Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada
tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan
pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada
minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama,
meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama
kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis
dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di
negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan
pengenalan dini dan pengobatan yang tepat.
Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di
seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati
yang lebih besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6,
yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah
pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran premature. Diperkirakan 1
juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan
morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan
belajar.
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama
kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory
disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%).
Penyebab utama kematian neonatus berhubungan secara intrinsik dengan
kesehatan ibu dan perawatan yang diterima sebelum, selama dan setelah
melahirkan. Asfiksia neonatorum dan trauma kelahiran pada umumnya
disebabkan oleh manajemen persalinan yang buruk dan kurangnya akses ke
pelayanan obstetri. Asupan kalori dan mikronutrien juga menyebabkan keluaran
yang buruk. Telah diketahui bahwa hampir tiga per empat dari semua kematian
neonatus dapat dicegah apabila wanita mendapatkan nutrisi yang cukup dan
mendapatkan perawatan yang sesuai pada saat kehamilan, kelahiran dan
periode pasca persalinan.
Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa
depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi.

1
Oleh sebab itu, asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk
meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127 institusi pada 16
negara, baik negara maju ataupun berkembang menunjukkan bahwa sarana
resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil
dalam resusitasi bayi. Sebuah penelitian di 8 negara Afrika menunjukkan bahkan
di RS pusat rujukan, resusitasi terhadap bayi dengan asfiksia neonatorum belum
memenuhi standar. Padahal resusitasi dasar yang efektif mencegah kematian
bayi dengan asfiksia sampai tigaperempat nya.
Saat ini terdapat beberapa definisi tentang asfiksia, baik dari IDAI, WHO
maupun ACOG dan AAP. Perbedaan dalam definisi tersebut menjadi kesulitan
utama dalam mengumpulkan data epidemiologi yang akurat, penegakan
diagnosis dan penatalaksanaannya.
Mengingat besaran masalah penyakit asfiksia neonatorum ini maka
penting upaya penyeragaman dalam penanganan dan pencegahan asfiksia
dijadikan salah satu kebijakan kesehatan nasional di Indonesia.
1.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengerti dan memahami mengenai konsep dan asuhan keperawatan
pada neonatal dengan kasus asfiksia.
b. Tujuan Khusus :
1) Mengetahui definisi asfiksia neonatorum
2) Mengetahui etiologi asfiksia neonatorum
3) Mengetahui tanda dan gejala asfiksia neonatorum
4) Mengetahui klasifikasi asfiksia neonatorum
5) Mengetahui pemeriksaan penunjang asfiksia neonatorum
6) Mengetahui patofisiologi asfiksia neonatorum
7) Mengetahui pathway asfiksia neonatorum
8) Mengetahui terapi non farmakologi asfiksia neonatorum

BAB II
TINJAUAN KONSEP
Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali
keadaan yang membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan.

2
Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai berapa lama bayi telah berada dalam
keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak dapat membedakan antara
apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan yang ditunjukkan akan
dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang membahayakan itu.
2.1. Definisi
Asfiksi adalah gangguan dalam pengangkutan oksigen (O2) ke jaringan
tubuh yang disebabkan terganggunya fungsi paru-paru, pembuluh darah,
ataupun jaringan tubuh, Misalnya alveolus yang terisi air karena seseorang
tenggelam. Pada orang yang tenggelam, alveolusnya terisi air sehingga
difusi oksigen sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali sehingga
mengakibatkan orang tersebut shock dan pernapasannya dapat terhenti.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, Asfiksia neonatorum adalah
kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis.
Menurut WHO, Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Menurut ACOG dan AAP, Seorang neonatus
disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut :
1) Nilai Apgar menit kelima 0-3
2) Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0)
3) Gangguan neurologis (misalnya : kejang, hipotonia atau koma)
4) Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan
kardiovaskular, gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal).
Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan
ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami
episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari
berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan utama

2.2. Etiologi
Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia menurut
Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik

3
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2
b. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
c. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri
d. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
e. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
f. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
g. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
h. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
i. Paralisis pusat pernafasan
j. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
k. Trauma dari dalam : akibat obat bius
Menurut Betz et al. (2001), terdapat empat faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya asfiksia, yaitu :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau
anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan
pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
4. Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang
terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital

4
pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran
pernapasan, hipoplasia paru.
2.3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari saat kehamilan
hingga kelahiran bayi yang berupa :
1) Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari
100x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang
asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam
gawat
2) Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologik, kejang, nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada
mata yang terdiri dari tremor kecil yang cepat ke satu arah dan
yang lebih besar, lebih lambat, berulang-ulang ke arah yang
berlawanan) dan menangis kurang baik/tidak baik.
2.4. Klasifikasi
1) Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
2) Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
3) Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti
jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
Pemeriksaan apgar untuk bayi :

TANDA NILAI APGAR SCORE

5
0 1 2
Frekuensi Jantung Tidak ada Lambat, < 100 x/mnt > 100 x/mnt
Usaha Napas Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat
Tonus Otot Lunglai Beberapa fleksi ekstremitas Gerakan aktif
Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
napas dibersihkan
Warna Kulit Biru pucat Tubuh merah muda, Merah muda seluruhnya
ekstremitas biru

Keterangan :
1) Nilai 0-3 : Asfiksia berat
2) Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
3) Nilai 7-10 : Normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai
skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi
baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena
resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis.
2.5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosisa asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005), yaitu :
1) Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit.
Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada
keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100
semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda
bahaya.
2) Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan
harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban
pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3) Pemeriksaan Darah Janin

6
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah
ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH
itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Selain
itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin
disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan
untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu
dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini
diperlukan cara penilaian menurut APGAR.

4) Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb
1520 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
5) Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks
antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi
hemolitik.
2.6. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi
baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir
mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1) Memastikan saluran nafas terbuka
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan
pernapasan terbuka
2) Memulai pernapasan
a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil
atau menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi
secara cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala
bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3) Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1) Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2) Tindakan khusus
a. Asfiksia berat

7
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan
intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2
tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis,
koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa
15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam
intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat
jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3
kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau
frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan
frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan
basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia
diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Berikan stimulasi agar timbul reflek pernapasan, bila dalam waktu
30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera
dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran
1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan
dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai
gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit,
sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi
memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti
gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2
menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak
langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker.
Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu
dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan
perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan
dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi
penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi
endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa

8
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan
dengan adekuat.
2.7. Patofisiologi
Janin yang kekurangan O2 sedangkan kadar CO2-nya bertambah, akan
menyebabkan muncul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut
jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka
nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung
mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas
kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu
glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik
karena gangguan metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini terjadi pada
asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Pada paru
terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak
yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi
selanjutnya. Pada saat ini, Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan
dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/
persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan
menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible
atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.

2.8. Pathway

Resiko ketidak Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain : obat-


seimbangan suhu tubuh pusat, presentasi janin obatan narkotik
abnormal 9
Suplai O2 dalam darah
menurun ASFIKSIA Paralisis Pusat
Pernapasan
Janin kekurangan O2 Bersihan Jalan Paru-paru terisi
dan kadar CO2 Nafas Tidak Efektif cairan
meningkat Gangguan Metabolisme
Tacipnea Suplai O2 ke paru dan Perubahan asam
menurun Basa
Apnea
Kerusakan Otak Asidosis
Respiratorik
Resiko Cedera Kematian Bayi Gangguan
Perfusi Ventilasi
DJJ dan TD Proses Keluarga
Nafas cuping
menurun terhenti
hidung, sianosis,
Ketidakefektifan Janin tidak bereaksi
hipoksia
Gangguan
Pola Napas terhadap rangsangan
Resiko Syndrom Pertukaran Gas
kematian Bayi
Mendadak

2.9. Asuhan Keperawatan


Pengkajian
1) Identitas
a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama,
suku/bangsa, tanggal mrs, tanggal pengkajian, ruangan,
diagnosa medis no. rekam medik)
b. Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, umur)
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama : Kesulitan bernafas akibat bersihan jalan
nafas atau hipoksia janin akibat otot pernapasan yang kurang
optimal.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, natal, neonatal,
posnatal)
c. Riwayat kesehatan keluarga

10
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang
sama atau penyakit lainnya.
d. Kebutuhan dasar
Sirkulasi
 Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180
x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik),
40 sampai 45 mmHg (diastolik).
 Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik
intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada
ruang intercosta III/IV.
 Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama
kehidupan.
 Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri
dan 1 vena.
Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir

Makanan/ cairan
 Berat badan : 2500-4000 gram
 Panjang badan : 44-45 cm
 Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
Neurosensori
 Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
 Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap
selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode
pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding,
edema, hematoma).
 Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis
tinggi menunjukkan abnormalitas genetik,
hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
Pernafasan
 Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal
harus antara 7-10.
 Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat
terlihat.
 Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum
pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid
menonjol, umum terjadi.
Keamanan
 Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks
(jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).

11
 Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki
dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan,
mungkin belang-belang menunjukkan memar minor
(misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan
warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan
kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi
telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau
pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi
kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda
internal)
Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak
2) Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
4) Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak
teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius
5) Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan
anggota keluarga
Intervensi
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan NIC I : Suction jalan nafas
nafas tidak efektif keperawatan selama proses 1. Tentukan kebutuhan
b.d produksi mukus keperawatan diharapkan jalan oral/ suction tracheal.
banyak nafas lancar 2. Auskultasi suara nafas
NOC I : Status Pernafasan :
sebelum dan sesudah
Kepatenan Jalan Nafas
suction .
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam 3. Beritahu keluarga
2. Tidak menunjukkan cemas
tentang suction.
3. Rata-rata repirasi dalam
4. Bersihkan daerah
batas normal
4. Pengeluaran sputum bagian tracheal setelah
melalui jalan nafas suction selesai dilakukan.
5. Tidak ada suara nafas
5. Monitor status oksigen
tambahan.

12
NOC II : Status Pernafasan : pasien, status
Pertukaran Gas hemodinamik segera
Kriteria Hasil : sebelum, selama dan
1. Mudah dalam bernafas sesudah suction.
2. Tidak menunjukkan NIC II : Resusitasi :
kegelisahan Neonatus
3. Tidak adanya sianosis 1. Siapkan perlengkapan
4. PaCO2 dalam batas resusitasi sebelum
normal persalinan.
5. PaO2 dalam batas normal 2. Tes resusitasi bagian
6. Keseimbangan perfusi suction dan aliran O2 untuk
ventilasi memastikan dapat
berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah
lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy
untuk memvisualisasi
trachea untuk menghisap
mekonium.
5. Intubasi dengan
endotracheal untuk
mengeluarkan mekonium
dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada
telapak kaki atau punggung
bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk
memastikan vetilasi
adekuat.
2 Pola nafas tidak Tujuan : Setelah dilakukan NIC : Manajemen jalan nafas
efektif b.d tindakan keperawatan selama 1. Pertahankan kepatenan
hipoventilasi/ proses keperawatan jalan nafas dengan
hiperventilasi diharapkan pola nafas menjadi melakukan pengisapan
efektif. lender.
NOC : Status respirasi : 2. Pantau status pernafasan

13
Ventilasi dan oksigenasi sesuai
Kriteria hasil : dengan kebutuhan.
1. Pasien menunjukkan pola 3. Auskultasi jalan nafas
nafas yang efektif untuk mengetahui adanya
2. Ekspansi dada simetris penurunan ventilasi.
3. Tidak ada bunyi nafas 4. Kolaborasi dengan dokter
tambahan untuk pemeriksaan AGD
4. Kecepatan dan irama dan pemakaian alan bantu
respirasi dalam batas nafas
normal. 5. Siapkan pasien untuk
ventilasi mekanik bila perlu.
6. Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan.
3 Kerusakan Tujuan : Setelah dilakukan NIC : Manajemen asam basa
pertukaran gas b.d tindakan keperawatan selama 1. Kaji bunyi paru, frekuensi
ketidakseimbangan proses keperawatan nafas, kedalaman nafas
perfusi ventilasi diharapkan pertukaran gas dan produksi sputum.
teratasi. 2. Pantau saturasi O2 dengan
NOC : Status respiratorius : oksimetri
Pertukaran gas 3. Pantau hasil Analisa Gas
Kriteria hasil : Darah
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas
normal
4 Risiko cedera b.d Tujuan : Setelah dilakukan NIC : Kontrol Infeksi
anomali kongenital tindakan keperawatan selama 1. Cuci tangan setiap sebelum
tidak terdeteksi proses keperawatan dan sesudah merawat bayi
atau tidak teratasi diharapkan risiko cidera dapat 2. Pakai sarung tangan steril
pemajanan pada dicegah. 3. Lakukan pengkajian fisik
agen-agen NOC : Pengetahuan : secara rutin terhadap bayi
infeksius Keamanan Anak baru lahir, perhatikan
Kriteria hasil : pembuluh darah tali pusat
1. Bebas dari cidera/ dan adanya anomali
komplikasi 4. Ajarkan keluarga tentang
2. Mendeskripsikan aktivitas tanda dan gejala infeksi
yang tepat dari level dan melaporkannya pada

14
perkembangan anak pemberi pelayanan
3. Mendeskripsikan teknik kesehatan
pertolongan pertama. 5. Berikan agen imunisasi
sesuai indikasi
(imunoglobulin hepatitis B
dari vaksin hepatitis B bila
serum ibu mengandung
antigen permukaan
hepatitis B (Hbs Ag),
antigen inti hepatitis B (Hbs
Ag) atau antigen E (Hbe
Ag).

5 Risiko Tujuan : Setelah dilakukan NIC I : Perawatan Hipotermi


ketidakseimbangan tindakan keperawatan selama 1. Hindarkan pasien dari
suhu tubuh b.d proses kedinginan dan tempatkan
kurangnya suplai keperawatan,diharapkan suhu pada lingkungan yang
O2 dalam darah tubuh normal. hangat
NOC I : Termoregulasi : 2. Monitor gejala yang
Neonatus berhubungan dengan
Kriteria Hasil : hipotermi, misal fatigue,
1. Temperatur badan dalam apatis, perubahan warna
batas normal kulit dll
2. Tidak terjadi distress 3. Monitor temperatur dan
pernafasan warna kulit
3. Tidak gelisah 4. Monitor TTV
4. Perubahan warna kulit 5. Monitor adanya bradikardi
5. Bilirubin dalam batas 6. Monitor status pernafasan
normal NIC II : Temperatur Regulasi
1. Monitor temperatur BBL
setiap 2 jam sampai suhu
stabil
2. Jaga temperatur suhu
tubuh bayi agar tetap
hangat
3. Tempatkan BBL pada

15
inkubator bila perlu.
6 Proses keluarga Tujuan : Setelah dilakukan NIC I : Pemeliharaan proses
terhenti b.d tindakan keperawatan selama keluarga
pergantian dalam proses keperawatan 1. Tentukan tipe proses
status kesehatan diharapkan koping keluarga keluarga
anggota keluarga adekuat. 2. Identifikasi efek pertukaran
NOC I : Koping keluarga peran dalam proses
Kriteria Hasil : keluarga
1. Percaya dapat mengatasi 3. Bantu anggota keluarga
masalah untuk menggunakan
2. Kestabilan prioritas mekanisme support yang
3. Mempunyai rencana ada
darurat 4. Bantu anggota keluarga
4. Mengatur ulang cara untuk merencanakan
perawatan. strategi normal dalam
NOC II : Status Kesehatan segala situasi
Keluarga NIC II : Dukungan Keluarga
Kriteria Hasil : 1. Pastikan anggota keluarga
1. Status kekebalan anggota bahwa pasien memperoleh
keluarga perawat yang terbaik.
2. Anak mendapatkan 2. Tentukan prognosis beban
perawatan tindakan psikologi dari keluarga
pencegahan 3. Beri harapan realistik
3. Akses perawatan 4. Identifikasi alam spiritual
kesehatan yang diberikan keluarga.
4. Kesehatan fisik anggota
keluarga

16
BAB III
PEMBAHASAN
Disini sangat penting manajemen pada bayi dengan asfiksia neonatorum
untuk mencegah kerusakan otak yang lebih lanjut akibat terjadinya
hypoxicischemic encephalopathy, baik manajemen secara farmakologi maupun
non farmakologi.
Salah satu manajemen asfiksia neonatorum non farmakologi saat ini
adalah dengan metode hipotermi. Walaupun dapat didefinisikan secara pasti,
teknik hipotermi dapat melindungi kerusakan neuron otak dengan mengurangi
tingkat metabolism serebral, mengurangi pelepasan asam amino (glutamate,
dopamine), menurunkan produksi nitrat oksida beracun dan radikal bebas.
Manajemen Hipotermi :
1. Hipotermi Berat
a) Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu, beri pakaian yang hangat,
pakai topi dan selimut dengan selimut yang hangat
b) Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap
c) Bila bayi tidak dapat menyusui, beri ASI peras dengan menggunakan
salah satu alternative cara pemberian minum
2. Hipotermi Sedang
a) Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat,
memakai topi dan selimut dengan selimut yang hangat
b) Bila ada ibu atau pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan
melakukan kontak kulit dengan kulit
c) Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat
menyusu, beri ASI peras menggunakan salah satu alternative cara
pemberian minum
WHO merekomendasikan “The Warm Chain” sebagai metode
pencegahan hipotermi yang dilakukan oleh petugas kesehatan diantaranya
segera mengeringkan tubuh bayi dan melakukan kontak kulit ke kulit minimal 1
jam segera setelah lahir. Suhu tubuh ibu akan menghangatkan bayi dan
membuatnya lebih tenang. Kulit ibu berfungsi sebagai termoregulator bagi bayi,
suhu kulit dada ibu yang melahirkan akan menyesuaikan dengan suhu tubuh
bayi, jika bayi kedinginan otomatis kulit ibu naik dua derajat untuk
menghangatkan bayi sehingga menurunkan resiko hipotermi, jika suhu bayi
meningkat, suhu kulit ibu otomatis turun satu derajat untuk menstabilkan suhu

17
bayi. Bayi yang dilakukan kontak kulit ke kulit melalui IMD memiliki suhu yang
lebih stabil dibandingkan dengan bayi tidak IMD
IMD merupakan intervensi sederhana yang mampu meningkatkan
neonatal outcome secara signifikan yaitu mengurangi resiko kematian neonatal,
meningkatkan ikatan kasih saying, meningkatkan durasi menyusui, menstabilkan
suhu tubuh, menstabilkan pernapasan, nadi serta glukosa darah bayi.

18
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Asfiksi adalah gangguan dalam pengangkutan oksigen (O2) ke jaringan
tubuh yang disebabkan terganggunya fungsi paru-paru, pembuluh darah,
ataupun jaringan tubuh, Misalnya alveolus yang terisi air karena seseorang
tenggelam. Pada orang yang tenggelam, alveolusnya terisi air sehingga
difusi oksigen sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali sehingga
mengakibatkan orang tersebut shock dan pernapasannya dapat terhenti.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, Asfiksia neonatorum adalah
kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis.
Menurut WHO, Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Menurut ACOG dan AAP, Seorang neonatus
disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut :
1) Nilai Apgar menit kelima 0-3
2) Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0)
3) Gangguan neurologis (misalnya : kejang, hipotonia atau koma)
4) Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan
kardiovaskular, gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal).
4.2. Saran
Setelah pembaca mengetahui apa pengertian dan etiologi dari asfiksia
neonatorum diharapkan pembaca bisa mengantisipasi terhadap terjadinya
asfiksia neonatorum dan dapat melakukan pencegahan serta memahami
tindakan pengobatan yang dapat dilakukan pada bayi dengan asfiksia
neonatorum

19

Anda mungkin juga menyukai