Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan YME kepada setiap pasangan.
Setiap manusia tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna baik secara fisik maupun
psikis.Anak adalah aset bangsa dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang akan
menentukan masa depan bangsa dan negara (Depkes, 2014). Di beberapa negara mortalitas
anak mulai menurun karena suksesnya imunisasi, kontrol diare, infeksi saluran pernapasan
akut, dan perbaikan pelayanan yang terfokus pada layanan kesehatan primer.Sebagai
konsekuensi, kelainan kongenital mengambil proporsi yang lebih besar dalam mortalitas anak
(World Bank dalam WHO, 2013).
Kelainan kongenital didefinisikan sebagai kelainan struktural atau fungsional termasuk
kelainan metabolisme yang timbul saat lahir (Rosano A, dkk., 2000. Agha MM, dkk., 2006).
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Bayi-bayi dengan kelainan kongenital
menjadi masalah khususnya untuk negara berkembang karena angka kejadiannya yang cukup
tinggi dan membuat sumber daya berkurang. Bayi dengan kelainan kongenital yang bertahan
hidup, saat tumbuh akan mengalami ketergantugan terhadap orang lain, ataupun alat bantu
(WHO, 2013).
Angka kematian bayi baru lahir dengan kelainan kongenital di dunia yaitu sekitar 303.000
jiwa pada 4 minggu pertama setelah lahir setiap tahunnya(WHO, 2016). Data World Health
Organization South-East Asia Region (WHO SEARO) tahun 2010 memperkirakan prevalensi
kelainan kongenital di Indonesia 3 adalah 59,3 per 1000 kelahiran hidup. Jika setiap tahun lahir
5 juta bayi di Indonesia, maka akan ada sekitar 295.000 kasus kelainan bawaan pertahun. Data
laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa sebesar 1,4% bayi baru lahir
usia 0-6 hari pertama kelahiran dan 19% bayi baru lahir usia 7-28 hari meninggal disebabkan
karena kelainan kongenital (Depkes, 2016).
Salah satu kelainan kongenital yang dapat ditemui yaitu bronkomalasia. Bronkomalasia
adalah masalah bawaan yang timbul dari dukungan tulang rawan berkurang dari saluran udara
yang lebih kecil (di bawah trakea, atau tenggorokan). tulang rawan melemah biasanya
menyempit lebih mudah selama ekspirasi dan memperpanjang waktu, atau mencegah dahak
dan sekresi mnejadi terperangkap. Biasanya banyak menyerang pada anak usia kurang dari 6
tahun (Children’s NationalHealth System,2016).
Dengan pertimbangan angka kejadian yang cukup tinggi, maka sangat perlu dilakukan
pencegahan yang lebih optimal. Tindakan asuhan keperawatan yang tepat pada anak dengan
kelainan kongenital bronkomalasia penting dilakukan dan harus diperhatikan oleh perawat untuk
memberikan pelayanan yang optimal sehingga akan membantu mengurangi dampak yang
diakibatkan.
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam makalah ini akan dibahas mengenai asuhan
keperawatan pada anak dengan bronkomalasia.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.2 Tujuan Khusus
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa definisi bronkomalasia?
2. Bagaimana etiologi bronkomalasia?
3. Apa saja tanda dan gejala bronkomalasia?
4. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pernafasan?
5. Bagaimana patofisiologi bronkomalasia?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang bronkomalasia?
7. Bagaimana penatalaksanaan bronkomalasia?
8. Apa saja komplikasi bronkomalasia?
9. Bagaimana pencegahan primer, sekunder dan tersier?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan bronkomalasia?
1.4 Metode Penulisan
1.5 Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat terutama bagi mahasiswa keperawatan
agar memahami mengenai konsep dasar dan asuhan keperawatan pada anak dengan
bronkomalasia, sehingga dapat memberikan pelayanan yang tepat bagi pasien.
BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Kasus

a. Definisi Bronkhomalasia

Bronchomalacia adalah masalah bawaan yang muncul dari berkurangnya dukungan


tulang rawan pada saluran udara yang lebih kecil (di bawah trakea, atau batang tenggorokan).
Tulang rawan yang melemah biasanya runtuh lebih mudah selama ekspirasi dan
memperpanjang ekspirasi, atau mencegah ekspektasi dan menyebabkan terperangkapnya
sekresi. Gejala bronchomalacia bervariasi tetapi mungkin termasuk batuk kronis, perpanjangan
infeksi saluran pernapasan bawah, intoleransi olahraga, gangguan pernapasan, apnea,
pneumonia berulang dan bronkitis berulang.(Children’s National Health System,2016).

Bronkomalasia juga dapat dideskripsikan sebagai defek kelahiran pada bronkus di traktus
respiratorius. Malasia kongenital pada saluran udara/nafas besar merupakan salah satu dari
beberapa penyebab obstruksi saluran nafas ireversibel pada anak, dengan gejala bervariasi
yang dapat berupa wheezing rekuren dan infeksi saluran nafas bawah rekuren sampai dispneu
berat dan insufisiensi respirasi. (Akhyar, 2010)

Jadi bronkomalasia merupakan masalah pernapasan yang timbul akibat defisiensi cincin
kartilago atau tulang rawan penyusun saluran pernapasan bawah, yang sebabkan oleh
kelainan kongenital atau kelainan bawaan dan menjadi salah satu penyebab obstruksi saluran
nafar ireversibel pada anak.

b. Etiologi Bronkhomalasia

Bronchomalacia dapat digambarkan sebagai cacat lahir bronkus pada saluran


pernapasan. Malacia kongenital pada saluran udara besar adalah salah satu dari beberapa
penyebab obstruksi saluran napas yang tidak dapat diperbaiki pada anak-anak, dengan gejala
bervariasi dari mengi berulang dan infeksi saluran udara bagian bawah yang berulang hingga
dispnea yang parah dan kekurangan pernapasan. Ini juga dapat diperoleh di kemudian hari
karena peradangan kronis atau berulang yang disebabkan oleh infeksi atau penyakit saluran
napas lainnya.(wikipedia)

Bronkomalasia primer melibatkan defek pada kartilago. Ini dapat berasal dari
prematuritas, defek struktural tulang rawan yang melekat, atau dari ketiadaan kongenital cincin
tulang rawan di bronkus subsegmental seperti yang terlihat dengan sindrom Williams-campbell.
Rembesan saluran napas distal pada sindrom William-Campbell dapat menyebabkan
bronkiektasis. Bronchomalacia sekunder terjadi dari kompresi eksternal oleh struktur jantung
diperbesar atau anomali vaskular mirip dengan trakeomalasia sekunder. Bronchomalacia juga
dapat dikaitkan dengan emfisema lobus kongenital yang menyebabkan hiperinflasi pada
jaringan yang terkena. (Laberge, 2008)

Secara simtomatik, pasien datang dengan gambaran yang mirip dengan trakeomalasia.
Pasien dapat mengalami stridor, mengi, batuk terus-menerus, infeksi pernapasan berulang,
gangguan pernapasan, dan sianosis. Mereka sering hadir pada masa bayi dengan infeksi
pernafasan pertama mereka. Bronchomalacia sering salah didiagnosis sebagai asma dan
dengan demikian dapat terjadi keterlambatan diagnosis. Diagnosis dan diferensiasi dari asma
dilakukan oleh bronkoskopi dengan pernapasan spontan di mana karakteristik dinamis dari
saluran napas dapat disaksikan. (Laberge, 2008)

c. Tanda dan Gejala

 Tanda
1. Nafas cuping hidung
2. Penggunaan otot bantu napas (dada mengembang disertai retraksi interkostal dan
subkostal).
3. Sesak napas, takipne, apneu.
4. Hiperinflasi dada.
5. Retraksi, expiratory effort.
6. Ronki pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
7. Ekspirasi memanjang, mengi.
8. Hepar atau limpa dapat teraba.
 Gejala Bronkomalasia
1. Satu sampai empat hari sebelumnya didapat pilek encer, hidung tersumbat.
2. Demam sub-febril (kecuali infeksi sekunder oleh bakteri).
3. Puncak gejala pada hari ke-5 sakit : batuk, sesak napas, takipne, mengi, minum
menurun, apne, sianosis.
4. Bila terjadi obstruksi hebat, pernafasan menjadi lebih cepat dan dangkal, suara nafas
melemah, dan “wheezing” yang semula jelas dapat menghilang.
d. Anatomi Fisiologi Sistem pernapasan bawah
1. Pengertian Respirasi
Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya dan untuk aktifitas
berbagai organ atau sel. Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut diatur oleh
sistem atau organ tubuh, diantaranya saluran pernapasan bagian atas, bawah dan paru-
paru.
Respirasi atau pernapasan merupakan pertukaran Oksigen (O2) dan karbondioksida
(CO2) antara sel-sel tubuh serta lingkungan. Semua sel mengambil Oksigen yang akan
digunakan dalam bereaksi dengan senyawa-senyawa sederhana dalam mitokondria sel
untuk menghasilkan senyawa-senyawa kaya energi, air dan karbondioksida. Jadi,
pernapasan juga dapat di artikan sebagai proses untuk menghasilkan energi. Pernapasan
dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a. Pernapasan Eksternal (luar) yaitu proses bernapas atau pengambilan Oksigen
dan pengeluaran Karbondioksida serta uap air antara organisme dan lingkungannya.
b. Pernapasan Internal (dalam) atau respirasi sel terjadi di dalam sel yaitu sitoplasma
dan mitokondria.
Sistem pernapasan terdiri atas saluran atau organ yang berhubungan dengan
pernapasan. Oksigen dari udara diambil dan dimasukan ke darah, kemudian di angkut ke
jaringan. Karbondioksida (CO2) di angkut oleh darah dari jaringan tubuh ke paru-paru dan
dinapaskan ke luar udara.
2. Fungsi Sistem Pernapasan
Fungsi utama sistem pernapasan adalah untuk memungkinkan ambilan oksigen dari
udara kedalam darah dan memungkinkan karbon dioksida terlepas dari dara ke udara
bebas.
Meskipun fungsi utama system pernapasan adalah pertukaran oksigen dan karbon
dioksida, masih ada fungsi-fungsi tambahan lain yaitu:
o Tempat menghasilkan suara.
o Untuk meniup (balon, kopi/the panas, tangan, alat musik dan lain sebagainya)
o Tertawa.
o Menangis.
o Bersin.
o Batuk.
o Homeostatis (pH darah)
o Otot-otot pernapasan membantu kompresi abdomen (miksi,defekasi,partus).
3. Saluran Pernapasan
Pada manusia, pernapasan terjadi melalui alat-alat pernapasan yang terdapat dalam
tubuh atau melalui jalur udara pernapasan untuk menuju sel-sel tubuh. Struktur organ atau
bagian-bagian alat pernapasan pada manusia terdiri atas Rongga hidung, Farings (Rongga
tekak), Larings (kotak suara), Trakea (Batang tenggorok), Bronkus, Bronkiolus, Alveoli dan
Paru-paru.
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Selain sebagai salah satu organ alat pernapasan manusia, hidung juga berfungsi
sebagai salah satu dari 5 indera. Hidung berfungsi sebagai alat untuk menghirup udara,
penyaring udara yang akan masuk ke paru-paru, dan sebagai indera penciuman.
Rangka hidung bagian atas di bentuk oleh bagian-bagian di bawah ini:
1. Lamina kribrosa osisetmoidalis dan pars nasalis osis prontalis
2. Dinding lateral: oleh tulang kerasdan tulang rawan
3. Sekat hidung (septum nassi) oleh tulang karang dan tulang rawan
Pada dinding lateral terdapat 4 tonjolan (conca): conca suprima, concanasalis
superior, concanasalis media, dan conca nasalis inferior. Selain itu juga terdapat celah
yang di sebut cavum nasi
1. Prossesus spenoidalis : terletak diantara concasuprima dan concasuprior
2. Meatus superior : terletak diantara conca superior dan concamedia
3. Meatusnasimedia : terletak antara conca media dengan conca inverior
Batang hidung
1. Batang hidung
2. Cuping hidung
3. Septum nasi
4. Dinding lateral rongga hidung
Pembuluh Darah hidung
1. Arteri palatine
2. Arteri nasalis anterior
3. Vena hidung Kribrosa
Fungsi hidung
1. Menghangatkan udara : oleh permukaan conca dan septum nasalis,setelah
melewati faring suhu udara 36c
2. Sejumlah udara di lembabkan sebelummelewati hidung dan saat mencapai faring
kelembaban udaramenjadi 75%
3. Udara di saring lebih banyak oleh bulu bulu hidung dan partikel di atas rongga hidung
disaring oleh rambut vestibular,lapisanmukosiliar, dan lisozim(protein dalam air
mata)
4. Pada pernafasan biasa,udara yang masuk melalui celah olfaktori sebsar 5-10%
sedangkan ketika menghirup udara dengan keras,udara pernafasan yg masuk
sebesar 20% (syaifuddin,2009)
b. Tekak (Faring)
Faring merupakan persimpangan antara rongga hidung ke tenggorokan (saluran
pernapasan) dan rongga mulut ke kerongkongan (saluran pencernaan). Pada bagian
belakang faring terdapat laring. Laring disebut pula pangkal tenggorok. Pada laring
terdapat pita suara dan epiglotis atau katup pangkal tenggorokan. Pada waktu menelan
makanan epiglotis menutupi laring sehingga makanan tidak masuk ke dalam
tenggorokan. Sebaliknya pada waktu bernapas epiglotis akan membuka sehingga udara
masuk ke dalam laring kemudian menuju tenggorokan.
Rongga tekak dibagi dalam 3 bagian
1. Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana yg disebut nasofaring
2. Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring
3. Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring (Drs.H.syaifuddin,1997)
c. Larings (Kotak suara)
Larings adalah suatu katup yang rumit pada persimpangan antara lintasan makanan
dan lintasan udara. Laring terangkat dibawah lidah saat menelan dan karenanya
mencegah makanan masuk ke trakea. Fungsi utama pada larings adalah untuk
melindungi jalan napas atau jalan udara dari farings ke saluran napas lainnya , namun
juga sebagai organ pembentuk suara atau menghasilkan sebagian besar suara yang
dipakai berbicara dan bernyanyi.
Larings ditunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang
rawan tiroid (Adam’s apple), yang khas nyata pada pria, namun kurang jelas pada
wanita. Di bawah tulang rawan ini terdapat tulang rawan krikoid, yang berhubungan
dengan trakea.
Epiglotis terletak diatas seperti katup penutup. Epiglotis adalah sekeping tulang rawan
elastis yang menutupi lubang larings sewaktu menelan dan terbuka kembali
sesudahnya. Pada dasarnya, Larings bertindak sebagai katup, menutup selama
menelan unutk mencegah aspirasi cairan atau benda padat masuk ke dalam batang
tracheobronchial.
Mamalia menghasilkan getaran dari pita suara pada dasar larings. Sumber utama suara
manusia adalah getaran pita suara (Frekuensi 50 Hertz adalah suara bas berat sampai
1700 Hz untuk soprano tinggi). Selain pada frekuensi getaran, tinggi rendah suara
tergantung panjang dan tebalnya pita suara itu sendiri. Apabila pita lebih panjang dan
tebal pada pria menghasilkan suara lebih berat, sedangkan pada wanita pita suara lebih
pendek. Kemudian hasil akhir suara ditentukan perubahan posisi bibir, lidah dan
palatum molle.
Disamping fungsi dalam produksi suara, ada fungsi lain yang lebih penting, yaitu Larings
bertindak sebagai katup selama batuk, penutupan pita suara selama batuk,
memungkinkan terjadinya tekanan yang sangat tinggi pada batang tracheobronchial
saat otot-otot trorax dan abdominal berkontraksi, dan pada saat pita suara terbuka,
tekanan yang tinggi ini menjadi penicu ekspirasi yang sangat kuat dalam mendorong
sekresi keluar.
d. Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berbentuk seperti pipa dengan panjang kurang lebih 10 cm. Di paru-paru
trakea bercabang dua membentuk bronkus. Dinding tenggorokan terdiri atas tiga lapisan
yaitu :
1. Lapisan paling luar terdiri atas jaringan ikat.
2. Lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan. Trakea tersusun atas
16–20 cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Bagian belakang cincin tulang
rawan ini tidak tersambung dan menempel pada esofagus. Hal ini berguna untuk
mempertahankan trakea tetap terbuka.
3. Lapisan terdalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia yang menghasilkan banyak
lendir. Lendir ini berfungsi menangkap debu dan mikroorganisme yang masuk saat
menghirup udara.
Selanjutnya, debu dan mikroorganisme tersebut didorong oleh gerakan silia menuju
bagian belakang mulut. Akhirnya, debu dan mikroorganisme tersebut dikeluarkan
dengan cara batuk. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk
bersama udara pernapasan.
Hubungan Trakhea dengan alat sekitarnya sebagai berikut :
1. Sebelah kanan terdapat nervus pagus,arteri anonima, dan vena azigos.
2. Sebelah kiri terdapat aorta dan nervus rekurens sinistra
3. Bagian depan menyilang vena anonima sinistra dan fleksus kardiakus krokundus.
4. Bagian belakang esophagus pada sisi trachea berjalan cabang cabang
nervuspagusdari trunkus simpatikus berjalan kea rah fleksus
kardiakus.(syaifuddin,2009)
e. Bronkus
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang, yang satu
menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri. Bronkus yang ke arah kiri
lebih panjang, sempit, dan mendatar daripada yang ke arah kanan. Hal inilah yang
mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit. Struktur dinding
bronkus hampir sama dengan trakea. Perbedaannya dinding trakea lebih tebal daripada
dinding bronkus. Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus kanan
bercabang menjadi tiga bronkiolus sedangkan bronkus kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus.
f. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-cabang menjadi
saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya semakin tipis. Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan tetapi rongganya bersilia. Setiap bronkiolus bermuara ke
alveolus.
Bronkiolus merupakan cabang yang lebih kecil dari bronkusprinsipalis.Pada ujung
bronkioli terdapat gelembung paru atau alveoli.(Syaifuddin,2009) yaitu :
1. Bronkus lobaris superior dekstra
2. Bronkus lobaris media dekstra
3. Bronkus lobaris inferior dekstra
4. Bronkus lobaris superior sinistra
5. Bronkus lobaris inferior sinistra
g. Alveolus
Bronkiolus bermuara pada alveol (tunggal: alveolus), struktur berbentuk bola-bola
mungil yang diliputi oleh pembuluh-pembuluh darah. Epitel pipih yang melapisi alveoli
memudahkan darah di dalam kapiler-kapiler darah mengikat oksigen dari udara dalam
rongga alveolus.
h. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada. Rongga dada dan perut dibatasi oleh siuatu
sekat disebut diafragma. Paru-paru ada dua buah yaitu paru-paru kanan dan paru-paru
kiri. Paru-paru kanan terdiri atas tiga gelambir (lobus) yaitu gelambir atas, gelambir
tengah dan gelambir bawah. Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir yaitu
gelambir atas dan gelambir bawah. Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput paru-paru
(pleura). Kapasitas maksimal paru-paru berkisar sekitar 3,5 liter.
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa disebut
udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang dewasa lebih
kurang 500 nl. Setelah kita melakukan inspirasi biasa, kita masih bisa menarik napas
sedalam-dalamnya. Udara yang dapat masuk setelah mengadakan inspirasi biasa
disebut udara komplementer, volumenya lebih kurang 1500 ml. Setelah kita melakukan
ekspirasi biasa, kita masih bisa menghembuskan napas sekuat-kuatnya.
Udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi biasa disebut udara suplementer,
volumenya lebih kurang 1500 ml. Walaupun kita mengeluarkan napas dari paru-paru
dengan sekuat-kuatnya ternyata dalam paru-paru masih ada udara disebut udara
residu. Volume udara residu lebih kurang 1500 ml. Jumlah volume udara pernapasan,
udara komplementer, dan udara suplementer disebut kapasitas vital paru-paru.
Masing masing paru paru mempunyai apeks yang masing masing menjorok ke atas
2,5cm di atasklavikula fasies costalis yang berbentuk konfeks berhubungan dengan
dinding dada sedangkan pasies mediestinalis yang berbentuk conca membentuk
pericardium.pada pertengaan permukaan paruh kiri terdapat hilus pulmonalis yaitu
lekukan dimana bronkus,pembuluh darah,dan saraf masuk keparu paru membentuk
tradikspulmonalis, Apeks pulmo,basis pulmo,insura atau fisura.

e. Patofisilogi

Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui
kontak suara(Laring) ke dalam tenggorokan (trakea), yang terbagi menjadi dua cabang
(bronkus kanan dan kiri) yang masing-masing paru-paru. Trakea dan bronkus terbuat dari
cincin tidak lengkap dari tulang rawan dan jika tulang rawan ini lemah tidak dapat
mendukung jalan nafas (Firdiansyah, 2017)

Bentuk normal laring, trakea dan bronkus dipertahankan oleh cincin kartilago dan
elastisitas paru. Setiap faktor yang meningatkan elastisitas laring, trakea dam bronkus atau
yang menurunkan elastisitas paru, akan menyebabkan penekanan atau obstruksi saluran
respiratori.

Pada bayi cincin tulang rawan trakea terbuka sehingga udara bisa didapatkan dari
tenggorokan ke paru-paru. Ketika cincin ini kecil, berbentuk aneh, tidak kaku cukup, atau
tidak membentuk sama sekali maka trakea dapat menutup ke dalam dirinya sendiri. Hal ini
mungkin terjadi saat mengembusankan nafas dan menangis. Hal ini dapat menyebabkan
mengi, batuk, sesak napas, dan/atau napas cepat. Biasanya tulang rawan berkembang
dengan sendirinya dari waktu ke waktu sehingga tracheomalasia tidak lagi masalah.
Sementara lebih umum pada bayi, tracheomalasia tidak terjadi pada orang dewasa. Ketika
masalah yang sama terjadi di saluran napas kecil disebut bronchomalacia.

f. Pemeriksaan Penunjang

1. Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksaan/inspeksi langsung terhadap laring, trakea dan


bronkus, melalui suatu bronkoskop logam standar atau bronkoskop serat optik fleksibel
yang disebut dengan bronkofibroskop. Melalui bronkoskop sebuah sikat kateter atau
forsep biopsi dapat dimasukan untuk mengambil sekresi dan jaringan untuk pemeriksaan
sitologi. Tujuan utama bronkoskopi adalah untuk melihat, mengambil dan mengumpulkan
spesimen. Indikasi bronkoskopi adalah sebagai berikut.

a. Untuk mendeteksi lesi trakeobronkial karena tumor.

b. Untuk mengetahui lokasi perdarahan.

c. Untuk mengambil benda asing (sekresi dan jaringan).

d. Untuk pemeriksaan sitologi dan bakteriologik.

e. Untuk memperbaiki drainase trakeobronkial.

2. CT-Scan

CT scan paru-paru merupakan salah satu metode pencitraan yang digunakan untuk
mendiagnosis dan memantau tatalaksana dari berbagai kelainan pada paru-paru. CT
scan atau pemindaian tomografi terkomputerisasi melibatkan berbagai gambar yang
diambi l dari sudut sudut yang berbeda, yang kemudian akan dikombinasikan untuk
menghasilkan gambaran melintang dan gambaran 3 dimensi dari struktur internal paru-
paru. Tujuan utama dari pencitraan ini adalah untuk mendeteksi struktur abnormal di
dalam paru-paru atau ketidakteraturan yang bisa jadi merupakan gejala yang dialami oleh
pasien. Di samping untuk mendiagnosis penyakit atau jejas pada paru-paru, CT scan juga
dapat digunakan untuk memandu pengobatan tertentu untuk memastikan ketepatan dan
ketelitian. Banyak tenaga medis profesional menggunakan CT scan paru-paru untuk
menentukan rencana pengobatan yang tepat bagi pasien, yang meliputi peresepan,
pembedahan, atau terapi radiasi.

3. MRI Dada
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik adalah
pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio untuk
menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh. MRI dapat memberikan gambaran
struktur tubuh yang tidak bisa didapatkan pada tes lain, seperti Rontgen,USG, atau CT
scan.

g. Penatalaksanaan Medis

1. Time invasif minimal, bersamaan dengan pemberian tekanan udara positif yang kontinu.
2. Tekanan udara positif kontinu Metode menggunakan respiratory ventilation/ CPAP
(Continuous Positive Airway Pressure ).
3. Trakheotomi Prosedur pembedahan pada leher untuk membuka atau membuat saluran
udara langsung melalui sebuah insisi di trakhea (the windpipe).

h. Komplikasi

1. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang disebabkan oleh
bakteri, jamur ,virus, atau aspirasi karena makanan atau benda asing. Pneumonia adalah
infeksi pada parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan didalam
alveoli hal ini terjadi akibat adanya infeksi agen/ infeksius atau adanya kondisi yang
mengganggu tekanan saluran trakheabronkialis. (Wilson, 2006)
2. Bronkitis
Bronkhitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terdapat pada orang dewasa.
Pada anak, bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran nafas lain, namun
ia dapat juga merupakan penyakit tersendiri. Secara harfiah bronkhitis adalah suatu
penyakit yang ditanda oleh adanya inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan
bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan
gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri
sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran
(Ngastiyah, 2006)
Bronkhitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi
biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan
dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis,
Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asm dan sebagainya (Gunadi Santoso, 2004)

3. Polychondritis
Polychondritis adalah gangguan kronis langka yang ditandai peradangan tulang rawan
yang biasa terjadi pada telinga dan hidung. Penyakit ini dikenal dengan nama lain seperti
Meyenburg Altherr Uehlinger sindrom, kronis atrofi polychondritis dan sindrom Von
Meyenburg. Penyakit ini dapat mempengaruhi tulang rawan dari setiap jenis dan jaringan
sendi, telinga, hidung dan trakea. Penyebab polychondritis diyakini gangguan autoimun.
Sistem kekebalan tubuh mulai menyerang jaringan dan tulang rawan menyebabkan
kerusakan dan peradangan. Antibodi yang dihasilkan autoimun akan menghancurkan
glycosaminoglycans yang merupakan bagian terpenting dalam jaringan ikat di tulang
rawan.

4. Asma

Asma yaitu penyakit yang dikarenakan oleh peningkatan respon dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus
atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih-lebihan dari kelenjar-kelenjar di mukosa
bronchus. (Smelzer Suzanne : 2001). Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh
hipersensitivitas cabagcabang trakheobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan
(Pierce, 2007).

i. Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Bronkhomalasia

a. PENGKAJIAN
I. Biodata

1. Identitas Klien

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Agama :

Pekerjaan :

Pendidikan :

Suku / Bangsa :

Gol. Darah :

Alamat :
Tgl. Masuk RS :

Tgl. Pengkajian :

Diagnosa Medis :

No. Medrek :

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Agama :

Pekerjaan :

Alamat :

Hub. Dengan Klien:

II.KeluhanUtama

III. Riwayat Kesehatan saat Ini

IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

1. Riwayat Penyakit Dahulu

2. Riwayat Hospitalisasi

3. Riwayat Pembedahan dan Cedera

4. Riwayat Alergi

5. Riwayat Pengobatan

6. Riwayat Bepergian

7. RiwayatKeluarga

a) Riwayat Penyakit Keturunan

b) Genogram

V. Riwayat Psikososial

1. Kemampuan Mengenal Masalah Kesehatan

2. Konsep Diri
3. Sumber Stress

4. Mekanisme Koping

5. Kebiasaan dan Pengaruh Budaya

6. Spiritual

VI. Dukungan Keluarga

1. Emosional

2. Finansial

VII. Pola Aktivitas

Sebelum Masuk Setelah Masuk


No. Kebutuhan Interpretasi
RS RS

1. Nutrisi :

a. BB atau TB

b. Diet Terakhir

c. Kemampuan

- Mengunyah

- Menelan

- Bantuan total / sebagian

d. Frekuensi

e. Porsi Makan

f. Makanan yang Disukai

g. Makanan yang
Menimbulkan Alergi
2. Cairan

a. Intake

- Oral

Jenis

Jumlah

Bantuan total / sebagian

- Intravena

Jenis

Jumlah

b. Output

- Suetion

- Drain

- Muntah

3. Eliminasi

a. BAB

- Frekuensi

- Warna

- Jumlah

- Keluhan

- Bantuan total / sebagian

b. BAK

- Frekuensi

- Warna

- Jumlah

- Keluhan

- Bantuan total / sebagian


4. IstirahatdanTidur

a. Lama Tidur

b. Keluhan

c. KebiasaanTidur

5. Personal Hygine

a. Mandi

- Frekuensi

- Kebiasaanmandi

- Bantuan

b. Gosok Gigi

c. CuciRambut

d. Gunting Kuku

e. GantiPakaian

6. AktivitasLatihan / Olah Raga

VIII. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

2. Kesadaran

3. Tanda – Tanda Vital

a. Tekanan Darah :

b. Denyut Nadi :

c. Frekuensi Nafas :

d. Suhu :

4. Pemeriksaan Head to Toe

N
Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
no.
Kepala
1 dan Wajah
1.
a. Wajah

b. Rambut

c. Mata

d. Hidung

e. Mulut

- Bibir

- Gigi

- Lidah

f. Telinga

2Dada
2.
a. Paru – Paru

b. Jantung

Abdomen
3
.3.
a. Lambung

b. Usus

c. Hati

d. Ginjal

e. Limpa

Genitalia
4
.4.

Ekstremitas
5
.5.
a. Ekstremitas Atas

b. Ekstremitas Bawah

IX. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
No. Jenis Pemeriksaan Nilai Hasil Nilai Normal Interpretasi

1
1.

2. Radiologi

3. Lain – Lain

X. Terapi

No. Jenis Terapi Cara Pemberian Dosis Indikasi Efek Samping

1 - - - -

b.Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelenturan kartilago pada dinding


bronkus

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhungan dengan akumulasi secret berlebih yg


menyebabkan sputum meningkat

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi dalam plasma

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan metabolisme tubuh meningkat

6. Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan

c. Perencanaan Keperawatan

No. Dx Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Airway management
pola nafas perawatan selama ...x - Buka jalan nafas
berhubungan 24 jam diharapkan - Posisikan pasien
dengan deformitas pola nafas kembali untuk
tulang rawan efektif dengan memaksimalkan
Kriteria hasil: ventilasi
- Tidak merasa - Auskultasi suara
tercekik nafas, dan catat
- Irama nafas normal adanya suara
- Frekuensi tambahan
pernafasan dalam - Lakukan fisioterapi
rentang normal dada jika diperlukan
- Tidak ada suara Oxygen terapi
nafas abnormal - Atur peralatan
oksigenasi
- Monitoraliran
oksigen
- Pertahankan posisi
pasien
Vital sign monitoring
- Monitor tanda-tanda
vital
- Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
- Monitor frekuensi
dan irama
pernafasan
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Airway suction
bersihan jalan nafas perawatan selama ...x - Auskultasi suara
berhungan dengan 24 jam diharapkan nafas sebelum dan
akumulasi secret jalan nafas kembali setelah suctioning
berlebih yg efektif dengan - Infomasikan pada
menyebabkan Kriteria hasil : klien dan keluarga
sputum meningkat
- Suara nafas yang tentang suctioning
efektif Airway Management
- Tidak ada sianosis - Lakukan fisioterapo
- Tidak ada dispneu dada bila diperlukan
- Jalan nafas paten - Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi yang ada
- Ajakan teknik batuk
efektif
- Monitor respirasi
dan status O2
3. Gangguan Setelah dilakukan Airway Management
pertukaran gas perawatan selama ...x - Identifikasi pasien
berhubungan 24 jam diharapkan perlu adanya
dengan gangguan perturan gas tidak pemasangan alat
difusi dalam mengalami gangguan jalan nafas buatan
plasma dengan - Posisikan pasien
Kriteria hasil untuk
- Peningkatan memaksimalkan
ventilasi dan ventilasi
oksigenasi yang - Monitor respirasi dan
adekuat status O2
Respiratory Monitoring
- Monitor rata-rata,
kedalaman, irama
dan usaa respirasi
- Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/ tidak ada
ventilasi dan suara
tambahan

4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Nutrition Management


nutrisi kurang dari perawatan selama ...x - Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh 24 jam diharapkan - Anjurkan untuk
berhubungan nutrisi kembali makan sedikit tapi
dengan dispneu, seimbang dengan sering
anoreksia. Kriteria hasil: - Kolaborasi dengan
- Tidak ada tanda- ahli gizi untuk
tanda malnutrisi menentukan jumlah
- Tidak terjadi kalori dan nutrisi yang
penurunan berat dibutuhkan pasien
badan yang berarti Nutrition Monitoring
- Monitor adanya
penurunan berat
badan
- Manitor turgor kulit
- Monitor kalori dan
intake nutrisi
5. Resiko kekurangan Setelah dilakukan Fluid management
volume cairan perawatan selama ...x - Monitor status hidrasi
berhubungan 24 jam diharapkan - Monitor intake dan
dengan tidak ada resiko output yang akurat
metabolisme tubuh kekurangan volume - Monitor TTV
meningkat cairan dengan - Kolaborasikan
Kriteria hasil : pemberian cairan IV
- Tidak ada tanda- - Anjurkan untuk sering
tanda dehidrasi, minum air putih
elastisitas turgor kulit
baik, membran
mukosa lebab, tidak
ada rasa haus
berlebihan
- Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal
6. Intoleran aktivitas Setelah dilakukan Activity therapy
berhubungan perawatan selama ...x - Kaji level kelemahan
dengan kelemahan 24 jam diharapkan - Bantu pasien untuk
aktivitas kembali mengembangkan
normal dengan motivasi diri
Kriteria hasil : - Bantu
- TTV normal pasien/keluarga untuk
- Level kelemahan mengidentifikasi
berkurang kekurangan dalam
- Sirkulasi status baik beraktivitas
- Status respirasi: - Monitor respon fisik,
pertukan gas dan emosi, sosial dan
ventilasi adekuat spiritual

Anda mungkin juga menyukai