Anda di halaman 1dari 19

ASKEP AIDS, DHF, DAN SLE

A. KONSEP TEORI
1. Definisi AIDS, DHF, DAN SLE
a. AIDS
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh
infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
b. DHF
DHF (Dengue Haemorragic Fever) adalah merupakan penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes
aegipty betina.(Hidayat, A. Aziz, 2009).
c. SLE
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen (suatu
penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibody terhadap organ
tubuhnya sendiri,yang dapat merusak organ tersebut dan fungsinya. Lupus dapat
menyerang banyak bagian tubuh termasuk sendi,ginjal,paru-paru seta jantung
(Glade,1999).
2. Etiologi AIDS, DHF DAN SLE
a. Etiologi AIDS
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang di sebut HIV
dari kelompok virus yang di kenal retrovirus yang disebut lymphadenopathy
associated virus (LAV) atau human T-cell leukemia virus (HTL-III yang juga disebut
human T-cell lymphotropic virus (retrovirus).retrovirus mengubah
asamrebonokleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk
kedalam sel pejamu.penularan virus ditularkan melalui:
1. Hubungan sekssual (anal,oral,vaginal)yang tidak terlindungi (tanpa kondom)
dengan oral yang telah terinfeksi HIV
2. Jarum suntik / tindik / tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
3. Mendapatkan tranfusi darah yang mengandung virus HIV
4. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan , saat
melahirkan atau melalui air susu ibu ( ASI) (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 10)
b. Etiologi DHF
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi virus dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD),
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk
dalam kelompok B Arthropod virus Arbovirosis yang sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1,
DEN- 2, DEN-3, DEN-4 (Depkes RI, 2016). Di Indonesia pengamatan virus dengue
yang di lakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan ke empat
serotipe di temukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi
klinik yang berat (Depkes RI, 2016).
c. Etiologi SLE
Antibody anti RO dan anti LA dapat menyebabkan sindrom lupus neonates
dengan melinitasi plaseta. Sindrom ini dapat bermanifestasi sebagai lesi kulit atau
blok jatung congenital.
Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan
ekspresi penyakit SLE. Sekitar 20-30% pada pasien SLE mempunyai kerabatdekat
yang menderita SLE. Penelitian terakhir menunjukan bahwa banyak gen yang
berperan antara lain haptolip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen
komplemen yang berperan pada fase awal reaksi peningkatan komplomen yaitu :
Crg, Cir, Cis, C3, C4 dan C2 serta gen-gen yang mengode reseptor drl T,
immunoglobulin dan sitokin (Albar 2003).
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang
mengubah struktur DNA didaerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan
sistem imun didaerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit. SLE
juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang
mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menyadi lambat, obat
banyak terakumulas ditubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan
dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing tersebut (Herfindal et
al,2000). Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang mengandung asam aino L-
cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat
menyebabkan SLE (Delafuente 2002). Selain intu infeksi virus dan bakteri juga
menyebabkan peningkatan antibody entiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit
yang akan memicu terjadinya SLE (Herfindal et al,2000).
3. Tanda dan Gejala AIDS,DHF, dan SLE
a. Tanda dan gejal AIDS
Tanda-tanda dan gejala-gejala(symptom) secara klinis pada seseorang
penderita AIDS adalah di identifikasi sulit karena symptomasi yang di tunjukkan
pada umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim di dapati pada
berbagai penderita penyakit lain ,namun secara umum dapat kiranya di kemukakan
sebagai berikut :
1) Rasa lelah dan lesu
2) Berat badan menurun secara drastis
3) Demam yang sering dan berkeringat di waktu malam
4) Mencret dan kurang nafsu makan
5) Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
6) Pembengkakan leher dan lipatan paha
7) Radang paru
8) Kanker paru (Katiandagho, 2015, p. 28)
b. Tanda dan gejala DHF
Menurut Nursalam, 2008 tanda dan gejala penyakit DHF antara lain
a) Demam tinggi selama 5 – 7 hari

b) Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.


c) Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
d) Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
e) Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
f) Sakit kepala.
g) Pembengkakan sekitar mata.
h) Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening
i) Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
c. Tanda dan gejala SLE
Manifestasi sangat luas tergantung pada organ mana yang terlibat awalnya
dengan gambaran klinis yang tidak spesifik, lesu, panas, mual, nafsu makan
berkurang, BB menurun, fase awal ringan berupa rasa dengan artritis atau berat yang
menyerang organ vital misalnya lupus nepliritis, lupus cerebral dan pneumonitis.

1) Sistem muskuloskeletal
a. Berupa artragia 70% artriti, sinovitis, reumatoid nonerosid berupa bengkak
sendi, kemerahan, kadang disertai efusi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari, sendi yang terkena jari, pergelangan
tangan dan lutut, tendinitis, replure tendom, karpaltumel syndrome.
b. Mialgia / muscle tenderness pada daerah deltoid dan quadriccep  sering di
jumpai pada penyakit yang aktif afaskular nekrosis 5-10 % di sebabkan
karena steroid, antiphop holiphip antibodi, vaskulitis, emboli lemak raynaud s
phenomenon.
2) Sistem muskokutaneus
Kulit merupakan manifestasi yang paling sering. Gejala klinisnya: lesiultikaria,
parpabel purpura, incer lesibulosa, lesi akut pada kulit yang terdiri dari ruam
berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi, ulkusoral dapat
mengenai mulosa pipi atau palatum durum.
4. Pemeriksaan penunjang AIDS, DHF, dan SLE
a. AIDS
1) Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
  ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
  Western blot (positif)
   P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
  Kultur HIV (positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2) Tes untuk deteksi gangguan system imun.
 LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
 CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
   Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
 Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit).
 Kadar immunoglobulin (meningkat)
b. DHF
 Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau lebih),
trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
 Serologi : uji HI (hemoagutination inhibition test).
 Rontgen thoraks : effusi pleura
c. SLE
 Penghitungan sel darah lengkap (complete blood count). Penderita lupus
dapat mengalami anemia sehingga dapat diketahui melalui pemeriksaan
sel darah lengkap. Selain terjadinya anemia, penderita lupus juga dapat
mengalami kekurangan sel darah putih atau trombosit.
 Analisis urine. Urine pada penderita lupus dapat mengalami kenaikan
kandungan protein dan sel darah merah. Kondisi ini menandakan bahwa
lupus menyerang ke ginjal.
 Pemeriksaan ANA (antinuclear antibody). Pemeriksaan ini digunakan
untuk memeriksa keberadaan sel antibodi tertentu dalam darah dimana
kebanyakan pengidap SLE memilikinya. Sekitar 98% penderita lupus
memiliki hasil positif jika dilakukan tes ANA sehingga ini merupakan
metode yang paling sensitif dalam memastikan diagnosis.
 Pemeriksaan imunologi. Di antaranya adalah anti-dsDNA antibody, anti-
Sm antibody, antiphospholipid antibody, syphilis, lupus anticoagulant,
dan Coombs’ test. Pemeriksaan imunologi tersebut merupakan salah satu
kriteria dalam penentuan diagnosis SLE.
 Tes komplemen C3 dan C4. Komplemen adalah senyawa dalam darah
yang membentuk sebagian sistem kekebalan tubuh. Level komplemen
dalam darah akan menurun seiring aktifnya SLE.
 kokardiogram. Ekokardiogram berfungsi mendeteksi aktivitas jantung
dan denyut jantung menggunakan gelombang suara. Kerusakan katup dan
otot jantung pada penderita lupus, dapat diketahui melalui
ekokardiogram.
 Foto rontgen. Lupus dapat menyebabkan peradangan pada paru-paru,
ditandai dengan adanya cairan pada paru-paru. Pemeriksaan Rontgen
dapat mendeteksi adanya cairan paru-paru tersebut

5. Penatalaksanaan Medis AIDS, DHF, dan SLE


a. HIV/AIDS
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
1) Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
2) Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
3) Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
4) Mengatasi dampak psikososial
5) Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
6) Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
b. DHF
Pengderita DHF memerlukan perawatan yang serius dan bisa berakibat fatal atau
kematian jika terlambat diatasi. Oleh karena itu seharusnya penderita dirawat di
rumah sakit (terutama penderita DHF derajat II, II, IV). Penderita sebaiknya
dipisagkan dari pasien penyakit lain dan diruang yang bebas nyamuk (berkelambu).
Penatalaksanaan penderita dengan DHF menurut Christantie (1995) adalah sebagai
berikut :

 Tirah baring atau istirahat baring


 Diet makan lunak
 Minum banyak (2-2,5 liter/ 24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirop dan
beri penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.
 Pemberian cairan interval (biasanya ringer laktat, NaCl daali) ringer Laktat
merupakan cairan interval yang paling sering digunakan mengandung Na + 130
mEq/liter Cl 109 mEq/liter dan Ca++ 3mEq/liter.
 Monitor tanda – tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
 Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
 Pemberian obat antiseptic sebaiknya dari golongan aseteminofen, eukinin atau
dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian kompres dingin.
 Monitor tanda – tanda pendarahan lebih lanjut.
 Pemberian antibiotic bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi
dengan dokter)
 Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter)
c. SLE
Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronik :
1) Mencegah penurunana progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan penyakit
akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan kecacatan dan mencegah
komplikasi dari terapi yang diberikan.
2) Gunakan obat-obatan antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan kortikosteroid
untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid.
3) Gunakan krortikosteroid topical untuk manifestasi kutan aktif.
4) Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan dosis oral
tinggil tradisional.
5) Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal dan sistemik ringan dengan obat-obat
antimalarial.
6) Preparat imunosupresif (percobaan) diberikan untuk bentuk SLE yang serius
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN AIDS, DHF, DAN SLE

1. AIDS
1) Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b) Data Kesehatan
2. DHF
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang
dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan pasien lemah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat
demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7,
dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri
telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami
serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit DHF bisa dibawa oleh nyamuk jadi jika dalam satu keluarga ada yang
menderita penyakit ini  kemungkinan tertular itu besar.
6. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
7. Riwayat Tumbuh Kembang Anak
a. Pertumbuhan Fisik
 Berat badan
 Tinggi badan
 Waktu tumbuh
b. Pertumbuhan Tiap Tahap
Usia anak saat ( Berguling, Duduk, Merangkak, Berdiri, Berjalan, Senyum
kepada orang lain, Bicara pertama kali, Berpakaian tanpa bantuan)
8. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status
gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan nafsu akan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status
gizinya menjadi kurang.
9. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang
bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar). Daerah atau
tempat yang sering dijadikan tempat nyamuk ini adalah lingkungan yang kurang
pencahayaan dan sinar matahari, banyak genangan air, vas and ban bekas.
10. Pola kebiasaan
- Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang,
dan nafsu makan menurun.
- Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi.
Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena
- Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit
atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
- Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur
maupun istirahatnya kurang.
- Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegypti.
11. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai
ujung kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :
a. Keadaan umum : suhu tubuh tinggi
b. TTD
c. Kepala : Bentuk mesochepal
d. Mata : simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata anemis
e. Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran
f. Hidung : ada perdarahan hidung / epsitaksis
g. Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan pada
rongga mulut, terjadi perdarahan gusi
h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher
i. tidak ada, nyeri telan
j. Dada
 Inspeksi : simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan
 Auskultasi : tidak ada bunyi tambahan
 Perkusi : Sonor
 Palpasi : taktil fremitus normal
k. Abdomen :
 Inspeksi : bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)
 Auskultasi : bising usus 8x/menit
 Perkusi : tympani
 Palpasi : turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
l. Ekstrimitas : sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi tulang
m. Genetalia : bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter
12. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan di jumpai:
1) Hb dan PCV meningkat (≥20%).
2) Trombositopenia (≤100.000/ml).
3) Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis).
4) Ig.D.dengue positif.
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan: hipoprotinemia, hipokloremia,
dan hiponatremia.
6) Urium dan PH darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolik: pCO <35-40 mmHg HCO rendah.
8) SGOT/SGPT memungkinkan meningkat
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan  proses infeksi virus.
2.  Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
C. Intervensi Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan  proses infeksi virus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam hipertermi dapat
teratasi dengan kriteria hasil:
Termoregulasi
1. Suhu tubuh dalam batas normal 360C-370C
2. Mukosa bibir lembab
3. Tidak ada purpura
Rencana tindakan keperawatan:
Menejemen hipertermia
a. Monitor suhu tubuh, kadar elektrolit, haluaran urine
b. Identifikasi penyebab hipertermia
c. Sediakan lingkungan yang dingin
d. Lakukan pendinginan eksternal missal selimut hipotermia dan kompres dingin
e. Anjurkan tirah baring
f. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kekurangan volume
cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) volume cairan perlahan-lahan teratasi
2) Tidak muntah – muntah lagi
3) Mukosa bibir kembali normal
4) Turgor kulit baik
Rencana tindakan keperawatan:
a. Kaji tanda-tanda vital paling sedikit setiap 4 jam
b. Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan
c. Observasi dan catat intake dan output cairan
d. Berikan hidrasi yanga adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
e. Memonitor nilai laboratorium : elektrolit darah, BJ urine, dan serum albumin
f. Monitor dan catat berat badan
g. Monitor tanda syok hipovolemik, baringkan pasien terlentang tanpa bantal
h. Pasang infus dan berikan cairan intravena jika terjadi perdarahan
D. Implementasi
Implementasi adlh proses keperawatan yang mengikuti rumusan dari keperawatan.
Pelaksanaan keperawatan mencakup melakukan,membantu,memberikan askep.
Tujuannya berpusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang
relevan, dengan keperawatan kesehatan berkelanjutan pada klien.
1. Proses atau tahapan
a) Mengkaji ulang klien.Fase ini merupakan komponen yang memberikan
mekanisme bagi perawat yang menentukan apakah tindakan keperawatan
yang diusulkan masih sesuai.
b) Mengklarifikasi rencana yang sudah ada.
c) Mengidentifikasi bidang bantuan berupa tenaga, pengetahuan serta
keterampilan.
d) Mengimplementasikan intervensi keperawatan.
2. Dokumentasi
Mencatat semua tindakan yang dilakukan tentang respon pasien, tanggal dan
waktu serta nama dan paraf perawat yang jelas.
E. Evaluasi
1. Diagnosa hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus
Evaluasi:
a) Suhu tubuh dalam batas normal 360C-370C
b) Mukosa bibir lembab
c) Tidak ada purpura
d) Turgor kulit baik
e) Kulit tidak berwarna merah
2. Diagnose kekurangan cairan elektrolit berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
Evaluasi:
a) volume cairan perlahan-lahan teratasi
b) Tidak muntah – muntah lagi
c) Mukosa bibir kembali normal
Turgor kulit baik
3. SLE
i. Pengkajian
ii. Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
iii. Data Kesehatan
1. Status kesehatan saat ini
2. Status kesehatan masa lalu
3. Riwayat penyakit keluarga
iv. Pola Kebutuhan dasar
1. Pola Nutrisi
Selama sakit anak makan 3x sehari, klien menghabiskan diet yang
diberikan. Nafsu makan makan meningkat selama dirawat. Klien
minum susu dan air putih 1,5 liter dan mulai dibatasi minumnya.
2. Eliminasi
Selama dirawat anak tidak mengalami gangguan BAK, frekuensi 6x
sehari warna dan berbau khas. Klien BAB setiap hari sekali konsistensi
lunak warna kuning. Sebelum dirawat anak BAB 3 hari sekali.
3. Aktivitas-Latihan
Selama sakit anak sempat malas beraktivitas terutama berjalan karena
nyeri sendi, aktivitas sudah mulai meningkat.
4. Kebutuhan tidur
Klien tidur malam dengan nyenyak 8 jam dan tidur siang 1-2 jam.
v. Pemeriksaan fisik
1. Kaadaan umum
KU : Sedang, Composmentis
TTV : Suhu :
Nadi :
Resp :
Antropomentri : BB : 12 kg TB : 88cm LK : 45cm
LLA: 15 cm SG : Baik
2. Pemeriksaan Sistemik Cepalo-Caudal
a. Kepala
Bentuk kepala simetris, kesan wajah tenang, muka agak pucat,
tidak tampak kemerahan,/ butterfly rash, tidak ada alopesia,
konjungtiva agak anemis, mulut bersih, mukosa lembab.
b. Integument
Sisa bintik-bintik kemerahan di kulit daerah perut samapai tungkai,
tugor baik, CRT 2 detik, tidak ada lesi dan ruam.
c. Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Ekspansi simetris, nafas pendek, tidak ada nyeri
dan batuk, tidak ada retraksi.
Perkusi : Suara resonan pada intercostal 1-3 dada kiri. Suara
resonan pada intrercosta 1-5 dada kanan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat massa
abnormal, taktil fremitus simetris
Auskultasi : Berbunyi nafas vasikuler, tidak ada ronkhi, stridor
Jantung
Inspeksi : Tidak ada retraksi, warna kulit merata, iktus cordis
normal
Perkusi : suara dullness di intercostal 1-4 kiri
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa
abnormal
Auskultasi : S1 tunggal, S2 split tidak konstan, tidak ada bising
jantung
d. Abdomen
Inspeksi : Supel, simetris, tidak ada spiderveni, tidak ada
sites.
Auskultasi : Terdapat bising usus normal
Perkusi : Suara timpani kuadran kiri atas, responan di
kuadran lain.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran limfe
e. Genetalia
Genetalia bersih, tidak ada lesi, belum menarche.
f. Ekstemitas
Atas : Terpasang threeway,kekuatan otot (+), akal kadang teraba
dingin, palmar kadang pucat.
Bawah : Simetris, kekuatan otot (+), udem (-), sendi bengkak (-)
i. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan
fisik, serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik
ii. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan
Tujuan :
Mengenali onset nyeri
Intervensi :
 Melakukan pengkajian nyeri termasuk lokasi, karateristik, onset/
durasi, frekuensi, kualitas atau keparahan nyeri, dan factor pencetus
nyeri
 Observasi tanda non verbal dari ketidaknyamanan, terutama pada
pasien yang tidak bisa berkomunikasi secara efektif
 Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien dan respon pasien terhadap nyeri
 Kaji pengetahuan dan kepercayaan pasien tentang nyeri
 Tentukan dampak dari nyeri terhadap kualitas hidup (tidur, selera
makan,aktivitas,dll)
2. Diagnosa 2
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan
fisik, serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik
Tujuan :
Gambaran internal diri keserasian antara realitas tubuh, ideal
Intervensi :
 Tentukan harapan pasien tentang citra tubuhnya berdasarkan tingkat
perkembangan
 Bantu pasien mendiskusikan penyebab penyakit dan penyebab
terjadinya perubahan pada tubuh
 Bantu pasien menetapkan batasan perubahan actual padatubuhnya
 Gunakan anticipatori guidance untuk menyiapkan pasien untuk
perubahan yang dapat diprediksi pada tubuhnya
 Bantu pasien menentukan pengaruh dari kelompok sebaya dalam
mempresentasikan citra tubuh
iii. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahapan perencanaan. Jenis tindakan pada implmentasi
ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan/kolaborasi dan tindakan
rujukan/ketergantugan. Implementasi tindakan keperawatan disesuikan dengan
rencana tindakan keperawatan.
iv. Evaluasi
Hal yang diberikan dari pemberian auhan keperawatan pada anak dengan
sistemik lupuserythemstosus (SLE) antara lain :
 Exspresi wajah pasien tidak lagi meringis
 Berat badan pasien sudah dalam rentang normal
 Pasien terilhat sudah bisa melakukan aktivitas sehari hari tanpa bantuan
dari orang lain
 Pasien mampu memahamipenyebab penyakit dan penyebab terjadinya
perubahan pada tubuh
 Kulit pasien terlihat lebih lembab dan kerusakan integritas kulit bisa
diminimaliskan

Anda mungkin juga menyukai