Anda di halaman 1dari 12

KONSEP KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL

KEHILANGAN / BERDUKA DAN DISTRESS SPIRITUAL


D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 2
EFRINA ELISABETH
FRASENTA ANGLA
INTEN SURYANI
SARIL SIMARMATA
SRINTA DECY

STIKES SANTA ELISABETH MEDAN


2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehilangan adalah keadaan individu mengalami kehilangan sesuatu yang sebelumnya
ada dan dimilikidan sulit untuk dihindari. Kehilangan dapat terjadi terhadap objek yang
bersifat aktual, dipersepsikan atau sesuatu yang diantisipasi. ( Yusuf, 2015)
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.Kehilangan dan
berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau
nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.Dalam perkembangan
masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju.
Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada
orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat
apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang
pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga
intervensi perawatan yang tidak tetap (suseno, 2004).

Dukacita mengacu pada emosi

yang subjektif dan afek yang merupakan respon normal terhadap penglaman kehilangan
( Varcarolis, 1998).
Distres spiritual adalah suatu gangguan yang berhubungan dengan prinsip
kehidupan,keyakinan,kepercayaan atau keagamaan pasien yang menyebabkan gangguan
pada aktivitas spiritual akibat masalah-masalah fisik atau psikososial yang dialami.
(dochterman,2004) Bagi individu yang mengalami masalah bencana, seperti tsunami dan
gempa di propinsi NAD dan Nias, ketidaknyamanan akibat permasalahan permasalahan
dari menimbulkan pertanyaan bagi pasien tentang apa yang telah dilakukan atau apa
yang akan terjadi selanjutnya terhadap dirinya.

1.2 Tujuan
1.Mahasiswa mampu memahami pengertian kehilangan/berduka

2. Mampu menjelaskan tahapan berduka


3. Mampu menjelaskan distress spiritual
4. Mampu menganilisis hubungan distress spiritual dengan fase berduka/kehilangan
5. Mampu mengidentifikasi peran perawat pada fase berduka
6. Mampu mengidentifikasi peran perawat pada klien yang mengalami distress
spiritual.

BAB II
KONSEP DASAR TEORITIS

2.1 Konsep Berduka/Kehilangan


1.1.1 Defenisi
Kehilangan adalah keadaan individu mengalami kehilangan sesuatu yang sebelumnya
ada dan dimilikidan sulit untuk dihindari. Kehilangan dapat terjadi terhadap objek yang
bersifat aktual, dipersepsikan atau sesuatu yang diantisipasi. ( Yusuf, 2015)
Berduka adalah raksi terhadap kehilangan yaitu proses emosional normal dan
merupakan suatu proses untuk memecahkan masalah. ( Yusuf, 2015)

1.1.2. Etiologi Kehilangan


1. Kehilangan situasional
Hilangnya pekerjaan, kematian anak , kehilangan kemampuan fungsi tubuh karena
penyakit atau cedera, kehilangan barang, kehilangan lingkungan.
2. Kehilangan developmental
Kehilangan apa yang terjadi dalam proses perkembangan normal seperti, pensiun dari
pekerjaan, perginya anak yang sudah dewasa, kematian orang tua yang sudah lansia.
( Yusuf, 2015)

1.1.3 Klasifikasi Berduka


1. Kehilangan objek eksternal
a.
b.

benda mati yang bermakna : kehilangan uang, barang.


benda hidup yang bermakna : binatang peliharaan tanaman kesayangan, keluarga /
sanak saudara.

2. Kehilangan lingkungan yang dikenal : pindah rumah / pindah tempat tinggal, pindah
sekolah .
3. Kehilangan seseorang yang dicintai karena penyakit, perceraian, perpisahan dan
kematian.
4. Kehilangan suatu aspek diri misalnya jaringan parut pada tubuh akibat kebakaran,
kehilangan bagian tubuh akibat penyakit.

1.1.4 Karakteristik berduka antara lain :


1. Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidakyakinan.
2. Berduka menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila mengigat kembali kejadian
3.
4.
5.
6.

kehilangan.
Berduka menunjukkan perasaan tidak nyaman sering disertai dengan menangis.
Mengenang orang yang telah pergi secara terus menerus.
Mengalami perasaan duka.
Mudah tersinggung dan marah.
( Yusuf, 2015)

1.1. 5 Rentang respon emosi kehilangan/ berduka


1. Adaptif
1) Menangis, menjerit, menyangkal, menyalahkan diri sendiri, menawar,
bertanya-tanya.
2) Membuat rencana untuk yang akan datang.
3) Berani terbuka tentang kehilangan.
2. Maladptif
1) Diam / tidak menangis.
2) Menyalahkan diri berkepanjangan.
3) Rendah diri.
4) Mengasingkan diri,
5) Tidak berminat hidup.
( Yusuf, 2015)

1.1.6 Klasifikasi Kehilangan


1. Kehilangan orang yang disayangi / bermakna
2. Kehilangan kesehatan / bio-psiko-sosial, misalnya menderita suatu penyakit
3. Kehilangan milik pribadi, misalnya benda yang berharga
( Yusuf, 2015)

1.1.7 Tahapan proses kehilangan dan berduka


1. Teori Kubler-Ross

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Penyangkalan ( Denial)
Penyangkalan adalah pertahanan sementara atau mekanisme

pertahanan

terhadap rasa cemas. Reaksi terhadap seorang individu ketika mengalami kehilangan
adalah tidak percaya, syok, diam, terpaku, gelisah, mengisolasi diri terhadap
kenyataan serta berperilaku seperti tidak terjadi apa apa. Individu bertindak seperti
seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah
terjadi kehilangan. Pernyataan seperti Tidak, tidak mungkin seperti itu, atau Tidak
akan terjadi pada saya! umum dilontarkan klien. (sheila, 2008)

2. Tahap Marah ( Anger )


Disaat seseorang akan mulai menyadari tentang kenyataan kehilangan dimana
perasaan marah akan terus meningkat, yang diproyeksi terhadap orang lain atau benda
disekitarnya. Manifestasi yang mungkin muncul : wajah memerah, nadi cepat, gelisah,
susah tidur, tangan mengepal. Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin
bertindak lebih pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung
dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan
merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan. (sheila, 2008)

Respon pasien dapat mengalami hal berikut :


1) Emosional tak terkontrol
mengapa aku ?
apa yang telah saya perbuat sehingga Tuhan menghukum saya ?
2) Kadang pasien menjadi sangat rewel atau mengkritik
peraturan RS terlalu keras atau kaku
perawatnya tidak ramah
3. Tahap Penawaran ( Bargaining )
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau
jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat
orang lain. Setelah perasaan marah dapat tersalurkan, individu akan memasuki tahap

tawar menawar , misalnya ... seandainya saya tidak melakukan hal tersebut,
mungkin ini tidak akan terjadi atau apabila dia tidak pergi ke tempat itu, mungkin
semua akan baik baik saja .(sheila, 2008)
4. Tahap Depresi
Depresi adalah tahap menuju orientasi realitas yang merupakan tahap yang
penting yang bermanfaat agar pasien dapat meninggal dalam tahap penerimaan dan
damai. Tahap depresi merupakan tahap diam pada fase kehilangan. Individu akan
menarik diri, tidak mau berbicara dengan orang lain, dan tampak putus asa. Secara
fisik individu menolak makan , susah tidur dan letih. Respon pasien dapat berupa
fokus pikiran yang ditunjukkan pada orang orang yang dicintai, apa yang terjadi
pada anak anak bila saya tidak ada ? atau dapatkah keluarga saya mengatasi
permasalahannya tanap kehadiran saya ? (sheila, 2008)
5. Tahap Penerimaan
Tahap terakhir merupakan organisasi ulang perassan kehilangan. Fokus pemikiran
terhadap sesuatu yang hilang mulai berkurang, penerimaan terhadap kenyataan
kehilangan mulai dirasakan sehingga sesuatu yang hilang tersebut mulai dilepaskan
secra bertahap dan dialihkan terhadap objek lain yang baru. Seseorang yang telah
mencapai tahap penerimaan akan mengakhiri proses berdukanya dengan baik.

Misalnya individu akan mengungkapkan, saya sangat mencintai anak saya


yang telah pergi, tetapi dia lebih bahagia di alam yang sekarang dan saya pun harus
berkonsentrasi pada pekerjaan saya . Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial
berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu
menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau
berputus asa.

2.1. Definisi Distress Spiritual


Distres spiritual adalah suatu gangguan yang berhubungan dengan prinsip
kehidupan,keyakinan,kepercayaan atau keagamaan pasien yang menyebabkan gangguan pada
aktivitas

spiritual

akibat

masalah-masalah

fisik

atau

psikososial

yang

dialami.

(Dochterman,2004)
Distres

spiritual

adalah

kerusakan

kemampuan

dalam

mengalami

dan

mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik,
literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Budi Anna Keliat, dkk. 2002).
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup

yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial
(Varcarolis, 2000).
Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual adalah kegagalan individu
dalam menemukan arti kehidupannya.

2.2. Etiologi distress spiritual


1. faktor fisik : kecacatan akibat kecelakaan atau bencana alam atau buatan manusia.
2. faktor psikologis : kehilangan orang yang berarti atau harta benda akibat bencana.
3. faktor lingkungan : gangguan akibat kerusakan atau hilangnya potensi atau situasi
lingkungan yang selama ini akrab dengan pasien. (Budi Anna, Keliat.dkk,2011)

2.3 Tanda dan Gejala Distress Spiritual


1. Selalu menanyakan kebenaran keyakinan yang dianutnya.
2. Merasa tidak nyaman terhadap keyakinan atau nilai yang dianutnya.
3. Ketidakmampuan melakukan kegiatan keagaman yang biasa dilakukannya secara
4.
5.
6.
7.
8.

rutin.
Perasaan ragu terhadap nilai atau keyakinan yang dimiliki.
Menyatakan perasaan tidak ingin hidup.
Merasakan kekosongan jiwa yang berkaitan dengan keyakinan atau agamanya.
Mengatakan putus hubungan dengan orang lain atau Tuhan.
Mengekspresikan perasaan,marah,takut,cemas terhadap arti hidup ini,penderitaan
atau kematian. (Keliat.dkk,2011)

2.5 Peran perawat pada klien yang berduka/kehilangan


Tahapan
Mengingkari

Tindakan keperawatan
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya secara verbal, tidak membantah pengingkaran
pasien, duduk intens bersama pasien, menggunakan teknik
komunikasi dian dan sentuhan dan memperhatikan kebutuhan

Marah

dasar pasien
Mendorong

dan

memberi

waktu

pada

pasien

untuk

mengungkapkan kemarahan secara verbal tanpa melawan dengan

kemarahan,

memfasilitasi

ungkapan

kemarahan

pasien,

menangani kebutuhan pasien akibat reaksi kemarahannya, serta


memberikan
Tawar menawar

pemahaman

kepada

keluarga

bahwa

marah

merupakan sebuah proses yang normal


Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan
takutnya dengan memberikan perhatian penuh dan tulus,
mengajak pasien berbicara untuk mengurangi rasa bersalah serta

Depresi

memberikan dukungan spiritual


Mengidentifikasi tingkat depresi dan membantu mengurangi rasa
bersalah

dengan

memberikan

kesempatan

pasien

untuk

mengekspresikan kesedihannya, memberikan dukungan non


verbal, membahas pikiran negative dan melatih mengidentifikasi
Penerimaan

hal positif
Membantu pasien mengidentifikasi rencana kegiatan yang akan
dilakukan dan membantu keluarga untuk bisa mengerti penyebab

rasa kehilangan
Putri, Rosiana, 2013)

2.6 Peran perawat pada klien dengan distress spiritual


Menurut Andrew dan Boyle (2002) pemenuhan kebutuhan spiritual memerlukan
hubungan interpersonal, oleh karena itu perawat sebagai satu-satunya petugas kesehatan yang
berinteraksi dengan pasien selama 24 jam maka perawat adalah orang yang tepat untuk
memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
Menurut McCloskey dan Bulechek (2006) dalam Nursing Interventions Classification
(NIC), intervensi keperawatan dari diagnosa distres spiritual salah satunya adalah support
spiritual. Definisi support spiritual adalah membantu pasien untuk merasa seimbang dan
berhubungan dengan kekuatan Maha Besar. Adapun aktivitasnya meliputi
1. buka ekspresi pasien terhadap kesendirian dan ketidakberdayaan,
2. beri semangat untuk menggunakan sumber-sumber spiritual,
3. siapkan artikel tentang spiritual, sesuai pilihan pasien
4. tunjuk penasihat spiritual pilihan pasien

5. gunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien mengklarifikasi kepercayaan


dan nilai, jika diperlukan,
6. mampu untuk mendengar perasaan pasien,
7. berekspersi empati dengan perasaan pasien,
8.

fasilitasi pasien dalam meditasi, berdo'a dan ritual keagamaan lainnya,

9. dengarkan dengan baik-baik komunikasi pasien, dan kembangkan rasa pemanfaatan


waktu untuk berdo'a atau ritual keagamaan,
10. yakinkan kepada pasien bahwa perawat akan dapat mensupport pasien ketika sedang
menderita,
11. buka perasaan pasien terhadap keadaan sakit dan kematian,
12. bantu pasien untuk berekspresi yang sesuai dan bantu mengungkapkan rasa marah
dengan cara yang baik
(McCloskey dan Bulechek, 2006).
2.4 Hubungan Distress spiritual dengan berduka/kehilangan
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural yang mempengaruhi
reaksi terhadap kehilangan, duka cita, dan kematian. Latar belakang budaya dan dinamika
keluarga mempengaruhi pengekspresian berduka. Seseorang mungkin akan menemukan
dukungan, ketenangan dan makna dalam kehilangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual.
Bagi sebagian klien kehilangan menimbulkan pertanyaan tentang makna hidup, nilai
pribadi, dan keyakinan. Secara khas hal ini ditunjukkan dengan respon mengapa saya?.
Konflik internal mengenai keyakinan keagamaan dapat juga terjadi. Dengan agama bisa
menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada di konsep
dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian. Klien yang
mengalami kehilangan bahkan sampai pada fase berduka tekadang mereka baranggapan
bahwa tidak ada lagi Tuhan dalam hidup mereka sehingga mereka sering berfikir bahwa
dirinya kehilangan cinta dari Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Keliat,B.A,dkk. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.Jakarta :EGC
Putri, rosiana. 2013. Asuhan Keperawatan Berduka Situasional. Jakarta: UI
Videbeck, Sheila. 2008. BukuAjar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yusuf, Rizky.: 2014. Buku Ajar Kesehatan Keperawatan Jiwa. Jakarta Salemba Medika
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-noorfaizah-5292-3-babii.pdf

Anda mungkin juga menyukai