Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Apendisitis merupakan peradangan apendik vermivormis, dan merupakan
penyebab masalah abdomen yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih,
2010). Apendiksitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang terjadi. Insidensi pada pria dengan perbandingan 1,4 lebih
banyak dari pada wanita (Santacroce dalam Muttaqin, 2013). Apendisitis
ditemukan pada semua kalangan dalam rentang usia 21-30 tahun (Ajidah &
Haskas, 2014). Komplikasi apendisitis yang sering terjadi yaitu apendisitis
perforasi yang dapat menyebabkan perforasi atau abses sehingga diperlukan
tindakan pembedahan (Haryono, 2012). Prevalensi tindakan bedah di Amerika
Serikat tahun 2009 dari 27 juta orang yang menjalani operasi setiap pelayanan
kesehatan, pasien dengan infeksi pada daerah operasi abdomen akan menjalani
perawatan dua kali lebih lama di Rumah Sakit dari pada yang tidak mengalami
infeksi (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010).
Berdasarkan Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2009, tindakan bedah menempati urutan ke 11 dari 50 pertama
penyakit di Rumah Sakitse-Indonesia dengan persentase 12.8% yang
diperkirakan 32% diantaranya merupakan tidakan bedah laparatomi (Hajidah &
Haskas, 2014). Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan pada
tahun 2008 jumlah penderita apendiksitis mencapai 591.819, pada tahun 2009
sebesar 596.132 orang dan insiden ini menempati urutan tertinggi di antara kasus
kegawatan abdomen lainnya (Depkes RI, 2013). Penderita apendiksitis yang
dirawat di Rumah Sakit pada tahun 2013 sebanyak 3.236 orang dan pada tahun
2014 sebanyak 4.351 orang (Depkes RI, 2013). Kasus Apendisitis yang terjadi di
RS. St.Gabriel Kewapante pada tahun 2019 sebanyak 86 orang, tahun 2020
sebanyak 86 orang, sedangkan kasus Apendisitis pada tahun 2021 sebanyak 42
kasus.

1
Apendisitis merupakan salah satu penyebab untuk dilakukan operasi
kegawatdaruratan abdomen. Hal-hal yang berhubungan dengan perawatan klien
post operasi dan dilakukan segera setelah operasi diantaranya adalah dengan
melakukan latihan napas dalam, batuk efektif serta latihan mobilisasi dini
(Muttaqin, 2009). Lama hari rawat inap pasien-pasien dengan post apendiktomi
di Rumah Sakit sangatlah bervariasi. Hal tersebut bergantung pada jenis
apendisitisnya. Apabila apendiks tidak ruptur, lama hari rawat pasien 1-2 hari.
Namun jika terdapat perforasi maka dapat memperlama hari rawat menjadi 4-7
hari, terutama jika terjadi peritonitis (Sjamsuhidayat, 2011).
Faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat pasien post apendiktomi
salah satunya adalah kondisi kesehatan pasien. Perubahan kondisi kesehatan
dapat mempengaruhi sistem muskuloskeletal dan sistem saraf berupa penurunan
koordinasi. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh nyeri yang dialami akibat
luka operasinya (Kozier & Erb, 2010). Tindakan keperawatan yang dapat
mengurangi intensitas nyeri selain distraksi dan relaksasi yaitu dengan
melakukan mobilisasi dini. Penelitian yang dilakukan oleh Akhrita (2011),
menyebutkan bahwa klien post operasi yang melakukan mobilisasi dini memiliki
waktu penyembuhan yang lebih cepat dibandingkan klien yang tidak melakukan
mobilisasi dini. Menurut Potter & Perry (2010), pasien dengan post apendiktomi
biasanya merasakan nyeri yang mengakibatkan takut untuk bergerak.
Mobilisasi dini merupakan kegiatan yang penting pada periode post
operasi guna mengembalikan kemampuan ADL (Activity Daily Living) pasien.
Kurangnya mobilisasi dini dapat menimbulkan lamanya hari perawatan dari
pasien dengan laparatomi, selain itu kurangnya mobilisasi dini pada pasien pasca
operasi laparatomi dapat menimbulkan adanya infeksi (Jitowiyono &
Kristiyanasari, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari
(2015), menemukan bahwa ada pengaruh mobilisasi dini pada pasien pasca
apendiktomi terhadap kembalinya pemenuhan ADL (Activity Daily Living)
pasien pada 48 jam pertama dimana sebagian besar pada tingkat pemenuhan
ADL mandiri dengan persentase 40.0% dan di 72 jam sebagian besar telah
berada pada tingkat pemenuhan ADL (Activity Daily Living): toileting mandiri
dengan persentase 73.3% dikarenakan pada jam tersebut sebagian besar pasien

2
yang menjalani pembedahan sudah pulih dari pengaruh anestesi dan pasien
sudah melakukan tahapan mobilisasi dini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mobilisasi dini bermanfaat dalam
meningkatkan fungsi fisik pasien dan aman jika dilakukan sesuai dengan Standar
Operasi Prosedur (SOP) dan telah terbukti dapat mengurangi length of stay di
Rumah Sakitselama 3 hari. Menurut penelitian Pristahayuningtyas (2016),
terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap perubahan tingkat nyeri klien post
operassi apendiktomi. Latihan mobilisasi dini dapat memusatkan perhatian klien
pada gerakan yang dilakukan. Pergerakan fisik bisa dilakukan di atas tempat
tidur dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau diluruskan,
mengontraksikan otot-otot dalam keadaan statis maupun dinamis termasuk juga
menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mengangkat masalah
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Apendektomi di ruangan
instalasi Bedah Sentral, RS. St. Gabriel Kewapante”
1. Bagaimana melaksanakan pengkajian secara sistematik pada pasien post
operasi Apendektomi?
2. Bagaimana menentukan diagnosa keperawatan pada pasein post
Apendektomi?
3. Bagaimana menentukan tindakan keperawatan pada pasien post operasi
Apendektomi?
4. Bagaimana melaksanakan tindakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan
rencana keperawatan pada pasien dengan diagnosa keperawatan pasien Post
Apendektomi?
5. Bagaimana melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan pada
Asuhan Keperawatan pasien post Apendektomi?

3
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Khusus
Setelah melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien post Apendektomi,
penulis dapat menerapkan Asuhan Keperawatan secara komprehensif sesuai
standar Asuhan Keperawatan.
2. Tujuan Umum
a. Dapat melaksanakan pengkajian secara sistematik pada pasien post operasi
Apendektomi.
b. Dapat menentukan diagnosa keperawatan pada pasein post Apendektomi
c. Dapat menentukan tindakan keperawatan pada pasien post Apendektomi
d. Dapat melaksanakan tindakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan rencana
keperawatan pada pasien dengan diagnosa keperawatan pada pasien post
Apendektomi.
e. Dapat melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan pada
Asuhan Keperawatan pada pasien post Apendektomi.

D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pemberian Asuhan
Keperawatan pada pasien post operasi Apendektomi
2. Bagi Masyarakat khusunya Pasien dan Keluarga
Untuk mengetahui cara mengatasi terjadinya masalah pada pasien post
Apendektomi
3. Bagi Rumah Sakit
Adapun manfaat bagi institusi adalah sebagai bahan bacaan untuk
menentukan wawasan Asuhan Keperawatan ataupun reverensi dalam
pembelajaran di institusi

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Defenisi
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjang kira kira 10 cm
melekat pada sekum tepat dibawah katub ileosekal. Apendiks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum, karena pengosongan
tidak efektif dan sangat kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan
rentan terhadap infeksi (Smeltzer, 2002). Apendisitis akut adalah penyebab
paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan ronggga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umba
cacing (apendiks) (Wim de jong, 2005 dalam Nurarif, 2015). Apendisitis
adalah inflamasi saluran usus yang tersembunyi dan kecil yang berukuran
sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sekum (Rosdahl dan Mary T. Kowalski,
2015). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah
parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang
ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum
(Cecum).
2. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi dan fisiologi apendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial
(organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.

5
a. Letak Apendiks
Apendiks terletak di ujung sakrum kira kira 2 cm dibawah anterior ileo
caekum, bermuara dibagian posterior dan medial dari saekum. Secara
klinik Apendiks terletak pada daerah Mc Burnei yaitu daerah 1/3 tenga
garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
b. Ukuran dan isi Apendiks
Panjang Apendiks rata rata 6-9 cm. Lebar 0,3-0,7 cm, isi 0,1 cc, cairan
bersifat basah mengandung amilase dan musin.
c. Posisi Apendiks laterosekal: dilateral kolon asendens. Didaerah inguinal:
membelok kearah dinding abdomen, pelvis minor.
3. Etiologi
Terjadinya Apendisitis akut umunya disebabkan oleh infeksi bakteri.
Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini.
Diantaranya Obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks, obstruksi pada
lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang
keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoit, penyakit cacing, parasit, benda
asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur.
Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah
fekalit dan hiperplasia jaringan limfoit (Irga, 2007)
4. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni:
a. Apendisitis Akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi tanda
setempat. Gejala apendiks aku antara lain nyeri samar dan tumpul
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium dan disekitar umbilikus.
keluhan ini dikenal dengan rasa mual muntah dan penurunan nafsu makan.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Pada titik
ini nyeri dirasakan menjadi lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat (Hidayat 2005 dalam Mardalena, Ida
2017).

6
b. Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis baru bisa ditegakan apabila ditemukan tiga hal
yaitu pertama pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah
abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternatif diagnosa lain.
Kedua, setelah dilakukan apendectomy gejala yang dialami pasien akan
hilang. Ketiga, secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari
inflamasi kronis yanga aktif atau fibrosis pada apendiks (Santacroce dan
Craing 2006 dalam Mardalena, Ida 2017).
c. Apendisitis purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebakan aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikrorganisme yang ada di usus besar berinvasi kedalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram
kerena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada Apendiks dan mesoapendiksterjadi
edema, hiperemia, dan didalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas dan dititik MC. Burney, defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dangan tanda tanda peritonitis umum.
d. Tumor Apendiks (Adebokrsinoma apendiks)
Penyakit ini jarang ditemukan, ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendsitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibandingkan hanya apendektomi.
e. Karsinoid Apendiks
ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosa prabedah , tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patoligis atas spesimen apendiks. Sindrom korsinoid berupa rangsangan
kemerahan pada muka, sesak napas karena spasme bronkus dan diare.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastase sehingga diperluakan operasi.

7
5. Patofisiologi
Apendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoit, fekalit, benda asing, striktur karena akibat
peradangan sebelum atau neoplasma obstruksi menyebabkan mukus yang di
produksi mukosa mengalami pembendungan. Semakin lama mukus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema. Diaforesis bakteri dan userasi mukosa pada saat inilah terjadi
apendisitis akut yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Sekresi mukus tersebut berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri
akan menembus dinding apendiks, peradangan yang timbul meluas mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah,
keadaan ini di sebut dengan apendisitis akut. Aliran arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren stadium ini
disebut dengan apendisitis gengrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini
pecah akan terjadi apendisitis perforasi. Semua proses diatas berjalan lambat,
omentum dan usus yang berdekatan akan tergerak karena apendiks hingga
timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrat apendikularis, peradangan
apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (Mansjoer, 2003).
6. Manifestasi Klinik
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari:
a. Nyeri kuadran kanan bawah, sifat nyeri tekan lokal pada titik Mc.Burney.
b. Demam ringan.
c. Mual dan kadang muntah.
d. Spasme otot abdomen, tungkai sulit untuk diluruskan.
e. Konstipasi atau diare (Bruner dan Sudarth, 1997).

8
Nama Pemeriksaan Tanda dan Gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakuam palpasi dengan
tekanan pada kuadran kiri bawah dan
timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan.
Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul.
Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium
atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk.
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
lembut pada korda spermatic kanan.
Kocher (kosher) sign Nyeri awalnya pada daeah epigastrium atau
sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadaran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein) sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kanan bawah saat pasien dibaringkan pada
sisi kiri.
Aure-Rozanova’s sign Bertambah nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shectkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palspasi
pada kuadran kanan bawah kemudian
dilepaskan tiba tib.

9
Pathway
Fekalit, tumor, benda asing, pembengkakan usus, hiperplasia folikel limfoit

↓ ↓

Obstruksi pada lumen



Terhambatnya pengeluaran mucus pada lumen apendiks


mukosa mengalami pembendungan


Peningkatan tekanan intralumen

Edema dan ulserasi mukosa


APENDISITIS AKUT

APENDEKTOMI

↓ ↓ ↓ ↓
Putusnya kontinuitas jaringan Efek anastesi Mekanisme
Luka insisi operasi
koping
↓ ↓ ↓ inefektif

Merangsang hipotalamus Jalan masuknya Merangsang


(Pelepasan mediator kimia kuman gastrointestinal
prostaglandin, bradikinin) Cemas berlebihan
↓ ↓ ↓
Rangsangan saraf reseptor Resiko Infeksi penurunan
peristaltik usus
Ansietas
↓ ↓
Respon nyeri perifer dan viseral mual muntah

↓ ↓
↓ anoreksia


Nyeri ↓
asupan nutrisi inadekuat Nutrisi Kurang
dari Kebutuhan

10
7. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada Apendisitis menurut zmeltzer dan Bare (2009),
yaitu:
a. Perforasi
Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan
letak usus halus. Perforasi70% terjadi pada kasus dengan peningkatan suhu
39,5ºc tampak toksis, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat
akibat perforasi dan pembentukan abses.
b. Peritonitis
Peritonitis yaitu infeksi pada sistem venaa porta ditandai dengan panas
tinggi 39ºc - 40ºc, menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang jarang
terjadi.
8. Pemeriksaan Diagnostig
Pemeriksaan penunjang apendisitis (Wijaya dan Putri 92013), yaitu:
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan ini Leukosit meningkat rentang 10.000-18.000/m2,
kemudian neuktrofil meningkat 75% dan WBC meningkat sampai 20.000
mungkin di indikasi terjadi perforasi (Jumlah sel darah merah meningkat).
b. Radiologi
Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon menunjukan adanya batu
feses pada katub. Kemudian pada pemeriksaan barium enema;
menunjukan apendiks terisi barium hanya sebagian.
9. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan apendisitis dibagi menjadi 3 (Brunert and Sudarth,
2010) yaitu:
a. Sebelum Operasi
1) Observasi
Dalam 8- 2 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat
karena tanda dan gejala apendiks belum jelas. Pasien diminta tirah
baring dan dipuasakan. Diagnosis dapat ditegakan dengan loaksi nyeri
pada kuadran kanan bawah setelah timbulnya keluhan.

11
2) Antibotik
Apendiksitis gangrenosa atau apendiksitis perforasi memerlukan
antibiotik kecuali apendiksitis tanpa komplikasi.
b. Operasi
Operasi atau pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu Apendiktomi.
Apendiktomi harus segera dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum dengan
pembedahan abdomen bawah atau dengan laparaskopi. Laparaskopi
merupakan metode tertentu yang sangat efektif (Brunnert and Sudarth,
2020).
c. Sesudah Operasi
Dilakukan observasi TTV untuk mengetahui terjadinya pendarahan
didalam, hipertermi, syok, atau gangguan pernapasan. Baringkan klien
dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan, selama itu klien dipuasakan sampai fungsi usus kembali
normal. Satu hari setelah dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak
di tempat tidur selama 2x30 menit, hari ke dua dapat dianjurkan untuk
duduk di luar kamar tidur atau klien boleh jalan jalan (Mansjoer, 2010).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Menurut Nikmatur dan Saiful, 2016, identitas atau biodata pasien terdiri
dari: Nama, umur, jenis kelamin, susku atau bangsa, status perkawinan,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, No.RM dan penanggung jawab.
b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
Gejala atau keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri perut
kanan bawah.

12
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan nyeri perut kanan
bawah sampai dibawah ke Rumah sakit.
3) Riwayat Penyakit Masa Lalu
Mengkaji informasi tentang riwayat paenyakit yang diderita klien yang
berhubungan dengan peyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat
dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji riwayat kesehatan keluarga dan dihubungkan dengan
kemungkinan adanya penyakit keturunan, kecenderungan alergi, dalam
satu keluarga dan penyakit yang menular akibat kontak langsung maupu
tidak langsung antara anggota keluarga.
5) Keadaan Lingkungan
Mengkaji hubungan klien dengan lingkungan disekitarnya.
c. Pemeriksaan Fisik Keperawatan
1) Keadaan Umum
Tingkat kesadaran (Penampilan umum: lemah, sakit ringan, sakit berat,
gelisah dam rewel), TTV (tensi, nadi, suhu dan RR).
2) Pengkajian Data Dasar
Data yang diperoleh dalam kasus Apendisitis akut menurut Doenges
(Doenges 2000) adalah sebagai berikut:
a) Aktivitas atau istirahat
pasien dapat istirahat tergantung bagaimana toleransi klien terhadap
nyeri yang dirasakannya.
b) Sirkulasi
Tanda: Takkardia
c) Eliminasi
Gejala: Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang).
Tanda: Distensi abdomen, nyeri tekan, kekuan: penurunan atau tidak
ada bising usus.
d) Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksi (mual muntah).

13
e) Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrium umbilikus yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setenga
jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba tiba
diduga perforasi atau infarkpada apendiks)
f. Tanda: perilaku berhati hati,saat berbaring kesamping atau telentang
dengan lutut ditekuk . Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak, nyeri lepas pada
sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
g. Pernapasan
Tanda: Takipnea, pernapasan dangkal.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
b. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka insisi.
c. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya asupan makanan yang adekuat.
d. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang tindakan yang akan
dilakukan.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosa dan prioritas
masalah keperawatan.
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi).
Ditandai dengan: pernapasan tachipnhea, sirkulasi tacicardiak, sakit
didaerah epigastrium menjalar kedaerah Mc burnei, gelisah, klien
mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan: rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria pernafasan normal dengan
sirkulasi normal.

14
Intervensi:
1) Kaji tingakat nyeri, lokasi dan karakteristik nyeri.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan
indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
2) Anjurkan pernafasan dalam.
Rasional: pernafasan yang dalam dapat menghirup Oksigen secara
adekuat sehingga otot otot menjadi relaksasi.
3) Beri analgetik
Rasional: sebagai profilaksis untuk menghilangkan rasa nyeri (apabila
sudah mengetahui gejala pasti).
b. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka insisi.
Ditandai dengan: suhu tubuh diatas normal, frekuensi pernapasan
meningkat, distensi abdomen, nyeri tekan daerah titik mc.burney leuco >
10.000/mm3.
Tujuan: tidak akan terjadi infeksi.
Kriteria hasil: tidak ada tanda tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas,
kemerahan).
Intervensi:
1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada area insisi
Rasional: dugaan adanya infeksi
2) Monitor Tanda-tanda Vital, perhatikan demam, menggigil, berekringat,
perubahan mental.
Rasional: dengan adanya infeksi dapat terjadi abses, sepsis, dan
peritonitis.
3) Lakukan teknik aseptik yang ketat pada perawatan luka insisi atau
terbuka, bersihkan dengan betadin, termasuk cuci tangan yang efektif.
Rasional: mencegah transmisi penyakit ke organ lain dan mencegah
meluasnya penyebaran oganisme infektif dan kontaminasi silang.
4) Kolaborasi tim medis dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Terapi diuntukan pada bakteri anaerob dan hasil aerob
pranegatif.

15
c. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya asupan makanan yang adekuat.
Ditandai dengan: pasien mengeluh mual, muntah, tidak nafsu makan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan maka diharapkan
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi :
1) Observasi mual muntah.
Rasional: mengetahui keadaan pasien.
2) Mengkaji makanan kesukaan pasien.
Rasional: meningkatkan selera makan pasien.
3) Menganjurkan makan porsi sedikit tapi sering.
Rasional: menjaga terpenuhinya asupan makanan pada tubuh.
4) Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan cara
memenuhinya
Rasional: Mengetahui pentingnya kebutuhan nutrisi untuk tubuh.
5) Kolaborasi dengan ahli Gizi
Rasional: Mremenuhi kebutuhan nutrisi pada klien.
d. Ansietas berhubungan dengan akan diadakan tindakan operasi.
Ditandai dengan: wajah klien gelisah, murung dan menolak tindakan yang
akan dilakukan.
Tujuan: kecemasan klien berkurang dan klien tampak rileks.
Intervensi:
1) Evaluasi tingkat ansietas, catat keluhan verbal dan non verbal pasien.
Rasional: ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, penting pada
prosedur diagnosis dan pembedahan.
2) Jelaskan dan persiapkan klien untuk tindakan sebelum pembedahan.
Rasional: dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan
tersebut melibatkan pembedahan.
3) Anjurkan kelurarga untuk mendampingi klien
Rasional: Mengurangi kecemasan.

16
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai
hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan
yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik
secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada
pelaksanan ini perwat melakukan fungsinya secara independen interdependen
dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang
diprakarsi oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan
keterampilan yang dimilikinya. Pada fungsi interdependen adalah dimana
fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi /disiplin ilmu
yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan.
Sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat
berdasarkan atas pesan orang lain.
5. Evaluasi
Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang
telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan
pertanyaan sebagai berikut: Apakah klien dapat mempertahankan
keseimbangan cairan dalam tubuh? Apakah klien terhindar dari bahaya
infeksi? Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi? Apakah klien sudah mendapat
informasi tentang perawatan dan pengobatannya?

17
BAB III
TINJAUAN KASUS NYATA

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Ny. M.S.H
Umur : 23 tahun
Suku/Bangsa : Indonesia
Agama : Katolik
Alamat : Habiheret
Pendidikan : Mahasiswa
Tgl MRS : 08 agustus 2021
Tgl pengkjian : 09 agustus 2021
2. Penanggungjawab
Nama : Ny. I.H
Umur : 45 thn
Suku/ Bangsa : Indonesia
Alamat : Habiheret
3. Keluhan Utama : Nyeri pada tempat operasi
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien baru masuk IGD dengan keluhan utama nyeri perut kanan
bawah. Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah dirasakan _+ 2 hari,
sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri yang dirasakan hilang timbul dan
seperti ditusuk tusuk, pasien juga mengeluh mual dan nyeri ulu hati. Pasien
langsung dibawah ke RS.St.Gabriel Kewapante pada hari minggu tanggal 8-
8-2021 pukul 19.30, hasil pemeriksaan fisik di IGD oleh dokter jaga IGD
pasien di Diagnosa Apendisitis akut, pasien mendapatkan terapi injeksi
Ketorolak 1 ampul/iv, guna mendapatkan perawatan lebih lanjut oleh
Dokter jaga IGD disarankan untuk opname diruang yosefa untuk dilakukan
tindakan operasi pada tanggal 09-08-2021. Pada saat pengkajian klien
mengeluh nyeri pada tempat operasi, kualitas nyeri sedang (4-6), terutama

18
jika digerakan terasa panas seperti ditusuk-tusuk serta nyeri yang dirasakan
hilang timbul, tampak luka operasi yang di tutup perban dan luka tampak
kering.
b. Riwayat penyakit dahulu: Batuk pilek.
c. Riwayat penyakit keluarga: Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)
d. Riwayat alergi : Tidak ada.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Kesadaran composmentis, klien tampak sakit sedang, dan
tampak lemah.
Pemeriksaan Fisik:
Body Sistem
a. Sistem Pernapasan (B1: Breathing)
 Bentuk dada : Simetris
 Sekresi : Tidak ada
 Pola Napas : Vesikuler atau tidak menggunakan alat bantu.
 Sp02 : 96%
 Respirasi : 20 x menit
b. Sistem Cardiovaskuler (B2: Bleeding)
 Suara jantung : S1/S2 Normal atau Murni
 TD : 100/70 mmHg
 Nadi : 94x/menit
c. Sistem Persarafan (B3: Brain)
 Kesadaran : Composmentis, GCS E:4 V:5 M:6
 Pupil : Isokor, reaksi cahaya (+) dan normal.
 Persepsi Sensorik : Tidak ada kelainan.
d. Sistem Perkemihan (B4: Bladder)
 Produksi Urin : (kurang lebih 1500-2000 ml/24 jam.
 Frekuensi : 3-4 kali perhari
 Warna : Kuning
e. Sistem Pencernaan Eliminasi (B5: Bowel)
 Abdomen: Bising usus belum ada, distensi(-), nyeri tekan (+), luka(+)

19
f. Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone)
 Kemampuan pergerakan sendi: Baik
 Ekstremitas: baik
 Tulang belakang: tidak ada kelainan
 Kulit: Turgor kulit baik, akral hangat, dan pigmentasi kulit baik.
6. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
1) Keadaan sebelum sakit
Jenis makanan : Nasi, sayur, ikan, pisang dan ubi.
Napsu makan : Baik
Frekuensi makan : 3 kali/hari
Porsi makan : 1 porsi (pasien puasa)
2) Keadaan saat sakit
Jenis makanan : Bubur (pasien puasa)
Napsu makan : Kurang
Frekuensi makan : 2 kali/hari
Porsi makan : ¼ porsi (pasien puasa)
b. Pola Eliminasi
1) Keadaan sebelum sakit
BAB: Frekuensi :1-2 kali/hari
Warna : Kuning kecoklatan
BAK: Frekuensi : 3-4 kali/hari
Warna : Kuning
Bau : Amoniak
2) Keadaan saat sakit
BAB: Frekuensi : 1 kali/hari
Konsistensi : encer
Warna : coklat
BAK: Frekuensi : 3-4 kali/hari
Warna : Kuning
Bau : Amoniak

20
c. Pola Aktifitas
1) Keadaan sebelum sakit
Semua aktifitas dilakukan secara mandiri
2) Keadaan saat sakit
Sebagian aktifitas dibantu, pasien masih dalam posisi bedres.
d. Pola Persepsi dan Kognitif
1) Keadaan sebelum sakit
Tidak ada masalah
2) Keadaan saat sakit
Klien selalu mengikuti apa yang dianjurkan perawat dan dokter.
e. Pola Persepsi dan Konsep Diri
1) Keadaan sebelum sakit
Tidak ada masalah
2) Keadaan saat sakit
Klien merasa cemas dengan penyakit yang dialami
f. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap stres
1) Keadaan sebelum sakit
Jika ada masalah klien selalu menceritakan bersama keluarga
2) Keadaan saat sakit
Klien nampak cemas dan selalu bertanya tentang keadaan penyakitnya.
g. Pola Nilai dan Kepercayaan
1) Keadaan sebelum sakit
Klien sering ke greja
2) Keadaan saat sakit
Klien hanya berdoa di rumah, dan mengikuti misa live streaming dari
pastoral care.
7. Psikosial
Sosial atau interaksi
Dukungan Keluarga: Baik
Reaksi saat interaksi: cukup kooperatif

21
8. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : tanggal 08 agustus 2021
HB : 12,6 gr/dl
HbsAg : Non Reaktif
Leukosit : 10.000 mg/dl
Eritrosit : 4.750.000mg/dl
Trombosit : 419.000 mg/dl
HCT/PCV : 35,3%
CT : 7, '08’
BT : 2, ‘0’
Gol. Darah :O
9. Terapi
Tanggal 9-8-2021
 Diet lunak atau bubur.
 Infus RL 20 tetes/menit
 Injeksi Antrain 3 x 1 gram/iv
 Injeksi Ceftriaxon 2 x 1 gram/iv
 Injeksi ketorolak 2x30 mg/iv

22
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah

S: Klien mengeluh nyeri pada luka Apendisitis Nyeri.


1.
operasi.

O: Klien tampak meringis
kesakitan, nyeri pada luka jahitan, Apendiktomi
jika klien bergerak, skala nyeri 4,

nyeri hilang timbul
Observasi Tanda-Tanda Vital: Terputusnya kontinuitas
 TD:100/70 mmHg. jaringan, pelepasan

 Suhu: 36,7 0c neurotransmiter penyebab

 Nadi: 94 kali/menit nyeri (bradikinin,

 RR: 20 kali/menit. histamin, ensim


proteolitik,dll)

Peningkatan eksitabilitas
reseptor nyeri

Respon nyeri perifer dan


viseral

Nyeri

23
S: Klien mengeluh panas dan Apendisitis Resiko
perih disekitar luka jahitan. infeksi
2. ↓
O: Tampak luka operasi yang
ditutup perban. Apendektomi
Observasi TTV:

TD:100/70 mmHg
Suhu: 36,7 0c, Luka insisi
Nadi: 94 kali/menit

RR: 20 kali/menit.
Observasi luka: kering Jalan masuknya kuman

Resiko Infeksi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi post Apendektomi yang ditandai
dengan: Klien mengeluh nyeri pada luka operasi, klien tampak meringis
kesakitan, Skala nyeri 4 TTV: TD:100/70 mmHg, Suhu: 36,7 0c, Nadi: 94
kali/menit, RR: 20 kali/menit.
2. Resiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invasi (Insisi post pembedahan)
ditandai dengan, klien mengeluh panas dan perih disekitar luka jahitan, tampak
luka operasi yang ditutup perban, Observasi TTV: TD:100/70 mmHg, Suhu: 36,7
0
c, Nadi: 94 kali/menit, RR: 20 kali/menit, observasi luka: kering

24
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

N Diagnosa Intervensi Keperawatan


Tujuan/Kriteria Hasil
O Keperawatan
Nyeri akut Nyeri teratasi atau 1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan
1.
berhubungan dengan hilanngSetelah karakteristik nyeri.
luka insisi post dilakukan tindakan R: berguna dalam pengawasan dan
Apendektomi yang keperawatan selama sasaran obat, kemajuan
ditandai dengan:Klien 2x8 jam, nyeri teratasi penyembuhan, dan indikasi untuk
mengeluh nyeri pada DenganKriteria Hasil: menentukan intervensi selanjutnya.
luka operasi, klien  klien tampak rileks 2. Monitor TTV
tampak meringis  TTV dalam batas R: deteksi dini terhadap
kesakitan, skala nyeri normal perkembangan kesehatan klien.
4 TTV: TD:100/70  skala nyeri 1-3 3. Anjurkan klien napas dalam/teknik
mmHg, Suhu: 36,7 0c, relaksasi.
Nadi: 94 kali/menit, R: napas dalam dapat menghirup
RR: 20 kali/menit. O2 secara adekuat sehingga otot
otot menjadi relaksasi dan dapat
mengurangi nyeri.
4. Kolaborasi untuk pemberian
analgetik
R: Sebagai profilaksis untuk
menghilangkan rasa nyeri (apabila
sudah mengetahui gejala pasti).

Resiko Infeksi Setelah Dilakukan 1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi


2.
berhubungan dengan Tindakan Keperawatan pada area insisi
tindakan invasi (Insisi 2x8 Jam, Resiko Infeksi Rasional: dugaan adanya infeksi
post pembedahan), Tidak terjadi . 2) Monitor Tanda-tanda Vital,
ditandai dengan, klien Dengan Kriteria Hasil: perhatikan demam, menggigil,
mengeluh panas dan  Keadaan luka bersih berkeringat, perubahan mental.

25
perih disekitar luka dan kering Rasional: dengan adanya infeksi
jahitan, tampak luka  Tidak ada tanda tanda dapat terjadi abses, sepsis, dan
operasi yang ditutup infeksi peritonitis.
perban, Observasi  Luka sembuh pada 3) Lakukan teknik aseptik yang ketat
TTV: TD:100/70 waktunya. pada perawatan luka insisi,
mmHg, Suhu: 36,7 0c, bersihkan dengan betadin,
Nadi: 94 kali/menit, termasuk cuci tangan yang efektif.
RR: 20 kali/menit, Rasional: mencegah transmisi
observasi luka: kering penyakit ke organ lain dan
mencegah meluasnya penyebaran
oganisme infektif dan kontaminasi
silang.
4) Kolaborasi tim medis dalam
pemberian antibiotik.
Rasional: Terapi diuntukan pada
bakteri anaerob dan hasil aerob
pranegatif.

26
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Hari/tgl Jam IMPLEMENTASI KEPERAWATAN EVALUASI

1 Senin, 09 14:30 1. Mengkaji tingkat nyeri, lokasi dan Senin, 09 Agustus 2021
agustus karakteristik nyeri. Jam: 20:30
2021 Hasilnya: Skala nyeri sedang (4)
S: Pasien mengatakan nyeri luka
2. Melayani inj. ketorolak 1 ampul/iv
15.00 3. Menganjurkan pasien mobilisasi operasi berkurang
miring kiri kanan O:
16:00 4. Memonitor Tanda-Tanda Vital pasien
 KU: Baik
Hasilnya: TD: 100/70 mmHg
Nadi: 94 x/menit  Kesadaran: Composmentis
Suhu: 36,70c  Klien tampak rileks
RR: 20 X/ menit  Observasi Luka: Kering
17.00 5. Mengajarkan klien napas  Observasi TTV: TD: 110/80
dalam/teknik relaksasi. Mmhg, Suhu: 36,40c, Respirasi:
Hasilnya: Klien mengikuti apa yang 20x/menit, Nadi:86x/menit.
diajarkan perawat. A:Masalah Nyeri teratasi sebagian
18.00
6. Melayani pasien diet minum sedikit- P: Intervensi dilanjutkan
sedikit
20.00 7. Melayani pasien makan diet bubur
lunak
8. Memonitor Tanda-Tanda Vital pasien
20:30
Hasilnya: TD: 100/70 mmHg, Nadi:
92 x/menit, Suhu: 36,0c, RR: 20 X/
menit
21:00
9. Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi
Hasilnya: pasien mendapatkan Inj.
Antrain 1 ampul/iv, Inj. Ceftriaxon 1
gram/iv

27
Selasa, 14:30 1. Mengkaji tingkat nyeri, lokasi dan Selasa, 10 Agustus 2021
10-08- karakteristik nyeri. Jam: 20:30
2021 Hasilnya: Skala nyeri 3
S: Pasien mengatakan nyeri luka
15.00 2. Melayani inj. ketorolak 1 ampul/iv
3. Menganjurkan pasien mobilisasi operasi berkurang
duduk dan jalan O:
16:00 4. Memonitor Tanda-Tanda Vital pasien
 KU: Baik
Hasilnya: TD: 100/70 mmHg
Nadi: 100 x/menit  Kesadaran: Composmentis
Suhu: 36,60c  Klien tampak rileks
RR: 20 X/ menit  Observasi Luka: Kering
17.00 5. Mengajarkan klien teknik relaksasi  Observasi TTV: TD: 100/70
napas dalam. mmHg, Suhu: 36,60c, Respirasi:
Hasilnya: Klien mengikuti apa yang 20x/menit, Nadi:100x/menit.
diajarkan perawat A:Masalah Nyeri teratasi sebagian
18.00 6. Melayani pasien makan malam diet
P: Intervensi dilanjutkan
bubur biasa
20:30 7. Memonitor Tanda-Tanda Vital pasien
Hasilnya: TD: 110/70 mmHg
Nadi: 86 x/menit
Suhu: 36,30c
RR: 20 X/ menit
21:00 8. Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi
Hasilnya: pasien mendapatkan Inj.
Antrain 1 ampul/iv, Inj. Ceftriaxon 1
gram/iv

28
2. Selasa, 14.30 1. Mengkaji adanya tanda-tanda infeksi S:Klien tidak ada keluhan
10- pada area insisi O:
Rabu, 11 Hasilnya: Adanya luka operasi yang  Luka tampak kering dan tertutup
agustus ditutup perban perban.
2021 16.00 2. Memonitor Tanda-tanda Vital,  Tidak ada tanda tanda infeksi
perhatikan demam, menggigil,  Klien tampak segar
berkeringat, perubahan mental. A: Masalah resiko infeksi teratasi
Hasilnya: TD: 100/70 mmHg, Suhu sebagian
36,70c, Nadi: 94x/menit, RR: 20 P: Intervensi dilanjutkan
x/menit, pasien tidak demam.
17.00 3. Menganjurkan klien untuk menjaga
kebersihan luka operasi
Hasil: Luka klien tampak bersih
18.00 4. Melakukan teknik aseptik yang ketat
pada perawatan luka insisi atau
terbuka, bersihkan dengan betadin,
termasuk cuci tangan yang efektif.
Hasilnya: Perawatan luka pada hari
ke-2 post operasi, dengan tindakan
aseptik.
5. Menganjurkan klien untuk
mengkonsumsi makanan tinggi
protein.
Hasilnya: klien mengikuti apa yang
dianjurkan (pasien diet bubur
lembek).
20.30 6. Melayani pasien makan diet bubur
biasa
21.00 7. Mengontrol TTV pasien
Hasilnya: TD: 100/70 mmHg, Suhu
36,70c, Nadi: 94x/menit, RR: 20
x/menit
8. Melakukan kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian terapi
antibiotik. Hasilnya: Klien mendapat
terapi Ceftriaxon 1 gram/iv.

29
E. EVALUASI KEPERAWATAN

Nama
No Hari/tgl Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan Perawat

1. 11 Nyeri akut berhubungan S: Klien Mengatakan Nyeri


agustus dengan luka insisi post Luka Operasi berkurang.
O:
2021 Apendektomi yang ditandai
 KU: Baik
dengan:Klien mengeluh nyeri  Kesadaran: Composmentis
pada luka operasi, skala nyeri  Klien tampak rileks
2. TTV: TD:100/70 mmHg,  Observasi Luka: Kering
 Observasi
Suhu: 36,7 0c, Nadi: 94 Zr. selvi
 TTV: TD: 110/80 Mmhg
kali/menit, RR: 20 kali/menit. Suhu: 36,40c, Respirasi:
20x/menit, Nadi: 86x/menit.
A:Masalah Nyeri teratasi
P:Intervensi dihentikan,
Klien BLPL.
2. 11 Resiko Infeksi berhubungan S:Klien tidak ada keluhan
agustus dengan luka insisi, ditandai O: Luka tampak kering dan
2021 dengan, klien mengeluh tertutup perban, Tidak ada
panas dan perih disekitar luka tanda tanda infeksi, Klien
jahitan, tampak luka operasi tampak segar
yang ditutup perban, A:Masalah resiko infeksi
Observasi TTV: TD:100/70 teratasi
mmHg, Suhu: 36,7 0c, Nadi: P: Intervensi dihentikan,
94 kali/menit, RR: 20 paien BLPL Zr. selvi
kali/menit, observasi luka HE: Konsumsi makanan
kering. tinggi protein, anjurkan
pasien untuk menjaga
kebersihan pada daerah luka
operasi, membatasi aktivitas
yang berat dan 3 hari setelah
BLPL klien harus kontrol.

30
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pelaksanaan asuhan keperawatanyang telah dilakukan pada Ny.M.S.H
dengan Post Apendektomi di ruang Yosefa RS.St.Gabriel Kewapante pada
tanggal 09 sampai tanggal 11 agustus 2021 dapat di simpulkan :
1. Pengkajian
Pengkajian asuhan keperawatan pada klien dengan Post Apendektomi dapat
dilakukan dengan baik dan tidak ada mengalami kesulitan dalam
mengumpulkan data.
2. Diagnosa
Pada tinjauan teori diagnosa Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Post
Apendektomi didapat 2 diagnosa keperawatan meliputi: Nyeri dan resiko
terjadi infeksi. Pada kasus nyata masalah keperawatan pada pasien pos opp
Apendektomi terdapat 2 diagnosa keparawatan, terdapat kesesuaian antara
teori dan kasus nyata.
3. Intervensi Keperawatan
Pada intervensi atau rencana tindakan keperawatan pada klien dengan Post
Apendektomi adalah rencana tindakan keperawatan yang dibuat berdasarkan
dari diagnosis keperawatan yang muncul yaitu mengidentifikasi (skala,
lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intesitas nyeri)
mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan pasien tentang nyeri dan resiko
infeksi.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi asuhan keperawatan pada klien dengan Post Apendektomi
dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang dibuat penulis yaitu
mengidentifikasi nyeri, mengukur skala nyeri, mengatasi nyeri dengan teknik
non farmakologi dan mempraktekan teknik relaksasi nafas dalam.

31
5. Evaluasi
Pada klien dengan Post Apendektomi dapat dilakukan dan dari 2 diagnosa
tersebut semua masalah dapat teratasi dan pasien sudah di izinkan pulang oleh
dokter.

B. SARAN
Saran yang dapat penulis berikan sebagai masukan dalam pelaksanaan pasien
post Apendektomi yaitu;
1. Saran untuk Perawat atau Tenaga Kesehatan
Perawat yang memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien Post
Apendektomi harus memperhatikan terhadap pencegahan infeksi yang
bersumber dari luka pembedahan.
2. Saran untuk Pasien
Harus memperhatikan pola hidup sehat, menjaga kebersihan pada daerah luka
operasi, mematuhi program pengobatan.
3. Rumah Sakit
Memberikan pelayanan pada pasien dengan lebih optimal dan menjalin
hubungan kerjasama yang baik antara tim kesehatan maupun klien sehngga
dapat meningkatkan mutu pelayanan Asuhan Keperawatan yang optimal.

32
DAFTAR PUSTAKA

Brunnert and Sudarth. (2020), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi &
volume 2. Jakarta EGC.
Doenges, Marylinnn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Henderson, M.A. (1992). Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Masentha Medica, Jakarta.

Hidayat (2005) dalam Mardalena, (Ida 2017)

Santacroce dalam Muttaqin, (2013). Appendicitis, Jakarta.

Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip- Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta.
Smeltzer C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Wim de jong, (2005) dalam Nurarif, (2015).

33

Anda mungkin juga menyukai