POSYANDU LANSIA
Oleh:
2123023
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini
Keaktifan Lansia dalam Mengikuti Posyandu Lansia” sebagai salah satu persyaratan
pengarahan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis
1. Ibu Riza Fikriana, S.Kep, Ns., M.Kep Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
2. Ibu Faizatur Rohmi, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi Program
Sarjana.
3. Ibu Wiwit Dwi N, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Dosen Pembimbing dalam
5. Kepada Kader dan Lansia di Posyandu Lansia di wilayah kerja UPT Puskesmas
Sumbermanjing Kulon
6. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang juga telah
Peneliti menyadari didalam penyusunan proposal skripsi ini ini mungkin jauh
dari sempurna oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan.
Akhirnya peneliti berharap semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi
BAB I
Kepanjen. 11 Desember 2021
PENDAHULUAN
Penulis
penduduk 270.203.917 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2020). Dan diperkirakan akan terus
meningkat dimana tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%). Menurut data dari BPS
tahun 2020 jumlah Lanjut Usia di Jawa Timur sebanyak 5.314.698 jiwa. Kemudian jumlah
Lanjut Usia tahun 2020 di wilayah kerja UPT Puskesmas Sumbermanjing Kulon sebagai
berikut, Desa Sumbermanjing Kulon 3.923 jiwa, Desa Pandanrejo 616 jiwa, Desa Sempol
Definisi Lansia menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Bab 1 Pasal 1 Ayat 2
tentang kesejahteraan lanjut usia (lansia), seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
(enam puluh) tahun keatas. Penelitian menurut Efendi (2013), menyatakan lansia merupakan
kelompok usia 60 tahun keatas yang dimana rentan terhadap kesehatan fisik dan mental.
Lansia akan mengalami proses penuaan atau “aging” yang merupakan tahap lanjut dari
proses kehidupan seseorang yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan kemampuan seorang lansia meliputi organ
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah
tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa
melalui program puskesmas dan dalam penyelenggaraannya melibatkan peran serta para
lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial (Depkes RI, 2003).
Berbagai kegiatan dan program posyandu lansia tersebut sangat baik dan banyak
memberikan manfaat bagi para lansia di wilayahnya. Seharusnya para lansia berupaya
memanfaatkan adanya posyandu tersebut sebaik mungkin, agar kesehatan para lansia dapat
terpelihara dan terpantau secara optimal. Lansia yang tidak aktif dalam memanfaatkan
pelayanan kesehatan di posyandu lansia, maka kondisi kesehatan mereka tidak dapat
terpantau dengan baik, sehingga apabila mengalami suatu resiko penyakit akibat penurunan
kondisi tubuh dan proses penuaan dikhawatirkan dapat berakibat fatal dan mengancam jiwa
Kegiatan posyandu lansia yang berjalan dengan baik akan memberi kemudahan bagi
lansia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar, sehingga kualitas hidup masyarakat di
usia lanjut tetap terjaga dengan baik dan optimal. Penyuluhan, senam dan sosialisasi tentang
manfaat posyandu lansia perlu terus ditingkatkan dan perlu mendapat dukungan berbagai
pihak, baik keluarga, pemerintah maupun masyarakat itu sendiri (Maryam dkk, 2008).
Masalah utama bagi lanjut usia adalah pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan,
oleh karena itu perlu dikembangkan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan upaya
sehat, mandiri, aktif, produktif dan berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat adalah
Tidak semua kelompok lanjut usia memanfaatkan Posyandu Lansia dalam hal asuhan
kesehatan lansia dan permasalahannya, karena akses ke Posyandu Lansia yang jauh, medan
yang sulit dan tidak ada yang mengantarkan. Adapun tujuan penelitian adalah menganalisis
hubungan akses ke posyandu lansi dan tingkat kemandirian dengan keaktifan lansia dalam
apakah terdapat hubungan antara akses ke posyandu dan tingkat kemandirian lansia dengan
keaktifan lansia dalam mengikuti posyandu lansia di wilayah kerja UPT Puskesmas
Sumbermanjing Kulon.
Mengetahui hubungan antara akses ke posyandu dan tingkat kemandirian lansia dengan
keaktifan lansia dalam mengikuti posyandu lansia di wilayah kerja UPT Puskesmas
Sumbermanjing Kulon.
Sumbermanjing Kulon
Sumbermanjing Kulon
3. Mengetahui keaktifan lansia dalam mengikuti posyandu lansia di wilayah kerja UPT
Sebagai salah satu referensi tentang peran kader pada posyandu lansia.
2. Posyandu Lansia
posyandu untuk memelihara kemandirian lansia sehingga diharapkan lansia dapat aktif
3. Masyarakat
Diharapkan dapat memberikan dorongan pada lansia untuk lebih aktif dalam mengikuti
tentang manfaat Posyandu lansia sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam
4. Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman yang baru dalam melakukan penelitian
serta mengetahui hubungan antara akses ke posyandu dan tingkat kemandirian lansia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. LANSIA
Definisi Lansia
Definisi Lansia menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Bab 1 Pasal 1 Ayat 2
tentang kesejahteraan lanjut usia (lansia), seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
(enam puluh) tahun keatas. Lansia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari,
lansia adalah suatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis.
Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian
(Hidayat, 2006).
Lanjut usia menurut Hardywinoto (1999) terdiri dari 3 kategori, yaitu young old (70 –
75 tahun), old (75 – 80 tahun) dan very old (di atas 80 tahun).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merumuskan batasan lanjut usia sebagai berikut:
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat mencapai usia
tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan keperawatan, baik yang
bersifat promotif maupun preventif, dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia
lanjut yang berguna dan bahagia. Penuaan yang ditandai dengan adanya kemundurun
biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mengendur,
timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan
berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi
Karakteristik Lansia
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan)
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptive
Tipe Lansia
Tipe lansia di jabarkan dalam beberapa macam menurut (Nugroho, 2008; Maryam
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru selektif dalam mencari pekerjaan,
bergaul dengan teman, mengupayakan apa yang biasa dilakukan dan memenuhi
kebutuhan.
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, banyak
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, menerima segala sesuatu yang dia terima, tidak
banyak mengalami gejolak, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan kegiatan apa
saja.
e. Tipe bingung
Kaget kehilangan kepribadian, tidak siap mengahadapi sesuatu hal, mengasingkan diri,
1. Sel
Sel pada tubuh manusia akan mengalami peerubahan dari keadaan awal. Ukuran sel
pada lansia menjadi lebih besar namun jumlahnya semakin sedikit. Jumlah sel otak akan
mengalami penurunan, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun.
2. System indra
Perubahan penglihatan yang akan terjadi pada kelompok lanjut usia erat kaitannya
akomodasi terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan lensa kristalin
mengalami sclerosis (Stanley &Beare, 2006). Kondisi ini dapat diatasi dengan
penggunaan kacamata dan system penerangan yang baik (Azizah, 2011). Ukuran pupil
menurun (miosis pupil) dengan penuaan karena sfinkter pupil mengalami sclerosis.
Miosis pupil ini dapat mempersempit lapang pandang dan mempengaruhi penglihatan
perifer pada tingkat tertentu. Peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan warna
menjadi menguning juga terjadi pada system penglihatan lansia. Hal ini berdampak pada
penglihatan yang kabur, sensitivitas terhadap cahaya, penurunan pada penglihatan pada
malam hari, dan kesukaran dengan persepsi kedalaman (Stanley &Beare, 2006).
dalam, terutama terhadap nada-nada tinggi, suara yang tidak jelas, dan kata-kata yang
3. System Muskuloskeletal
kartilago, tulang, otot, maupun sendi.Kolagen sebagai pendukung uta pada kulit, tendon,
tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang
makin rapuh, hal ini menyebabkan terjadinya osteoporosis bahkan terjadi fraktur
terjadi penurunan tinggi badan akibat menipis dan menjadi pendeknya discus
otot yang mengalami atrofi (Nugroho, 2008).Sendi menjadi kurang dapat di gerakkan
4. System kardiovaskuler
elastisitasnya (Azizah, 2011). Katub jantung menjadi lebih tebal dan kaku, serta
elastisitas jantung dan arteri menurun. Vena menjadi berbelok-belok, dinding arteri
penuh dengan timbunan kalsium dan lemak (Smeltzer, 2012). Massa jantung
jantung mengalami fibrosis dan klasifikasi SA node dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat. Kemampuan arteri dalam menjalankan fungsinya berkurang
sampai dengan 50 persen. Pembuluh darah kapiler mengalami penurunan elastisitas dan
menurun akibat penurunan denyut jantung maksimal dan volume cukup. Respon
terhadap bipoksi menjadi lambat. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang
5. Sistem respirasi
elastisitas paru-paru menurun, volume resudi meningkat, alveoli melebar dan jumlahnya
berkurang, tekanan oksigen arteri menurun menjadi 75 mmHg serta terjadi penurunan
kemampuan batuk (Nugroho, 2008). Pada system respirasi, terjadi perubahan otot,
kartilago, dan sendi toraks yang mengakibatkan gerakan pernapasan menjadi terganggu
6. System Gastrointestinal
Perubahan yang terjadi pada system pencernaan, yaitu sensitivitas lapar menurun, asam
lambung menurun, peristaltic melemah, serata ukuran hati yang mengecil. Kehilangan
gigi juga seringkali terjadi pada lansia (Azizah, 2011). Penurunan saliva, kesulitan
7. System perkemihan
Dalam system perkemihan, terjadi perubahan yang signifikan meliputi: kemunduran laju
filtrasi, ekskresi, dan reabsorbsi oleh ginjal. Hal ini akan memberikan efek dalam
pemberian obat pada lansia. Inkontinensia urin juga meningkat pada lansia (Azizah,
2011). Kapasitas kandung kemih menurun dan individu lansia tidak mampu lagi
mengalami penurunan tonus otot perineal yang mengakibatkan stress inkontinensia dan
urgensi. Hyperplasia ProstatBenigna merupakan temuan yang sering pada pria lanjut
usia (Irfayani, 2012). Sistem perkemihan menurun pada lansia yang ditandai dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus, penurunan aliran ginjal sekitar 53 persen skunder
yangmenyebabkan pengosongan yang tidak sempurna dan retensi urine kronis, dan
2012).
8. System saraf
beraktivitas. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respon motoric pada
susunan saraf pusat serta penurunan reseptor proprioseptif. Hal ini terjadi karena
susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia (Azizah,
2011).
9. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan mengecilnya ovary dan uterus.
Payudara pada lansia wanita juga mengalami atrofi. Selaput lender vagina menurun,
permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, dan sifat reaksinya menjadi alkali.
Testis pada lansia pria masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun terjadi
pada wanita ditandai dengan penurunan kadar estrogen dan progesterone karena
introitus, dan hilangnya elasitas jaringan. Penurunan pada pria yaitu terjadi perubahan
produksi testosterone yang mengakibatkan penurunan libido serta atrofidanpelunakan
testis, penurunan produksi sperma sekitar 48 persen sampai 69 persen antara usia 60 dan
Perubahan Spiritual
lansia (Azizah 2011). Nugroho (2008) menyatakan bahwa lansia makin teratur dalam
menjalankan rutinitas kegiatan keagamaannya sehari-hari. Lansia juga cenderung tidak takut
Perubahan Kognitif
Perubahan Kognitif Lansia mengalami penurunan daya ingat, yang merupakan salah
satu fungsi kognitif. Ingatan jangka panjang kurang mengalami perubahan, sedangkan
ingatan jangka pendek memburuk. Lansia akan kesulitan mengungkapkan kembali cerita
atau kejadian yang tidak begitu menarik perhatiannya (Azizah, 2011). Nugroho (2008)
mengungkapkan bahwa factor yang mempengaruhi perubahan kognitif pada lansia, yaitu:
Perubahan Psikososial
Perubahan Psikososial yang dialami oleh lansia, yaitu masa pensiun, perubahan aspek
kepribadian, dan perubahan dalam peran sosial di masyarakat. Pensiun adalah tahap
kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang menyebabkan
stress psikososial. Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan membuat lansia pensiunan
merasakan kekosongan. Menurut Budi Darmojo dan Martono, lansia yang memasuki masa
pensiun akan mengalami berbagai kehilangan, yaitu: kehilangan finansial, kehilangan status,
kehilangan teman, dan kehilangan kegiatan (Azizah, 2011). Lansia mengalami penurunan
yang menyebabkan reaksi dan prilaku lansia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotor
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak yang mengakibatkan lansia
menjadi kurang cekatan. Adanya penurunan kedua fungsi tersebut menbuat lansia
masyarakat dapat terjadi akibat adanya gangguan fungsional maupun kecacatan pada lansia.
Hal ini dapat menimbulkan perasaan keterasingan pada lansia. Respon yang ditunjukkan
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia seringkali berhuubungan dengan
berbagai gangguan fisik. Factor psikologis yang menyertai lansia berkaitan dengan
seksualitas, yaitu: rasa tahu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
Sikap keluarga dan masyarakat juga kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan
saraf. Bagian korteks otak dapat berperan sebagai inhibitor pada sistem terjaga dan fungsi
inhibisi ini menurun seiring dengan bertambahnya usia. Korteks frontal juga mempengaruhi
alat regulasi tidur (Maas, 2011). Penurunan aliran darah dan perubahan dalam mekanisme
neurotransmitter dan sinapsis memainkan peran penting dalam perubahan tidur dan terjaga
yang dikaitkan dengan faktor pertambahan usia. Faktor ekstrinsik, seperti pensiun, juga
dapat menyebabkan perubahan yang tiba-tiba pada kebutuhan untuk beraktivitas dan
kebutuhan energi sehari-hari serta mengarah pada perubahan kebutuhan tidur. Keadaan
sosial dan psikologis yang terkait dengan faktor kehilangan dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya depresi pada lansia, yang kemudian dapat mempengaruhi pola tidur-
terjaga lansia. Pola tidur dapat dipengaruhi oleh lingkungan, bukan seluruhnya akibat proses
penuaan (Maas,2011).
lanjut, yaitu:
a. Kondisi mental
Secara psikologis, umumnya pada usia lanjut terdapat penurunan baik secara kognitif
b. Keterasingan (loneliness)
Terjadi penurunan kemampuan pada individu dalam mendengar, melihat dan aktivitas
Kondisi ini terjadi pada seseorang yang semula mempunyai jabatan pada masa aktif
bekerja. Setelah berhenti bekerja, merasa ada sesuatu yang hilang dalam kehidupannya.
d. Masalah penyakit
Selain karena proses fisiologis yang menuju arah degenerative juga banyak ditemukan
gangguan pada usia lanjut. Antara lain infeksi, jantung dan pembuluh darah,
Penerimaan atau pendapatan pada usia lanjut tidak seperti pada masa produktif, sehingga
Definisi Kemandirian pada lansia dari pendapat para ahli Ruhidawati (2005)
kemauan dan kemampuan berupaya untuk memenuhi tuntunan kebutuhan hidupnya secara
sah, wajar dan bertanggung jawab terhadap segala hal yang dilakukannya, namun demikian
tidak berarti berarti bahwa orang yang mandiri bebas lepas tidak memiliki kaitan dengan
orang lain.
Mutadin (2002) juga mengatakan bahwa untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan
kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan disekitarnya, agardapat
mencapai otonomi atas diri sendiri. Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat
dilihat dari kualitas hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan
pengertian yaitu suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju
demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah
yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas – tugasnya, bertanggung
jawab terhadap apa yang dilakukan. Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan
atau bantuan pribadi yang masih aktif. Seseorang lansia yang menolak untuk melakukan
fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu (Maryam.
R.Siti, 2008).
kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan pemilihan intervensi yang tepat
(Maryam, 2008). Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi
yang masih aktif. Seseorang lansia yang menolak untuk melakukan fungsi dianggap sebagai
tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu. Kemandirian adalah kemampuan atau
keadaan dimana individu mampu mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa
bergantung dengan orang lain (Maryam, 2008). Adapun kemandirian disini dihubungkan
dengan kemampuan klien dalam melakukan fungsi tanpa memerlukan supervisi, petunjuk,
maupun bantuan aktif dengan pengecualian. Misalnya bagi lansia yang menolak untuk
melakukan sendiri suatu fungsi tertentu (padahal mungkin ia masih mampu) dianggap tidak
bisa melakukannya.
Menurut (Noorkasiani S. Tamher, 2008) untuk menetapkan apakah salah satu fungsi
1. Mandi
Dinilai kemampuan klien untuk menggosok atau membersihkan sendiri seluruh bagian
badanya, atau dalam hal mandi dengan cara pancuran (shower) atau dengan cara masuk
dan keluar sendiri dari bath tub. Dikatakan independen (mandiri), bila dalam melakukan
mandiri sendiri tapi tak lengkap seluruhnya. Dikatakan dependen bila klien memerlukan
bantuan untuk lebih dari satu bagian badannya. Juga bila klien tak mampu masuk keluar
Dikatakan independen bila tak mampu mengambil sendiri pakaian dalam lemari atau laci
misalnya, mengenakan sendiri bajunya, memasang kancing atau resleting (mengikat tali
sepatu, dikecualikan).
3. Toileting
Dikatakan independen bila lansia tak mampu ke toilet sendiri, berajak dari kloset,
merapikan pakaian sendiri organ eskresi, bila harus menggunakan bed pan atau pispot.
memerlukan bantuan.
4. Transferring
Dikatakan independen bila mampu naik turun sendiri dari tempat tidur atau kursi/kursi
roda. Bila hanya memerlukan sedikit bantuan atau bantuan yang bersifat mekanis, tidak
termasuk. Sebaliknya, dependen bila selalu memerlukan bantuan untuk kegiatan tersebut
diatas. Atau tidak mampu melakukan satu atau lebih aktifitas transferring.
Dikatakan indenpenden bila mampu buang hajat sendiri (urinasi dan defekasi).
Sebaliknya, termaksud dependen bila pada salah satu atau keduanya (miksi atau
defekasi) memerlukan enema dan kateter. Juga bila lansia menggunakan bed pan secara
regular.
6. Makan
Dikatakan independen, bila mampu menyuap makanan sendiri, mengambil dari piring.
Dalam penilaian tidak termaksud mengiris poto gan daging. Misalnya, juga menyiapkan
Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda kemauan dan
activity of daily living. Saat perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang secara
daily living.
b. Kesehatan fisiologis
dengan sistem nervous sehingga dapat merespon sensori yang masuk dengan cara
melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma
c. Fungsi Kognitif
mental memberikan kontribusi pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berpikir
(Hardywinoto, 2007)
d. Fungsi Psikososial
Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu hal yang
lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi
interaksi yang kompleks antara perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada
intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi dapat
seperti masalah komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi dalam penampilan
peran juga dapat mempengaruhi dalam pemenuhan activity of daily living (Hardywinoto,
2007).
e. Tingkat stress
Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam kebutuhan. Faktor
yang dapat menyebabkan stress (stressor), dapat timbul dari tubuh atau lingkungan atau
dapat mengganggu keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa fisiologis seperti
f. Ritme biologi
Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur lingkungan fisik
lingkungan). Salah satu irama biologi yaitu irama sirkardian, berjalan pada siklus 24
temperatur tubuh, dan hormon. Beberapa faktor yang ikut berperan pada irama
sirkardian diantaranya faktor lingkungan seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca
g. Status mental
Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang. Keadaan status mental akan
diungkapkan oleh Cahya yang dikutip dari Baltes, salah satu yang dapat mempengaruhi
mental. Seperti halnya lansia yang memorinya mulai menurun atau mengalami
gangguan, lansia yang mengalami apraksia tentunya akan mengalami gangguan dalam
h. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan pada segmen lansia yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat salah satunya
adalah posyandu lansia. Jenis pelayanan kesehatan dalam posyandu salah satunya adalah
pemeliharan Activity of Daily Living. Lansia yang secara aktif melakukan kunjungan ke
posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik dari pada lansia yang tidak aktif ke
Kemandirian bagi lansia juga dapat dilihat dari kualitas hidup. Kualitas hidup lansia
dapat dinilai dari kemampuan melakukan activity of daily living. Menurut Setiati (2000),
Activity of Daily Living (ADL) ada 2 yaitu, ADL standar dan ADL instrumental. ADL
standar meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil,
dan mandi. Sedangkan ADL instrumental meliputi aktivitas yang kompleks seperti
Pengukuran Activity daily living pada lansia dapat diukur dengan menggunakan
1. Barthel Indeks
kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga
O
1 Makan (Feeding) 0 = tidak dapat
2 = mandiri
2 Mandi (Bathing) 0 = tergantung orang lain
1 = mandiri
3 Perawatan Diri 0 = perlu bantuan
(Grooming) 1 = mandiri
4 Berpakaian 0 = tergantung
2 = mandiri
5 Buang air kecil 0 = Tidak bisa mengontrol (perlu di kateter dan
2 = Terkontrol penuh
7 Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain orang lain
sesuatu sendiri
2 = Mandiri
8 Berpindah (tidur 1 = Tidak dapat
3 = Mandiri
9 Mobilitas 0 = tidak bergerak/tidak mampu
2 = mandiri dengan kursi roda
4 = mandiri
10 Naik turun tangga 0 = tidak mampu
1 = perlu bantuan
2 = mandiri
Interpretasi hasil :
20 : Mandiri
0-4 : Ketergantungan
2. Kats Indeks
Katz indeks adalah suatu instrument pengkajian dengan sistem penilaian yang
tepat (Maryam, R. Siti, dkk, 2011). Pengkajian ini menggunakan indeks kemandirian
Katz untuk aktivitas kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi
mandiri atau bergantung dari klien dalam hal, makan, kontinen (BAB atau BAK),
berpindah, ke kamar kecil, mandi dan berpakaian (Maryam, R. Siti, dkk, 2011).
SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),
tambahan.
D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan satu
fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
Keterangan: Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang
lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,
1. Mandi
Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung atau ekstermitas yang
tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya. Bergantung: bantuan mandi lebih dari satu
bagian tubuh, bantuan masuk dan keluar dari bak mandsi, serta tidak mandi sendiri.
2. Berpakaian
Mandiri: mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian,
Tergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau baju hanya sebagian.
3. Ke Kamar Kecil
Mandiri: masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genitalia sendiri.
Tergantung: menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan pispot.
4. Berpindah
Mandiri: berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri.
Tergantung: bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak melakukan
5. Kontinen
pembalut (pampres).
6. Makan
7. Mandiri: mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri. Bergantung: bantuan
dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapinya, tidak makan sama sekali,
MANDIR
N TERGANTUNG
AKTIVITAS I NILAI
O NILAI (0)
(1)
1 Mandi di kamar mandi (menggosok,
menggunakannya.
3 Memakan makanan yang telah disiapkan
4 Memelihara kebersihan diri untuk penampilan
kemaluan).
8 Dapat mengontrol pengeluaran air kemih.
9 Berjalan di lingkungan tempat tinggal atau ke
kebutuhan keluarga.
13 Mengelola keuangan (menyimpan dan
untuk berpergian.
15 Menyiapkan obat dan minum obat sesuai
kesehatan
17 Melakukan aktivitas di waktu luang (kegiatan
menyalurkan hobi.
Jumlah Poin Mandiri
Analisi Hasil :
Point : 13 – 17 : Mandiri
Point : 0 – 12 : Ketergantungan
3. POSYANDU LANSIA
keluarga berencana. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan 35 kesehatan
yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari
petugas kesehatan dalam rangka pencapaian NKKBS (Effendy, 2004). Posyandu lansia
adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang
sudah di sepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan
oleh masyarakat, dengan bimbingan dari petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga
terkait lainnya untuk menyelenggarakan lima program prioritas secara terpadu pada satu
tempat dan pada waktu yang sama guna meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat
hidup sehat. Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum lansia, yang
dilakukan dari, oleh dan untuk kaum usila yang menitikberatkan pada pelayanan promotif
dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitative (Notoadmodjo, 2007).
Kegiatan posyandu lansia yang berjalan dengan baik akan memberi kemudahan bagi
lansia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar, sehingga kualitas hidup masyarakat di
usia lanjut tetap terjaga dengan baik dan optimal. Berbagai kegiatan dan program posyandu
lansia tersebut sangat baik dan banyak memberikan manfaat bagi para orang tua
sebaik mungkin, agar kesehatan para lansia dapat terpelihara dan terpantau secara optimal.
Lansia yang tidak aktif dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan diposyandu lansia, maka
kondisi kesehatan mereka tidak dapat terpantau sehingga apabila mengalami suatu resiko
penyakit akibat penurunan kondisi tubuh dan proses penuaan dikhawatirkan dapat berakibat
fatal dan mengancam jiwa mereka. Penyuluhan dan sosialisasi tentang manfaat posyandu
lansia perlu terus ditingkatkan dan perlu mendapat dukungan berbagai pihak, baik keluarga,
Penyelenggaraan Posyandu
Kegiatan posyandu lansia yang berjalan dengan baik akan memberi kemudahan bagi
lansia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar, sehingga kualitas hidup masyarakat di
usia lanjut tetap terjaga dengan baik dan optimal. Berbagai kegiatan dan program posyandu
lansia tersebut sangat baik dan banyak memberikan manfaat bagi para orang tua
sebaik mungkin, agar kesehatan para lansia dapat terpelihara dan terpantau secara optimal.
Lansia yang tidak aktif dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan diposyandu lansia, maka
kondisi kesehatan mereka tidak dapat terpantau sehingga apabila mengalami suatu resiko
penyakit akibat penurunan kondisi tubuh dan proses penuaan dikhawatirkan dapat berakibat
fatal dan mengancam jiwa mereka. Penyuluhan dan sosialisasi tentang manfaat posyandu
lansia perlu terus ditingkatkan dan perlu mendapat dukungan berbagai pihak, baik keluarga,
Lokasi Posyandu
4. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos
dengan aktifitas fisik sesuai kemampuan dan aktifitas mental yang mendukung. Memelihara
kemandirian secara maksimal. Melaksanakan diagnosa dini secara tepat dan memadai.
Melaksanakan pengobatan secara tepat. Membina lansia dalam bidang kesehatan fisik
spiritual. Sebagai sarana untuk menyalurkan minat lansia. Meningkatkan rasa kebersamaan
kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan kebutuhan. Tujuan
pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain, meningkatkan jangkauan
sesuai dengan kebutuhan lansia. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta
Manfaat dari posyandu lansia adalah kesehatan fisik usia lanjut dapat dipertahankan
tetap bugar. Kesehatan rekreasi tetap terpelihara, dan dapat menyalurkan minat sertabakat
Depkes (2006) posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja dalam pelayanan terhadap
balita, posyandu lansia hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan
sebagai berikut :
a. Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan.
b. Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh
(IMT). Pelayanan kesehatan seerti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga
c. Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan
dan mental emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk
mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah
kesehatan yang dihadapi. Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di
Posyandu Lansia seperti pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar
dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat
b. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
g. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat seperti
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi
lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia untuk meningkatkan kebugaran.
prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja
dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran
tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, Kartu
Sasaran langsung yaitu kelompok usia virilitas/ pra lansia 45 – 59 tahun, kelompok
lansia 60 – 69 tahun dan kelompok lansia resiko tinggi 70 tahun ke atas. Sasaran tidak
langsung yaitu keluarga yang mempunyai lansia, masyarakat dilingkungan lansia berada,
organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan lansia, masyarakat luas (Depkes RI,
2006).
negeri, menteri kesehatan dan BKKBN melalui Surat Keputusan Bersama: dengan Nomor
23 tahun 1985, 21/ Men.Kes/ Inst.B./ IV 1985, dan 112/ HK-011/ A/ 1985 tentang
menyelenggarakan posyandu dalam lingkup LKMD dan PKK, mengembangkan peran serta
LKMD dan PKK dengan mengutamakan peran kader pembangunan (Depkes RI, 2003).
Pembiayaan
untuk masyarakat. Secara umum biaya berasal dari masyarakat itu sendiri melalui berbagai
cara antara lain: iuran dari para warga, donator tidak tetap atau tetap, usaha mandiri dari
posyandu, bantuan dari dunia usaha/ CSR (corporate social responsibility), bantuan dari
posyandu, yang bisa dikelompokkan menjadi 4 tingkat, yaitu berturut-turut dari terendah
1. Posyandu Pratama (dengan warna merah), posyandu yang masih belum mantap,
kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Keadaan ini
dinilai gawat sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang. Artinya kader yang
2. Posyandu Madya (dengan warna kuning), posyandu pada tingkat madya sudah dapat
melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader tugas
5 orang atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi dan
Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%. Ini berarti, kelestarian posyandu
sudah baik tetapi masih rendah cakupannya. Intervensi untuk posyandu madya ada 2
yaitu: a) Pelatihan Toma dengan modul eskalasi posyandu yang sekarang sudah
3. Posyandu Purnama (dengan warna hijau), posyandu yang frekuensinya lebih dari 8
kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan cakupan 5 program
utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program
tambahan, bahkan mungkin sudah ada Dana Sehat yang sederhana. Intervensi pada
b) Pelatihan Dana Sehat, agar 44 di desa tersebut dapat tumbuh Dana Sehat yang kuat
4. Posyandu Mandiri (dengan warna biru), posyandu ini berarti sudah dapat melakukan
kegiatan secara teratur, cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan
dan Dana Sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. Intervensinya adalah
pembinaan Dana Sehat, yaitu diarahkan agar Dana Sehat tersebut menggunakan
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain pada penelitian ini adalah korelasi yaitu peneliti menguji kekuatan hubungan
antar variabel akses ke posyandu dan tingkat kemandirian lansia dengan keaktifan lansia
a. Waktu
b. Tempat Penelitian
Sumbermanjing Kulon.
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah rata-rata lansia yang datang ke posyandu lansia di
b. Sampel
Pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai
subjek penelitian (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel
Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga
setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan
n= N
1 + N (d) ²
Keterangan :
n : Jumlah Sampel
N : Jumlah Populasi
Jadi :
n= 540
1 + 540(0,1) ²
= 84,375
= 84 responden
5. Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari subjek penilaian yang layak untuk
dilakukan penilaian.
Sumbermanjing Kulon
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah subjek penelitian yang tidak dapat mewakili sampel karena
tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian. Kriteria eksklusi penelitian ini
adalah:
- Responden yang sedang tidak berada di tempat penelitian pada saat penelitian
dilakukan
6. Variabel
Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya
Variabel independent dalam penelitian ini adalah akses ke posyandu dan tingkat
kemandirian lansia
karena adanya variabel bebas (Sugiono, 2005). Variabel dependent dalam penelitian
Jenis Data
a. Data primer
Data Primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi lansung
b. Data sekunder
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari Posyandu Lansia wilayah kerja UPT
Adapun cara pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan
lembar kuesioner.
8. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar kuesioner yang
telah dimodifikasi bartel dengan katz, berisi tentang pernyataan sesuai dengan variabel
penelitian.
Pengolahan data
a. Editing
Editing adalah kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner.
b. Coding
Coding merupakan membuat data atau kode pada tiap-tiap data yang termaksud
c. Scoring
d. Tabulating
Tabulating adalah membuat table yang berisikan data yang telah dikode sesuai dengan
Pada penelitian ini yaitu dalam bentuk table yang kemudian dinarasikan secara
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr. 2006. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Depkes RI. 2006. Pedoman pelatihan kader kelompok usia lanjut bagi petugas kesehatan.
Depkes, 2008, Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan.
Available from:http//www.depkes.go.id/download/Keswa_Lansia
Keluarga, Dan Keluhan Fisik Dengan Keaktifan Lansia Mengikuti Kegiatan Posyandu
Puspasari Abadi V Di Gonilan Kartasura. Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta,
2016.
https://www.kemkes.go.id/article/view/19070500004/indonesia-masuki-periode-aging-
population.html
https://sensus.bps.go.id/
Intarti, Wiwit Desi, and Siti Nur Khoriah. "Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan
Kurniaty, Yayuk. Hubungan Keaktifan Lansia mengikuti Posyandu dan Peran Kader dengan
tingkat Kemandirian Lansia di Dusun Krapyak Wetan, Bantul. Diss. STIKES Jenderal A.
Maas, L. Meridian (2011). Asuahan Keperawatan Geriatric: Diagnosis NANDA, Kriteria Hasil
Maryam R. Siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Nugroho, (2000), Keperawatan Gerontik. Edisi 2 Penerbit buku Kedokteran. Jakarta. EGC.
Sari, Aspina Purba. Hubungan antara Sikap dan Keaktifan Lansia ke Posyandu Lansia. Diss.
Soedomo, H., dkk. (2004). Gangguan Saraf Pada Usia Lanjut. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro
Stanley, Mickey &Beare, P.G. (2006).Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Jakarta: EGC