Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS HUBUNGAN MOBILISASI DINI TERHADAP

PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI


LAPARATOMY

Oleh :
NURSITA WIDYA HERYAWATI
NIM. 2123017

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2021
ANALISIS HUBUNGAN MOBILISASI DINI TERHADAP
PENYEBUHAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI
LAPARATOMY
(Di Ruang Rawat Inap Diponegoro RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kab.
Malang)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Akhir/Skripsi
Pada Program Studi Keperawatan Program Sarjana
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen

Oleh :
NURSITA WIDYA HERYAWATI
NIM. 2123017

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Laparatomi merupakan jenis operasi bedah mayor yang dilakukan

di daerah abdomen, sayatan pada operasi laparatomi menimbulkan luka

yang berukuran cukup besar sehingga membutuhkan penyembuhan yang

lama dan perawatan berkelanjutan, Pada tahun 2012 di Indonesia, tindakan

operasi mencapai 1,2 juta jiwa dan diperkirakan 32% diantaranya

merupakan tindakan bedah laparatomi (Ningrum, 2016)

Laparatomi yaitu tindakan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding

abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami

masalah (perdarahan, perforasi, kanker, dan obstruksi). Tindakan laparatomi

dapat dilakukan dengan beberapa arah sayatan: (1) median untuk operasi

perut luas, (2) paramedian (kanan) umpamanya untuk massa appendiks, (3)

pararektal, (4) McBurney untuk appendektomi, (5) Pfannenstiel untuk

operasi kandung kemih atau uterus, (6) transversal, (7) subkostal kanan

umpamanya untuk kolesistektomi (Ditya, et al.,2016)

Beban penyakit didunia 11% berasaldari penyakit atau keadaan

sebenarnya bisa ditanggulangi dengan pembedahan. Terkait tindakan bedah,

diperkirakan lebih dari 100 juta pasien menerima layanan bedah dimana

setengahnya dapat mengalami kematian atau kecacatan akibat kejadian tidak

diinginkan yang bisa dicegah. Data dari WHO melaporkan bahwa angka

kejadian infeksi luka operasi didunia berkisar 5%-34%. Infeksi

lukaoperasidi United Kingdom memiliki angka kejadian infeksi luka operasi


sekitar 10%. Berdasarkan data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan

Republik Indonesia Tahun 2009. Tindakan pembedahan menempati urutan

ke-11 dari 50 pertama pola penyakit di rumah sakit se Indonesia dengan

12.8%, diperkirakan 32% diantaranya merupakan tindakan laparatomi.

Tindakan laparatomi yang dilakukan mengakibatkan timbulnya

luka pada bagian tubuh pasien sehingg amenimbulkan rasa nyeri. Nyeri

dapat memperpanjang masa penyembuhan karena akan mengganggu

kembalinya aktivitas pasien dan menjadi salah satu alasan pasien untuk

tidak ingin bergerak atau melakukan mobilisasi dini. Pasien pasca operasi

diharapkan dapat melakukan mobilisasi sesegera mungkin untuk

mengurangi rasa nyeri yang dirasakan dan menurunkan insiden komplikasi

pasca operasi.

Mobilisasi dini dimaksudkan sebagai upaya untuk mempercepat

penyembuhan dari suatu cedera atau penyakit tertentu yang telah merubah

cara hidup yang normal. Menurut Kusdu seperti yang dikutip oleh

Rustianawati.,et al (2013), mobilisasi dini pasca laparatomi dapat dilakukan

secara bertahap setelah operasi. Pada 6 jam pertama pasien harus tirah

baring dahulu, namun pasien dapat melakukanmobilisasi dini dengan

menggerakkan lengan atau tangan, memutar pergelangan kaki, mengangkat

tumit, menegangkan otot betis, serta menekuk dan menggeser kaki. Setelah

6-10 jam pasien diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan kekanan untuk

mencegah trombosis dan tromboeoli. Setelah 24 jam pasien dianjurkan

untuk dapat belajar duduk. Setelah pasien bisa duduk dianjurkan untuk

latihan berjalan
Beberapa tujuan dari mobilisasi antara lain: mempertahankan

fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah, membantu pernafasan menjadi

lebih baik, mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi alvi dan

urin, mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali

normal atau dapat memenuhi kebutuhan harian.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan


masalah sebagi berikut “Bagaimana hubungan mobilisasi dini terhadap
penyebuhan luka pada pasien post operasi laparatomy di RSUD
Kanjuruhan ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan mobilisasi dini terhadap penyebuhan

luka pada pasien post operasi laparatomy

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini mempunyai tujuan khusus sebagai berikut :

1. Menganalisis hubungan mobilisasi dini terhadap penyebuhan

luka pada pasien post operasi laparatomy.

2. Menganalisis variabel independent (mobilisasi dini) yang

berpengaruh terhadap variabel dependent (luka post operasi

laparatomi) pada pasien di ruang rawat inap Diponegoro

RSUD Kanjuruhan.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi yang dapat

digunakan sebagai masukan ilmu pengetahuan dan acuan

pengembangan penelitian khususnya dalam praktik keperawatan

mengenai “Analisis hubungan mobilisasi dini terhadap penyebuhan

luka pada pasien post operasi Laparatomy”.

1.4.2 Secara Praktis

1. Bagi Ilmu Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kajian

keilmuan di bidang keperawatan khususnya keperawatan

medikal bedah dalam kasus Luka post operasi

2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan

kepustakaan untuk pengembangan ilmu tentang penyusunan

penelitian sehingga dapat dimanfaatkan dalam menyusun skripsi

sebagai tugas akhir perkuliahan

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan untuk menambah ilmu wawasan

penelitian selanjutnya tentang pengaruh mobilisasi dini terhadap

penyembhan luka pada pasien post operasi Laparatomy


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Laparatomi

2.1.1 Pengertian Laparatomi

Laparatomi merupakan jenis operasi bedah mayor yang

dilakukan di daerah abdomen, sayatan pada operasi laparatomi

menimbulkan luka yang berukuran cukup besar sehingga

membutuhkan penyembuhan yang lama dan perawatan berkelanjutan,

Pada tahun 2012 di Indonesia, tindakan operasi mencapai 1,2 juta jiwa

dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan tindakan bedah

laparatomi (Ningrum, 2016)

Laparatomi yaitu tindakan penyayatan pada lapisan-lapisan

dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang

mengalami masalah (perdarahan, perforasi, kanker, dan obstruksi).

Tindakan laparatomi dapat dilakukan dengan beberapa arah sayatan:

(1) median untuk operasi perut luas, (2) paramedian (kanan)

umpamanya untuk massa appendiks, (3) pararektal, (4) McBurney

untuk appendektomi, (5) Pfannenstiel untuk operasi kandung kemih

atau uterus, (6) transversal, (7) subkostal kanan umpamanya untuk

kolesistektomi( Ditya, et al.,2016)

2.1.2 Penyebab Laparatomi

Penyebab paling sering ialah trauma dan kondisi lain yang

menyertai seperti kerusakan viseral dan vaskular. Laparatomi dapat

dilakukan pada pasien yang menderita trauma abdomen dengan


hemoperitonium, perdarahan gastrointestinal, nyeri abdomen akut,

nyeri abdomen kronik, dan jika ditemukan kondisi klinis intra

abdomen yang membutuhkan pembedahan darurat seperti peritonitis,

ileus obstruksidan perforasi (Tanio,P et al., 2018)

2.1.3 Klasifikasi Laparatomi

Ada beberapa jenis insisi pada badomen. Tujuan insisi badomen

adalah untuk menghindari terpotongnya saraf, menyediakan

pemaparan yang memadai, mempermudah punutupan luka, dan

meminimalkan rasa sakit, perlekatan dan hernia. Meunrut Alto. W

(2012) Beberapa insisi antara lain:

1. Garis tengah: insisi lurus ke depan; ekstensi lateral dapat

digunakan untuk meningkatkan pemaparan. Sarung anterior dan

posterior di potong dan otot tuh ditarik ke lateral. Tutup sarung

rektus terlebih dahulu kemudian garis tengah.

2. Pfannemstiel:suatu opsi untuk insisi pada garis tengah bawah.

Insisi ini memerlukan waktu lama serta lebih rentan terhadap

perdarahan dan infeksi (Cochrane Database of Syst Rev 2007,

Issue I)

3. Transversal : insisi sepanjang 10 cm dibuat 4 cm diatas pubis

dengan sedikit melengkung ke bawah. Sarung rektus dipotonng

searah insisi kulit dan dipisahkan kebawah. Sarung rektus

dipotong searah insisi kulit dan dipisahkan kebawah ke arah

pubis dan skitar 8 cm keatas. Otot-otot rektus dipisahkan, dan

peritoneum dimasuki pada garis tengah.


4. Insisi tranvesal untuk apendiktomi: buat insisi dari garis tengah

ke arah krista iliaka. Tarik ke medial atau pisahkan jika perlu

2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomi

ileus menurut Dermawan, 2010: Nyeri kram pada perut yang terasa

seperti gelombang dan bersifat kolik. Pasien dapat mengeluarkan

darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak dapat flatus

(sering muncul). Muntah mengakibatkan dehidrasi dan juga dapat

mengalami syok. Konstipasi mengakibatkan peregangan pada

abdomen dan nyeri tekan. Kemudian anoreksia dan malaise

menimbulkan demam dengan tandaterjadinya takikardi. Pasien

mengalami diaphoresis dan terlihat pucat, lesu, haus terus menerus,

tidak nyaman, dan mukosa mulut kering.

2.1.5 Penatalaksanaan Laparatomi

2.1.6 Komplikasi

1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Tromboplebitis post operasibiasanya timbu 7-14 hari setelah

operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut

lepas dari dinding pembuluh darah sebagai emboli ke paru-paru,

hati, dan otak. pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki,

ambulasi dini post oprasi.

2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada36-46 jam pasca oprasi

yang paling sering menimbulkan infeksiadalah stapilococus

eutens, organisme gram positif Steapilococus mengakibatkan


timbulnya nanah, untuk menghindari infeksi luka yang panjang

penting adalah perawatan luka dengan meperhatikan aseptik dan

antiseptik

3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka

atau epivarsi

4. Ventilasi paru tidak adekuat

5. Gangguan kardiovaskuler, hipertenti, aritmia jantunng.

6. Gangguan keseimbangan cairandan elektrolit.

7. Gangguan rasa nyeri

2.2 Konsep Luka Post Operasi

2.2.1 Pengertian Luka Post Operasi

Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena

adanya sedera atau pembedahan (Agustina, 2009) Luka yang dibuat di

kamar operasi merupakan kategori luka steril atau bersih. Luka

operasi merupakan luka yang disebabkan karena prosedur

pembedahan pada bagian tubuh.luka operasi sangat mudah terinfeksi

apabila tidak mendapatkan perawatan dengan baik (Siagian,2016).

Luka pasca bedah tidak ditangani di IGD akan tetapi di ruang rawat

inapsehingga ada perbedaan penanganan awal lukanya. Luka pasca

bedah tidak difokuskan ke pengkajian jalan nafas, pernafasan dan

sirkulasi akan tetapi ke pengkajian penyakit penyerta dan kondisi

tubuh klien terutama status nutrisi. Luka pasca bedah perlu

mempertimbangkan homeostatisnya dengan nutrisi, hidrasi dan terapi


penyakit yang menyertai seperti diabetes melitus, gagal jantung, gagal

ginjal, dan lainya (Wijaya.I, 2018)

2.2.2 Klasifikasi Luka

Menurut Ardhiansyah. A (2021). Luka dapat dibagi menjadi luka akut

maupun kronis.

1. Luka akut, yaitu luka baru, mendadak, dan penyembuhanya

sesuai waktu yang di perkirakan. Contohnya adalahluka sayat,

luka bakar, dan luka tusuk.

2. Luka kronis, yaitu luka yang gagal sembuh pada waktu yang

diperkirakan, tidak berespons baik terhadap terapi dan

mempunyai tendensi untuk timbul kembali. Contohnya adalah

ulkus diabetikum dan ulkus varikosum.

Luka akibat taruma juga di bagi menjadi luka terbuka dan tertutup.

1. Luka terbuka (vulnus apertum) yaitu bila luka melampaui

tebalnya kulit.

Pembagian luka terbuka adalah:

a. Luka tajam, contohnya:

1) Luka iris (vilnus scissum, bila panjang luka

lebih besardaripada dalamnya.

2) Luka tusuk tajam (vulnus ictum),bila dalam

luka lebih besardaripada panjangnya.

b. Luka tumpul, contohnya adalah:


1) Luka tusuk tumpul, yang disebabkan oleh benda tumpul dan

banyak jaringan nekrosis. Pada luka jenis ini harus diingat

adanya infeksi anaerob seperti tetanus

2) Luka tembak (vulnus sclopetum), yang disebabkanoleh

peluru. Peluru sendiri bersifat steril karena panas.

3) Luka laseras (vulnus laseratum), pada benturan yang luas

dan dapat disertai memar

4) Luka penetrasi (vulnus penetratum), bila luka menembus

rongga tubuh sepeti peritoneum atau pleura.

5) Luka avulsi (vulnus avulsum), yaitu terlepasnya sebagian/

seluruh jaringan.

6) Fraktur terbuka

7) Luka gigit (bite) karena serangga, anjing, ular, atau orang.

2. Luka tertutup (vulnus acclosum), yaitu bila luka tidak melampaui

tebalnya kulit. Contohnya adalah:

a. Ekskoriasi/ abrasi/ lecet

b. Konstusio/ memar

c. Bulla/blebs/ lepuh, bila dibawah epidermis timbul

ruangan berisi cairan. Misal pada luka bakar.

d. Hematom, yaitu darah yang terkumpul di suatu

tempat yang tadinya tidak ada.

e. Sprain, yaitu lesi ligamenatau kapsulm sendi

f. Dislokasi sendi
g. Laserasiorgan interna seperti hepar atau lien.

2.2.3 Proses penyembuhan luka

Proses penyembuhan luka mencangkup beberpa

fase/tahapan. Menurut Darwis, I (2004) setiap proses penyembuhan

luka akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan

bebrkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka.

Sehubungan dengan adanya perubahan morfolgis, tahapan

penyembuhan luka terdiri dari:

a. Fase inflamasi/ eksudasi ( Tahap Pembersihan): menghentikan

perdarahan dan mempersiapkan tempat luka menjadi bersih dari

benda asing atau kuman sebelum dimulai proses penyembuhan.

1. Fase hemostasis:

(a) Beberapa saat setelah luka

(b) Vasokontirksi pembuluh darah

(c) Pembentukan bekuan darah (Clot)oleh trombosit dan

tromboplastin

2. Fase inflamasi:

(a) Terjadi1 jam setelah luka sampai hari ke 2-5

(b) Melibatkan PMN dan makrofag untuk membersihkan

bakteri dan debris.

(c) Tampak kemerahan, bengkak, nyeri, teraba hangat.

b. Fase poliferasi/ Granulasi ( Tahap Granulasi): Pembentukan

jaringan granulasi untuk menutup defek atau cedera pada jaringan

yang luka.
1. Terjadi hari ke-2 atau ke-3 setelah luka

2. Terdiri dari angiogenesis, deposisi kolagen, pembentkan

granulasi, epitalisasi, kotraksi.

(a) Angiogenesis : Pembentukan Pembuluh darah baru

dengan bantuan sel epitelial dan fibroblast

(b) Deposisi Kolagen : Pembentukan jaringan kolagen

sebagai pembentuk jaringan ikat pada luka, berlangsung

minggu 2-4

(c) Pembentukan granulasi:

i. Terjadi pada hari ke-2-5 setelah luka, dibentuk

oleh fibroblast yang mengalami proliferasi dan

maturasi.

ii. Fibroblas sintesis kolagen

iii. Mengisi defek dan terbentuk kapiler baru

3. Epitalisasi:

(a) Jaringan granulasi memudahkan terjadinya re-epitalisasi,

terjadi setelah hari ke-5

(b) Migrasi epitel dari tepi luka

4. Kontraksi:

(a) Bagian yang penting pada penyembuhan luka

(b) Tarikan tepi luka yang akan mengurangi defek

(c) Terjadi hari ke-7

(d) Melibatkan myfibroblast


c. Fase Maturasi/Diferensiasi ( Tahap Epitlisasi) : memoles jaringan

penyembuhan yang telah terbentuk menjadi lebih matang dan

fungsional.

1) Lamanya tergantung ukuran luka dan kondisi luka

2) Fase pemulihan jaringan ikat luka dan pembentukan otot

3) Jika tidak terbentuk maka luka akan menjadi luka kronis

(faktor pembuluh darah)

2.2.4. Faktor yang Menghambat Penyembuhan Luka

Menurut Maryunani,A (2015) Beberapa faktor yang

menghambat penyembuhan luka disebutkan di bawah ini, antara

lain:

a. Teknik penanganan luka yang tidak tepat


b. Umur
c. Rasa sakit
d. Kondisi kesehatan buruk
e. Adanya penyakit lain, misalnya: diabetes
f. Keadaan luka buruk
g. Lokasi
h. Ukuran
i. Bentuk
j. Kondisi
k. Lokasi luka sering bergerak
l. Faktor psikologis:
i. Rasa takut
ii. Stress
iii. Kurang pengetahuan
iv. Kondisi lingkungan buruk
m. Pemakaian obat-obatan: sitotoksik dan steroid
n. Minum alkohol dan merokok
o. Sirkulasi tidak lancar
2.3 Konsep Mobilisasi

2.3.1 Pengertian Mobilisasi

Mobilisasi dini dimaksudkan sebagai upaya untuk

mempercepat penyembuhan dari suatu cedera atau penyakit tertentu

yang telah merubah cara hidup yang normal. Menurut kasdu seperti

yang dikutip oleh Ditya. W (2016), mobilisasi dini pasca laparatomi

dapat dilakukan secara bertahap setelah operasi. Pada 6 jam pertama

pasien harus tirah baring dahulu, namun pasien dapatmelakkan

mobilisasi dini dengan menggerakkan lengan atau tangan, memutar

pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis, serta

menekuk atau menggeser kaki. Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan

untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah trombisis

dan tromboemnoli. Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat

belajar duduk. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan untuk belajar

berjalan.

2.3.2 Tujuan mobilisasi dini

Beberapa tujuan dari mobilisasi dini antara

lainmepertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah,

membantu pernafasan menjadi lebih baik, mempetahankan tonus otot,

memperlancar eliminasi alvi dan urin, mengembalikan aktivitas

tertentu sehingga pasien dapat kembali normal atau dapat mrmrnuhi

kebutuhan gerak harian. (Ditya. W, 2016)


Keberhasilan mobilisasi dini dalam mempercepat

pemulihan pasca pembedahan telah dibuktikan dalam suatu penelitian

terhadap peristaltik usu pada pasien pasca pembedahan. Hasil

penelitian tersebut adalah mobilisasi diperlukanbagi pasien pasca

pembedahan untuk membantu mepercepat pemulihan usus dan

mempercepat penyembuhan pasien. Pada penelitian tentang pengaruh

mobilisasi diri pada 24 jam pertama setelah total knee replacement

(TKR) didapatkan hasil bahwa mobilisasi dini merupakan cara murah

dan efektif untuk mengurangi timbulnya trombosis venna pada pasca

operasi. Trombosis vena merupakan salah satu komplikasi yang dapat

terjafi pad pasca pembedahan akibat sirkulasi yang tidak lancar.


46

2.4 Kerangka Konsep

Maasalah keterlmbatan
penyembuhan luka
Klien Pasca Faktor ekstrinsik:
Laparatomy
Nutrisi yang tidak adekuat

Teknik oprasi

Obat obatan

Manajemen luka

Faktor Intrinsik:

Usia

Gangguan sirkulasi

Nyeri

Penyakit penyerta

Faktor yang mempengaruhi Faktor lainyaMobilisasi


Pelaksanaan
mobilisasi: meliputi:
Mobilisasi
Sikap dan motivasi Persiapan
Kemampuan perawat Pelaksanaan
Nyeri luka oprasi Evaluasi
Sarana dan prasarana

Kondisi klien
(Brunner & Suddarth, 1997)
47

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Analisis Pengaruh Mobilisasi Dini


terhadap Penyembuhan Luka pada pasien Post Operasi Laparatomi
2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang

disusun sebelum penelitian dilaksanakan karena hipotesis akan bisa

memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan, analisis, dan interpretasi data

(Nursalam, 2014).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Koping aktif berpengaruh terhadap penyembuhan luka post operasi

2. Perencanaan berpengaruh terhadap penyembuhan luka post operasi

Pemberian edukasi dan informasi tentang mobilisais dini berpengaruh terhadap

penyembuhan luka.

48
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik

dengan pendekatan cross sectional. Penelitian observasional analitik adalah

sebuah penelitian untuk menggali sedemikian rupa mengenai bagaimana dan

mengapa fenomena kesehatan bisa terjadi. Dari hasil penggalian tersebut

kemudian dilakukan analisis dinamik mengenai adanya korelasi antara

fenomena yakni antara faktor risiko dengan faktor efek antar faktor risiko

maupun faktor efek (Imron & Munif, 2010).

Pendekatan cross sectional adalah rencana penelitian yang mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara

pendekatan, pengamatan atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat

(Notoadmotjo, 2012). Dalam peneliatian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan mobilisasi dini terhadap penyebuhan luka pada pasien post operasi

laparatomy

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2021dan tempat

penelitian yang akan di gunakan yaitu Ruang rawat inap Diponegoro RSUD

Kanjuruhan dengan pasien dengan luka post operasi laparatomi.

49
3.3 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi merupakan sekelompok individu atau objek yang memiliki

kriteria maupun karakteristik yang sama yang sudah ditetapkan oleh

peneliti (Nursalam, 2014; Sugiyono, 2014; Imron & Munif, 2010).

3.4.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi objek

penelitian yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampling

(Notoatmdjo, 2014; Sugiyono, 2014; Imron & Munif, 2010).

3.4.3 Sampling

Teknik sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang

dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2014). Teknik pengambilan

sampling dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yang

mana dibuat oleh peneliti didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya (Notoatmodjo,

2014; Nursalam, 2014).

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2014). Kriteria inklusi pada penelitian ini terdiri dari :

a. Responden berusia ≥ 40 tahun

b. Responden dengan luka post operasi laparatomi

c. Penderita hipertensi yang bersedia menjadi responden

50
2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2014). Kriteria ekslusi pada

penelitian ini terdiri dari :

a. Responden mempunyai riwayat Diabetes Melitus

b. Responden usia 70 keatas

c. Responden dengan riwayat stroke dan paraplegia

3.4 Identifikasi Variabel

Variabel merupakan pengertian ukuran atau ciri karakteristik yang

dimiliki oleh anggota suatu kelompol yang berbeda dengan yang dimiliki

kelompok lain (Notoatmodjo, 2014; Nursalam, 2014).

3.5.1 Variabel Bebas (Independent)

Variabel independen merupakan variabel yang memengaruhi atau

nilainya menentukan variabel yang lain (Nursalam, 2014). Dalam

penelitian ini variabel independen yaitu mobilisasi dini

3.5.2 Variabel Terikat (Dependent)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi nilainya

dan ditentukan oleh variabel lainnya (Nursalam, 2014). Dalam penelitian

ini variabel dependen yaitu penyembuhan luka post oprasi laparatomi

51
53
3.5 Definisi Operasional Analisis Hubungan Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka Pada Pasien Post Operasi

Laparatomi
NO Variabel Definisi Parameter Alat Skala Skor dan Kriteria
Ukur
1. Mobilisasi 1. Pada tahap awal (6-8 jam 1. Iya Kuesio Ordinal a. Iya : 2
dini setelah operasi), saya tarik 2. Tidak ner b. Tidak : 1
nafas melalui hidung,
54
Kemudian hembuskan
nafas melalui mulut.
Frekuensi latihan adalah 12-
14 permenit
2. Pada tahap awal (6-8 jam
setelah operasi), 15
menitpertama setelah 2 jam
Pasca opersi caesarea saya
belajar miring kiri dan
miring kanan.
3. Pada tahap awal (6-8
jam setelah operasi), saya
menggerakkan dan
mengangkat lengan
kedepan dan kebelakang
,Kemudian kaki dan tangan
yangbisadiluruskan dan
ditekuk selama 1-2 jam.
4. Pada tahap awal (6-8 jam
setelah operasi), pergerakan
dengan merubah posisi dari
terlentang ke posisisi kanan
dan kiri secara bergantian
dalam waktu 15menit.
5. Pada tahap12-24 jam
atau lebih tubuhdapat
diposisikanuntukbelajardudu
kbaikbersandarataududuk
diatas tempat tidur selama 5
menit
6. Hari ke tiga yaitu setelah 48-
72 jam saya belajar berjalan
perlahan (pelan-pelan )
dalam jarak pendek ±2-3
meter
7. Pada 12 sampai 24 jam
setelah operasi lebih awal
badan sudah diposisikan
duduk, baik bersandar atau
55

3.6 Teknik Pengumpulan Data

3.7.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses pendekatan subjek dan pengumpulan

karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian (Nursalam, 2014). Proses

pengumpulan data yang dilalui penelitian ini melalui 2 tahap, yaitu :

1. Tahap persiapan

a. Peneliti mendapatkan surat pengantar dari Program Studi Keperawatan

Program Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Kepanjen

sebagai surat dari institusi untuk penelitian.

b. Peneliti menyerahkan surat ijin penelitian ke Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik Kabupaten Malang.

c. Peneliti mendapat surat balasan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Kabupaten Malang.

d. Peneliti menyerahkan surat balasan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Kabupaten Malang kemudian ditembuskan ke Dinas Kesehatan Kabupaten

Malang.

e. Peneliti mendapat surat tembusan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang

dan ditembuskan ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang.

f. Peneliti mendapat ijin dari kepala RSUD Kajuruhan Kepanjen Kabupaten

Malang untuk melakukan penelitian di Wilayah Kerja RSUS Kanjuruahan .

g. Peneliti diarahkan ke Ruang Rawat Inap Diponegoro

h. Peneliti melakukan screening terhadap Pasien yang sesuai dengan kriteria

yang diambil yaitu pasien dengan post operasi laparatomi

2. Tahap Penelitian
56

a. Peneliti melatih numerator untuk menyamakan persepsi dalam pelaksaan

penelitian

b. Peneliti mendatangi tempat penelitian

c. Peneliti menjelaskan mengenai tujuan dan maksud dari penelitian

d. Peneliti membagikan lembar inform consent dan lembar kuisoner kepada

responden

e. Peneliti memberi arahan dalam pengisian lembar inform consent dan lembar

kuisioner

f. Peneliti membantu responden yang mengalami kesulitan dalam melakukan

pengisian lembar inform consent dan lembar kuisioner

g. Peneliti menerima lembar inform consent dan lembar kuisioner yang telah

diisi oleh responden dan peneliti mengucapkan terimakasih serta

memberikan bingkisan kepada responden sesuai dengan etika penelitian

3. Tahap Akhir

a. Peneliti melakukan pengecekan kembali kelengkapan lembar inform

consent dan lembar kuisioner

b. Peneliti mengolah dan menganalisa data yang sudah didapatkan

3.7.2 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan

oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi

sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto, 2013). Instrumen dalam penelitian

ini adalah menggunakan kuisioner. Kuisioner adalah suatu cara pengumpulan

data atau suatu penelitian mengenai masalah yang umumnya banyak menyangkut

kepentingan umum atau banyak orang (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan beberapa kuisioner yaitu :


57

a. Kuisioner identitas responden

Pengumpulan identitas responden yang berisi karakteristik responden meliputi

kode/nomor responden, jenis kelamin, usia, dan pendidikan

b. Kuisioner problem-focused coping

3.7.3 Uji Validitas, Reliabilitas dan Normalitas Instrumen

1. Uji Validitas

Uji validitas adalah sebuah hasil uji yang menyatakan derajat ketepatan

antara dua data yang berada pada objek penelitian dengan daya yang dapat

dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2014). Uji validitas adalah sebuah indeks

untuk menunjukkan alat ukur yang digunakan oleh peneliti benar-benar dapat

digunakan untuk mengukur apa yang dapat diukur (Notoatmodjo, 2014).

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah sebuah hasil uji yang menyatakan hasil indeks

menunjukkan sejauh mana sebuah alat ukur yang digunakan oleh peneliti

dapat dipercaya dan juga dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2014).

3. Uji Normalitas

Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu akan dilakukan uji

normalitas pada data yang diperoleh setelah dilakukan pengambilan data. Uji

normalitas bertujuan untuk menguji apakah sampel yang digunakan

mempunyai distribusi normal atau tidak. Dalam regresi linier, asumsi ini

ditunjukkan oleh nilai error yang berdistribusi normal. Model regresi yang

baik adalah model regresi yang memiliki distribusi normal atau mendekati

normal sehingga layak untuk dilakukan uji statistik. Uji normalitas pada

penelitian ini adalah menggunakan Test of Normality Kolmogorov-Smirnov

dalam program SPSS (Santoso, 2012).


58

3.7 Teknik Analisis Data

3.8.1 Langkah-langkah Analisis Data

1. Editing

Editing yakni sebuah kegiatan berupa penyuntingan (edit) data hasil dari

wawancara ataupun angket yang diperoleh dari pengumpulan jawaban

kuesioner (Notoatmodjo, 2014).

2. Coding

Coding adalah pemberian kode secara numerik pada data yang terdiri dari

beberapa kategori (Arikunto, 2010).

3. Data Entry (Memasukkan Data)

Yakni mengisi koom-kolom yang tersedia pada lembar kode sesuai dengan

jawaban dari masing-masing pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner

(Notoatmodjo, 2014).

4. Tabulating

Tabulating adalah membuat tabel-tabel data yang disesuaikan dengan

tujuan penelitian ataupun yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo,

2014).

5. Skoring

Yakni pemberian skor terhadap item-item yang diperlukan untuk pemberian

skor, serta memberikan kode-kode terhadap item yang tidak diberi skor

(Arikunto, 2010).

3.8.2 Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses merinci data yang akan ditulis pada

saat penyajian data. Dalam melakukan analisis data dari sebuah penelitian,
59

biasanya melalui berbagai prosedur tahapan berupa analisis univariate, analisis

bivariate, dan analisis multivariate (Notoatmodjo, 2014).

1. Analisis Univariate

Analisis univariate adalah sebuah analisis yang bertujuan untuk

menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari setiap variabel

penelitian. Bentuk dari analisis ini tergantung dari jenis datanya, pada data

numerik digunakan nilai mean, median, dan standart deviasi. Pada

umumnya analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari

tiap variabel.

2. Analisis Bivariate

Analisis bivariate dilakukan setelah mengetahui hasil dari analisis univariat

terlebih dahulu. Hasil dari analisis univariate akan diketahui

karakteristiknya atau distribusi setiap variabel, sehingga dengan hasil

tersebut dapat dilanjutkan dengan analisis bivariate. Analisis bivariate

dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.

3. Analisis Multivariate

Ketika analisis bivariate hanya akan menghasilkan hubungan antara dua

variabel saja yakni variabel independen dan variabel dependen, maka untuk

mengetahui hubungan yang lebih dari satu variabel independen dengan

satu variabel dependen haruslah dilanjutkan dengan menggunakan analisis

multivariate. Uji statistik yang biasanya digunakan pada analisis ini adalah

regresi berganda (multiple regression) unutk mengetahui variabel

independen mana yang lebih erat hubungannya dengan variabel dependen.

Dalam analisis multivariate dilakukan berbagai langkah pembuatan model,


60

model terakhir terjadi apabila semua variabel independen dengan variabel

dependen sudah tidak mempunyai nilai p>0,05.

3.8 Etika Penelitian

Seorang peneliti dalam menjalankan tugas sebagai peneliti hendaknya memegang

taguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta berpegang teguh terhadap etik penelitian,

meskipun kemungkinan penelitian yang dilakukan tidak akan merugikan atau

membahayakan subjek penelitian tersebut. Dalam etika penelitian menunjuk pada

prinsip-prinsip etis yang diterapkan pada sebuah kegiatan penelitian, mulai dari

proposal penelitian sampai dengan publikasi hasil penelitian (Notoatmodjo, 2014).

1. Informed Consent

Peneliti memberikan informasi mengenai tujuan dari dilakukannya penelitian

tersebut, sebagai ungkapan bahwa peneliti menghormati harkat dan martabat dari

subjek penelitian maka peneliti akan memberikan lembar inform consent. Disisi lain

peneliti memberikan kebebasan kepada subjek unutk memberikan informasi atau

tidak kepada seorang peneliti.

2. Anonimity and Confidentiallity

Setiap orang memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan

individu dalam memberikan informasi. Oleh sebab itu, peneliti tidak boleh

menampilkan informasi mengenai identitas dann kerahasian subjek. Maka dengan

adanya hal tersebut peneliti hanya akan menggunakan coding dalam penelitian

sebagai pengganti identitas responden

3. Respect for Justice

Dalam melakukan sebuah penelitian perlu adanya prinsip keterbukaan dan dan

juga keadilan yang harus dijaga oleh peneliti secara jujur, terbuka dan juga hati-hati.
61

Agar memenuhi prinsip keterbukaan, maka lingkungan penelitian perlu unutk

dikondisikan dengan cara menjelaskan prosedur penelitian.

4. Balencing Harms and Benefits

Dalam sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin untuk masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya.

Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang dapat merugikan subjek

penelitian. Oleh sebab itu, pelaksana penelitian harus dapat mencegah ataupun

meminimalisir kejadian tidak diinginkan yang mungkin terjadi dalam proses penelitian.
62

DAFTAR PUSTAKA

Siagaan,H. 2016. Hubungan Tindakan Perawatan Luka Dengan Kepuasan Pasien Post

Operasi Di Ruang Rawat Inap Rsu Sidikalang Tahun 2011, 2(2), 143–150.

Ningrum,T., Mediani. H., & Isabella., C., 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Wound Dehiscence pada Pasien Post Laparatomi. JKP - Volume 5 Nomor 2

Agustus 2017

Ditya, W., Zahari., A & Afriwardi. 2017. Hubungan Mobilisasi Dini dengan Proses

Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Laparatomi di Bangsal Bedah Pria dan Wanita

RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3)

Alto. W., 2012. Buku Saku Hitam Kedokteran Internasional, Jakarta Barat : Permata Puri

Media.

Wijaya.I. 2018. Perawatan Luka dengan Pendekata Multidisiplin, Yogyakarta: ANDI

Maryunani. A.2015.Perawatan Luka (Modern Woundcare) Terlengkap dan Terkini, Jakarta :

IN MEDIA

Anda mungkin juga menyukai