KEPERAWATAN ANAK
Dosen Pembimbing:
Di susun oleh:
1. Egy Julian
2. Rahmawati Paonganan
3. Robi Kustiawan
4. Syintia Anugrah Saga
5. Tilka Asyratun Kaamilah
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir
yang dapat disebabkan olaeh faktor genetik maupun non genetik. WHO memperkirakan
adanya 260.000 kematian (7% dari seluruh kematian neonatus) yang disebabkan oleh
kelainan kongenital pada tahun 2004. Bayi-bayi dengan kelainan kongenital menjadi
masalah khususnya untuk negara berkenbang karena angka kelainan yang cukup tinggi
dan membuat sumber daya berkurang. Bayi dengan kelainan kongenital yang bertahan
hidup, saat tumbuh akan mengalami ketergantungan terhadap orang lain, ataupun alat
4) Pemeriksaan penunjang
Diagnosa medis : Bronchomalasia
Tindakan operasi : -
Obat obatan : -
Hasil pemeriksaan penunjang :
- Laboratorium :
Hb : 9,79 g/dl
Leu : 96.700/ul
Tr : 1.057/ul
hc : 30.9%
- Rontgen/USG : -
5) Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum:
Tb/BB : 58cm/3,8kg
Lingkar kepala : 38 cm
Lingkar dada : 41cm
Lingkar perut : -
Lingkar lengan : 11cm
Tanda vital
TD: -
RR : 50kali/menit
Nadi : 124kali/menit
S : 37,2
- Sistem pernafasan
Dada :
frekuensi : 48 x/menit
inspeksi : bentuk simetris dengan perbandingan anteroposterior
lateral kanan kiri = 2:1, terdapat retraksi dinding dada.
palpasi : taktil fremitus meningkat pada kedua sisi kanan dan ki
ri.
perkusi : sonor seluruh lapang paru.
auskultasi : ronchi basah halus pada daerah lobus bawah.
- Sistem kardiovaskuler :
Jantung : batas kiri dan kanan sulit di nilai
- Sistem pencernaan :
Abdomen :
inspeksi : pervt datar,tidak ada masa,lemas
auskultasi : peristaltik usus normal 12x/menit
palpasi : tidak ada distesiabdominal maupun pembesaran hepar
perkusi : timpani.
- Sistem pesyarafan :
GCS : E :4,M :6, V:5 (compos metis)
Refleks fisiologis : patella
Refleks patologis : babinsky.
- Sistem endokrin :
Leher : tidak terdapat pebesaran kelenjar thyroid,tidak ditemuk
an distensi vena jugularis.
- Sistem Genitourinaris :
Tidak ada jamur, testis tidak oedem, skrotum tidak membesar,p
enis normal, pada anus tidak terdapat hemoroid.
- Sistem Muskuloskeletal :
Ekstremitas atas : simetris tidak ada oedema,tidak terdapat sian
osis
Estremitas bawah :simetris tidak ada oedema ,tidak terdapat sia
nosis
- Sistem Integumen dan Imunitas :
Kepala :
rambut : warna hitam lurus
kulit kepala : tidak ada laserasi ,kulit kepala berminyak.
Kulit :
berkeringat,lembab,turgor baik.
warna kulit sawo matang ,lembab,tidak ada bekas luka,elastis.
- Wicara dan THT :
Mulut bersih tidak berbau, bibir berwarna pucat,lidah bersih,,m
ukosa lembab
daun telinga : simetris antara kanan dan kiri,bersih
liang telinga : tidak terdapat serumen
fungsi pandangan : bersih tidak ada sekret/serume,tidak ada gan
gguan bentuk simetris.
hidung : septum deviasi tidak ada, concha ormal,tidak ada polip,
rongga hidung bersih,mukosa lembab,ada cuping hidung.
- Sistem penglihatan :
Mata:
reflek cahaya (+) langsug
konjungtiva : tidak anemis
sklera : tidak ikteris
pupil : normal berbetuk bulat,diameter 3mm kanan dan kiri.
6) Pemeriksaan tingkat perkembangan
- Kemandirian & bergaul : belum mandiri, masih dibantu ibunya,belum
bisa bergaul
- Motorik halus : mampu melakukan dan reflek menggenggam dengan b
aik
- Motorik kasar : anak mampu menggerakkan tangan dan kakinya secara
aktif
- Kognitif dan bahasa : mampu mnenyusu dengan baik
b. Analisa data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
c. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
2) Pola nafas tidak eektif b.d kelemahan otot pernafasan
d. Intervensi Keperawatan
Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan tin 1) Monitor respirasi dan
pertukaran gas b.d dakan status O2
ketidakseimbangan keperawatan selama 2) Monitor TTV, AGD,
ventilasi perfusi 3 kali elektrolit, dan status
24 jam Gangguan mental
pertukaran gas terata 3) Posisikan pasien untuk
si memaksimalkan
dengan kriteria hasil: ventilasi
a. Peningkatan ventil 4) Auskultasi suara nafas,
asi dan catat adanya suara
dan oksigenasi yang tambahan
adekuat 5) Jelaskan posisi pasien
b. Paru paru dan beb untuk memaksimalkan
eas ventilasi
dari distress pernafas 6) Berikan kolaborasi
an bronkodilator
c. AGD dalam batas
normal
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tin 1) Monitor vital sign
efektif b.d kelemahan ot dakan 2) Observasi adanya tanda
ot keperawatan selama
pernafasan 3 kali 24 jam Pola na
fas tidak efektif terat
asi dengan
kriteria hasil
a. Tidak ada usara na
fas
tambahan
b. Tidak terjadi siano
sis
c. Ttv dalam batas n
ormal
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 %
jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih
berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab
genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia esophagus menurut sebagian
besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses
embriopatologi masih terus berlanjut.
Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan esophagus
dapat terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula
trakeoesofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya,
yaitu sel bagian depan dan belakang maka trakea akan membentuk atresia esophagus.
3. Manifestasi Klinis Atresia Esophagus
Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:
Batuk ketika makan atau minum
Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidakmampuan
untuk menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan yang buruk
Gelembung berbusa putih di mulut bayi
Memiliki kesulitan bernapas
Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena
kekurangan oksigen (sianosis)
Meneteskan air liur
Muntah-muntah
Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan
frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan
bahwa kehamilan ibu diertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi
esofagus. Bila kateter terhenti pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
Bila Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di curigai
terdapat atresia esofagus.
Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena
aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh
karena itu bayi sering sianosis
Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari ananese
ditetapkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla
dilakukan kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari 10 cm ,
maka harus didiga adanya atresia esophagus.
Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar,
harus dicurigai adanya atresia esfagus.
Segera setalah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena
aspiasi cairan kedam jalan nafas.
Diagnosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan gambaran
kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras kedalam esophagus
dapat memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong
untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus. Hal ini
dapat terlihat pada foto abdomen.
a.Pengkajian
Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah berdasarkan
tahapan-tahapan pada proses keperawatan. tahap pengkajian merupakan tahap
awal, disini perawat mengumpulkan semua imformasi baik dari klien dengan cara
observasi dan dari keluarganya. Lakukan penkajian bayi baru lahir.observasi
manipestasi atresia esophagus dan fistula. Traekeoesofagus, saliva berlebihan,
tersedat, sianosis, apneu.
b. Diagnosa Keperawatan
c.Intervensi Keperawatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang
dapat disebabkan olaeh faktor genetik maupun non genetik. WHO memperkirakan adanya
260.000 kematian (7% dari seluruh kematian neonatus) yang disebabkan oleh kelainan
kongenital pada tahun 2004. Bayi-bayi dengan kelainan kongenital menjadi masalah
khususnya untuk negara berkenbang karena angka kelainan yang cukup tinggi dan
membuat sumber daya berkurang. Bayi dengan kelainan kongenital yang bertahan hidup,
saat tumbuh akan mengalami ketergantungan terhadap orang lain, ataupun alat bantu.
Malasia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi salura
n udara ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada populasi umum tidak diketahui. M
alasia nafas berat atau malacia berhubungan dengan sindrom tertentubiasanya diakui dan di
diagnosis awal masa bayi, tetapi informasi tentang fitur klinisanak dengan malacia primer,
sering didiagnosis hanya kemudian di masa kecil,langk sehingga dapat menyebabkan
terjadinya bronkhoalasia hernia diafragmatika dan atresia esophagus.
Bronkomalasia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan hingga saat ini t
idak diketahui mengapa tulang rawan tidak terbentuk dengan baik sedangkan hernia
diafragmatika ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada sisi
tubuh bagian kiri. Janin tumbuh di uterus ibu sebelum lahir, berbagai sistem organ
berkembang dan matur. Diafragma berkembang antara minggu ke-7 sampai 10 minggu
kehamilan dan Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:
Batuk ketika makan atau minum
Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidakmampuan untuk
menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan yang buruk
Gelembung berbusa putih di mulut bayi
Memiliki kesulitan bernapas
Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena kekurangan
oksigen (sianosis)
Meneteskan air liur
Muntah-muntah
DAFTAR PUSTAKA
Ho, A. M. H., Winthrop, A., Jones, E. F., & Flavin, M. P. 2016. Severe Pediatric
Bronchomalacia (Jurnal). http://anesthesiology.pubs.asahq.org/article.aspx?art
icleid=2479591. The Journal of the American Society of Anesthesiologists, 1
24 (6), 1395-1395. Diakses pada 05 Agustus 2021
Kharismawati, Devi. 2017. Bronkomalasia. https://www.scribd.com/document/33
8085656/Bronkomalasia-Lp
Price S.A, Wilson L.M. 2006. Gangguan Esofagus Dalam: Patofisiologi. Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Robbins dan Kumar. 1995. Patologi. Jakarta: Fakultas Kedoteran Universitas Airlang
ga