Disusun Oleh :
Sri Rizky
Afni Rahmi
Amrizal
Deswati
Nova Arsanti
Universitas Andalas
A. Terapi Somatik
1. Pengertian
Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dgn melakukan
tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien.
b. Isolasi
Pasien dikurung dalam satu ruangan tersendiri dengan alasan yang sama dengan
pengikatan. Pastikan ruangan aman dan tidak memungkinkan pasien menyakiti dirinya
sendiri. Isolasi adalah menempatkan pasien dlm suatu ruang di mana dia tdk dpt keluar
dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Tingkatan pengisolasian dpt berkisar dari
penempatan dalam ruangan yg tertutup, tapi tdk terkunci sampai pada penempatan dlm
ruang terkunci dengan kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yg
dibatasi, & pasien memakai pakaian rumah sakit atau kain terpal yang berat. Penggunaan
kain terpal kurang dpt diterima & hanya digunakan untuk melindungi pasien aiau orang
lain.
Indikasi penggunaan:
1) Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan pasien atau orang lain dan
tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi pengekangan yang longgar,
seperti kontak interpersonal atau pengobatan
2) Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.
Kontraindikasi adalah:
1) Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik
2) Risiko tinggi untuk bunuh diri
3) Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
4) Hukuman.
c. Terapi Kejang Listrik
Mula-mula pengobatan ini dilakukan pada pasien yang mengalami epilepsi tetapi
akhirnya dipakai pada pasien dengan kondisi lain. Terapi ini dilakukan dengan
memberikan kejutan listrik di kepala melalui elektroda yang ditusukkan di kulit kepala.
Kejutan listrik bisa memberikan dampak pada nerokimia, neuroendrokrin, dan
neuropsikologis seperti dampak obat-obatan antidepresan dalam waktu yang lama.
(Black, 1993). Fink (1990) juga mengatakan bahwa ECT menghasilkan perubahan pada
reseptor neurotransmitter seperti asetilkolin, nor epinefrin, dopamin dan serotonin sama
seperti obat antidepresan.
Risiko yang mungkin terjadi sudah sangat diminimalkan dengan peralatan yang baik,
seperti :
1. Risiko patah tulang bisa dihindari dengan pemakaian obat relaksan otot dan anestesi.
2. Risiko apneu bisa dihindari dengan pemakaian bantuan oksigen dan staf yang sudah
terlatih untuk mengatasinya.
3. Dampak pada kardiovaskuler adalah akut miokard, aritmia, henti jantung, gagal
jantung atau hipertensi.
Walaupun sebagai terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada beberapa kondisi merupakan
kontra indikasi diberikan terapi ECT. Kondisi kondisi klien yang kontra indikasi tersebut
adalah:
1) Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra kranial.
2) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
3) Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat terjadinya fraktur
tulang.
4) Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
5) Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat penyakit ini.
d. Fototerapi
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien
biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien berespon
kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon kalau diberikan
pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga ditentukan oleh
kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar 2500 lux yang
diberikan selama 2 jam sehari efeknya sama dalam menurunkan depresi dengan terapi
dengan kekuatan cahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30 menit sehari.
Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif. Kebanyakan klien
membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh kembali segera setelah terapi
dihentikan. Keuntungan yg lain klien tdk akan mengalami toleransi terhadap terapi ini.
Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap terang pada
kondisi biologis. Dengan adanya cahaya terang terpapar pada mata akan merangsang
sistem neurotransmiter serotonin & dopamin yang berperanan pada depresi.
Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yang terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit kepala,
cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi dari
hidung dan sinus.
Indikasi :
Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.
Mekanisme Kerja:
Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin yang
berdampak anti depresan. Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala depresi.
Efek Samping : Klien yang didiagnosa mengalami gangguan efektif tipe bipolar bila
diberikan terapi ini dpt mengalami gejala mania.
B. Terapi Psikofarmaka
1. Pengertian
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem
Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku,
digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas
hidup klien (Hawari, 2015).
2. Konsep Psikofarmakologi
a. Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi
b. Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka
c. Yang termasuk neurotransmitter: dopamin, neuroepinefrin, serotonin dan GABA
(Gamma Amino Buteric Acid) dan lain-lain
d. Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan menimbulkan
kekacauan atau gangguan mental
e. Obat-obat psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan neurotransmitter
2). Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama
Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak
terkontrol
3). Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya
perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan gerakan
mengguncang pada saat duduk.
Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa
ilang/kembali normal).
b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect Terjadi
karena penghambatan pada reseptor asetilkolin.
Yang termasuk efek samping anti kolinergik adalah:
• Mulut kering
• Konstipasi
• Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot
siliaris) menyebabkan presbiopia
• Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergik
• Kongesti/sumbatan nasal
c.Anti Depresan
Hipotesis: syndroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu/beberapa
aminergic neurotransmitter (seperti: noradrenalin, serotonin, dopamin) pada
sinaps neuron di SSP, khususnya pada sistem limbik.
Mekanisme kerja obat:
• Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter
• Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter
• Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga
terjadi peningkatan jumlah aminergik
neurotransmitter pada neuron di SSP.
Efek farmakologi:
- Mengurangi gejala depresi
- Penenang
3.1 Kesimpulan
Salah satu somatik terapi (terapi fisik) pada klien gangguan jiwa adalah pemberian obat
psikofarmaka. Psikofarmaka adalah sejumlah besar obat farmakologis yang digunakan untuk
mengobati gangguan mental. Obat-obatan yang paling sering digunakan di Rumah Sakit Jiwa
adalah Chlorpromazine, Halloperidol, dan Trihexypenidil. Obat-obatan yang diberikan selain
dapat membantu dalam proses penyembuhan pada klien gangguan jiwa, juga mempunyai efek
samping yang dapat merugikan klien tersebut, seperti pusing, sedasi, pingsan, hipotensi,
pandangan kabur dan konstipasi. Untuk menghindari hal tersebut perawat sebagai tenaga
kesehatan yang langsung berhubungan dengan pasien selama 24 jam, harus mampu
mengimbangi terhadap perkembangan mengenai kondisi klien terutama efek dari pemberian obat
psikofarmaka.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bandung,
ternyata perawat tidak melakukan asuhan keperawatan pemberian obat secara tepat, misalkan :
Perawat hanya memanggil klien satu persatu tanpa cek kondisi umum klien, misal pemeriksaan
tekanan darah, dan lain-lain.
3.2 Saran
Perawat jiwa yang ada di rumah sakit (rumah sakit jiwa, rumah sakit umum, panti
kesehatan jiwa, yayasan yang merawat pasien gangguan jiwa), pengajar keperawatan jiwa di
sekolah keperawatan, perawat jiwa yang ada di struktur departemen kesehatan dan dinas
kesehatan diharapkan bersatu padu untuk menyuarakan kesehatan jiwa pada setiap kesempatan
mulai dari sekarang pada setiap orang yang ditemui. Kegiatan yang dilakukan bisa berupa
advokasi dan action.
DAFTAR PUSTAKA