Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis
yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan
utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula
digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan
kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun
agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit glomerulonefritis
telah menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya. Indonesia pada
tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan
dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien
laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8
tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala
umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah,
biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan,
10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Glomerulo Nefritis Kronis?
2. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi Glomerulo Nefritis Kronis?
3. Bagaimana Etiologi Glomerulo Nefritis Kronis?
4. Bagaimana Manifestasi klinis Glomerulo Nefritis Kronis?
5. Bagaimana Patofisiologi Glomerulo Nefritis Kronis?
6. Bagaimana Pathway Glomerulo Nefritis Kronis?
7. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Glomerulo Nefritis Kronis?
8. Bagaimana Penatalaksaan Glomerulo Nefritis Kronis?
9. Bagaimana Asuhan keperawatan Teori Glomerulo Nefritis Kronis?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Kasus Glomerulo Nefriris Kronis?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Definisi Glomerulo Nefritis Kronis
2. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi Glomerulo Nefritis Kronis
3. Mengetahui Etiologi Glomerulo Nefritis Kronis
4. Mengetahui Manifestasi klinis Glomerulo Nefritis Kronis
5. Mengetahui Patofisiologi Glomerulo Nefritis Kronis
6. Mengetahui Pathway Glomerulo Nefritis Kronis
7. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Glomerulo Nefritis Kronis
8. Mengetahui Penatalaksaan Glomerulo Nefritis Kronis
9. Mengetahui Asuhan Keperawatan Teori Glomerulo Nefritis Kronis
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Teori Glomerulo Nefritis Kronis
1.4 Manfaat
1. Bagi penulis
Memperoleh pengetahuan tentang asuhan keperawatan GNK
2. Bagi pembaca
Memperoleh dan menambah wawasan mengenai asuhan keperawatan GNK
tubuh
3. Bagi FKK
Bahan masukan bagi calon perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan dengan masalah asuhan keperawatan GNK

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi

Glomerulonefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan


peradangn pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh
dan sisa sisa pembuangan (Suriadi & Yuliani Rita 2006).

Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yg lama


dari sel-sel glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolonefritis akut
yg tidak membaik atau timbul secara spontan. (Muttaqin, Arif & Sari,Kumala,
2011).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Ginjal


2.2.1 Anatomi Ginjal

Gambar 1. Anatomi Ginjal

3
Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding
abdomen dikanan dan dikiri columna vertebralis setinggi vertebra T12
hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya
lobus hepar.
Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah
kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adipso, dan jaringan
terluar adalah fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai
pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).
Ginjal memiliki korteks ginjal dibagian luar yang berwarna coklat terang
dan medula ginjal dibagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks
ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron
terdiri dari glomerulus dan tubulus medula ginjal dengan basis menghadap
korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna
untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus
kolektivus menuju pelvis ginjal (Tortora, 2011).
2.2.2 Fisiologi Ginjal
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan
zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi
plasma darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut
dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat
terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem
pengumpulan urin. (Price dan Wilson, 2012)
Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu :
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan
dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengeksresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekresikan senyawa asing seperti obat-obatan.

4
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal
kemudian akan mengambil zat – zat yang berbahaya dari darah. Zat – zat
yang diambil dari darahpun diubah menjadi urin. Urin lalu akan
dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung
terlebih dahulu dikandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan
berkemih dan keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung
dikandung kemih akan dikeluarkan lewat uretra. (Sherwood, 2011)
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin,
yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan
filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler
glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali
protein, di filtrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat
glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya
zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi,
kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan di
eksresi (Sherwood, 2011)
2.3 Etiologi

Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.


Kedua penyakit ini berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan
berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan
parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering diikuti
oleh atropi tubulus. (Muttaqin, Arif & Sari,Kumala, 2011).
Sebagian besar glomerulonefritis timbul didahului oleh infeksi ekstrarenal,
terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus
beta haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. antara infeksi bakteri
dan timbulnya GN terdapat masa laten selama 10 hari. GN juga dapat
disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), amiloidosis, trombosis
vena renalis, penyakit kolagen, purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosis.

5
Hubungan antara GN dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
1. Timbulnya GN setelah terjadinya infeksi skarlatina.
2. Diisolasinya kuman sterptococcus beta hemolyticus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien.

Penyebab penyakit ini yaitu :


1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta
hemoliticus group A.)
2. Keracunan (timah hitam, tridion).
3. Penyakit sipilis
4. Diabetes mellitus
5. Trombosis vena renalis
6. Hipertensi kronik
7. Penyakit kolagen
8. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut.
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala glomerulonephritis kronis bervariasi. Banyak klien dengan penyakit
yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk beberapa
tahun. Kondisi mereka secara incidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau
peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum. Indikasi pertama penyakit dapat
berupa perdarahan hidung, stroke atau kejang yang terjadi secara mendadak.
Mayoritas klien mengalami gejala umum seperti kehilangan berat badan dan
kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan peningkatan berkemih di malam hari
(nokturia). Sakit kepala, pusing, dan gangguan pencernaan yang umumnya terjadi.
Neuropati perifer disertai hilangnya reflex tendon dan perubahan
neurosensory muncul setelah penyakit terjadi. Pasien mengalami konfusi dan
memperlihatkan rentang perhatian yang menyempit. Temuan lain mencakup
pericarditis disertai friksi pericardial dan pulsus paradoksus (perbadaan tekanan
darah lebih dari 10 mmHg selama inspirasi dan ekspirasi). (Smeltzer & Bare. 2002)

6
Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara
progresif lambat akibat glomerulonefritis yang berlangsung lama. Gejala utama
yang ditemukan adalah:
1. Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal
ginjal.
2. Hematuri
3. Edema, penurunan kadar albumin
4. Hipertensi (Biasanya ada serangan ensefalopatihipertensi)
5. Peningkatan suhu badan
6. Sakit kepala, lemah, gelisah
7. Mual, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun
8. Ureum dan kreatinin meningkat
9. Oliguri dan anuria
10.Suhu subfebril
11.Kolestrol darah naik
12.Fungsi ginjal menurun
13.Ureum meningkat + kreatinin serum.
14.Anemia.
15.Gagal jantung kematian.
16.Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)
2.5 Patofisiologi
Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit
punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata
(kelopak), mual dan muntah-muntah. Pada keadaan ini proses kerusakan ginjal
terjadi menahun dan selama itu gejalanya tidak tampak. Akan tetapi pada akhirnya
orang-orang tersebut dapat menderita uremia (darah dalam air seni) dan gagal ginjal
.Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat
membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolism tubuh dan berbagai racun
yang tidak diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap
hari berkisar antara 1 – 2 liter. Selain itu ginjal juga berfungsi mempertahankan

7
kadar cairan tubuh dan elektrolit dan ginjal juga mengatur produksi sel darah
merah. Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel
penyerang ginjal (sel glomerulus).Glomerolonefritis menahun adalah penyakit
paling sering menimbulkan gagal ginjal di kemudian hari.Kelainan ini terjadi akibat
gangguan utama pada ginjal (primer) atau sebagai komplikasi penyakit lain
(skunder),misalnya komplikasi penyakit diabetes militus,keracunan obat,penyakit
infeksi dan lain-lain.Pada penyakit ini terjadi kebocoran protein atau kebocoran
eritrosit.Sebagian besar glomerulonephritis bersifat kronik dengan penyebab yang
tidak jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis.glomerulon=efritis
menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus,bukan pada struktur jaringan
ginjal yang lain seperti misalnya tubulus,jaringan interstitial maupun sisitem
vaskulernya (Cecily, Linda. 2009).
2.6 Pathway

8
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium: urinalisa, urem, creatinin, darah lengkap, elektrolit, protein
(albumin), CCT,analisa gas darah, gula darah
2. Radiology: foto polos abdomen, USG ginjal, IVP, RPG, foto thoraks dan
tulang
3. Biopsy ginjal : : menunjukan bentuk glomerulonefritis kronis atau secara
pada glomerulus
4. ECG untuk mengetahui adanya perubahan irama jantung.

2.8 Penatalaksanaan
Medik
Pengobatan ditunjukkan untuk mengatasi gejala klinik, gangguan elektrolit. Anak
diperkenankan melakukan kehidupan sehari hari sebagaimana biasa dalam batas
kemampuannya. pengawasan hipertensi dengan obat antihipertensi, anemia
dikoreksi serta infeksi diobati dengan pemberian antibiotic. Dialisis berulang
merupakan cara yang efektif untuk memperpanjang umur pasien.
Keperawatan
Perawatan GNK disesuaikan dengan keadaan pasien. yang penting pasien harus
secara teratur control dibagian nefrologi atau dokter yang merawatanya agar
perkembangan penyakitnya dapat dipantau. mencegah infeksi, memberikan
makanan yang cukup bergizi disamping menetapi diet yang dianjurkan oleh bagian
gizi (harus diingat bahwa proteinuria dan hematuria menetap). Kepada pasien
sendiri perlu diberikan pengertian mengenai batasan-batasan yang harus dilakukan
sesuai dengan kemampuannya. Jika terlihat dalam keadaan kurang sehat agar
dibawa berobat walaupun belum waktunya control. Jika orang tua tidak mematuhi
anjuran tersebut tidak jarang pasien sudah berada dakam keadaan sindrom nefrotik
atau GGK baru dibawa berobat dan akibatnya penyembuhan susah dan perlu biaya
besar pula (Ngastiyah, 2005.

9
Non Farmakologi
No Review Jurnal Isi

1 Penulis Jurnal Tsukasa Nakamura , Chifuyu Ushiyama 1,


Kaoru Hirokawa , Shiwori Osada ,
Teruo Inoue , Noriaki Shimada dan
Hikaru Koide.

2 Judul Jurnal Efek cerivastatin pada proteinuria dan


podosit urin pada pasien dengan
glomerulonefritis kronis.

3 Volume, Halaman, dan Tahun Volume 17 No.5, Tahun 2002.


Jurnal
4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menentukan apakah kriteria vastatin,
statin sintetis kuat yang baru
dikembangkan,mempengaruhi proteinuria
dan ekskresi podosit urin dipasien dengan
glomerulonefritis kronis (CGN) dan
mengetahui efek cerivastatin pada protein
urin dan urin Ekskresi podosit pada
proteinuric normotensive pasien
glomerulonefritis kronis (CGN) dengan
hiperkolesterolemia.

5 Konsep Teori Uji mentode rutin dan lowry


6 Mentode Jurnal Rancangan hiperkolesterolemia secara
acak ditugaskan ke salah satu dari dua
kelompok: mereka yang diobati dengan
0,15 mguday cerivastatin dan mereka
yang dirawat dengan plasebo. 20 pasien
hiperkolesterolemia tanpa penyakit ginjal
juga dibagi menjadi dua kelompok (ns10
in masing-masing kelompok) diobati
dengan cerivastatin atau plasebo. Pada 3
dan 6 bulan setelah dimulainya
pengobatan, darah dan urin diberikan
diperoleh untuk penentuan tindak lanjut.

10
7 Hasil Jurnal Pada penelitian ini dengan menggunakan
uji rutin dan lowry, dilakukan uji banding
pengaruh cerivastatin atau plasebo selama
3 bulan atau 6 bulan dengan kreatinin
serum awal, nitrogen urea darah dan
pembersih kreatinin. penurunan signifikan
diamati pada serivastatin kelompok
perlakuan sehubungan dengan kolesterol
total(3 bulan, P-0,01; 6 bulan, P-0,001),
LDL-kolesterol (3 bulan, P-0,01; 6 bulan,
P-0,001) dan trigliserida (3 bulan, P-0,05;
6 bulan,P-0,01), bersama dengan
peningkatan kolesterol HDL (3 bulan, P-
0,01; 6 bulan, P-0,001) , Protein urin
ekskresi berkurang secara signifikan pada
pasien diobati dengan cerivastatin dari 1,8
"0,6 guday (basis-line) menjadi 1,2 "0,6
guday pada 3 bulan (P-0,05) dan 0,8 "0,4
guday pada 6 bulan (P-0,01) .Sel positif
podocalyxin urin juga berkurang secara
signifikan pada pasien ini dari 1,6 "0,6
celluml(awal) hingga 1,2 "0,5 celluml
pada 3 bulan (P-0,05) dan 0,9 "0,4 celluml
pada 6 bulan (P-0,01). Namun, plasebo
menunjukkan tidak signifikan
berpengaruh pada total kolesterol, LDL-
kolesterol, trigly- ceride, HDL-kolesterol,
ekskresi protein urin dan ekskresi podosit
urin. Perbedaan antara kelompok
cerivastatin dan kelompok plasebo
signifikan pada 6 bulan (kolesterol, P-
0,001; LDL-kolesterol, P-0,001;
trigliserida, P-0,05; HDL-kolesterol, P-
0,001; protein urin, P-0,01; podocyte
kemih, P-0,01). Hasil dari Pada 10 pasien
hiperkolesterolemia tanpa CGN yang
diberi cerivastatin, kolesterol total,Kadar
kolesterol dan trigliserida LDL berkurang,
dan kadar kolesterol HDL meningkat.

11
8. Kesimpulan Penggunaan Cerivastatin, statin baru,
bernilai terapi
pengobatan pasien dengan
hiperkolesterolemia
w13x. Dalam penelitian ini kami
menunjukkan bahwa 0,15 mg cerivastatin
efektif pada pasien CGN untuk amelio-
peringkat hiperlipidemia dan untuk
mengurangi kemih ekskresi protein dan
jumlah podosit urin.

12
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan


3.1.1 Pengkajian
1. Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus
secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah
berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui asal
usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah
lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada
pengkajian ditemukannya klien yang mengalami
glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan
dijumpai hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin
serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
2. Identitas
Nama, Umur (Sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih
sering pada pria), alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua,.
3. Riwayat penyakit
1) Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat
lupus eritematosus (penyakit autoimun lain).
2) Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging,
bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh, tidak nafsu makan,
mual , muntah dan diare yang dialami klien.
4. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)

13
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2) Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
3) Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4) Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine
5) Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
6) Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
5. Pengkajian berpola
1) Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat
terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium
dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Perlukaan
pada kulit dapat terjadi karena uremia.
2) Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme
tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan
natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang
menyebabkan oliguria, anuria, proteinuri, hematuria.
3) Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya
hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena

14
adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama
2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah
sudah normaal selama 1 minggu.
4) Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena
adanya uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot
dan kehilangan tonus
5) Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan
rasa gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi
ensefalopati hipertensi.
6) Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan
edema dan perawatan yang lama.
7) Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh serta
anak mengalami kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
8) Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
1) Hb menurun ( 8-11 )
2) Ureum dan serum kreatinin meningkat.
a. Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
b. Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
3) Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)

15
4) Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan
(Ductus koligentes)
5) Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin ,
Eritrosit , leukosit )
6) Pemeriksaan darah
a. LED meningkat.
b. Kadar HB menurun.
c. Albumin serum menurun (++).
d. Ureum & kreatinin meningkat.
e. Titer anti streptolisin meningkat.

3.1.2 Diagnosa
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia
2. Kerusakan Integritas kulit b/d edema pada ekstremitas
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.

3.1.3 Rencana Keperawatan


No Dx Keperawatan SLKI SIKI

1. Ketidakseimbangan nutrisi Kontrol Mual/Muntah Manajemen Mual


kurang dari kebutuhan Kode : L.10099 Kode : I.03117
tubuh Berhubungan 1.Kemampuan 1. Identifikasi
dengan mual,muntah, mengenali dampak mual
anoreksia penyebab/pemicu terhadap kualitas
dari skal 1 hidup (mis. nafsu
(menurun) menjadi makan, aktivitas,
skala 3 (sedang) kinerja, tanggung
2. Kemampuan jawab peran, dan
melakukan tindakan tidur)

16
untuk mengontrol 2. Monitor mual
mual/muntah dari (mis. frekuensi,
skala 1 (menurun) durasi, dan tingkat
dari skala 3 (sedang) pengarahan)
3. menghindari faktor 3. Monitor asupan
penyebab/pemicu nutrisi dan kalori
dari skala 1
(menurun) dari skala
3 (sedang)
2. Kerusakan Integritas kulit Integritas Kulit dan Perawatan Integritas
b/d edema dan ekstremitas jaringan kulit
Kode : L.14125 Kode : I.11353
1. Perfusi Jaringan dari 1.Identifikasi
skala 1 (menurun) penyebab gangguan
menjadi skala 3 integritas kulit (mis.
(sedang) perubahan sirkulasi,
2. Nyeri dari skala 1 perubahan status
(meningkat) menjadi nutrisi, penurunan
skala 3 (sedang) kelebaban, suhu
3. Kemerahan dari lingkungan ekstrem,
skala 1 (meningkat) penurunan mobilitas
menjadi skala 3 2. anjurkan minum
(sedang) air yang cukup
3.anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
3. Intoleransi aktivitas b/d Toleransi aktivitas Manajemen Energi
Kode : L.05047
kelemahan fisik Kode : I.05178
1. Kemudahan
melakukan aktivitas

17
sehari hari dari skala 1 1. Monitor kelelahan
(menurun) menjadi 3 fisik dan emosional
(sedang) 2. Monitor pola dan
2. keluhan lelah dari jam tidur
skala 1 (meningkat) 3. Sediakan
menjadi skala 3 lingkungan nyaman
(sedang) dan rendah
3. perasaan lemah dari stimulus(mis.
skala 1 (meningkat) cahaya,
menjadi skala 3 suara,kunjungan)
(sedang)

3.1.4 Implementasi Keperawatan


Pengelolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Implementasi merupakan tahap
proses keperawatan dimana perawat memberikan intervensi
keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien.
3.1.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses keperawatan yang memungkinkan perawat
untuk menentukan intervensi keperawatan telah berhasil
memungkinkan kondisi klien. Evaluasi merupakan langkah terakhir
dalam proses keperawtan dengan cara melakukan identifikasi sejauh
mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

18
BAB 4

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GNK

KASUS

Pasien An A umur 10 tahun dengan jenis kelamin perempuan datang ditemani


keluarga ke UGD Rumah Sakit Pelita pada tanggal 30 September 2019 dengan keluhan
bengkak pada seluruh tubuh, mual, tidak ada nafsu makan, dan badan lemas sejak 1
minggu yang lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, pasien didiagnosa
mengalami Glomerulus Nefritis Kronis. Kemudian pasien dianjurkan untuk dirawat di
ruang Mawar untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : An. A
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :Jln Kenari No 10 Surabaya
Agama : Islam
Suku/Bangsa :Indonesia
Tgl MRS : 30 September 2019
No Register :1234500
b. Penanggung
Nama :Ny. G (ibu pasien)
Umur :30 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Jln. Kenari No 10 Surabaya
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Indonesia
No Telepon : 0897654032xx

19
c. Keluhan Utama : Pasien mengeluh tubuhnya membengkak
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke UGD dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh, mual,
tidak ada nafsu makan, dan badan lemas sejak 1 minggu yang lalu. Setelah
dilakukan pemeriksaan didiagnosa mengalami Glomerulus Nefritis Kronik
oleh dokter.
e. Riwayat Kesehatan Dahulu
Menurut keluarga sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit
seperti sekarang ini. Biasanya pasien hanya sakit seperti demam dan batuk
dan di beri obat penurun panas yang di beli di warung atau toko obat.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami penyakit seperti
ini. Dalam keluarga Pasien tidak mempunyai penyakit keturunan dan
penyakit menular.
g. Riwayat Anak
1) Masa prenatal
Selama kehamilan ibu memeriksakan kandunganya ke Puskesmas atau
ke bidan desa. dan ibu pasien selalu mendapatkan imunisasi (TT)
sebanyak 4x dalam 9 bulan, Trimester I = 1x , Trimester II = 1x ,
Trimester III = 2x.
2) Masa intranatal
Ibu pasien melahirkan secara normal dan spontan dibantu oleh bidan
kampung, waktu melahirkan tidak terdapat kelainan, ibu pasien
melahirkan 9 bulan 5 hari.
3) Masa post – natal
Pasien lahir dengan berat badan 3,000 gram dan pada saat pasien lahir
langsung menangis.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran umum : compos mentis
2) Tanda-tanda vital

20
TD : 110/70mmHg
Nadi :100x/menit
RR :30 x/menit
Suhu :36oC
3) Berat badan : 30kg
Tinggi badan :140 cm
4) Aktifitas /istirahat
Gejala: Kelemahan, ADL dibantu keluarga, pasien terlihat lemas
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
5) Sirkulasi
Tanda: edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan,
pucat pada kulit
6) Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urin
Tanda: Perubahan warna urin
7) Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual/muntah, nyeri ulu hati,
Tanda: Edema (umum, tergantung), Perubahan turgor
kulit/kelembaban,
8) Kepala dan Leher
Bentuk semetris, tidak ada luka / lecet. Pertumbuhan rambut merata dan
bentuk rambut lurus, Pasien dapat menggerakkan kepalanya kekiri dan
kekanan. Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan limpfe usus
normal dan keadaan kepala bersih.
9) Mata ( Penglihatan )
Bentuk simetris, bola mata dapat di gerakkan kesegala arah,
konjungtiva tidak anemis,sclera tidak ikterius, tetapi terdapat kotoran
pada mata, ketajaman penglihatan baik, mata tampak cekung dan tidak
terdapat peradangan.
10) Telinga ( Pendengaran )

21
Bentuk simetris, Pasien dapat mendengar dgn baik. Tidak terdapat
kotoran dalam telinga, tidak ada peradangan dan tidak ada cairan yang
keluar dari telinga.
11) Hidung ( Penciuman )
Bentuk simetris, kebersihan hidung baik dan tak adanya kotoran dalam
hidung, tidak ada kelainan pada hidung.
12) Mulut
Bentuk bibir tipis, tidak ada perdarahan dan peradangan. Mokusa bibir
tampak kering.
i. Pemeriksaan penunjang
1) Pada urin ditemukan albumin, silinder, eritrosit, leukosit hilang timbul
2) Pada darah ditemukan LED, ureum, kreatinin dan fosfor serum yang
tinggi
3) Kalsium serum menurun
4) Kalium meningkat
5) Anemia tetap ada
6) Fungsi ginjal menurun

22
Analisa Data

No Data Etologi Masalah


1. DS: Pasien mengatakan Penurunan Hipervolemia
tubuhnya bengkak, pasien mekanisme regular
mengatakan kencing
sedikit.

DO: Terlihat bengkak pada


seluruh tubuh

2. DS:Pasien mengatakan Intake yang kurang Resiko defisit nutrisi


mual, nafsu makan
menurun

DO: Pasien muntah tiap


kali makan, mukosa bibir
kering

3. DS:Pasien mengatakan Kelemahan fisik Intoleransi aktivitas


badannya lemas, ADL
dibantu keluarga

DO:Pasien terlihat lemas

2. Diagnosa
a. Hipervolemia b.d penurunan mekanisme regular d.d pasien mengatakan
tubuhnya bengkak, pasien mengatakan kencing sedikit, terlihat bengkak
pada seluruh tubuh
b. Resiko defisit nutrisi b.d intake yang kurang d.d pasien mengatakan mual,
nafsu makan menurun, pasien muntah tiap kali makan, mukosa bibir kering
c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik d.d pasien mengatakan badannya
lemas, ADL dibantu keluarga, pasien terlihat lemas.

23
3. Perencanaan

No Dx Keperawatan SLKI SIKI

1. Hipervolemia b.d Keseimbangan Cairan Manajemen


penurunan mekanisme Kode : L.03020 Hipervoelmia
regular d.d pasien 1. Output cairan dari Kode : I.03114
mengatakan tubuhnya skala 1 (menurun) 1. Monitor intake dan
bengkak, pasien menjadi skala 3 output cairan
mengatakan kencing 2. Batasi asupan
(sedang)
sedikit, terlihat bengkak cairan dan garam
pada seluruh tubuh 2. Edema dari skala 1 3. Anjurkan melapor
(meningkat) jika haluran urin
menjadi skala 3 <0,5 ml/kg/jam
(sedang) dalam 6 jam
3. Dehidrasi dari
skala 1 Evidance based
 Terapi
(meningkat)
Cerivastatin,
menjadi skala 3 statin baru
(sedang)
2. Resiko defisit nutrisi Kontrol Mual/Muntah Manajemen Mual
b.d intake yang kurang
Kode : L.10099 Kode : I.03117
d.d pasien mengatakan
mual, nafsu makan 1.Kemampuan 1. Identifikasi dampak
menurun, pasien
mengenali mual terhadap
muntah tiap kali makan,
mukosa bibir kering penyebab/pemicu kualitas hidup (mis.
dari skal 1 nafsu makan,
(menurun) menjadi aktivitas, kinerja,
skala 3 (sedang) tanggung jawab
2.Kemampuan peran, dan tidur)
melakukan tindakan 2. Monitor mual (mis.
untuk mengontrol frekuensi, durasi,
mual/muntah dari dan tingkat
skala 1 (menurun) pengarahan)
dari skala 3 (sedang) 3. Monitor asupan
nutrisi dan kalori

24
3. menghindari faktor
penyebab/pemicu
dari skala 1
(menurun) dari skala
3 (sedang)

3. Intoleransi aktivitas b.d Toleransi aktivitas Manajemen Energi


kelemahan fisik d.d Kode : L.05047
Kode : I.05178
pasien mengatakan 1. Kemudahan
badannya lemas, ADL 1. Monitor kelelahan
melakukan
dibantu keluarga,
fisik dan emosional
pasien terlihat lemas. aktivitas sehari hari
2. Monitor pola dan
dari skala 1
jam tidur
(menurun) menjadi
3. Sediakan
3 (sedang)
lingkungan
2. keluhan lelah dari
nyaman dan
skala 1
rendah
(meningkat)
stimulus(mis.
menjadi skala 3
cahaya,
(sedang)
suara,kunjungan)
3. perasaan lemah dari
skala 1
(meningkat)
menjadi skala 3
(sedang)

25
4. Implementasi dan Evaluasi
NO Tanggal dan jam Implementasi Evaluasi
1. 1 Oktober 2019 1. Memonitor intake S : Pasien mengatakan
dan output cairan
08.00 tubuhnya tidak bengkak
lagi, kencing mulai
2. Membatasi
10.00 membaik
asupan cairan dan
garam O : kencing (±400-
1500cc/hari), pasien
terlihat edema
3. Menganjurkan
14.00 berkurang
melapor jika
TD : 110/70 mmhg
haluran urin <0,5
Nadi : 100x/mnt
ml/kg/jam dalam
RR : 20x/mnt
6 jam
Suhu : 36 C
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan

2. 2 Oktober 2019 1. Mengidentifikasi S: Pasien mengatakan


08.00 dampak mual sudah tidak mual lagi
terhadap kualitas O: Nafsu makan mulai
hidup (mis. nafsu membaik dan jarang
makan, aktivitas, muntah
kinerja, tanggung TD : 110/70 mmhg
jawab peran, dan Nadi : 95x/mnt
tidur) RR : 20x/mnt

26
10.00 2. Memonitor mual Suhu : 37 C
(mis. frekuensi, A: Masalah teratasi
durasi, dan tingkat sebagian
pengarahan) P: Intervensi
dilanjutkan
14.00 3. Memonitor asupan
nutrisi dan kalori
3. 3 Oktober 2019 1. Memonitor S : Pasien mengatakan
08.00 kelelahan fisik dan badannya tidak lemas
emosional lagi
O : ADL dapat dipenuhi
10.00 2. Memonitor pola sendiri, pasien terlihat
dan jam tidur tidak lemas lagi
TD : 120/80 mmhg
14.00 3. Menyediakan Nadi : 100x/mnt
lingkungan nyaman RR ; 20x/mnt
dan rendah Suhu : 36,5 C
stimulus(mis. A : Tujuan tercapai.
cahaya, Masalah teratasi
suara,kunjungan) P : Intervensi
dihentikan

27
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yg lama dari sel-


sel glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolonefritis akut yg tidak
membaik atau timbul secara spontan. (Muttaqin, Arif & Sari,Kumala, 2011).

Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara


menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala
umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah,
biasanya disertai hipertensi.

5.2 Saran

Kami sebagai penyusun makalah ini mengetahui bahwa makalah ini sangat jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu san dan kritik dari Bapak,Ibu Dosen sangat
kami harapkan. Agar makalah ini bisa lebih baik lagi dan bisa menjadi
pembelajaran untuk kami dikemudian hari.

28
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. Sari, Kumala. 2011. Asuhan keperawatan gangguan perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika.
Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC .
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 2 Cetakan II. Jakarta selatan. DPP PPNI.

29

Anda mungkin juga menyukai