Anda di halaman 1dari 12

Pertusis pada anak

Yulius Clinton Andorio


102012208
Fakultas kedokteran
Universitas krida wacana
Andorioclinton@yahoo.co.id

Pendahuluan
Pertussis adalah infeksi akut saluran pernafasaan yang disebabkan oleh Bordetella
pertusis. Nama pertusis diberikan sydemhham pada tahun 1679, berarti batuk hebat dan
menjelaskan gambaran khas penyakit ini. Orang cina menyebutnya penyakit seratus hari karena
sifatnya yang kronis. Batuk saat inspirasi yang dramatic diikuti dengan batuk paroksismal adalah
ciri khas batuk pertusis berat pada anak tetapi seringkali tidak di temukan, terutama pada bayi
dan orang dewasa. Jadi istilah batuk rejan dapat menyesatkan dokter yang menganggap bahwa
batuk rejan adalah gambaran dari penyakit ini.
Gambaran klinis yang harus menunjukan adanya pertusis adalah batuk yang lama, selama
dua minggu atau lebih dan cara batuk yang khas bermula tiba-tiba dan paroksismal. Pada kasus
yang berat, saat serangan dapat diikuti oleh batuk rejan atau muntah, demam tidak ada atau tidak
tidak tinggi, kecuali bila terjadi superinfeksi. Limfositosis ,mutlak dapat memberikan petunjuk
tambahan pada diagnosis. Terutama pada anak yang tak terimunisasi.
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat
dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang
tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai aloanamnesis.
Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam
medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Yang perlu dilakukan
pada anamnesis, yaitu :1
a. Identitas :1

Nama (+ nama keluarga)

Umur/ usia

Jenis kelamin

Nama orang tua

Alamat

Umur/ pendidikan/ pekerjaan orang tua

Agama dan suku bangsa

Keluhan utama
Batuk. Hal-hal yang perlu ditanyakan?
-

Batuk sejak kapan?


Dalam sehari batuk berapa kali?
Apakah batuk timbul secara tiba-tiba?
Apakah batuk berlendir? Jika ya: berapa jumlah dahak? Apa Warna dahak tersebut? Apakah

dahak berbau busuk?


Apakah batuk ini berlangsung untuk waktu lama?
Apakah batuk itu sering terjadi setelah makan?
Apakah batuk memburuk pada posisi tertentu?

Riwayat penyakit sekarang


-

Ditanyakan adanya mual atau muntah, frekuensi terjadinya, warna muntahan, disertai darah
atau tidak, jumlah muntahan, terasa asam atau tidak, dan berkaitan dengan nyeri atau tidak.
Bila ada keluhan nyeri abdomen, ditanyakan lokasi nyeri, penjalaran nyeri, dan onset nyeri.
Bila ada anoreksia ditanyakan ada/tidaknya penurunan berat badan, nafsu makan normal atau
tidak ada, atau takut makan akibat nyeri. bila ada keluhan sesak napas, ditanyakan berapa
jauh jarak yang ditempuh sehingga merasa sesak, dapat berbaring telentang atau tidak,
terbangun pada malam hari atau tidak karena sesak. Bila ada pembengkakan pada
pergelangan kaki disertai sesak napas dicurigai adanya kelainan pada jantung. Pada ikterus
ditanyakan onsetnya dan warna urin ketika sakit.1,2

Riwayat penyakit dahulu


Ditanyakan apakah pernah mengalami penyakit kuning sebelumnya dan bagaimana
penanganannya.1

Riwayat pribadi dan social


-

Apakah punya binantang kesayangan?


Ditanyakan ada riwayat konsumsi alkohol atau tidak, berapa banyak alkohol yang
dikonsumsi. Bila dianggap perlu, dapat pula ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan
terlarang, baik menggunakan jarum suntik atau tidak, riwayat transfusi darah, dan riwayat
penggunaan obat-obatan lain (yang mungkin mempengaruhi hati).1

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan:


Adakah ikterus, memar, distensi abdomen, anoreksia, pruritus, edema perifer, bingung atau
tremor.2
Kapan pertama kali menyadari timbulnya gejala? Pernahkah ada perburukan dan jika ya,
mengapa? Pernahkah ada perubahan pbat atau bukti adanya infeksi?2
Pernahkah teman atau kerabat mengamati adanya perubahan?2
Apakah urin pasien gelap? Apakah tinja pasien pucat?2
Riwayat penyakit dahulu.2
Apakah pasien pernah ikterus?2
Adakah riwayat hematemesis atau melena?2
Adakah riwayat hepatitis sebelumnya? Jika ya didapat dari mana (misalnya transfusi darah,
penggunaan obat intravena)?2
Apakah pasien pernah menjalani transfusi darah?2
Riwayat keluarga.2
Adakah riwayat penyakit hati dalam keluarga (misalnya penyakit Wilson, defisiensi 1
antitripsin)?
Adakah riwayat gejala neurologis dalam keluarga (misalnya gejala parkinsonian atau distonik
pada penyakit Wilson)?

Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga (pertimbangkan hemokromatosis)?


Obat-obatan.2
Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien? Adakah baru-baru ini terdapat perubahan pemakaian
obat? Apakah pasien megnkonsumsi jamu?
Apakah pasien pernah mengkonsumsi obat ilegal, terutama intravena?
Pemeriksaan Fisik
-

Penampilan umum, mencakup keadaan kesadaran dan perawatan pribadi. Apakah pasien
kelihatan sehat atau sakit? Apakah ia berbaring dengan nyaman ditempat tidur atau apakah ia
kelihatan menderita? Apakah ia sedikit berwaspada atau apakah ia lemah? Apakah ia
kelihatan sakit akut atau kronis?

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap(DL) jumlah leukosit antara 11.000-75.000 sel / mdarah.
2. Kultur Bordetella Pertusis
3. Foto Thorax menunjukkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau emphysema
-

Leukositosis (20.000-50.000/mm darah) dengan limfositosis absolut khas, pada bayi-bayi


jumlah leukosit tidak dapat menolong untuk diagnosis, oleh karena respon limfositosis
terdapat pula pada banyak infeksi.

Diagnostik spesifik tergantung dari didapatkannya organisme, terbaik diperiksa selama fase
awal penyakit dengan melakukan apus nasofaring yang dibiak pada media Bordet-Gengou.
Direct flourescent antibody staining dari spesimen faring dapat membedakan diagnosis
spesifik secara tepat.

Diagnosis serologis dapat dilakukan dengan penentuan antibodi toksin pertussis dari
sepasang serum.

ELISA dapat dipakai untuk menentukan IgM, IgG, dan IgA serum terhadap filamentous
hemoaglutinin (FHA) dan toksin pertussis (TP). nilai IgM-FHA dan IgM-TP serum tidak
bernilai dalam penentuan seropositif oleh karena menggambarkan respon imun primer dan
dapat disebabkan oleh penyakit atau vaksinasi. IgG langsung terhadap toksin pertussis
merupakan test yang paling sensitif dan spesifik untuk infeksi akut. IgA-FHA dan IgA-TP
kurang sensitif daripada IgG-TP tetapi sangat spesifik untuk infeksi natural dan tidak terlihat
sesudah imunisasi pertussis.

Kultur paling positif pada fase kataral dan awal paroksimal dan seharusnya dilakukan pada
semua kasus yang tersangka. Test serologis berguna pada stadium lanjut penyakit dan untuk
menentukan adanya infeksi pada individu dengan kultur negatif.

Diagnosis kerja
Pertusis
Pertusis dicurigai secara klinik selama stadium paroksismal tipikal. 2 Wabah pertusis pada
anak yang lebih tua dan remaja sukar didiagnosis. Pada populasi ini dan pada dewasa, pertusis
dapat disertai dengan koriza atau suatu batuk paroksismal dan muntah berlangsung lebih dari 4
minggu. Riwayat imunisasi tidak lengkap dan kontak dengan kasus yang diketahui dan berguna.
Leukositosis (sejumlah 20.000-100.000 sel/L) dengan limfositosis absolute khas padda akhir
stadium kataral dan selama stadium paroksismal penyakit. 2 Limfositosis mungkin ada pada bayi
yang diimunisasi tidak lengkap atau sangat muda. Pemeriksaan sinar-X dada dapat menunjukan
infiltrate perihilar, atelektasis, atau emfisema.
Diagnosis bergantung pada isolasi B. pertussis, biasanya dilakukan selama fase awal
penyakit dengan biakan swab nasofaring pada medium agar gliserin-kentang-darah (BordetGengou) yang telah ditambahkan penisilin untuk menghambat pertumbuhan organism lain.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan menggunakan PCR.
Perhatikan juga batuk khas bila penderita datang pada stadium spasmodic. Pada stadium
kataralis sukar dibuat diagnosis karena menyerupai common cold. Pada akhir stadium kataralis
dan permulaan stadium spasmodic jumlah leukosit meninggi, kadang-kadang sampai 15.000-

45.000/mm3 dengan limfositosis. Diagnosis dapat diduga bila dengan obat batuk, batuk yang
mula-mula timbul pada malam hari tidak mereda malahan meningkat menjadi siang dan malam
serta bisa diketahui terdapat kontak dengan penderita pertusis.
Pada stadium kataralis selain terdapat leukositosis dan limfositosis, diagnosis dapat
diperkuat dengan mengisolasi kuman dari secresi jalan napas yang dikeluarkan pada waktu
batuk.
Secara laboratorik diagnosis pertusis dapat dibuat berdasarkan adanya kuman dalam
biakan atau dengan pemeriksaan imunofluoresen.2 Uji aglutinasi kurang digunakan karena pada
anak dibawah 1 tahun, agglutinating antibody hanya terdapat dalam jumlah kecil dalam serum
masa konvalesensi, sedangkan complement fixing antibody terdapat dalam jumlah yang
bervariasi. Suatu pemeriksaan serologi yang mudah, khas dan relative murah ialah uji
Ouchterlony yang meggunakan gel agar imunodifusi untuk memperlihatkan prespitasi antibody
pertusis dengan ekstrak B. pertussis fase I. presipitin terlihat dalam 1-3 hari dan intensitas secara
maksimal terdapat dalam 86,2% daripada anak yang secara bakteriologis telah terbukti menderita
pertusis.
Manisfestasi klinik
Pertusis khas dengan penyakitnya yang lama, dengan jangka waktu rata-rata 6 sampai 8
minggu. Masa inkubasi antara 5 sampai 14 hari tapi juga bisa 7 sampai 10 hari. Gejala pertusis
biasanya timbul melalui tiga stadium: kataral, peroksimal dan pemulihan. Stadium kataral
berlangsung 1 sampai 2 minggu yang di tandai oleh gejala yang tak jelas yaitu koriza, batuk
ringan, lakrimal, malise dan demam subfebris. Stadium paroksimal yang biasanya berlangsung 2
sampai 4 minggu, ditandai dengan batuk paroksimal, adalah batuk mendadak, keras dan
berulang. Jumlah batuk perspasme bervariasi, berkisar 10 dan 30; paroksisma pertusis sangat
khas terjadi pada ekhalasi tunggal, gambaran dapat membedakan dari batuk berulang yang
disebabkan oleh pathogen lain, dimana terjadi inspirasi antar batuk.pada kasus berat usaha fisik
berkaitan dengan setiap spasme dapat menjadi berat dan mungkin terjadi distensi vena leher,
penonjolan mata dan sianosis. Batok rejan yang terdengar jelas pada 40 sampai 60 persen kasus
anak dan disebabkan oleh oleh inspirasi mendadak terhadap glottis tertutup pada akhis
paroksisma. Paroksisma yang sering menyebabkan ekspektorasi sekresi pernapasan viskosa,
dapat dicetuskan oleh rangsangan eksternal, seperti suara keras atau kontak fisik. Secara khas, 10
sampai 25 paroksisma terjadi per periode 24 jam, dengan gangguan tidur malam hari. Muntah
setelah batuk sering terjadi dan harus di pertimbangkan dengan kemungkinan pertusis. Demam
kemungkinan tidak terjadi pada stadium peroksisma, kecuali ada superinfeksi bakteri. Sebagian

besar penyulit pertusis terjadi pada stadium paroksisma. Stadium pemulihan didefinisikan
sebagai penurunan intensitas batuk secara bertahan. Pemulihan batuk secara sempurna
memerlukan waktu beberapa bulan, dan infeksi bakteri atau virus secara tersamar dapat
menyebabkan eksaserbasi klinis di sertai kekambuhan batuk paroksimal.
Limfositosis mutlak adalah kahas tetapi bukan temuan laboratium yang universal. Yang
khas, hitung sel darah putih total berkhisar antara 10000 dan 30000 sel per mikroliter, dengan 50
sampai 75 persen limfosit. Limfositosis jarang terjadi pada anak remaja dan dewasa.
Gejala pertusis yang sering pada remaja dan orang dewasa adalah batuk, dengan atau
tanpa peroksisma, yang berlangsung selama 2 minggu atau lebih. Petunjuk klinis bermanfaat
lainya adalah masa nafas yang pendek selama batuk, batuk malam hari, rasa kesemutan pada
belakang tenggorokan, muntah setelah batuk, dan riwayat terpajan oleh seseorang dengan waktu
yang lama.
Diagnosis banding
Asma bronchial
Asma adalah penyakit pernafasan obtruktif yang ditandai dengan spasme akut otot polos
bronkiolus. Hal ini menyebabkan obtruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. Asma
timbul pada orang-orang tertentu yang secara agresif berespons terhadap mediator-mediator
peradangan atau iritan alergi. Factor resiko adalah riwayat asma pada keluarga , yang
mengisyaratkan adanya kecenderungan genetic mengalami bronco spasme.
Orang orang dewasa dapat menderita asma tanpa riwayat asma pada masa anak-anak.
Tercetusnya asma pada orang dewasa mungkin berkaitan dengan semakin paranhnya alergi yang
sudah ada. Infeksi saluran nafas atas yang berulang-ulang juga dapat mencetuskan asma pada
orang dewasa, demikian juga pajanan debu dan iritan di lingkungan kerja.
Gambaran klinis penyakit asma : dispnu berat, retraksi dada, nafas cuping hidung,
peningkatan jelas usaha bernafas, wheezing, pernafasan yang dangkal dan cepat, dan selama
serangan asma udara terperangkap karena spasme dan mucus memperlambat waktu ekspirasi.
Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara menjadi lebih lama.
Tuberkolosis
Tuberkolosis adalah infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberkolosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi droplet,
orang ke orang dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk dari
saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang tidak di pasteurisasi, atau kadang-kadang
melalui lesi kulit.

Apabila bakteri tuberculin dalam jumlah yang bermakna dan berhasil menembus
mekanisme pertahanan system pernafasan dan berhasil menempati saluran nafas bawah, maka
penjamu akan melakukan respon imun dan peradangan yang kuat. Karena respon yang kuat ini ,
yang diperantarai oleh sel T, maka hanya sekitar 5% orang yang terpajan basil tersebut menderita
tuberkolosis aktif. Yang bersifat menular bagi orang lain adalah mereka mengidap infeksi
tuberculosis aktif dan hanya pada infeksi aktif saja.
Gambaran klinis tuberkolosis mungkin belum muncul pada infeksi awal, dan mungkin tidak akan
pernah timbul apabila tidak terjadi infeksi aktif. Apabila timbul infeksi aktif, pasien biasanya
memperlihatkan: Demam, biasanya di pagi hari, ma;ese, keringat malam, hilang nafsu makan
dan penurunan berat badan, dan batuk purulen produktif disertai nyeri dada sering timbul pada
infeksi aktif.
Pada pemeriksaan sinar x akan memperlihatkan pembentukan tuberkel lama atau baru,
biakan sputum dari pasien dengan infeksi aktif akan memperlihatkan adanya basil dan pada uji
kulit positif untuk tuberkolosis memperlihatkan imunitas seluler dan hanya membuktikan bahwa
saluran nafas bawah bersangkutan pernah terpajan ke basil tetapi tidak mengalami infeksi aktif.
Epidemiologi
Cara penularan ialah kontak dengan penderita pertusis. Pertusis sangat menular,
menghasilkan angka serangan lebih dari 90% pada populasi yang rentan, serta tersebar diseluruh
dunia.5 Ditempat-tempat yang banyak penduduknya dapat berupa epidemic pada anak. Manusia
merupakan satu-satunya hospes B. pertussis yang diketahui; penularannya melalui droplet yang
dikeluarkan saat batuk kuat. Masa inkubasi rata-rata 6 hari dengan kisaran 6-14 hari. Pasien
paling menular selama stadium praparoksismal. Risiko penyakit paling tinggi pada anak dibawa
usia 5 tahun; 30% kasus di Amerika Serikat terjadi pada bayi di bawah usia 6 bulan. Mortalitas
paling besar pada bayi usia 1 tahun.5
Imunisasi mengurangi insidensi dan angka mortalitas pertusis, tetapi imunitas tidak
sempurna atau permanen. Wabah pertusis sering terjadi didaerah perkotaan, bahkan pada anakanak yang telah diimunisasi lengkap.6 Banyak remaja dan dewasa, walaupun telah tervaksinasi
atau sakit sebelumnya, rentan terhadap infeksi merupakan reservoir utama untuk infeksi bayi.
Pada dewasa, sindrom sering atipik, bermanisfestasi sebagai batuk berlarut-larut yang berat tanpa
suara teriakan (whoop). Biasa terjadi penyebaran dalam keluarga sangat cepat. Pertussis
mengenai semua golongan umur. Tidak ada kekebalan pasif dari ibu. Terbanyak terdapat pada
umur 1-5 tahun, lebih banyak laki-laki daripada wanita. Umur penderita termuda ialah 16 hari.

Semakin muda usia anak, tanda dan gejala penyakit atipik; bayi yang berusia kurang dari 6 bulan
dapat menderita apnea, serangan sianotik, dan batuk tanpa suara whoop. Frekuensi pertusis
semakin meningkat pada daerah dengan imunisasi lebih rendah. Natural immunity berlangsung
;ama dan jarang didapatkan infeksi ulang pertusis.6
Patofisiologis
Brodetella pertussis merupakan bakteri batang gram negative yang sukar tumbuh dan
memerlukan media khusus untuk isolasinya. 3 B. pertussis menempel ke sel epitel bersilia pada
bronkus, sehingga menimbulkan siliostasis, kerusakan jaringan setempat, dan mengganggu
fungsi sel fagosit. B. pertussis tidak menyerang secara sistemik, tetapi suatu factor penguat
limfositosis (LPF= lymphocytosis promoting factor), mempunyai efek sistemik mitip toksin.
Antigen penting lain adalah protein permukaan sel seperti hemaglutinin filamentosa (FHA), dan
pertaktin, baru-baru ini ditemukan protein membrane luar 69.000 dalton. Sel B. pertussis juga
mengandung endotoksin dan banyak toksin lainnya. Peran berbagi toksin ini pada penyakit
masih diteliti. 3
Lesi biasanya terdapat pada bronkus dan bronkiolus, namun mungkin terdapat
perubahan-perubahan pada selaput lendir trakea, laring dan nasofaring. Basil biasanya bersarang
pada silia epitel torak mukosa, menimbulkan eksudasi yang mukopurulen. Lesi berupa nekrosis
bagian basal dan tengah sel epitel torak, disertai infiltrate neutrofil dan makrofag. Lendir yang
berbentuk dapat menyumbat bronkus kecil hingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis.
Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder. Kelainan-kelainan
paru itu dapat meimbulkan bronkiektasis.3
Penatalaksanaan
Perawatan di rumah sakit diindikasikan untuk setiap anak dengan serangan paroksismal
berat yang disertai sianosis dengan apnea. Oleh karena penyakit berat dan komplikasi terjadi
trauma pada anak yang sangat muda, bayi muda yang mendapat pertusis harus dirawat di rumah
sakit sampai pasti bahwa serangan, apnea, sianosis, dan masalah makan dapat diatasi di rumah.
Diperlukan pengisapan sering sekret yang banyak dari nasofaring terutama pada bayi yang
lemah, kecil dan lelah.4 Pemantauan ketat dan respon perawatan yang cepat untuk serangan batuk

diperlukan untuk mencegah hipoksemia. Tergantung berat gejala anak, merawat anak di unit
perawatan intensif diindikasikan bila bangsal pediatrik tidak lengkap. Perawatan di unit
perawatan intensif ini berguna agar dapat berespon cepat untuk serangan batuk. Oksigen blow by
harus tersedia untuk digunakan selama serangan batuk. Intubasi mungkin diperlukan untuk
apnea, serangan batuk yang sangat hebat, atau pneumonia sekunder. Cairan parenteral dan
dukungan nutrisi sering diperlukan pada penyakit yang berat dan lama. Obat penekan batuk,
ekspektoran, obat mukolitik dan sedatife belum terbukti bermanfaat untuk mengobati pertusis.
Terapi antibiotik diindikasikan semua penderita pertusis. Obat terpilih adalah eritromisin
dengan dosis 40-50 mg/kg/hari, terbagi dalam 4 dosis selama 14 hari (maksimal 250 mg 4 kali
sehari). Gangguan lambung merupakan efek samping eritromisin yang paling sering dilaporkan
dan sering menjadi penyebab ketidak patuhan pasien.4
Orang yang terpajan paling dekat dengan penderita pertusis yang infeksius harus diberi
profilaksis antibiotik selama 14 hari setelah kontak terakhirnya. Dosisnya sama dengan dosis
terapi. Profilaksis harus diberikan meskipun kontak baru saja vaksinasi pertusis.
Terapi eritrimosin dini pada stadium prodormal dapat memperpendek penyakit dan
kadang-kadang mencegah perburukan menjadi stadium paroksismal. Bila sudah terjadi stadium
paroksismal, terapi tidak memiliki efek yang jelas pada perjalanan penyakit, tetapi terapi tetap
dianjurkan untuk membatasi penyebaran organism.4
Pencegahan
Sebagai akibat dari imunitas terbatas pada dewasa dan tidak adanya imunitas
transplasenta, bayi sangat rentan terhadap infeksi. Imunitas aktif dapat diransang dengan vaksin
pertusis aselular (DTaP). Vaksin pertusis mempunyai kemanjuran 70-90%; kemanjuran
menurun dengan lebih sedikit vaksinasi.7 Di Amerika Serikat vaksin pertusis aselular yang
dikombinasikan dengan difteri dan tetanus toksoid, yang dikombinasikan dengan Hemophilus
influenza tipe b, diberikan pada semua bayi. Vaksin aselular mengandung satu antigen atau lebih
dari B. pertussis yang diisolasi, seperti toksin pertusis, pertaktin, atau hemaglutinin filamentosa,
dan setiap preparat yang sekarang dilisensi tampaknya memberikan proteksi yang setara. Vaksin
aselular ini mempunyai feel samping yang jauh lebih rendah (misalnya mengantuk, iritabilitas,

atau anoreksia), juga tingkat reaksi local yang lebih rendah. Efek samping serius, termasuk
menangis lama, episode hipotonik-hiporesponsif, dan demam tinggi ( >104,80F) telah dilaporkan
pada penggunaan vaksin aselular ini, tetapi efek samping ini memiliki frekuensi yang lebih
rendah dibandingkan insidensi dari efek samping serius yang dilaporkan pada penggunaan
vaksin seluruh-sel (whole-cell-vaccine) sebelumnya sebesar 1:1.750.7 Bayi yang mendapat
vaksin pertusi berikutnya sesudah efek samping yang bermakna tidak mengalami pengaruh
buruk lebih lanjut. Kontak erat anak usia kurang dari 7 tahun yang telah mendapatkan empat
dosis vaksin harus mendapat dosis booster DTaP kecuali dosis vaksin booster telah diberikan
dalam 3 tahun sebelumnya.7 Mereka juga harus diberi eritromisin. Kontak erat anak usia lebih
dari 7 tahun haru mendapat eritromisin profilaksis selama 10-14 hari, tetapi bukan vaksin. Pasien
yang menderita pertusis tidak memerlukan vaksinasi pertusis lebih lanjut karena penyakit ini
menghasilkan imunitas seumur hidup.
Komplikasi
Penyulit minor yang terjadi pada pertusis adalah sekunder terhadap peningkatan tekanan
intratorakal, termasuk perdarahan subkonjungtiva dan petikie torso bagian atas. Serangan
sianosis dan apnea sering terjadi pada bayi dan anak kecil dengan pervalensi 20 sampai 50.
Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat terjadi jika kalori tidak cukup. Penyulit pernafasan
pertama pada pertusis adalah pnemunia, biasa terjadi oleh karena infeksi sekunder oleh bakteri
Streptococcus pnemuniae dan Haemophilus influenza. Pneumonia lebih sering terjadi pada bayi
dari pada anak berusia 1 sampai 2 tahun atau orang dewasa. Penyulit neurologic jarang terjadi
dan mencakup ensefalopati dan kejang. Mekanisme pertusis yang disertai enfalopati, walaupun
tidak diketahui, dipostulasiskan mencakup hipoksia hipoglikemia akibat toksin pertusis,
peedarahan skunder terhadap tekanan vea, akibat neurotoksin dan infeksi bersamaan oleh virus
neurotoksik.
Prognosis
Prognosis baik dengan penatalaksanaan yang tepat dan cepat. Kematian biasanya terjadi
karena ensefalopati dan pneumonia atau komplikasi penyakit paru yang lainnya. Angka kematian
telah menurun menjadi <10/1000> Kebanyakan kematian disebabkan oleh ensefalopati dan
pneumonia atau komplikasi paru-paru lain. Sekuele pernapasan yang lama sesudah infeksi
pertussis tidak pasti. Umumnya bayi-bayi yang berumur <> 2 tahun.

Kesimpulan
Pertusis merupakan salah satu penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan
bagian atas, disebabkan terutama oleh Bordetella pertussis. Pertusis ditandai dengan batuk lama
dan kadang-kadang terdengar seperti menggonggong (whooping cough) dan episode diakhir
dengan ekspulsi dari secret trakea,silia lepas dan epitel nekrotik. Pertusis sering menyerang bayi
dan anak-anak kurang dari 5 tahun, terutama yang belum diimunisasi lebih rentan, demikian juga
dengan anak lebih dari 12 tahun dan orang dewasa.
Stadium penyakit pertusis meliputi 3 stadium yaitu kataral, paroxsismal, dan konvalesen.
Masing-masing berlangsung selama 2 minggu. Pada bayi, gejala menjadi lebih jelas justru pda
stadium konvalesen. Sedangkan pada orang dewasa mencapai puncaknya pada stadium
paroxsismal. Diagnosa pertusis dengan gejala klinis memuncak pada stadium paroksismal,
riwayat kontak dengan penderita pertusis, kultur apus nasofaring, ELISA, foto thorax. Terapi
yang dapat diberikan antibiotic eritromisin 50mg/kgB/hari dibagi 4 dosis selama 14 hari, dan
suportif.
Daftar pustaka
1.

Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Buku kedokteran ECG; 2009. Hlm

414-33
2. Isselbacter, Braunwald , dkk. Harrison prinsip-prinsip penyakit dalam vol 2. ed 15.
Jakarta: Buku kedokteran ECG; 2012. Hlm 414-33
4. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson buku kedokteran anak vol 2. ed 17
Jakarta: Buku kedokteran ECG; 2011. Hlm 960-1000
5. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid ke-2.
Jakarta: FKUI; 2007.h.550-56, 564-68, 573-76
6. Wong LD, Hockenberry M, Wilson D. Buku ajar keperawatan pediatric. Volume ke-1.
Jakarta: EGC. 2008

Anda mungkin juga menyukai