Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
1. Achmad Wahyudi (2123001)
2. Awang Endro Utomo (2123004)
3. Dani Rahardi Styawan (2123006)
4. Hilmi Nikmatul Laila (2123014)
5. Nugraha Shonata Megantara (2123016)
6. Nursita Widya Heryawati (2123017)
7. Saroja Maulidia Ma’ruf (2123019)
8. Yudha Prasetia Anggara (2123027)
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmatdan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah keperawatan jiwa ini
dengan judul “Peran Perawat dalam Terapi Somatik dan Psikofarmaka”. Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Psikiatri.
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dosen dan kepada teman-teman yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca umumnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II ISI
A. Pengertian Terapi Somatik 5
B. Macam-macam Terapi Somatik 5
C. Pengertian Terapi Psikofarmaka 10
D. Klasifikasi Terapi Psikofarmaka.................................................. 11
E. Peran Perawat dalam Pemberian Obat….. 19
Daftar Pustaka 24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Klien gangguan jiwa mempunyai keunikan yang tidak didapatkan pada penderita penyakit
fisik. Pada penderita penyakit fisik sangat menyadari bahwa dirinya sakit dan membutuhkan
pertolongan tenaga kesehatan sedangkan pada penderita klien dengan gangguan jiwa tidak
merasa atau menyadari ia sakit. Dengan keunikan ini sering kali perawat kesulitan dalam
pemberian obat karena klien menolak apabila disuruh minum obat, tidak mau menelan,
mencurigai obat sebagai bunuh diri. Rentang waktu pemberian obat yang lama membuat
klien dan ketakutan akan ketergantungan obat dan keracunan. Hal ini membuat klien dan
keluarga memutuskan pemberian obat tanpa berkonsultasi dengan dokter atau tenaga
kesehatan lain terutama bila gejala-gejala gangguan jiwa sudah mulai berkurang. Tindakan
putus obat tersebut sering kali merugikan bagi klien karena bila terjadi kekambuhan akan
memerlukan dosis obat yang lebih besar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan terapi somatik?
2. Apa saja terapi somatik yang diberikan pada pasien dengan gangguan jiwa?
3. Apa itu terapi psikofarmaka?
4. Apa saja klasifikasi terapi psikofarmaka?
5. Apa saja peran perawat dalam pemberian obat?
C. Tujuan
1. Untuk mengatahui apa itu terapi somatic.
2. Untuk mengatahui terapi somatik yang diberikan pada pasien dengan gangguan
jiwa.
3. Untuk mengetahui terapi psikofarmaka.
4. Untuk mengetahui klasifikasi terapi psikofarmaka.
5. Untuk mengetahui peran perawat dalam pemberian obat.
BAB II
ISI
d. Peran Perawat
Perawat sebelum melakukan terapi ETC, harus mempersiapkan alat dan mengantipasi
kecemasan klien dengan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
e. Persiapan Alat
1) Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
2) Touge spatel/karet mentah dibungkus kain
3) Spuit disposibel
4) Kain kasa
5) Cairan nacl secukupnya
6) Obat SA injeksi 1 ampul
7) Tensimeter
8) Stetoskop
9) Slim suiger
10) Test konvultator
f. Persiapan Klien
1) Anjurkan pasien dan kluarga untuk tenang dan beritau prosedur tindakan yang
akan diambil
2) Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratoruim untuk mengidentifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontraindikasi ETC
3) Siapkan surat persetujuan tindakan
4) Klien dipuasa 4-6 jam sebelum ETC
5) Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin
dipakai klien
6) Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi
7) Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum
ETC
8) Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatifhipnotik, dan
antikonvulsa harus dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan bebrapa hari
sebelunya karena berisiko organik.
9) Premedikasi dengan injeksi SA (sulfatatropine) 0,6-1,2 mg setengah jam
sebelum ETC. pemberian antikolinergik ini mengendalikan aritmia vagal dan menurunkan
sekresi gastrointestinal.
g. Pelaksanaan :
1) Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan
rata dan cukup keras. Posisikan hiperektensi punggung tanpa bantal. Pakaian dikendorkan,
seluruh badan ditutup dengan selimut, kecuali bagian kepala.
2) Berikan natrium moteheksital (40-100 mg IV). Anestetik berbiturat ini dipakai
untuk menghasilkan koma ringan.
3) Berikan pelemas otot suksinilkolin atau anectine (30-80 mg IV) untuk
menghindari kemungkinan kejang umum
4) Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan alkohol untuk tetap
elektroda menempel.
5) Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi dengan kasa yang basahi
cairan Nacl.
6) Penderita diminta untuk membuka mulut dan pasang spate/karet yang
dibungkus kain dimasukkan dan penderita diminta untuk menggigitnya
7) Rahang bawah (dagu) di tahan supaya tidak membuka lebar saat kejang
dengan dilapisi kain
8) Persendian (bahu, siku, pinggang dan lutut) ditahan selama kejang dengan
mengikuti kejang
9) Pasang kedua elktroda di pelipis yang sudah dilapisi kain kasa basah
kemudian tekan tombol sampai timer berhenti dan dilepas
10) Menahan gerakan kejang sampai selesai kaejang dangan mengikuti gerakan
kejang (menahan tidak boleh terlalu kuat)
11) Bia berhenti bernapas berikan bantuan napas dengan ransangan menekan
diafragma
12) Bila banyak lendir, dibersihkan dengan slim suiger
13) Kepala diminggirkan
14) Observasi sampai penderita sadar
15) Dokumentasi hasil dikartu ETC dan catatan keperawatan
h. Setelah ETC :
1) Observasi dan awasi tanda vital sampai kondisi klien stabil
2) Jaga keamanan
3) Bila klien sudah sadar bantu klien mengembalikan orientasi klien sesuai
kebutuhan. Biasanya timbul kebingungan pasca kejang 15-30 menit.
4. Foto terapi
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan memaparkan
klien pada sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan). Klien disuruh duduk
dengan mata terbuka 1,5 meter, didepan klien diletakkan lampu flouresen spektrum luas
setinggi mata. Waktu dan dosisi terapi ini bervariasi pada tiap individu. Bebrapa klien
berespons jika terapi diberikan pagi hari, sementara klien lain lebih bereaksi kalau dilakukan
terapi pada waktu sore hari. Semakin sinar terang semakin efektif terapi perunit waktu.
Terapi sinar berlangsung dalam waktu yang tidak lama namun cepat menimbulkan efek
terapi. Kebanyakan klien merasa sembuh setelah 3-5 hari tetapi klien dapat kembali kabuh
jika terapi dihentikan. Terapi ini dapat menurunkan 75% gejala depresi yang dialami klien
depresi musim dingin atau gangguan efektif musiman.
Efek samping yang terjadi setelah dilakukan terapi dapat berupa nyeri kepala, insomnia,
kelelahan, mual, mata kuning, keluar sekresi dari hidung atau sinus dan rasa lemah pada
mata.
5. Terapi derivat tidur
Terapi derivat tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan cara mengurangi
jumlah waktu tidur klien. Terapi ini sangat tepat diberikan pada klien depresi. Dari hasil
penelitian ditemukan 60% klien depresi mengalami perbaikan setelah jam tidur dikurangi
selama 1 malam. Namun banyak klien yang mengalami depresi kemabali ketika klien tidur
selama kurang lebih 2 jam pada malam hari.
● Gangguan Otonomik
● Gangguan Ekstrapiramidal
● Gangguan Endokrin, metabolik, hematologik
f. Kontraindikasi
Obat-obat anti-psikosis berkontradiksi dengan : penyakit hati, penyakt darah, kelainan
jantung, epilepsy, febris yang tinggi, penyakit SSP, ketergantungan alcohol, dan gangguan
kesadaran.
g. Efek samping pada anti psikotik :
Efek Samping pada Sistim Syaraf ( Ektrapyramidal Side Efect / EPSE/ EPS /
Ekstrapyramidal Syndrome ) :
● Parkinson
Efek samping ini muncul 1 - 3 minggu pemberian obat (tergantung respon klien). Terdapat
TRIAS gejala parkinsonisme ;
o Tremor : sering terjadi, dan paling jelas pada istirahat.
o Bradikinesia : muka seperti topeng, berkurangnya gerakan reiprokal pada
saat berjalan.
o Rigitas : gangguan tonus otot (kaku )
● Distonia
Kontraksi otot singkat atau bisa juga lama. Tanda - tanda; muka menyeringai, gerakan tubuh
dan anggota tubuh tidak terkontrol.
● Akathisia
Ditandai dengan perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya perasaan
cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak - balik dan gerakan mengguncang pada
saat duduk. Ketiga efek samping diatas bersifat akur dan bersifat Reversible (bisa hilang atau
kembali normal).
● Tardive dyskenesia
Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan jangka panjang
dan bersifat Ireversible (susah hilang/ menetap).Berupa gerakan Involunter yang berulang
pada lidah, wajah, mulut / rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut
akan hilang pada saat tidur. Efek samping pada sistim saraf perifer atau CHOLINERGIC Side
Efect. Ini terjadi karena penghambatan pada reseptor Asetilkolin. Yang termasuk Efek
Samping Kolinergic adalah ;
o Mulut kering
o Kontipasi
o Pandangan kabur, akibat midriasis pupil dan Sikloplegia (pariese otot –
otot siliaris) menyebabkan Presbiopia
o Hipotensi Orthostatik, akibat penghambatan reseptor Adrenergik
o Kongesti / sumbatan Nasal
2. Anti Depresan
a. Definisi
Antidepresan adalah obat yang mampu memperbaiki suasana jiwa dengan menghilangkan
atau meringankan gejala keadaan murung, yang idak disebabkan oleh kesulitan social
ekonomi, obat-obatan, atau penyakit.
b. Penggolongan
● Trisiklik (TCA) : Amitriptilin (75-150 mg/hari), Imipramin ( 75-150 mg/hari).
● SSSRI : sentralin (50-150 mg/hari), Fluvoxamin (50-100 mg/hari), Fluxentin
(20-40 mg/hari), Paroxentin (20-40 mg/hari).
● MAOI : Moclobemide (300-600 mg/.hari)
● Atypical : mianserin (30-60 mg/hari), Trazodon ( 75-150 mg/hari),
Maprotilin (75-150 mg/hari dosis terbagi).
c. Mekanisme Kerja
Menghambat re-uptake aminergic neurotransmiter, menghambat penghancuran oleh enzim
monoamine oxidaseà sehingga tjd peningkatan jumlah aminergic neurotransmiter pana
sinaps neuron di SSP.
d. Indikasi
Obat antidepresan digunakan untuk penderita depresi dan kadang juga berguna untuk
penderita ansietas foba, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan depresi.
e. Efek samping
● Sedasi
● Efek Antikolinergik (mulut kering, penghilatan kabur, konstipasi, sinus
takikardi)
● Efek Anti Adrenergik Alfa (perubahan EKG, hipotensi)
● Efek Neurotoksik
f. Kontraindikasi
Kontraindikasi pada penyakit jantung koroner, Glaucoma, retensi urin, hipertensi prostat,
gangguan fungsi hati, epilepsy.
3. Obat Anti Mania / Lithium Carbonate
a. Definisi
Obat Antimania adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan kecenderungan patologis
untuk suatu aktivitas tertentu, yang tidak dapat dikendalikan , misalnya mengutil
( kleptomania).
b. Pengolongan
Obat antimania yang menjadi acuan adalah litium karbonat (250-500 mg/hari).
c. Mekanisme Kerja
Efek anti mania dari lithium carbonate disebabkan kemampuanya mengurangi dopamine
reseptor supersensitivity, meningkatkan cholinergic muscarinic activity, dan menghambat
cyclic adenosine monophospate.
d. Efek Samping
Efek samping lithium berhubungan erat dengan dosis dan kondisi fisik pasein. Efek samping
dini yaitu mulut kering, haus, gastrointestinal distress, kelemahan otot, poliuria, tremor
halus,. Sedangkan efek samping lain yaitu : hipotiroidisme, peningkatan BB, odema,
lekositosis, ggn daya ingat dan konsentrasi
e. Kontraindikasi
Respon hipersensitivitas terhdap litium karbonat, penyakit ginjal, penyakit tiroid.
f. Indikasi
Mengurangi Agresivitas, Tidak menimbulkan efek sedatif, Mengoreksi / Mengontrol pola
tidur, iritable dan adanya Flight Of Idea. Pada Mania dengan kondisi berat pemberian anti
mania di kombinasi dengan obat anti psikotik.
4. Anti Ansietas
Sering juga disebut : Psycholeptics, Minortranqulizers, Anxyolitics, Ansiolitika
a. Definisi
adalah obat yang digunakan untuk gangguan mental yang sering dijumpai dengan ansietas
berat serupa dengan takut (seoerti takikardi, berkeringat, gemetar, palpitasi) dan rasa takut,
gelisah rasa takut yang mungkin timbul dari penyebab yang tidak diketahui.
b. Penggolongan
● Benzodiazepine
Obat anti ansietas golongan Benzodiazepin yang menjadi acuan adalah Diazepam/
Klordiazepoksid.
● Non benzodiazepine
Untuk obat non benzodiazepine antara lain Sulpirid dan Buspiron.
o Diazepam (Valium) : 2 mg/tab. 5 mg/injeksi
o Chlordiazepoxide (Etabrium) : 5,10 mg / tab
o Frisium (Clubazam) : 10 mg
o Xanac (AlphaZolam) : 0,25mg & 0,5 mg/tab
o Sulfiride (Dogmasil) : 50 mg/tab
o Buspiron (Buspar) : 10 mg/tab
c. Mekanisme Kerja
Obat antiansietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya yang akan meng-inforce
the inhibitory action of GABA neuron, sehingga hiperaktivitas tersebut mereda. Sindrom
ansietas disebabkan hiperaktivitas dari system limbic yang terdiridari dopaminergic,
nonadrenergic, seretonnergic yang dikendalikan oleh GABA ergic yang merupakan suatu
inhibitory neurotransmitter.
d. Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan obt antiansietas antara lain: mengantuk,
kewaspadaan berkurang, kinerjaa psikomotor menurun, kemampuan kognitif melemah,
relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah).
e. Indikasi
Untik mengobati ansietas dan gangguan ansietas, insomnia, depresi, gangguan stress pasca
trauma, putus alkohol.
f. Kontraidikasi
Pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepin, glaukoma, miastenia gravis, insufisiensi
paru kronik, penyakit ginjal dan penyakit hati kronik.
5. Anti Insomnia
Sering disebut juga Hypnotics, Somnifacient, Hipnotika
a. Definisi
Obat yang digukanan untuk gejala/kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur
b. Penggolongan Obat
Obat acuan adalah fenobarbital
● Benzodiazepine : Nitrazepam, Trizolam, Estazolam
● Non Benzodiazepin : Choral Hydrate
o Nitrazepam ( Magadon ) : 5mg/tab
o Estazolam ( Esilgan ) : 1,2 mg / tab
c. Mekanisme Kerja
Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat yang berperan dalam
memperantara proses tidur.
d. Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan yaitu supresi SSP pada saat tidur, rebound phenomen.
e. Indikasi
Diberikan pada orang yang kesulitan untuk tidur.
f. Kontraindikasi
Berkontraindikasi pada wanita hamil dan menyusui, gagal jantung, penyakit pernapasan akut,
dan sleep apnoe syndrome.
g. Lama pemberian :
1 – 2 minggu untuk pencegahan pemakaian obat lama : Dapat menimbulkan sleep EEG
yang menetap selama 6 bulan
6. Obat Antipanik
Obat Antipanik disebut juga sebagai : Drugs Used In Panic Disorders
a. Penggolongan Obat Antipanik
● Obat antipanik trisiklik, contohnya: imipramin, klomipramin
● Obat antipanik benzodiazepine, contoh: alprazolam
● Obat antipanik RIMA (Reversible Inhibitors of Monoamine oxydase-A),
contoh: muklobemid
● Obat antipanik SSRI, contoh: sertralin, fluoksetin, paroksetin, fluvoksamin.
o Imipramin 75-150 mg/hari
o Klomopramin 75-150 mg/hari
o Alprazolam 2-4 mg/hari
o Moklobemid 300-600 mg/hari
o Sertralin 50-100 mg/hari
o Fluoksetin 20-40 mg/hari
o Parosetin 20-40 mg/hari
o Fluvoksamin 50-100 mg/hari
b. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin
c. Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan antara lain: mengantuk, sedasi, kewaspadaan berkurang, dan
Neurotoksik.
d. Indikasi
Mencegah atau mengurangi jumlah serangan panik
e. Lama pemberian
● Lamanya pemberian obat tergantung dari individual, umunya selama 6- 12
bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi penderita sudah
memungkinkan
● Dalam waktu 3 bulan bebas obat 75% penderita menunjukkan gejala
kambuh. Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama 2
tahun. Setelah itu dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.
f. Kontraindikasi
Wanita hamil dan menyusui
7. Obat Anti Obsesif Kompulsif
Disebut juga sebagai : Drugs Used In Obsessive Compulsive Disorders
a. Definisi
Adalah obat yang digunakan pada orang yang menderita obsesi yaitu munulnya gambaran/
ide-ide yang tidak di inginkan yang menimblka kecemasan berulang.
b. Pengolongan Obat
Obat anti Obsesif Kompulsif yang menjadu acuan adalah klomipramin. Obat anti kompulsi
dapat digolongkan menjadi :
● Obat anti obsesi-kompulsi trisiklik. Contoh: klomipramin
● Obat anti obsesi-kompulsi SSRI. Contoh: sertralin, paroksetin, fluvoksamin,
fluoksetin.
c. Mekanisme Kerja
Menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala mereda.
d. Indikasi
Mencegah atau mengurangi jumlah serangan panik.
e. Efek samping
obat anti obsesi-kompulsi, sama seperti obat antidepresi trisiklik, dapat berupa:
● Efek antihistamin (sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dan lain-lain)
● Efek antikolinergik (mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria,
penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus takikardi, dan lain-lain).
● Efek antiadrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi ortostatik)
● Efek neurotoksis (tremor halus, kejang epileptik, agitasi, insomnia)
f. Kontraindikasi
Kontraindikasi pada penyakit jantung koroner, Glaucoma, retensi urin, hipertensi prostat,
gangguan fungsi hati, epilepsy
g. Dosis
● Obat dimulai dengan dosis rendah. Klomipramin mulai dengan 25-50
mg/hari (dosis tunggal malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25
mg/hari sampai tercapai dosis efektif (biasanya sampai 200- 300 mg/hari).
Dosis pemeliharaan umumnya agak tinggi, meskipun bersifat individual, klomipramin
sekitar 100-200 mg/hari dan sertralin 100 mg/hari.
● Sebelum dihentikan, lakukan pengurangan dosis secara tapering off.
Meskipun respons dapat terlihat dalam 1-2 minggu, untuk mendapat hasil yang memadai
setidaknya diperlukan waktu 2-3 bulan dengan dosis antara 75-225 mg/hari.
A. Kesimpulan
Salah satu somatic terapi (terapi fisik) pada klien gangguan jiwa adalah pemberian obat
psikofarmaka, Psikofarmaka adalah sejumlah besar obat farmakologis yang digunakan untuk
mengobati gangguan mental, obat-obatan yang paling sering digunakan di Rumah Sakit Jiwa
adalah Chlorpromazine, Halloperidol dan Trihexypenidil. Obat-obatan yang diberikan selain
dapat membantu dalam proses penyembuhan pada klien gangguan jiwa, juga mempunyai
efek samping yang dapat merugikan klien tersebut, seperti paskinsonisme, pusing, sedasi,
pingsan, hipotensi, pandangan kabur dan konstipasi, untuk menghindari hal tersebut perawat
sebagai tenaga kesehatan yang langsung berhubungan dengan pasien selama 24 jam, harus
mampu mengimbangi terhadap perkembangan mengenai kondisi klien, terutama efek dari
pemberian obat psikofarmaka. Dengan demikian berarti bahwa pengetahuan hanya
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan asuhan
keperawtan dalam pemberian obat pada klien gangguan jiwa, dimana masih ada faktor lain
yang mempengaruhi seperti : sikap perawat terhadap pelaksanaan, protap pelaksanaan dan
kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian
obat.
B. Saran
Perawat jiwa yang ada di rumah sakit (rumah sakit jiwa, rumah sakit umum, panti kesehatan
jiwa, yayasan yang merawat pasien gangguan jiwa), pengajar keperawatan jiwa di sekolah
keperawatan, perawat jiwa yang ada di struktur departemen kesehatan dan dinas kesehatan
diharapkan bersatu padu untuk menyuarakan kesehatan jiwa pada setiap desempatan mulai
dari sekarang lepada setiap orang yang ditemui. Kegiatan yang dilakukan berupa advocacy
and action.
DAFTAR PUSTAKA
Andri. 2009. Tatalaksana Psikofarmaka dalam Manajemen Gejala Psikosis Penderita Usia
Lanjut Volume 59 nomor 9. Jakarta : Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran