Anda di halaman 1dari 25

PERTUSSIS

Oleh :
1. Cita D. Kusuma 1102009064
2. Choirul Akbar 1102010056
3. M. Chandrasa 1102011173
Definisi
Pertusis ( batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent
cough, dan di Cina disebut batuk seratus hari.
Pertusis yang berarti batuk yang sangat berat atau batuk yang intensif,
merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat menyerang setiap
orang yang rentan seperti anak yang belum diimunisasi atau orang dewasa
dengan kekebalan yang menurun.
Etiologi
Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis.
Genus Bordetela mempunyai 4 spesies yaitu B. Pertusis, B. Parapertusis, B.
Bronkiseptika, dan B. Avium.
Bordetella pertusis termasuk kokobasilus, gram negatif, kecil, ovoid, ukuran
panjang 0,5-1 m dan diameter 0,2-0,3 m, tidak bergerak, tidak berspora.
Dengan pewarnaan toloidin biru, dapat terlihat granula bipoler metakromatik
dan mempunyai kapsul.
Untuk melakukan biakan B.pertusis, diperlukan suatu media pembenihan yang
disebut bordet gengou ( potato-blood-glycerol agar ) yang ditambah penisilin G
0,5 g/ml untuk menghambat pertumbuhan organisme lain.
Epidemiologi
Pertusis merupakan salah satu penyakit yang paling menular yang dapat
menimbulkan attack rate 80-100% pada penduduk yang rentan.
Pertusis dapat ditularkan melalui udara secara kontak langsung yang berasal
dari droplet penderita selama batuk.
Di Amerika serikat antara tahun 1932-1989 telah terjadi 1.188 kali puncak
epidemi pertusis. Penyebaran penyakit ini terdapat diseluruh udara, dapat
menyerang semua golongan umur, yang terbanyak adalah anak umur dibawah 1
tahun.
Pada tahun 1983 di Indonesia di perkirakan 819.500 penderita dengan kematian
23.100 orang. Data yang diambil dari profil kesehatan jawa barat 193, jumlah
pertusis tahun 1990 adalah 4.970 kasus dengan CFR (case fatality rate) 0,20%,
menurun menjadi 2.752 kasus pada tahun 1991 dengan CFR 0%, kemudian
turun lagi menjadi 1.379 kasus dengan CFR 0% pada tahun 1992.
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi antara 6-20 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan perjalanan penyakit
ini berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih.
Manifestasi klinis tergantung dari etiologi spesifik, umur dan status imunisasi.
Gejala pada anak yang berumur < 2 tahun yaitu, batuk paroksismal (100%),
whoops (60-70%), emesis (66-80%), dispnea (70-80%) dan kejang (20-25%).
Pada anak yang lebih besar manifestasi klinis tersebut lebih ringan dan lama
sakit lebih pendek, kejang jarang pada anak > 2 tahun.
Perjalanan klinis penyakit ini dapat berlangsung dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium kataralis ( 1-2 minggu)
Gejala awal menyerupai gejala infeksi saluran nafas bagian atas yaitu timbulnya
rinore (pilek) dengan lendir yang cair dan jernih, injeksi pada konjungtiva,
lakrimasi, batuk ringan dan panas tidak begitu tinggi. Pada tahap ini kuman
paling mudah diisolasi.

2. Stadium paroksismal/ stadium spasmodik (2-4 minggu)


Frekuensi dan derajat batuk bertambah, khas terdapat pengulangan 5-10 kali
batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi masif yang
mendadak dan menimbulkan bunyi melengking (whoop).
Muntah sesudah batuk paroksismal cukup khas. Anak menjadi apatis dan berat
badan menurun. Batuk mudah dibangkitkan dengan stres emosional (menangis,
sedih, gembira) dan aktivitas fisik.

3. Stadium konvalesen ( 1-2 minggu)


Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah dengan
puncak serangan paroksismal yang berangsur-angsur menurun. Batuk biasanya
masih menetap untuk beberapa waktu dan akan menghilang sekitar 2-3 minggu.
Episode ini terjadi berulang-ulang untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan
dengan infeksi saluran nafas bagian atas yang berulang.
Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium.
Pada anamnesis penting ditanyakan adakah serangan yang khas yaitu batuk
mula mula timbul pada malam hari tidak mereda bahkan meningkat menjadi
siang dan malam dan terdapat kontak dengan penderita pertusis, batuk bersifat
paroksimal dengan bunyi whoop yang jelas, bagaimanakah riwayat
imunisasinya.
Gejala klinis yang didapat pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat
pasien diperiksa.
Pertusis biasanya dimulai dengan gejala ISPA ringan seperti batuk, bersin dan
cairan hidung keluar terus menerus (pada stadium kataralis) kemudian sesudah
1 minggu sampai 2 minggu dilanjutkan dengan batuk yg terus menerus namun
diikuti masa dimana ada jeda batuk (stadium paroksismal).
Batuk ini mungkin dapat diikuti dengan adanya muntah, hal ini disebabkan
rasa mual yg diderita, dan pada anak kecil dimana reflek fisiologis yg belum
terbentuk secara sempurna maka akan menimbulkan muntah, hal ini tidak
jarang membawa ke arah malnutrisi.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis ( 20.000-50000/ul)
pada akhir stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodik.
Isolasi B pertusis dari sekret nasofaring dipakai untuk membuat diagnosis
pertusis.
Biakan positif pada stadium kataral 95-100%, stadium paroksismal 94% pada
minggu ke 3 dan menurun sampai 20% untuk waktu berikutnya.
Serologi terhadap antibodi toksin pertusis.
Tes serologi berguna pada stadium lanjut penyakit dan untuk menentukan
adanya infeksi pada individu dengan biakan.
Cara ELISA dapat dipakai untuk menentukan serum IgM, IgG, dan IgA
terhadap FHA dan PT.
Nilai serum IgM FHA dan PT menggambarkan respon imun primer baik
disebabkan oleh penyakit atau vaksinasi.
IgG toksin pertusis merupakan tes yang paling sensitif dan spesifik untuk
mengetahui infeksi alami dan tidak tampak setelah imunisasi pertusis.
Foto toraks
Infiltrat perihiler (perihilar infiltrates), edema (atau mild interstitial edema)
dengan berbagai tingkat atelektasis yang bervariasi, mild peribronchial cuffing,
atau empiema.
Radiography tidak diindikasikan pada pasien dengan tanda-tanda vital (vital
signs) yang normal. Vital signs ini meliputi: tekanan darah, nadi, heart rate,
respiration rate, dan suhu tubuh.
Diagnosis banding
Batuk spasmodik pada bayi perlu dipikirkan Bronkiolitis, Pneumonia bakterial,
Sistik fibrosis, Tuberkulosis dan penyakit lain yang menyebabkan
limfadenopati dengan penekanan diluar trakea dan bronkus.
Pada umumnya pertusis dapat dibedakan dari gejala klinis dan laboratorium.
Benda asing juga dapat menyebabkan batuk paroksismal, tetapi biasanya
gejalanya mendadak dan dapat dibedakan dengan pemeriksaan radiology dan
endoskopi.
Infeksi B. parapertussis, B. bronkiseptika dan Adenovirus dapat menyerupai
sindrom klinis B. pertussis. Dapat dibedakan dengan isolasi kuman penyebab.
Tatalaksana
a. Pemberian makanan yang mudah ditelan, bila pemberian muntah sebaiknya
berikan cairan elektrolit secara parenteral.
b. Pemberian jalan nafas.
c. Oksigen
d. Pemberian farmakoterapi:
Antibiotik: Eritromisin 30 50 mg/kgBB 4 x sehari
Antitusif: Kodein 0,5 mg/tahun/kali dan
Salbutamol dengan dosis 0,3-0,5 mg perkg BB/hari 3x sehari.
Komplikasi
Alat pernapasan
Dapat terjadi otitis media sering pada bayi, bronchitis, bronkopneumonia,
atelektasis yang disebabkan sumbatan mucus, emfisema dapat juga terjadi
emfisema mediastinum, leher, kulit pada kasus yang berat, bronkiektasis,
sedangkan tuberculosis yang sebelumnya telah ada dapat menjadi bertambah
berat, batuk yang keras dapat menyebabkan rupture alveoli, emfisema
intestisial, pnemutorak.
Alat pencernaan
Muntah muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolapsus rectum atau
hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulcus
pada ujung lidah karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu
serangan batuk, stomatitis.

Susunan saraf pusat


Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah
muntah. Kadang kadang terdapat kongesti dan edema otak, mungkin pula
terjadi perdarahan otak, koma, ensefalitis, hiponatremi.
Lain lain
Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan
subkonjungtiva.
Pencegahan
Cara terbaik untuk mengontrol penyakit ini adalah dengan imunisasi.
Melalui program pengembangan imunisasi (PPI) Indonesia telah melaksanakan
imunisasi pertusis dengan vaksin DPT. Pencegahan dapat dilakukan melalui
imunisasi pasif dan aktif.
1. Imunisasi Pasif
Dalam imunisasi pasif dapat diberikan human hyperimmune globulin, ternyata
berdasarkan beberapa penelitian diklinik terbukti tidak efektif sehingga akhir-
akhir ini human hyperimmune globulin tidak lagi diberikan untuk pencegahan.
2. Imunisasi Aktif
.Diberikan vaksin pertusis dari kuman B.pertussis yang telah dimatikan untuk
mendapatkan kekebalan aktif.
.Dosis imunisasi dasar dianjurkan 12 IU dan diberikan tiga kali sejak umur 2
bulan, dengan jarak 8 minggu.
.Jika prevalensi pertusis di masyarakat tinggi, imunisasi dapat dimulai pada
umur 2 minggu dengan jarak 4 minggu.
.Kontraindikasi pemberian vaksin pertusis yaitu anak yang mengalami
ensefalopati dalam 7 hari sebelum imunisasi, kejang demam atau kejang tanpa
demam dalam 3 hari sebelum imunisasi, menangis > 3jam, high pitch cry dalam
2 hari, kolaps atau hipotensif hiporesponsif dalam 2 hari.
Prognosis
Prognosis tergantung usia, anak yang lebih tua mempunyai prognosis lebih baik.
Pada bayi resiko kematian (0,5-1%) disebabkan ensefalopati. Pada observasi
jangka panjang, apnea atau kejang akan menyebabkan gangguan intelektual
dikemudian hari.
Edukasi
Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai pencegahan rekurensi/
munculnya kembali reaksi tersebut.
Referensi
Buku ajar infeksi & pediatri tropis, UKK infeksi & penyakit tropis IDAI 2015
Bordetella pertussis pathogenesis: current and future challenges
Nature Reviews Microbiology, 12, 274288 (2014)
Undang-undang (uu) nomor: 6 tahun 1962 (6/1962). Diterbitkan tanggal 26 20 Maret 2005. Diunggah tanggal 17 mei 2012

Undang-undang republik indonesia nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular. Diterbitkan tanggal 16 Juli 2004. Diunggah tanggal 14 Meiu 2012

Menurut permenkes ri no. 560/ dinkes/per/viii/th.1989. diterbitkan tanggal 8 September 2010. Diunggah tanggal 16 mei 2012

Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 40 tahun 1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular. Diterbitkan tanggal 11 November 2010. Diunggah tanggal 16 mei 2012

Permenkes nomor 949/menkes/sk/viii/2004 tentang pedoman penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB). Diterbitkan tanggal 01 Agustus 2007. Diunggah tanggal 16 mei 2012

Permenkes nomor 1464 / menkes / per / x / 2010 tahun 2010. Diterbitkan tanggal 6 Desember 2010. Diunggah tanggal 17 mei 2012

Permenkesh 1501 thn 2010. Diterbitkan tanggal 4 Juni 2010. Diunggah tanggal 17 mei 2012

Http://medicastore.com/penyakit/931/Pertussis.html. Diterbitkan tanggal 26 November 2011. Diunggah tanggal 3 mei 2012

Http://epiders.blogspot.com/2011/07/definisi-dan-respon-klb-pertusis.html. Diterbitkan tanggal 12 Januari 2010. Diunggah tanggal 4 mei 2012

Http://www.infokedokteran.com/tag/batuk-rejan. Diterbitkan tanggal 2 Juni 2005. Diunggah tanggal 5 mei 2012

Http://aangcoy13.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-askep-pertusis.html. Diterbitkan tanggal 6 Oktober 2011. Diunggah tanggal 4 mei 2012

Http://andriyanisari.blogspot.com/2011/03/tugas-partii-dpp-pertusis-oleh-pak-ari.html. Diterbitkan tanggal 14 Desember 2008. Diunggah tanggal 4 mei 2012

Http://xa.yimg.com/kq/groups/15854266/.../PERTUSIS+satgas+remaja.docx. Diterbitkan tanggal 17 Februari 2009. Diunggah tanggal 6 mei 2012

Http://obatpropolis.com/penyakit-batuk-rejan-atau-pertusis.whooping cold.. Diterbitkan tanggal 30 Maret 2008. Diunggah tanggal 17 mei 2012

Anda mungkin juga menyukai