanan ataupun penurunan
sirkulasi. Kesejajaran yang tepat ketika duduk mengurangi risiko kerusakan sistem
muskuloskeletal pada klien itu.
3. Berbaring
Pada orang sadar mempunyai kontrol otot volunter dan persepsi normal terhadap tekanan.
Sehingga merekabiasa merasakan posisi nyaman ketika berbaring. Karena rentang gerak, sensasi
dan sirkulasi pada orang sadar berada dalam batas normal, mereka mengubah posisi ketika
mereka merasakan ketengangan otot dan penurunan sirkulasi.Pengkajian kesejajaran tubuh
ketika berbaring membutuhkan posisi lateral pada klien dengan menggunakan satu bantal, dan
semua penopangnya diangkat dari tempat tidur. Tubuh harus ditopang oleh matras yang adekuat.
Tulang belakang harus berada dalam kesejajaran lurus tanpa ada lengkungan yang terlihat.
Pengkajian ini memberi data dasar mengenai kesejajaran tubuh klien.

2. Penetapan Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan yang dapat terjadi pada masalah mekanika tubuh dan ambulasi, antara
lain :
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kelemahan akibat spasme
muskulusletal pada ekstremitas, nyeri akibat peradangan sendi, atau penggunaan alat bantu
dalam waktu lama.
2. Resiko cedera berhubungan dengan adanya paralisis, gaya berjalan tidak stabil, atau
penggunaan tongkat yang tidk benar.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik secara umum.

3. Perencanaan Keperawatan
1. Memperbaiki penggunaan mekanika tubuh saat melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Memulihkan dan memperbaiki ambulasi.
3. Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh.
4. Implementasi
LANGKAH RASIONAL
1. Kaji berat posisi, tinggi objek, posisi tubuh, dan berat maksimum.
2. Angkat objek dengan benar dari bawah pusat gravitasi:
1. Dekatkan pada objek yang akan dipindahkan.
2. Perbesar dasar dukungan anda dengan menempatkan kedua kaki agak sedikit terbuka.
3. Turunkan pusat gravitasi anda ke objek yang akan diangkat.
4. Pertahankan kesejajaran yang tepat pada kepala dan leher dengan veterbrae, jaga tubuh tetap
tegak.
3. Angkat objek dengan benar dari atas pusat gravitasi tempat tidur:
1. Gunakan alat melangkah yang aman dan stabil, jangan berdiri diatas tangga teratas.
2. Berdiri sedekat mungkin ke tempat tidur.
3. Pindahkan berat objek dari tempat tidur dengan cepat pada lengan dan diatas dasar dukungan.
Menentukan apakah anda dapat melakukanya sendiri atau membutuhkan bantuan.
Memindahkan pusat gravitasi lebih dekat ke objek.
Mempertahankan keseimbangan tubuh lebih baik, sehingga mengurangi risiko jatuh.
Meningkatkan keseimbangan tubuh dan memungkinkan kelompok otot-otot bekerja sama
dengan cara yang sinkron.
Mengurangi risiko cedera vetebra lumbal dan kelompok otot.
Mencapai pusat gravitasi lebih dekat ke objek.
Meningkatkan keseimbangan tubuh selama mengangkat.
Mengurangi bahaya jatuh dengan memindahkan objek yang diangkat dekat dengan pusat
gravitasi diatas dasar dukungan.

5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah mekanika tubuh
dan ambulasi adalah unyuk menilai kemampuan pasien dalam menggunakan mekanika tubuh
dengan baik, menggunakan alat bantu gerak, cara menggapai benda, naik atau turun, dan
berjalan.
Masalah kebutuhan aktivitas
Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting yang manusia makan dan bagaimana
tubuh menggunakannya. Nutrien adalah zat kimia organik dan anorganik yang ditemukan dalam
makanan dan diperoleh untuk penggunaan fungsi tubuh.
1. Pengkajian
a. Dietary Data (Data diet dikumpulkan dari klien maupun dari keluarga). Komponen dietary
data :
• 24-Hours Recall Methode
Data yang dikumpulkan adalah tentang porsi makan, pola makan dan snack, waktu makan, dan
tempat makanan biasa diletakkan.
• Food diaries
Pertanyaan tentang frekuensi makan, makanan apa saja yang dimakan khususnya dalam 3–7 hari
sebelum sakit menggambarkan intake (pemasukan) nutrisi klien, apakah adekuat atau tidak.
• Riwayat keperawatan dan diet: Anggaran makan, makan kesukaan dan waktu makan.
b. Medical-Socioeconomic Data
Faktor-faktor medik, sosial dan ekonomi seperti juga budaya dan psikologis dapat
mempengaruhi pemilihan klien terhadap makanan. Faktor-faktor resiko berikut berhubungan
dengan medikal-sosioekonomi yang dapat menyebabkan perubahan status nutrisi klien. Kondisi
medis yang dapat menyebabkan gangguan intake nutrisi contoh: kanker, malabsorbsi, diare,
hipertiroid, infeksi berat, perdarahan, ketidakmampuan fisik dan mental.
c. Anthropometric Data (untuk mengevaluasi pertumbuhan dan mengkaji status nutrisi serta
ketersediaan energi tubuh).
 Berat badan ideal : (TB – 100) + - 10%
 Lingkar pergelangan tangan
 Lingkar lengan atas (MAC). Nilai Normal : Wanita 28,5 cm, Pria 28,3 cm
 Lipatan kulit otot triseps (TSF). Nilai Normal : Wanita 16,5–18 cm, Pria 12,5–16,5cm
d. Clinical Data (memperhatikan tanda-tanda abnormal tersebut bukan saja pada organ-organ
fisiknya tetapi juga fisiologisnya)
 Keadaan fisik : apatis, lesu
 Berat badan : obesitas, underweight
 Otot : fleksi/lemah, tonus kurang, tidak mampu bekerja
 Sistem saraf : bingung, rasa terbakar, paresthesia, refleks menurun
 Fungsi gastrointestinal : anoreksia, konstipasi, diare, flatulensi, pembesaran liver/lien.
 Kardiovaskuler : denyut nadi > 100x/mt, irama abnormal, TD rendah/tinggi.
e. Biochemical Data (Data Lab)
 Albumin ( N : 4 – 5,5 mg / 100 ml )
 Tranferrin ( N : 170 – 250 mg / 100 ml )
 Hb ( N : 12 mg / dl )
 BUN ( N : 10 – 20 mg / 100 ml )
 Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (N: laki-laki : 0,6–1,3 mg/100 ml, wanita: 0,5–1,0 mg/100
mg)
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi adalah keadaan di mana intake nutrisi kurang dari kebutuhan metabolisme
tubuh. Kemungkinan berhubungan dengan efek dari pengobatan, mual/muntah, gangguan intake
makanan, radiasi/kemoterapi, penyakit kronis. Kemungkinan ditemukan data berat badan
menurun, kelemahan, kesulitan makan, nafsu makan berkurang, hipotensi, ketidakseimbangan
elektrolit dan kulit kering.
3. Intervensi
Kaji tanda vital, sensori, bising usus, status nutrisi, ukur intake makanan dan timbang berat
badan observasi kebutuhan nutrisi, jaga privasi pasien, jaga kebersihan ruangan (barang-barang
seperti sputum pot, urinal tidak berada didekat tempat tidur), Berikan obat sebelum makan jika
ada indikasi untuk meningkatkan nafsu makan.
4. Implementasi
Dengan pemberian nutrisi melalui oral dan pemberian nutrisi melalui pipa penduga/lambung.
5. Evaluasi
1. Meningkatkan nafsu makan ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam makan serta
adanya perubahan nafsu makan apabila terjadi kurang dari kebutuhan.
2. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi ditunjukkan dengan tidak adanya tanda kekurangan atau
kelebihan berat badan
3. Mempertahankan nutrisi melalui oral atau parenteral ditunjukkan dengan adanya proses
pencernaan makanan yang adekuat.

1.7 Mengatur Posisi Di Tempat Tidur


A. Posisi Fowler
Posisi fowler dengan sandaran memperbaiki curah jantung dan ventilasi serta membantu
eliminasi urine dan usus. Posisi fowler merupakan posisi bed dimana kepala dan dada dinaikkan
setinggi 45-60. Dengan tujuan:
1. Untuk membantu mengatasi masalah kesulitan pernafasan dan cardiovaskuler
2. Untuk melakukan aktivitas tertentu (makan, membaca, menonton televisi)

Prosedur Kerja
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan untuk menurunkan transmisi
mikroorganisme.
2. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah klien melorot
kebawah pada saat kepala dianaikkan fowler tinggi sam sesuai kebutuhan. (semi fowler 15-
4560pai 60
3. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal jika ada celah disana. Bantal akan
mencegah kurva lumbal dan mencegah terjadinya fleksi lumbal.
4. Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien. Bantal akan menyangnya kurva cervikal dari
columna vertebra. Sebagai alternatif kepala klien dapat diletakkan diatas kasur tanpa bantal.
Terlalu banyak bantal dibawah kepala akan menyebabkan fleksi kontraktur dari leher.
6. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan landasan yang,
lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat dari adanya hiper ekstensi lutut,
membantu klien supaya tidak melorot ke bawah.
7. Pastikan tidak ada pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi. Mencegah terjadinya
kerusakan pada persyarafan dan dinding vena. Fleksi lutut membantu supaya klien tidak melorot
kebawah.
8. Letakkan bantal atau gulungan handuk dibawah paha klien. Bila ekstremitas bawah pasien
mengalami paralisa atau tidak mampu mengontrol ekstremitas bawah, gunakan gulungan
trokhanter selain tambahan bantal dibawah panggulnya. Mencegah hiperekstensi dari lutut dan
oklusi arteri popliteal yang disebabkan oleh tekanan dari berat badan. Gulungan trokhanter
mencegah eksternal rotasi dari pinggul.
9. Topang telapak kaki dengan menggunakan footboart. Mencegah plantar fleksi.
10. Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan, bila klien memiliki kelemahan
pada kedua lengan tersebut. Mencegah dislokasi bahu kebawah karena tarikan gravitasi dari
lengan yang tidak disangga, meningkatkan sirkulasi dengan mencegah pengumpulan darah
dalam vena, menurunkan edema pada lengan dan tangan, mencegah kontraktur fleksi
pergelangan tangan.
11. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
12. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

B. POSISI SIMS
Posisi sims atau disebut juga posisi semi pronasi adalah posisi dimana klien berbaring pada
posisi pertengahan antara posisi lateral dan posisi pronasi. Posisi ini lengan bawah ada di
belakang tubuh klien, sementara lengan atas didepan tubuh klien. Dengan tujuan:
1. Untuk memfasilitasi drainase dari mulut klien yang tidak sadar.
2. Mengurangi penekanan pada sakrum dan trokhanter besar pada klien yang mengalami
paralisis
3. Untuk mempermudahkan pemeriksaan dan perawatan pada area perineal
4. Untuk tindakan pemberian enema

PROSEDUR KERJA
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi
mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur. Menyiapkan klien untuk posisi
yang tepat.
3. Gulungkan klien hingga pada posisi setengah telungkup, bagian berbaring pada abdomen
4. Letakkan bantal dibawah kepala klien. Mempertahankan kelurusan yang tepat dan mencegah
fleksi lateral leher.
5. Atur posisi bahu sehingga bahu dan siku fleksi
6. Letakkan bantal dibawah lengan klien yang fleksi. Bantal harus melebihi dari tangan sampai
sikunya. Mencegah rotasi internal bahu.
7. Letakkan bantal dibawah tungkai yang fleksi, dengan menyangga tungkai setinggi pinggul.
Mencegah rotasi interna pinggul dan adduksi tungkai. Mencegah tekanan pada lutut dan
pergelangan kaki pada kasur.
8. Letakkan support device (kantung pasir) dibawah telapak kaki klien. Mempertahankan kaki
pada posisi dorso fleksi. Menurunkan resiko foot-drop.
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
10. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

C. POSISI TRENDELENBURG
Posisi pasien berbaring ditempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki.
Dengan tujuan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.

D. POSISI DORSAL RECUMBENT


Posisi berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau direnggangkan) di atas tempat
tidur. Dengan tujuan untuk merawat dan memeriksa genetalia serta proses persalinan.

E. POSISI LITOTOMI
Posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut.
Dengan tujuan untuk memeriksa genetalia pada proses persalinan dan memasang alat
kontrasepsi.

F. POSISI GENU PECTORAL


Posisis genu pectoral merupakan posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur. Dengan tujuan untuk memeriksa daerah rectum dan
sigmoid.
G. POSISI TERLENTANG (SUPINASI)
Posisi terlentang adalah posisi dimana klien berbaring terlentang dengan kepala dan bahu sedikit
elevasi menggunakan bantal. Dengan tujuan:
a. Untuk klien post operasi dengan menggunakan anastesi spinal.
b. Untuk mengatasi masalah yang timbul akibat pemberian posisi pronasi yang tidak tepat.
PROSEDUR KERJA
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi
mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur. Menyiapkan klien untuk posisi
yang tepat.
3. Letakkan bantal dibawah kepala, leher dan bahu klien. Mempertahankan body alignment yang
benar dan mencegah kontraktur fleksi pada vertebra cervical.
4. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal, jika ada celah disana. Bantal
akan menyangga kurva lumbal dan mencegah terjadinya fleksi lumbal.
5. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan landasan yang lebar,
lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan dari adanya hiperektensi lutut dan tekanan
pada tumit.
6. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan footboard. Mempertahankan telapak kaki
dorsofleksi, mengurangi resiko foot-droop.
7. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralise pada ekstremitas atas, maka elevasikan tangan
dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal. Posisi ini mencegah
terjadinya edema dan memberikan kenyamanan. Bantal tidak diberikan pada lengan atas karena
dapat menyebabkan fleksi bahu.
8. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
9. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.

H. POSISI ORTHOPNEU
Posisi orthopneu merupakan adaptasi dari posisi fowler tinggi dimana klien duduk di bed atau
pada tepi bed dengan meja yang menyilang diatas bed. Dengan tujuan:
a. Untuk membantu mengatasi masalah pernafasan dengan memberikan ekspansi dada yang
maksimal
b. Membantu klien yang mengalami masalah ekhalasi
PROSEDUR KERJA
a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi
mikroorganisme.
b. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah klien merosot
kebawah saat kepala dinaikkan.
c. Naikkan kepala bed 90
d. Letakkan bantal kecil diatas meja yang menyilang diatas bed.
e. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan landasan yang lebar,
lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat dari adanya hiperekstensi lulut dan
tekanan pada tumit.
f. Pastikan tidak ada tekanan pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi. Mencegah
terjadinya kerusakan pada persyarafan dan dinding vena. Fleksi lutut membantu klien supaya
tidak melorot kebawah.
g. Letakkan gulungan handuk dibawah masing-masing paha. Mencegah eksternal rotasi pada
pinggul.
h. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan footboard. Mencegah plantar fleksi.
i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

I. POSISI PRONASI (TELUNGKUP)


Posisi pronasi adalah posisi dimana klien berbaring diatas abdomen dengan kepala menoleh
kesamping. Dengan tujuan:
1. Memberikan ekstensi penuh pada persendian pinggul dan lutut.
2. Mencegah fleksi kontraktur dari persendian pinggul dan lutut.
3. Memberikan drainase pada mulut sehingga berguna bagi klien post operasi mulut atau
tenggorokan.
PROSEDUR KERJA
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi
mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar di tempat tidur. Menyiapkan klien untuk posisi yang
tepat.
3. Gulingkan klien dengan lengan diposisikan dekat dengan tubuhnya dengan siku lurus dan
tangan diatas pahanya. Posisikan tengkurap ditengah tempat tidur yang datar. Memberikan posisi
pada klien sehingga kelurusan tubuh dapat dipertahankan.
4. Putar kepala klien ke salah satu sisi dan sokong dengan bantal. Bila banyak drainase dari
mulut, mungkin pemberian bantal dikontra indikasikan. Menurunkan fleksi atau hiperektensi
vertebra cervical.
5. Letakkan bantal kecil dibawah abdomen pada area antara diafragma (atau payudara pada
wanita) dan illiac crest. Hal ini mengurangi tekanan pada payudara pada beberapa klien wanita,
menurunkan hiperekstensi vertebra lumbal, dan memperbaiki pernafasan dengan menurunkan
tekanan diafragma karena kasur.
6. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai lutut sampai dengan tumit. Mengurangi plantar fleksi,
memberikan fleksi lutut sehingga memberikan kenyamanan dan mencegah tekanan yang
berlebihan pada patella.
7. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralisa pada ekstremitas atas, maka elevasikan tangan
dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal. Posisi ini akan mencegah
terjadinya edema dan memberikan kenyamanan serta mencegah tekanan yang berlebihan pada
patella.
8. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralisa pada ekstremitas atas, maka elevasikan tangan
dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal. Posisi ini akan mencegah
terjadinya edema dan memberikan kenyamanan. Bantal tidak diletakkan dibawah lengan atas
karena dapat menyebabkan terjadinya fleksi bahu.
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
10. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

J. POSISI LATERAL (SIDE LYING)


Posisi lateral adalah posisi dimana klien berbaring diatas salah satu sisi bagian tubuh dengan
kepala menoleh kesamping.Dengan tujuan:
a. Mengurangi lordosis dan meningkatkan aligment punggung yang baik
b. Baik untuk posisi tidur dan istirahat
c. Membantu menghilangkan tekanan pada sakrum dan tumit.
PROSEDUR KERJA
a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi
mikroorganisme.
b. Baringkan klien terlentang ditengah tempat tidur. Memberikan kemudahan akses bagi klien
dan menghilangkan pengubahan posisi klien tanpa melawan gaya gravitasi.
c. Gulingkan klien hingga pada posisi miring. Menyiapkan klien untuk posisi yang tepat
d. Letakkan bantal dibawah kepala dan leher klien. Mempertahankan body aligment, mencegah
fleksi lateral dan ketidaknyamanan pada otot-otot leher.
e. Fleksikan bahu bawah dan posisikan ke depan sehingga tubuh tidak menopang pada bahu
tersebut. Mencegah berat badan klien tertahan langsung pada sendi bahu.
f. Letakkan bantal dibawah lengan atas. Mencegah internal rotasi dan adduksi dari bahu serta
penekanan pada dada.
g. Letakkan bantal dibawah paha dan kaki atas sehingga ekstremitas berfungsi secara paralel
dengan permukaan bed. Mencegah internal rotasi dari paha dan adduksi kaki. Mencegah
penekanan secara langsung dari kaki atas terhadap kaki bawah.
h. Letakkan bantal, guling dibelakang punggung klien untuk menstabilkan posisi. Memperlancar
kesejajaran vertebra. Juga menjaga klien dari terguling ke belakang dan mencegah rotasi tulang
belakang.
i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

1.8 Latihan Rentang Gerak (Rom)


Kerusakan mobilasasi, fisik berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tenang tehnik-tehnik
meningkatkan fungsi ekstremitas bawah dan atas.
Batasan karakteristik :
1. Mampu untuk bergerak untuk maksud tertentu dalam lingkunganya seperti mobilisasi ditempat
tidur, ambulasi.
2. Keterbatasan menggerakkna sendi-sendi
3. Adanya keterbatasan aktivitas
4. Malas untuk bergerak.

Rencana intervensi
1. Kaji faktor penyebab (trama, prosedur pembedahan, penyakit-penyakit yang menimbulkan
kecacatan.
2. Tingkatkan gerakan dan mobilitas secara optimal

A. Meningkatkan mobilisasi ekstremitas.


1. Ajarkan latihan rentang gerak (ROM) frekuensi tergantung kondisi individu.
2. Pada ekstremitas sehat minmal 4 kali/hari jika mungkin.
a) Lakukan ROM pasif pada ekstremitas yang sakit sehingga lakukan secara berlahan untuk
mencegah terjafinya regangan pada sendi.
b) Selama latihan perhatikan toleransi nyeri.
c) Untuk ROM pasif posisi telentang paling efektif. Bila mampu secara aktif dapat dilakukan
dengan duduk.
d) Lakukan setiap hari dan coba menggabungkan dengan aktvitas lain.
3. Topang ekstremitas untuk mencegah atau mengurangi bengkak.
4. Obati nyeri jika diperlukan, khususnya sebelu aktivitas.
5. Gunakan kompres dingin untuk mengurangi nyeri, peradangan dan bengkak.
6. Motivasi klien untuk melakukan latihan bagi sendi.

Tujuan ROM
1. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot
2. Memelihara mobilitas persendian
3. Merangsang sirkulasi darah
4. Mencegah ke lainan bentuk
Prinsip Dasar Latihan ROM
1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien
3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien,
diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian
yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah di lakukan.
Manfaat ROM
1. Meningkatkan mobilisasi sendi
2. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
3. Meningkatkan massa otot
4. Mengurangi kehilangan tulang
5. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan
6. Mengkaji tulang sendi, otot
7. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
8. Memperlancar sirkulasi darah
9 Memperbaiki tonus otot

B. Latihan ROM Pasifdan Aktif


1. Freksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan lengan.
c. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang pergelangan tangan
pasien.
d. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
e. Catat perubahan yang terjadi

2. Fleksi dan Ekstensi Siku


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapakmengarah ke tubuhnya.
c. Letakan tangan diatas siku pasien dan pegang tangannyadengan tangan lainnya.
d. Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.
e. Catat perubahan yangterjadi
3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.
c. Letakan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien dengan
tangan yang lain.
d. Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.
e. Kembalikan ke posisi semula.
f. Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke arahnya.
g. Kembalikan ke posisi semula.
h. Catat perubahan yang terjadi.
4. Pronasi Fleksi Bahu
a. Jelaskan prosedur yang akan dilindungi
b. Atur posisi tangan pasien diisi tubuhnya.
c. Letakan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya.
d. Angkat lengan pasien pada posisi semula.
e. Catat perubahan yang terjadi.
5. Abduksi dan Adduksi
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan pasien disamping badannya.
c. Letakan satu tangan perawat diatas sikupasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya.
d. Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat.
e. Kembalikan ke posisi semula.
f. Catat perubahan yang terjadi.

6. Rotasi Bahu
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisilengan pasien menjauhi tubuh dengansiku menekuk
c. Letakan satu tangan perawat dilengan atas pasien dekat sikudan pegang tangan pasien dengan
tangan yang lain.
d. Gerakan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan ke bawah.
e. Kembalikan lengan ke posisi semula.
f. Gerakan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke atas.
g. Kembalikan lengan ke posisi semula.
h. Catat perubahan yang terjadi.
7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan lain memegang kaki.
c. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
d. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang
e. Kembalikan ke posisi semula
f. Catat perubahan yang terjadi
8.Infersi dan Efersi Kaki
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Pegang separuh bagian atas kaki pasien. Dengan satu jari, pegang pergelangan kaki dengan
tangan satunya.
d. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kakik menghadap kaki lainnya.
e. Kembalikan ke posisi semula.
f. Putar kaki keluar sehuingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
g. Kembalikan ke posisi semula.
h. Catat perubahan yang terjadi
9. Fleksi dan Ekstensi pergelangan kaki
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Letakan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain diatas
pergelangan kaki dan relax
c. Tekuk pergelangan kaki. Arahkan jari-jari kaki ke arah pasien.
d. Kembalikan ke posisi semula.
e. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
f. Catat perubahan yang terjadi.

10. Fleksi dan Ekstensi Lutut


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Letakan satu tangan dibawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang lain.
c. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
d. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
e. Kebawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas.
f. Kembalikan ke posisi semula.
g. Catat perubahan yang terjadi.
11. Rotasi Pangkal Paha
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Tekan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain diatas lutut.
c. Putar kaki menjauhi perawat
d.Putar kaki ke arah perawat.
e. Kembalikan ke posisi semula
f. Catat perubahan yang terjadi
12. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Letakan satu tangan perawat dibawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit.
c. Jaga posisi pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8cm daritempat tidur, gerakan kaki
menjauhi badan pasien.
d. Gerakan kaki mendekati badan pasien.
e. Kembalikan ke posisi semula.
f. Catat perubahan yang terjadi

C. Posisikan klien pada posisi fisiologis untuk mencegah komplikasi.


1. Gunakan papan kaki
2. Hindari duduk atau berbaring dalam posisi sama pada waktu yang lama
3. Ubah posisi setiap 2 – 4 jam
4. Gunakan bantal kecil /tidak sama sekali bila klien dalam posisi semi fowler.
5. Pertahankan posisi tubuh yang benar bila menggunakan alat-alat mekanik.

TRAKSI
1. Kaji posisi yang benar antara traksi dan tulang.
2. Observasi jumlah beban dan posisi yang benar.
3. Biarkan beban tergantung dengan bebas (tanpa selimut atau sprei).
4. Kaji perubahan sirkulasi : periksa kualitas nadi, suhu kulit, warna ekstremitas, dan CR (bak
bila < 2 detik)
5. Kaji adanya perubahan sirkulasi (kesemutan, nyeri, rasa mati)
6. Kaji adanya perubahan mobilisasi (kemampuan untuk fleksi, ekstensi)
7. Kaji tanda iritasi kulit ( kemerahan, lecet, pucat)
8. Kaji daerah pen skeletal traksi dari kelonggaran, peradangan, ulserasi, dan pengeluaran cairan.
9. Bersihkan tempat penusukan pen.

GIPS
1. Kaji ketepatan balutan (jangan terlalu longgar dan kencang).
2. Kaji sirkulasi daerah yang terbalut setiap 2 jam sekali. (warna dan suhu kulit, kualitas nadi,
CR).
3. Kaji perubahan sensasi pada ekstremitas setiap 2 jam (kesemutan, nyeri) gerakan sendi.
4. Kaji adanya iritasi kulit (kemerahan, ulserasi, atau keluhan nyeri pada balutan)
5. Hindari adanay benda yang tajam masuk dalam balutan.

1.9 Latihan Gerak Ambulasi


A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada masalah mekaika tubuh dan ambulasi, antara lain menilai adanya
kemampuan dan keterbatasan dalam bergerak dengan cara bangkit dari posisi berbaring ke posisi
duduk, kemudian bangkit dari kursi ke posisi berdiri, atau perubahan posisi. Selanjutnya, menilai
adanya kelainan dalam mekanika tubuh pada saat duduk, beraktivitas atau saat pasien mengalami
bergerakan serta pengkajian terhadap status ambulasinya. Kemudian, menilai gaya berjalan
pasien, ayunan lengan atas, kaki ikut siap pada saat ayunan atau tidak, langkah jatuh jauh dari
garis gravitasi atau tidak serta berjalan apakah diawali dan diakhiri dengan mudah atau tidak.

B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat terjadi pada masalah mekanika tubuh dan ambulasi, antara
lain :
1). Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kelemahan akibat spasme
muskuloskeletal pada ekstremitas, nyeri akibat peradangan sendi, atau penggunaan alat bantu
dalam waktu lama.
2). Resiko cedera berhubungan dengan adanya paralisis, gaya berjalan tidak stabil, atau
penggunaan tongkat yang tidak benar.
3). Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik secara umum.

C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
1). Memperbaiki penggunaan mekanika tubuh pada saat melakukan aktivitas sehari-hari.
2). Memulihkan dan memperbaiki ambulasi
3). Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh
Perencanaan:
1). Terapi latihan: Mobilitas Sendi: pergerakan tubuh aktif atau pasif untuk mempertahankan
atau memperbaiki fleksibilitas sendi.
2). Penaturan Posisi: tempatkan pasien yang sesuai untuk meningkatkan kenyamanan,
meningkatkan integritas kulit, dan mendukung kemandirian.
3). Berikan penguatan positif selama aktivitas
4). Dukung pasien / keluarga untuk memandang keterbatasan secara realistis.
5). Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas
6). Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri
7). Catat tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
8). Kolaborasi dengan dokter dan fisioterapi dalam katihan aktivitas
9). Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan aktivitas
10). Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet
11). Berikan pendidikan kesehatan tentang:
a) Perubahan gaya hidup untuk menyimpan energy
b) Penggunaan alat bantu pergerakan

D. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan


1) Latihan Ambulasi
a. Duduk di atas tempat tidur
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badannya dengan telapak tangan
menghadap ke bawah
c) Berdirilah di samping tempat tidur kemudian letakkan tangan pada bahu pasien.
d) Bantu pasien untuk duduk dan beri penopang / bantal.
b. Turun dan berdiri
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Atur kursi roda dalam posisi terkunci
c) Berdirilah menghadap pasien dengan kedua kaki merenggang
d) Fleksikan lutut dan pinggang Anda.
e) Anjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangannya di bahu Anda dan letakkan kedua tangan
Anda di samping kanan dan kiri pinggang pasien
f) Etika pasien melangkah ke lantai tahan lutut Anda pada lutut pasien
g) Bantu pasien tegak dan jalan sampai ke kursi
h) Bantu pasien duduk di kursi dan atur posisi agar nyaman
2) Cara Membantu Pasien ke Kursi Roda
a. Membantu berjalan dengan cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak tangan
Anda.
c) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien
d) Bantu pasien berjalan
b. Membantu Ambulasi dengan Memindahkan Pasien
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau tidak
boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard dengan cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Atur branchard dalam posisi terkunci
c) Bantu pasien dengan 2-3 perawat
d) Berdiri menghadap pasien
e) Silangkan tangan di depan dada
f) Tekuk lutut Anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
g) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher / bahu dan bawah pinggang, perawat
kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan panggul pasien, sedangkan perawat ketiga
meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
h) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
i) Atur posisi pasien di branchard (bangkar).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah mekanika
tubuh dan ambulasi adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam penggunaan mekanika tubuh
dengan baik, penggunaan alat bantu gerak, cara menggapai benda, naik dan turun, dan berjalan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai
tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995).
Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari
anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya
disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau
berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
B. Saran
Dalam mempelajari materi ini, harusnya mahasiswa dan pembaca pada umumnya dapat mencari
berbagai referensi agar isi tidak bersimpang siur materi agar sesuai dengan yang seharunsnya dan
BPKM.

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Tarwoto dan Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dasar Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien,
Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai