Anda di halaman 1dari 5

Intra natal Care

tahapan Persalinan
Persalinan dibagi menjadi 4 yaitu :
(1) KALA I PERSALINAN
a) Tanda dan gejala inpartu termasuk :
(1) Penipisan dan pembukaan servik.
(2) Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada servik (frekuensi minimal 2 kali
dalam 10 menit).
(3) Cairan lendir bercampur darah.
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan meningkatkan (frekuensi dan
kekuatannya) sehingga servik membuka lengkap (10 cm).
b) Kala I persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
(a) Fase laten pada kala I persalinan
i. Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan servik secara
bertahap.
ii.Berlangsung hingga servik membuka kurang 4 cm.
iii. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
iv. Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30 detik.

(b) Fase aktif pada kala I persalinan :


i. Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap
adekuat atau memadai jika terjadi 3x atau lebih dalam sepuluh menit, dan berlangsung selama
40 detik atau lebih).
ii. Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai bukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan
kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2
cm (multipara)
iii. Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

c) Pencatatan selama kala I persalinan


(a) Pencatatan selama fase laten kala I persalinan menggunakan lembar observasi CHPB.
(b) Pencatatan selama fase aktif kala I persalinan menggunakan lembar partograf.

d) Pada fase aktif ini hal-hal yang dipantau yaitu :


(a) Denyut jantung janin : setiap jam
(b) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap jam
(c) Nadi : setiap jam.
(d) Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
(e) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
(f) Tekanan darah : setiap 4 jam.
(g) Temperatur : setiap 2 jam.
(h) Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam.

(2) KALA II PERSALINAN


Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir
dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut kala pengeluaran bayi.
a) Gejala dan Tanda Kala II Persalinan :
(a) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum.
(b) Perineum menonjol.
(c) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
(d) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

b) Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang hasilnya
adalah :
(a) Pembukaan serviks telah lengkap atau
(b) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

Pada ibu bersalin dengan LMR (Locus Minorus Resisten) (bekas SC) dapat terjadi
komplikasi RUI, dimana RUI dapat terjadi pada kala I maupun kala II. Oleh karena itu perlu
diwaspadai adanya tanda dan gejala RUI. Adapun tanda gejalanya adalah : ibu gelisah,
pKELOMPOKpasan dan nadi menjadi cepat, nyeri perut yang terus menerus di perut bagian
bawah, SBR tegang, nyeri pada perabaan, lingkaran retraksi (Bandl) tinggi sampai setinggi
pusat dan ligament rotunda tegang.
Apabila rupture sudah terjadi, ibu akan merasa sangat kesakitan dan merasa seperti ada
yang robek dalam perutnya. Tidak lama kemudian bu akan menunjukkan gejala kolaps dan
syok. Perdarahan akibat rupture akan mengalir sebagian ke rongga perut dan keluar
pervaginam. Bagian janin dapat teraba dengan mudah dan jelas pada pemeriksaan luar karena
janin masuk ke rongga perut dan di samping janin ditemukan uterus sebesar kepala bayi.
(Hanifa, 2007)
Pada ibu dengan LMR, dapat dilakukan persalinan pervaginam apabila sudah
memenuhi syarat yang ada dan persalinan harus dialkukan di RS agar dapat diawasi lebih
baik. Kala II tidak boleh berlangsung terlalu lama dan pemberian oksitosin tidak
diperkenankan. Ibu diperbolehkan mengedan selama 15 menit , jika dalam waktu 15 menit ini
bagian terendah anak turun dengan pesat, maka diperbolehkan lagi mengedan selama 15
menit. Jika setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat dapat dilakukan vacum ektraksi
bila syarat-syarat terpenuhi.
(3) KALA III PERSALINAN
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban.
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan
volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin
kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan
kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah
uterus atau ke dalam vagina.
a) Tanda-tanda lepasnya plasenta mencangkup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini:
(a) Perubahan bentuk dan tinggi uterus.
(b) Tali pusat memanjang.
(c) Semburan darah mendadak dan singkat.

b) Manajemen Aktif Kala III


Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih
efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi
kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan
pasca persalinan dimana sebagian besar oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang
sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III.

c) Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif Kala III


(a) Persalinan kala III yang lebih singkat.
(b) Mengurangi jumlah kehilangan darah.
(c) Mengurangi kejadian retensio plasenta.
d) Manajemen Aktif Kala III terdiri dari tiga langkah utama :
(a) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
(b) Melakukan peregangan tali pusat terkendali.
(c) Massase fundus uteri.

(4) ASUHAN DAN PEMANTAUAN PADA KALA IV


a) Setelah plasenta lahir :
(a) Lakukan rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan
kuat.
(b) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat
sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
(c) Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
(d) Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan perineum.
(e) Evaluasi keadaan umum ibu.
(f) Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV di bagian belakang
partograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.

b) Perdarahan dari perineum.


Perdarahan akibat laserasi perineum diklasifikasikan berdasarkan luas robekannya yaitu :
(a) Derajat I mencakup mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perineum.
(b) Derajat II mencakup derajat I ditambah dengan otot perineum.
(c) Derajat III mencakup derajat II ditambah dengan otot sfinger ani.
(d)Derajat IV mencakup derajat III ditambah dengan dinding depan rectum.

c) Pemantauan keadaan umum ibu.


Sebagian besar kejadian kesakitan ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan
terjadi selama empat jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini sangatlah penting
untuk memantau ibu secara ketat segera setelah persalinan. Jika tanda-tanda vital dan
kontraksi uterus masih dalam batas normal selama dua jam pertama pasca persalinan,
mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan pasca persalinan. Penting untuk berada
disamping ibu dan bayinya selama dua jam pertama pasca persalinan.

d) Selama dua jam pertama pasca persalinan :


(a) Pantau tekanan darah, nadi, TFU, kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15 menit
selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua.
(b) Massase uterus untuk membuat kontraksi menjadi baik setiap 15 menit selama satu jam
pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala empat.
(c) Pantau temperatur tubuh setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan.
(d) Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama satu jam pertama dan
setiap 30 menit selama jam kedua kala empat.
(e) Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang
keluar serta bagaimana melakukan massase jika uterus menjadi lembek.
(f) Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung
yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, duduk bersandarkan bantal atau
berbaring miring. Jaga agar bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup baik,
kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.
(g) Lengkapi asuhan essensial bagi bayi baru lahir.
(h) Jangan gunakan kain pembebat perut selama dua jam pertama pasca menolong untuk
persalinan atau hingga kondisi ibu sudah stabil. Kain pembebat perut menyulitkan penolong
untuk menilai kontraksi uterus secara memadai. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk
mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkan setiap kali diperlukan.
Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin berbeda setelah dia melahirkan
bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan menyiramkan air bersih dan hangat
ke perineumnya. Berikan privasi atau masukkan jari-jari ibu ke dalam air hangat untuk
merangsang keinginan berkemih secara spontan. Pastikan bahwa dia dapat berkemih sendiri
dan keluarganya mengetahui bagaimana menilai kontraksi dan jumlah darah yang keluar.
Anjurkan kepada mereka bagaimana mencari pertolongan jika ada tanda-tanda bahaya seperti
:
Demam.
Perdarahan aktif.
Keluar banyak bekuan darah.
Bau busuk dari vagina.
Pusing.
Lemas luar biasa.
Penyulit dalam menyusukan bayinya.
Nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa.

Anda mungkin juga menyukai