Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN DISKUSI PEMICU 3

MODUL HEMATOLOGI DAN ONKOLOGI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

1. Vincent Sanjaya (I1011151022)


2. Tasha Salsabila (I1011161051)
3. Chika Amalia (I1011171010)
4. Restu Saputra (I1011171011)
5. Velvia Ramona (I1011171012)
6. Muhammad Alif Irsyam (I1011171021)
7. Ruth Veraulina Banjarnahor (I1011171022)
8. Navisa Annisa Firdaus (I1011171023)
9. Ade Rahma Octarida (I1011171032)
10. Dhaifina Putri Windini (I1011171051)
11. Pebrianto Nugroho (I1011171071)
12. Anisa Faradiba Ratrin (I1011171075)
13. Raine Ardhita Anggraeny (I1011171081)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Seorang wanita usia 42 tahun datang dengan keluhan benjolan pada payudara
kanan sejak 7 bulan. Benjolan awalnya berukuran sebesar kalereng. Pasien tidak
memeriksa diri ke dokter karena takut. Pasien berobat ke pengobatan alternative
dan minum jamu. Saat ini benjolan berukura sebesar kepalan tangan oran dewasa,
bernanah dan berbau. Pasien juga mengeluh badan semakin kurus.
Riwayat keluarga : Nenek menderita penyakit yang sama
Riwayat reproduksi : Menstruasi pertama kali usia 11 tahun, anak 1
Pemeriksaan :
 Status generalis TB: 156 cm, BB : 40 kg
 Status lokalis payudara kanan : masa ukuran diameter 64 cm, konsistensi
padat kenyal, permukaan berulkus , batas tidak jelas, peau de orange (+),
retraksi papilla mammae (+).

 Pada pemeriksaan aksila didapatkan pembesaran kelenjar getah bening pada


aksila kanan. Tidak didapatkan benjolan pada payudara kiri. Dokter kemudian
menyarankan pemeriksaan panunjang.
1.2 Klarifikasi dan Definisi
1. Peau de Orange adalah penampakan anatomi (pada kanker payudara) pada
kulit terlihat seperti kulit jeruk.
2. Papilla mammae adalah tonjolan berpigmen pada permukaan anterior
payudara, dikelilingi oleh areola.
1.3 Kata Kunci
1. Wanita usia 42 tahun
2. Massa di payudara kanan sejak 7 bulan
3. Bernanah
4. Berbau
5. Konsistensi padat kenyal
6. Batas tidak jelas
7. Riwayat pengobatan alternative dan minum jamu
8. Riwayat keluarga mengalami hal serupa
9. Pembesaran kelenjar getah bening pada aksila kanan
10. Massa berdiameter 6,4 cm
11. Peau de orange (+)
12. Retraksi papilla mammae (+)
13. Badan semakin kurus
14. Permukaan massa berulkus
1.4 Rumusan Masalah
Wanita 42 tahun memiliki keluhan benjolan payudara kanan sejak 7 bulan lalu
yang berukuran kepalan tangan dengan diameter 6,4 cm, konsistensi kenyal,
permukaan berulkus, bernanah, berbau, batas tidak jelas, dan ditemukan peau de
orange serta retraksi papilla mammae.
1.5 Analisis Masalah

Riwayat:
Wanita 42 tahun - Nenek pasien mengalami hal yang sama
- Menstruasi pada usia 11 tahun
- Anak 1

Benjolan pada payudara


kanan sejak 7 bulan dan
semakin membesar

- Diameter 6,4 cm
- batas tidak jelas
- konsistensi padat
- permukaan berulkus
- peau de orange (+)
- retraksi papilla mammae (+)
- pembesaran KGB aksila
kanan

Proliferasi sel atau


apoptosis sel

DD:
Ca mammae
Fibroadenoma mammae
Tumor phyllodes

Mamografi,
Pemeriksaan Penunjang: imunohistoimia, USG
dan Biopsi

Tatalaksana & Edukasi

1.6 Hipotesis
Wanita usia 42 tahun menderita Ca mammae
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Neoplasma
a. Definisi
b. Tatanama
c. Karakteristik neoplasma jinak dan ganas
2. Jelaskan mengenai
a. Tumor
b. Kanker
3. Mammae (payudara)
a. Anatomi
b. Histologi
c. Fisiologi
4. Ca mammae
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Patofisiologi
e. Manifestasi klinis
f. Faktor risiko
g. Pemeriksaan fisik
h. Pemeriksaan penunjang
i. Diagnosis
j. Tatalaksana
k. Prognosis
l. Komplikasi
5. Fibro Adenoma Mamaae
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Manifestasi klinis
e. Patofisiologi
f. Faktor risiko
g. Diagnosis
h. Tatalaksana
6. Tumor phyllodes
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Manifestasi klinis
e. Patofisiologi
f. Faktor risiko
g. Diagnosis
h. Tatalaksana
7. Lympedema
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
8. Pemeriksaan SADARI
9. Patofisiologi lymphedema terkait Ca mammae
10. Studi kasus
a. Hubungan riwayat keluarga dengan kasus
b. Hubungan pembesaran KGB di aksila kanan dengan kasus
c. Hubungan menarche dini (menstruasi sejak 11 tahun) dengan kasus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Neoplasma
a. Definisi
Menurut Rupert Willis, neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu
perubahan tersebut telah berhenti. Neoplasma dapat bersifat benign (bukan kanker)
atau malignant (kanker). Neoplasma sering juga disebut tumor.1
b. Tatanama2
1. Tumor jinak (benigna)
Secara umum, tumor jinak diberi nama dengan menambahkan akhiran
–oma pada sel asalnya. Contohnya tumor jinak yang berasal dari sel
fibroblastic disebut fibroma, tumor tulang rawan disebut kondroma, dan tumor
osteoblast disebut osteoma. Adenoma merupakan kata yang digunakan untuk
neoplasma epitel jinak yang berbentuk kelenjar, papiloma untuk epitel jinak
yang berbentuk tonjolan atau biasa disebut kutil, kistadenoma untuk neoplasma
jinak yang berbentuk kantung besar berisi cairan.
2. Tumor ganas (maligna)
Tumor ganas yang timbul pada jaringan mesenkim biasanya disebut
sarkoma, misalnya : fibrosarkoma dan liposarkom. Sedangkan neoplasma
ganas yang berasal dari salah satu dari tiga lapisan germinativum disebut
Karsinoma
Gambar 1. Tatanama Neplasma2
c. Karakteristik neoplasma jinak dan ganas3
Tumor adalah gangguan patologis pertumbuhan sel, ditandai dengan
proliferasi sel yang berlebihan dan tidak normal. Tumor adalah massa jaringan
yang abnormal yang mungkin padat atau berisi cairan. Ketika pertumbuhan sel-sel
tumor terbatas pada tempat asal dan memiliki fisik normal mereka disimpulkan
sebagai tumor jinak. Ketika sel-sel abnormal dan dapat tumbuh tanpa terkendali,
mereka disimpulkan sebagai sel kanker yaitu tumor ganas. Tumor juga disebut
sebagai neoplasma.
1. Tumor jinak: Non-kanker
Jika sel-sel tersebut bukan kanker, tumor tersebut disimpulkan sebagai
jinak. Tumor tersebut tidak akan menginvasi jaringan terdekat atau menyebar
ke area lain dari tubuh (bermetastasis). Tumor jinak kurang berbahaya kecuali
ada di sekitar organ, jaringan, saraf, atau pembuluh darah penting dan
menyebabkan kerusakan. Fibroid di rahim dan payudara, polip usus besar dan
tahi lalat adalah beberapa contoh tumor jinak. Tumor jinak dapat diangkat
dengan operasi. Tumor jinak bisa tumbuh sangat besar dan bisa berbahaya,
seperti ketika terjadi di otak dan memadati struktur normal di ruang tertutup
tengkorak. Tumor tersebut dapat menekan organ vital atau memblokir saluran.
Juga, beberapa jenis tumor jinak seperti polip usus dianggap sebagai prekanker
dan segera diangkat untuk mencegahnya menjadi ganas. Tumor jinak biasanya
muncul kembali setelah diangkat, tetapi jika tumor muncul kembali biasanya
di tempat yang sama. Contoh: Tahi lalat, Kista fibroid di payudara atau rahim,
polip usus besar.
2. Tumor ganas: Kanker
Tumor ganas/maligna berarti tumor tersebut terdiri dari sel kanker dan
dapat menginvasi jaringan di sekitarnya. Beberapa sel kanker dapat berpindah
ke aliran darah atau kelenjar getah bening, menyebar ke jaringan lain di dalam
tubuh, hal ini disebut metastasis. Kanker dapat terjadi di mana saja di tubuh
termasuk payudara, paru-paru, usus, organ reproduksi, darah, atau kulit.
Sebagai contoh, kanker payudara dimulai di jaringan payudara dan dapat
menyebar ke kelenjar getah bening di ketiak jika tidak diketahui cukup awal
dan diobati. Setelah kanker payudara telah menyebar ke kelenjar getah bening,
sel-sel kanker dapat melakukan perjalanan ke area lain dari tubuh, seperti
tulang atau hati. Sel-sel kanker payudara kemudian dapat membentuk tumor
di lokasi-lokasi yang disebut sebagai tumor sekunder. Biopsi tumor ini
mungkin menunjukkan karakteristik tumor kanker payudara asli. Contoh:
Kanker payudara, kanker kulit.
2.2 Jelaskan menegenai
a. Tumor
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat
berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan setempat pada tingkat
gen akan kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor dibagi menjadi
tumor jinak dan ganas. Daya tumbuh tumor jinak terbatas, biasanya tumbuh
ekspansif lokal, dan laju pertumbuhannya relatif lambat. Sedangkan tumor ganas
tumbuh pesat, bersifat invasif, dan bermestastasis. Tumor ganas inilah yang disebut
dengan kanker.4
b. Kanker
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal,
cepat dan tidak terkendali. Peningkatan jumlah sel tak normal ini umumnya
membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker.5
Menurut National Cancer Institute, kanker adalah suatu istilah untuk penyakit
di mana sel-sel membelah secara abnormal tanpa kontrol dan dapat menyerang
jaringan di sekitarnya. Kanker, yang juga dikenal sebagai tumor atau penyakit
ganas, merupakan sebuah istilah umum yang digunakan untuk sekelompok besar
penyakit yang dapat menyerang bagian tubuh mana saja. Istilah lain yang
digunakan adalah tumor ganas.6
2.3 Mammae (payudara)7
a. Anatomi
Setiap payudara terdapat papilla mammae, ductus lactifeous, kelenjar
mammae. Payudara ditopang oleh jaringan lemak dan jaringan ikat. Kelenjar
mammae akan memproduksi asi selama kehamilan dan menyusui yang kemudian
akan disalurkan ke papilla mammae melalui ductus lactifeous dan sinus lactifeous.
Di sekitar papilla mammae terdapat kulit yang terpigmentasi yang disebut areola.
Jaringan ikat pada payudara dapat menjadi longgar dengan bertambahnya usia. 7
b. Histologi
Kelenjar payudara terbentuk secara embriologis sebagai invaginasi
ektoderm permukaan di sepanjang garis ventral, garis laktasi, dari aksila hingga
selangkangan. pada manusia, satu set kelenjar yang menyerupai kelenjar keringat
apokrin yang termodifikasi menetap di setiap sisi dada. Setiap kelenjar payudara
terdiri atas 15-25 lobus dari jenis tubuloalveolar kompleks, yang berfungsi
menyekresi air susu untuk memberi nutrisi neonatus. Setiap lobus, yang dipisahkan
satu sama lain oleh jaringan ikat padat dan banyak jaringan adiposa, merupakan
suatu kelenjar tersendiri dengan ductus lactiferi ekskretorisnya sendiri (Gambar 1.
Duktus ini, dengan panjang 2-4,5 cm, berkumpul secara terpisah di papila mammae
yang memiliki 15-25 muara masing-masing berdiameter 0,5 mm. Struktur
histologi kelenjar payudara bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan status
fisiologis.
Gambar 2. Kelenjar mammae7
1. Perkembangan Payudara Selama pubertas
Sebelum pubertas, kelenjar mammae pada kedua jenis kelamin
terdiri atas sinus lactiferi di dekat puting, dengan cabang duktus kecil dari
sinus ini. Pada gadis yang mengalami pubertas dan kadar estrogen sirkulasi
yang lebih besar, payudara membesar akibat akumulasi adiposit di jaringan
ikat dan meningkatnya pertumbuhan dan percabangan sistem duktus.
Puting membesar seiring pertumbuhan sinus lactiferi. Pada wanita dewasa
yang tidak hamil, struktur parenkim khas pada kelenjar, lobus, terdiri atas
banyak lobulus, yang terkadang disebut unit lobular ductus terminalis.
Setiap lobulus memiliki sejumlah duktus bercabang kecil tetapi unit
sekretoris yang melekat berukuran kecil dan rudimenter. Sistem duktus
terbenam dalam jaringan ikat vaskular longgar dan jaringan ikat padat yang
lebih sedikit mengandung sel dan memisahkan lobus. Sinus lactiferi
dilapisi oleh epitel kuboid berlapis dan lapisan ductus lactiferi dan ductus
terminalis adalah epitel kuboid selapis yang dilapisi oleh sel mioepitel yang
berhimpitan erat. Sebaran serat otot polos juga mengelilingi duktus yang
lebih besar. Sel epitel duktus menjadi sedikit lebih kolumnar pada saat
kadar estrogen mencapai puncak di sekitar ovulasi dan pada fase
pramenstruasi siklus, jaringan ikat payudara menjadi agak edematosa, yang
membuat payudara agak lebih besar.
Kulit yang melapisi puting membentuk areola dan merupakan kulit
yang cukup tipis dengan kelenjar sebasea. Epidermis berlanjut dengan
lapisan sinus lactiferi. Areola mengandung lebih banyak melanin
ketimbang kulit di bagian lain payudara dan bertambah gelap selama
kehamilan. Kulit puting banyak disuplai ujung sara{ sensorik. Jaringan ikat
puting kaya akan serabut otot polos yang berjalan sejajar dengan sinus
lactiferi dan menimbulkan ereksi puting ketika berkontraksi.
2. Payudara Selama Kehamilan & Laktasi
Kelenjar payudara mengalami pertumbuhan selama kehamilan
sebagai akibat kerja sinergis beberapa hormon, terutama estrogen
progesteron, prolaktin, dan laktogen plasenta manusia. Salah satu efek
hormon ini adalah proliferasi alveoli sekretoris di ujung ductus
intralobularis. Alveoli sferis terdiri atas epitel kuboid dengan sel mioepitel
stelata di antara sel-sel sekretoris dan lamina basal. Derajat perkembangan
kelenjar bervariasi antar lobulus dan bahkan di dalam setiap lobulus. Ketika
alveoli dan sistem duktus tumbuh dan berkembang selama kehamilan
sebagai persiapan .untuk laktasi, stroma menjadi kurang mencolok.
|aringan ikat longgar dalam lobulus terinfiltrasi oleh limfosit dan sel
plasma; sel plasma menjadi lebih banyak pada kehamilan lanjut ketika sel-
sel ini mulai memproduksi imunoglobulin (IgA sekretoris).
Pada kehamilan lanjut, alveoli dan duktus kelenjar melebar oleh
tumpukan kolostrum, suatu cairan yang kaya akan proteiry vitamin A, dan
elektrolit tertentu yang dihasilkan dalam pengaruh prolaktin. Antibodi
disintesis dalam jumlah banyak oleh sel plasma dan diangkut ke dalam
kolostrum; dari kolostrum ini, neonatus yang menyusui memperoleh
kekebalan pasif. Setelah kelahiran, kadar estrogen dan progesteron dalam
darah menurun dan alveoli kelenjar payudara menjadi sangat aktif
memproduksi air susu, yang terutama dipengaruhi oleh prolaktin dari
hipofisis anterior.
Sel epitel alveoli membesar dan berperan aktif pada sintesis protein
dan lipid untuk disekresi. Sejumlah besar protein dibentuk dalam RE kasar,
yang diproses melalui apparatus Golgi dan d'ikemas ke dalam vesikel
sekretoris, yang mengalami eksositosis selama sekresi merokrin ke dalam
lumen. Droplet lipid sferis, yang terutama mengandung trigliserida netral
dan kolesterol, terbenfuk di sitoplasma sel alveolar, tumbuh pesat melalui
pertambahan lipid, dan akhirnya menghantarkan sel ke dalam lumen
melalui proses sekresi apokrin; selama sekresi ini, droplet menjadi
terselubungi oleh sebagian membran sel apikal.
Selama laktasi, sekresi protein droplet lipid terikat membran dan
komponen lain berlangsung dengan produk yang menumpuk sebagai air
susu di lumen sistem duktus. Protein normalnya membentuk sekitar 1,5%
air susu manusia dan mencakup berbagai kasein yang menggumpal sebagai
misel, dan B-laktoglobulin sertaa lakto-albumin yang larut; kesemuanya
dicerna sebagai sumber asam amino oleh bayi. Protein yang lebih sedikit
dalam air susu mencakup protein yang membantu pencernaan dan
kegunaan nutrien air susu lain imunoglobulin dan sejumlah protein dengan
aktivitas antimikroba, dan berbagai faktor pertumbuhan mitogenik. Lipid
normalnya membentuk sekitar 4% air susu manusia, sementara gula utama,
laktosa, membentuk sebanyak 7-8 % dan merupakan sumber utama energi.
Laktosa disintesis dalam apparatus Golgi dan juga berfungsi membantu
menarik air secara osmotik ke dalam vesikel sekretoris yang sangat
menambah volume air susu.

Gambar 3. Perembangan alveolar pada payudara pada kehamilan 2


3. Regresi Kelenjar Payudara Pascalaktasi
Dengan berhenti menyusui (menyapih), sebagian besar alveoli yang
memiliki sifat sekretoris selama kehamilan mengalami degenerasi.
Terdapat apoptosis dan pengelupasan sel-sel utuh, dengan sel-sel mati dan
debris yang dihilangkan oleh makrofag, serta autofagi pada sebagian besar
sel-sel epitel 1ain. Sistem duktus kelenjar kembali ke gambaran umumnya
pada keadaan inaktif sebelum kehamilan. Setelah menopause, ukuran
alveoli dan dukfus kelenjar payudara berkurang dan terjadi pengurangan
fibroblas, kolagen, dan serat elastin di stroma.
c. Fisiologi
Secara fisiologi, unit fungsional terkecil jaringan payudara adalah asinus. Sel
epitel asinus memproduksi air susu dengan komposisi dari unsur protein yang
disekresi apparatus golgi bersama faktor imun IgA dan IgG, unsur lipid dalam
bentuk droplet yang diliputi sitoplasma sel. Dalam perkembangannya, kelenjar
payudara dipengaruhi oleh hormon dari berbagai kelenjar endokrin seperti
hipofisis anterior, adrenal, dan ovarium. Kelenjar hipofisis anterior memiliki
pengaruh terhadap hormonal siklik follicle stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH). Sedangkan ovarium menghasilkan estrogen dan
progesteron yang merupakan hormon siklus haid. Pengaruh hormon siklus haid
yang paling sering menimbulkan dampak yang nyata adalah payudara terasa
tegang, membesar atau kadang disertai rasa nyeri. Sedangkan pada masa
pramenopause dan perimenopause sistem keseimbangan hormonal siklus haid
terganggu sehingga beresiko terhadap perkembangan dan involusi siklik fisiologis,
seperti jaringan parenkim atrofi diganti jaringan stroma payudara, dapat timbul
fenomena kista kecil dalam susunan lobular atau cystic change yang merupakan
proses aging .9,10
Payudara wanita mengalami tiga jenis perubahan yang dipengaruhi oleh
hormon. Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas
sampai menopause. Sejak pubertas, estrogen dan progesteron menyebabkan
berkembangnya duktus dan timbulnya sinus. Perubahan kedua, sesuai dengan
siklus haid. Beberapa hari sebelum haid, payudara akan mengalami pembesaran
maksimal, tegang, dan nyeri. Oleh karena itu pemeriksaan payudara tidak mungkin
dilakukan pada saat ini.110,11
Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Saat hamil
payudara akan membesar akibat proliferasi dari epitel duktus lobul dan duktus
alveolus, sehingga tumbuh duktus baru. Adanya sekresi hormon prolaktin memicu
terjadinya laktasi, dimana alveolus menghasilkan ASI dan disalurkan ke sinus
kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu. Kelenjar payudara dalam
peranannya sangat dipengaruhi oleh hormon dari berbagai kelenjar endokrin
seperti hipofisis anterior, adrenal, dan ovarium. Kelenjar pada hipofisis anterior
mempunyai peranan terhadap hormon siklik follicle stimulating hormone (FSH)
dan luteinizing hormone (LH). Sedangkan kelenjar ovarium menghasilkan hormon
estrogen dan progesteron yang berfungsi pada hormon siklus haid, hal ini yang
akan berdampak pada tegangnya payudara, payudara membesar sehingga dapat
menimbulkan sensasi nyeri. Pada masa pramenopause dan perimenoupause sistem
keseimbangan hormonal siklus haid dapat terganggu yang akan berdampak pada
perkembangan dan involusi siklik sistem fisiologis, seperti jaringan parenkim
atrofi diganti dengan jaringan stroma payudara, dapat pula timbul fenomena kista
kecil dalam susunan lobular atau cystic change yang merupakan proses
penuaan.10,11
2.4 Ca mammae
a. Definisi
Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang
dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya.Kanker payudara merupakan
salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia.12
b. Epidemiologi
Berdasarkan estimasi Globocan, International Agency for Research on
Cancer (IARC) tahun 2012, kanker payudara adalah kanker dengan persentase
kasus baru tertinggi (43,3%) dan persentase kematian tertinggi (12,9%) pada
perempuan di dunia.13 Kanker payudara invasif menyerang 1 dari 8 wanita di
Amerika Serikat (12,4%) selama masa hidup mereka. Di Amerika Serikat, sekitar
266.120 wanita menderita kanker payudara invasif pada tahun 2018, dan 63.960
menderita kanker payudara in situ. Pada 2018, sekitar 2550 pria akan menderita
kanker payudara invasif. Sekitar 1 dari 1000 pria menderita kanker payudara
selama hidup mereka. Sekitar 40.920 wanita AS dapat meninggal pada tahun 2018
karena kanker payudara.14
Tingkat kejadian kanker payudara meningkat dengan bertambahnya usia,
dari 1,5 kasus per 100.000 pada wanita usia 20-24 tahun, sampai ke 421,3 kasus
per 100.000 pada wanita usia 75-79 tahun; 95% kasus baru terjadi pada wanita
berusia 40 tahun atau lebih. Usia rata-rata wanita pada saat diagnosis kanker
payudara adalah 61 tahun. Menurut American Cancer Society (ACS), tingkat
kanker payudara di antara wanita dari berbagai kelompok ras dan etnis adalah
sebagai berikut: putih non-hispanik sebesar 128.1 kasus per 100.000, Afrika
Amerika sebesar 124,3 kasus per 100.000, Hispanik atau Latin sebesar 91.0 kasus
per 100.000, Indian Amerika atau Alaska Asli sebesar 91,9 kasus per 100.000, dan
orang Asia atau Kepulauan Pasifik sebesar 88,3 kasus per 100.000.15
Kanker payudara adalah kanker paling umum pada wanita dan merupakan
penyebab kedua kematian akibat kanker setelah kanker paru-paru di Asia.16
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kanker payudara
di Indonesia mencapai 0,5 per 1000 perempuan. Di Indonesia, kanker payudara
menduduki tempat kedua (15,8%) dari sepuluh kanker terbanyak setelah kanker
mulut rahim di tempat pertama. Kanker payudara umumnya menyerang wanita
yang telah berusia lebih dari 40 tahun. Berdasarkan data dari Sistem Informasi
Rumah Sakit tahun 2010, kanker payudara adalah jenis kanker tertinggi pada
pasien rawat jalan maupun rawat inap yakni mencapai 12.014 orang (28.7%).13, 16

c. Etiologi17
Etiologi dari kanker payudara berkaitan erat dengan faktor risiko yang selama
ini diketahui. Faktor risiko paling signifikan untuk perkembangan kanker payudara
adalah usia. Risiko seorang wanita terkena kanker payudara meningkat dengan
cepat sampai awal 60-an, memuncak di usia 70-an, dan kemudian menurun.
Riwayat keluarga yang signifikan dari kanker payudara atau ovarium juga dapat
menunjukkan risiko tinggi terkena kanker payudara. Mutasi germline dalam
keluarga gen penekan tumor BRCA menyumbang sekitar 5-10% diagnosis kanker
payudara dan cenderung mengelompok dalam kelompok etnis tertentu, termasuk
wanita keturunan Yahudi Ashkenazi. Wanita dengan mutasi pada gen BRCA1,
yang terletak pada kromosom 17, memiliki peluang 85% untuk terkena kanker
payudara dalam hidup mereka. Gen lain yang terkait dengan peningkatan risiko
payudara dan kanker lainnya termasuk BRCA2 (terkait dengan gen pada
kromosom 13); mutasi ataksia-telangiektasia; dan mutasi gen penekan tumor p53.
Jika seorang wanita memiliki riwayat keluarga yang meyakinkan (seperti kanker
payudara didiagnosis pada dua kerabat tingkat pertama, terutama jika didiagnosis
lebih muda dari usia 50 tahun; kanker ovarium; kanker payudara pria; atau kerabat
tingkat pertama dengan kanker payudara bilateral), pengujian genetik mungkin
sesuai. Secara umum, yang terbaik bagi seorang wanita yang memiliki riwayat
keluarga yang kuat untuk bertemu dengan konselor genetika untuk menjalani
penilaian risiko dan memutuskan apakah tes genetik diindikasikan.
d. Patofisiologi 18
Dari tiga subtipe utama dari kanker payudara diakibatkan adanya peningkatan
reseptor hormon dan HER2 yang dapat muncul yang melibatkan jalur mutasi pada
sel epitel dari sistem lobulus atau ductus.

Gambar 4. Patogenesis Ca mammae18


Jalur utama pada perkembangan kanker payudara. Jalur paling sering terjadi
(panah kuning) mengarah ke kanker ER-positif. Dapat dikenali secara morfologis
pada lesi prekursor yaitu epitel datar atipia, ADH, dan DCIS, yang semuanya
memiliki genomik tertentu yang sama dengan karsinoma ER-positif invasif, seperti
penambahan dari kromosom 1, kehilangan kromosom 16, dan mutasi PIK3CA
(gen yang mengkode PI3K). Dengan profil ekspresi gen, kanker ini
diklasifikasikan sebagai "Luminal." Ini adalah jenis kanker yang paling sering
muncul pada individu dengan mutasi BRCA2. Yang lebih jarang adalah kanker
yang diekspresikan berlebih HER2 karena amplifikasi gen (panah hijau). Kanker
ini dapat menunjukkan ER yang positif atau negatif dan biasa dikaitkan dengan
mutasi TP53. Lesi prekursor yang dapat ditemui adalah adenosis apokrin atipikal,
yang memiliki ciri-ciri mirip dengan DCIS apokrin. Jenis yang lebih jarang tetapi
paling khas secara molekuler kanker payudara yang menunjukkan ER dan HER2
negatif (panah biru). Kanker ini kehilangan fungsi BRCA1 dan TP53 serta secara
genetik tidak stabil. Mayoritas kanker tipe ini diklasifikasikan sebagai "basal-like"
berdasarkan profil ekspresi gen.
e. Manifestasi klinis
Fase awal kanker payudara adalah asimtomatik (tanpa ada gejala dan
tanda). Adanya benjolan atau penebalan pada payudara merupakan tanda dan
gejala yang paling umum, sedangkan tanda dan gejala tingkat lanjut kanker
payudara meliputi kulit cekung, retraksi atau deviasi puting susu dan nyeri, nyeri
tekan atau rabas khususnya berdarah dari puting. Kulit tebal dengan pori-pori
menonjol sama dengan kulit jeruk dan atau ulserasi pada payudara merupakan
tanda lanjut dari penyakit. Jika ada keterlibatan nodul, mungkin menjadi keras,
pembesaran nodul limfa aksilaris dan atau nodus supraklavikula teraba pada daerah
leher. Metastasis yang luas meliputi gejala dan tanda seperti anoreksia atau berat
badan menurun, nyeri pada bahu, pinggang, punggung bagian bawah atau pelvis;
batu menetap, gangguan pencernaan, pusing, penglihatan kabur dan sakit kepala.19
f. Faktor risiko18
Sejumlah besar faktor risiko untuk kanker payudara telah diidentifikasi. Tabel
2.1 membagi ini menjadi beberapa kelompok beserta risiko relatif yang
ditimbulkan oleh masing-masing.
Tabel 2.1. Faktor risiko kanker payudara18
Faktor Risiko relatif
Fator risiko yang cukup berpengaruh
Geografis Bervariasi
Umur > 30 tahun
Riwayat keluarga
Saudara dengan kanker payudara 1,2-3,0
Premenopausal 3,1
Premenopausal dan bilateral 8,5-9,0
Postmenopausal 1,5
Postmenopausal dan bilateral 4,0-5,4
Riwayat menstruasi
Menarke < 12 tahun 1,3
Menopause > 55 tahun 1,5-2,0
Kehamilan
Pertama pada umur 25-29 tahun 1,5
Pertama pada umur > 30 tahun 1,9
Pertama pada umur > 35 tahun 2,0-3,0
Nulipara 3,0
Benign breast disease
Penyakit proliferatif tanpa atipia 1,6
Penyakit proliferatif dengan hiperplasia atipik > 2,0
Lobular carcinoma in situ 6,9-12,0
Faktor risiko lainnya
Estrogen eksogen
Kontrasepsi oral
Obesitas
Diet tinggi lemak
Konsumsi alkohol
Merokok

Beberapa faktor risiko penting dijabarkan pada penjelasan sebagai berikut:


1. Usia
Risiko terus meningkat seiring dengan pertambahan usia sepanjang hidup,
terutama setelah menopause, memuncak pada sekitar usia 80 tahun; 75% dari
wanita dengan kanker payudara berusia lebih tua dari 50 tahun, dan hanya 5% lebih
muda dari 40.
2. Variasi geografis
Perbedaan tingkat insiden dan kematian akibat kanker payudara telah
dilaporkan dari berbagai negara. Risiko terjadinya penyakit ini secara signifikan
lebih tinggi di Amerika Utara dan Eropa Utara daripada di Asia dan Afrika.
Misalnya, kejadian dan kematian akibat penyakit ini lima kali lebih tinggi di
Amerika Serikat daripada di Jepang. Perbedaan-perbedaan ini tampaknya
dipengaruhi oleh faktor lingkungan daripada faktor genetik, karena pendatang dari
wilayah dengan angka kejadian yang rendah ke wilayah dengan tingkat kejadian
yang tinggi cenderung untuk mengalami penyakit ini, dan sebaliknya. Pola makan,
pola reproduksi, dan kebiasaan hidupjuga dianggap terlibat.
3. Ras/etnis
Tingkat kejadian tertinggi kanker payudara adalah pada wanita kulit putih non-
hispanik. Namun, wanita Hispanik dan Afrika-Amerika cenderung mengalaminya
pada usia yang lebih muda dan lebih mungkin untuk berkembang menjadi tumor
agresif pada stadium lanjut. Kesenjangan antara etnis ini merupakan bidang studi
yang intens dan saat ini dianggap sebagai kombinasi dari perbedaan genetik dan
faktor sosial, seperti pilihan gaya hidup dan akses ke perawatan kesehatan.
4. Faktor risiko lainnya
Terlalu lama terpajan estrogen eksogen postmenopause, seperti yang terjadi
pada terapi penggantian hormon.Menurut studi terbaru, penggunaan jangka pendek
dari estrogen ditambah dengan terapi hormon progestin dikaitkan dengan
peningkatan risiko kanker payudara, diagnosis pada tahap yang lanjut dari kanker
payudara, dan insiden yang lebih tinggi dari tampakan mammogram yang
abnormal. Berdasarkan laporan dari Women’s Health Initiativepada tahun 2002,
penggunaan estrogen dan progestin mengandung bahaya yang lebih besar daripada
manfaatnya.
a. Kontrasepsi oral belum terbukti mempengaruhi risiko kanker payudara, bahkan
pada wanita yang telah menggunakan pil untuk waktu yang lama atau pada
wanita dengan riwayat keluarga kanker payudara.
b. Radiasi pengion pada dada meningkatkan risiko kanker payudara. Besarnya
risiko tergantung pada dosis radiasi, waktu terpapar, dan usia. Kanker payudara
berkembang 20% sampai 30% dari wanita yang menjalani penyinaran untuk
limfoma Hodgkin pada usia remaja dan 20-an. Radiasi rendah terkait dengan
skrining mamografi tidak berpengaruh signifikan terhadap kejadian kanker
payudara.
c. Faktor risiko lain yang kurang berpengaruh, seperti obesitas, konsumsi alkohol,
dan diet tinggi lemak, telah terlibat dalam perkembangan kanker payudara
dengan analisis dari studi populasi. Risiko yang terkait dengan obesitas
mungkin karena pajanan payudara oleh estrogen yang dihasilkan oleh jaringan
adiposa.
g. Pemeriksaan fisik20
Pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi dilakukan
pengamatan ukuran dan bentuk kedua payudara pasien, serta kelainan pada kulit,
antara lain : benjolan, perubahan warna kulit (eritema), tarikan pada kulit (skin
dimpling), luka/ulkus, gambaran kulit jeruk (peau de orange), nodul satelit,
kelainan pada areola dan puting, seperti puting susu tertarik (nipple retraction),
eksema dan keluar cairan dari puting. Ada atau tidaknya benjolan pada aksila atau
tanda-tanda radang serta benjolan infra dan supra klavikula juga diperhatikan.
Pada palpasi dilakukan perabaan dengan menggunakan kedua tangan bagian
polar distal jari 2, 3 dan 4, dimana penderita dalam posisi berbaring dengan pundak
diganjal bantal kecil dan lengan di atas kepala. Palpasi harus mencakup 5 regio,
terutama daerah lateral atas dan subareola, karena merupakan tempat lesi tersering.
Cara melakukan palpasi ada 3 cara, yaitu sirkular, radier dan dilakukan dari pinggir
payudara menuju ke areola dan meraba seluruh bagian payudara bertahap. Hal
yang harus diamati bila didapati benjolan adalah lokasi benjolan (5 regio payudara,
aksila, infra dan supra klavikula), konsistensi (keras, kenyal, lunak/fluktuasi),
permukaan (licin rata, berbenjol-benjol), mobilitas (dapat digerakkan, terfiksir
jaringan sekitarnya), batas (tegas atau tidak tegas), nyeri (ada atau tidak ada),
ukuran. Pada saat palpasi daerah subareola amati apakah ada keluar sekret dari
puting payudara dan perhatikan warna, bau, serta kekentalan sekret tersebut. Sekret
yang keluar dari puting payudara dapat berupa air susu, cairan jernih, bercampur
darah, dan pus. Palpasi kelenjar aksila dilakukan untuk mengetahui apakah pada
saat yang bersamaan dengan benjolan pada payudara didapati juga benjolan pada
kelenjar getah bening aksila yang merupakan tempat penyebaran limfogen kanker
payudara. Begitu juga dengan palpasi pada infra dan supra klavikula
h. Pemeriksaan penunjang17
1. Biopsi — Diagnosis kanker payudara pada akhirnya tergantung pada
pemeriksaan jaringan atau sel-sel yang diangkat oleh biopsi. Pengobatan tidak
boleh dilakukan tanpa diagnosis kanker atau sitologi yang tegas. Kursus teraman
adalah pemeriksaan biopsi dari semua lesi mencurigakan yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik atau mamografi, atau keduanya. Sekitar 60% lesi yang secara
klinis dianggap kanker terbukti pada biopsi jinak, sementara sekitar 30% lesi yang
jinak secara klinis ditemukan ganas. Temuan ini menunjukkan kesalahan penilaian
klinis dan perlunya biopsi.
Semua massa payudara memerlukan diagnosis histologis dengan satu pengecualian
yang mungkin, massa fibrokistik yang nonsuspicious, pada wanita premenopause.
Sebaliknya, massa ini dapat diamati melalui satu atau dua siklus menstruasi.
Namun, jika massa tidak kistik dan tidak sepenuhnya hilang selama masa ini, itu
harus dibiopsi.
2. Ultrasonografi — Ultrasonografi dilakukan terutama untuk membedakan kistik
dari lesi padat tetapi dapat menunjukkan tanda-tanda sugestif karsinoma.
Ultrasonografi dapat menunjukkan massa yang tidak teratur dalam kista dalam
kasus karsinoma intrakistik yang jarang. Jika tumor dapat diraba dan terasa seperti
kista, jarum ukuran 18 dapat digunakan untuk menyedot cairan dan membuat
diagnosis kista. Jika suatu kista disedot dan cairannya nonbodi, maka tidak harus
diperiksa secara sitologis. Jika massa tidak kambuh, tidak diperlukan tes diagnostik
lebih lanjut. Kepadatan mamografi yang tidak dapat ditembus yang tampak jinak
harus diselidiki dengan ultrasonografi untuk menentukan apakah lesi tersebut
kistik atau padat. Ini bahkan mungkin jarum biopsi dengan panduan ultrasound.
3. Mamografi — Ketika kelainan yang mencurigakan diidentifikasi dengan
mamografi saja dan tidak dapat diraba oleh dokter, lesi harus dibiopsi dengan
panduan mammografi. Dalam teknik jarum inti terpandu stereotaktik yang
terkomputerisasi, jarum biopsi dimasukkan ke dalam lesi dengan panduan
mamografi, dan inti jaringan untuk pemeriksaan histologis kemudian dapat
diperiksa. Bantuan vakum meningkatkan jumlah jaringan yang diperoleh dan
meningkatkan diagnosis.
4. Sitologi — Pemeriksaan sitologis dari pengeluaran puting atau cairan kista dapat
membantu pada kesempatan yang jarang. Sebagai aturan, mamografi (atau
ductography) dan biopsi payudara diperlukan ketika puting susu keluar atau cairan
kista berdarah atau dipertanyakan secara sitologis.
i. Diagnosis22,23
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis. pemeriksaan fisis. dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Keluhan dan gejala yang telah dituliskan dalam manifestasi klinis serta
pengaruh siklus menstruasi terhadap gejala yang timbul; Faktor-faktor risiko
yang dimiliki; Kemungkinan metastasis ke organ otak. paru. hati. dan tulang
dengan menanyakan gejala seperti adanya sesak napas. nyeri tulang. dan
sebagainya.
2. Pemeriksaan Fisis
Sebaiknya dilakukan antara 7-10 hari setelah hari pertama haid. Pemeriksaan
fisis payudara adalah sebagai berikut:
a. Posisi duduk. lnspeksi pada saat kedua tangan pasien jatuh ke bawah.
apakah payudara simetris, adakah kelainan letak atau bentuk papila.
retraksi puting. retraksi kulit. ulserasi. tanda radang. Kemudian pasien
diminta angkat kedua tangan lurus ke atas. lihat apakah ada bayangan
tumor yang ikut bergerak atau tertinggal. Untuk posisi: (1) tangan di
samping badan. (2) tangan ke atas. (3) bertolak pinggang. (4) badan
menunduk.
b. Posisi berbaring. Punggung di belakang payudara diganjal bantal sesuai
dengan sisi yang akan diperiksa. Palpasi payudara dimulai dari area luar
memutar hingga ke dalam dan mencapai puting. Nilai apakah ada cairan
yang keluar. Jika teraba tumor. tetapkan lokasi dan kuadran. ukuran.
konsiste!Jsi. batas. dan mobilitas. Palpasi pula KgB regional sesuai
kelompok kelenjar. yaitu area aksila. mamaria. dan klavikula.
c. Kelenjar getah bening (KgB). Dilakukan dalam posisi duduk dari depan
pasien dan kedua tangan di kedua sisi tubuh. Lakukan pemeriksaan KgB
aksilaris, infraklavikula. dan supraklavikula. Pada KgB aksilaris terdapat
4 kelompok nodus yang harus dipalpasi. antara lain nodus aksilaris
sentral (midaksilaris) pada apeks aksila kemudian sepanjang garis
midaksilaris dinding dada untuk nodus pektoralis (anterior). ke arah
lateral untuk nodus brakial (lateral) dan ke arah kaput humerus untuk
nodus subskapular (posterior).
3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk deteksi kanker payudara. digunakan mamografi dan ultrasonografi.
sementara untuk melihat adanya metastasis digunakan Roentgen toraks. USG
abdomen (hepar). dan bone scanning.
a. Mamografi Merupakan metode pilihan untuk skrining dan deteksi dini.
terutama pada kasus kecurigaan keganasan atau kasus payudara kecil
yang tidak terpalpasi pada perempuan berusia di atas 40 tahun. Jndikasi:
(1) kecurigaan klinis keganasan. (2) tindak lanjut pascamastektomi, (3)
pasca-breast conserving therapy (BCT). (4) adanya adenokarsinoma
metastatik dengan tumor primer yang belum diketahui, dan (5) sebagai
program skrining. Mamograf perempuan berusia di bawah 35 tahun sulit
diinterpretasi karena jaringan kelenjar yang masih padat. Temuan yang
mengarah ke keganasan adalah tumor berbentuk spikula, distorsi atau
iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduktal). dan pembesaran
kelenjar limfe.
b. Ultrasonografi (USG) Kegunaan USG adalah untuk membedakan lesi
solid/kistik, ukuran. tepi, dan adanya kalsifikasi dan vaskularisasi
intralesi. Penggunaan USG bersama mamografi dapat meningkatkan
sensitivitas mamografi. Akan tetapi, USG sendiri bukan alat skrining
keganasan payudara.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI dilakukan apabila USG atau
mamografi belum memberi informasi yang cukup jelas.
d. Imunohistokimia Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat jenis kanker
dan sensitivitasnya terhadap terapi hormonal. Reseptor estrogen (ER),
reseptor progesteron (PR). dan c-erbB-2 (HER-2 neu) merupakan
komponen yang diperiksa. Pasien dengan ER(+) atau PR(+) diperkirakan
akan berespons terhadap terapi hormonal. Pasien dengan HER-2(+)
berespons terhadap terapi target dengan trastuzumab. Pasien dengan
ER(-), PR(-), dan HER-2 neu (-). atau kerapkali disebut sebagai tripe!
negatif. cenderung berprognosis buruk.
e. Biopsi Diagnosis pasti keganasan ditegakkan dengan pemeriksaan
histopatologi melalui biopsi.
1) Biopsi aspirasi jarum halus. Pada biopsy ini, sampel yang didapat
berupa sel dan prosedur ini paling mudah dilakukan, meskipun
kadang tidak memberikan diagnosis yang jelas karena jumlah
spesimen sedikit.
2) Core biopsy. Jarum yang digunakan cukup besar. Hasilnya berupa
jaringan sehingga lebih bermakna dibanding biopsi aspirasi jarum
halus. Pemeriksaan ini dapat membedakan tumor non-invasif atau
invasif serta grade tumor.
3) Biopsi terbuka. Dilakukan jika hasil anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang lainnya tidak cocok atau memberi
keraguan. Biopsi eksisional mengangkat seluruh massa tumor,
sementara biopsi insisional hanya mengambil sebagian massa.
Gambar 5. Grading Kanker Payudara Berdasarkan American Joint Commiccee on
Cancer. 7'ed24
Gambar 6. Penentuan Stadium Kanker Payudara Berdasarkan American Joint
Committee on Cancer. edisi ke-7.24

Gambar 7. Histopatologi kanker payudara25


j. Tatalaksana25
a. Pembedahan
pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenal untuk pengobatan
kanker payudara. Terapi pembedahan pada kanker payudara yaitu:
1) Terapi atas masalah lokal dan regional: mastektomi, breast conserving
surgery, diseksi aksila dan terapi terhadap rekurensi, lokal/regional.
2) Terapi pembedahan dengan tujuan terapi hormonal: ovariektomi,
adrenalektomi.
3) Terpai terhadap tumor residif dan metastase.
4) Terapi rekonstruksi, terapi memperbaiki kosmetik atas terapi
lokal/regional, dapat dilakukan pada saat bersamaan (immediate) atau
setelah beberapa waktu (delay).
b. Terapi sistemik
Kemoterapi
1) Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa
gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi.
2) Kemoterapi diberikan secara bertahap, biasanya sebanyak 6-8 siklus
agar mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek samping yang
masih dapat diterima.
3) Hasil pemeriksaan imunohistokimia memberikan beberapa
pertimbangan penentuan regimen kemoterapi yang akan diberikan.
4) Beberapa kombinasi kemoterapi yang telah menjadi standar lini
pertama adalah:
a) CMF
1. Cyclophospamide 100 mg/m2, hari 1 s/d 14 (oral, tetapi dapat
diganti injeksi cyclophosphamide 500 mg/m 2, hari 1 & 8).
2. Methotrexate 50 mg/m2 IV, hari 1 & 8.
3. 5 fluoro-uracil 500 mg/m2IV, hari 1 & 8
4. Interval 3-4 minggu, 6 siklus
a. CAF
1. Cyclophospamide 500 mg/m2, hari 1
2. Doxorubin 50 mg/m2, hari 1
3. 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1
4. Interval 3 minggu/ 21 hari, 6 siklus
b. CEF
1. Cyclophospamide 500 mg/m2, hari 1
2. Epirubicin 70 mg/m2, hari 1
3. 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1
4. Interval 3 minggu/ 21 hari, 6 siklus
c. Terapi Hormonal
1) Pemeriksaan imunohistokimia memegang peranan penting dalam
menentukan pilihan kemo atau hormonal sehingga diperlukan validasi
pemeriksaan tersebut dengan baik.
2) Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif.
3) Terapi hormonal bisa diberikan pada stadium I sampai IV.
4) Pada kasus kanker dengan luminal A (ER+PR+Her2-) pemilihan terapi
ajuvan utama adalah hormonal bukan kemoterapi. Kemoterapi tidak
lebih baik dari hormonal terapi.
5) Pilihan terapi tamoxifen sebaiknya didahulukan dibandingkan
pemberian aromatase inhibitor apalagi pada pasien yang sudah
menopause dan Her2-.
6) Lama pemberian ajuvan hormonal selama 5-10 tahun.
d. Terapi Target
1) Pemberian terapi anti target hanya diberikan di rumah sakit tipe A/B
2) Pemberian anti-Her2 hanya pada kasus-kasus dengan pemeriksaan IHK
yang Her2 positif.
3) Pilihan utama anti-Her2 adalah herceptin, lebih diutamakan pada
kasus-kasus yang stadium dini dan yang mempenyuai prognosis baik (
selama satu tahun: tiap 3 minggu).
4) Penggunaan anti VEGF atau m-tor inhibitor belum direkomendasikan.
Rekomendasi
1. Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa
gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi, biasanya diberikan
secara bertahap sebanyak 6-8 siklus agar mendapatkan efek yang
diharapkan dengan efek samping yang masih dapat diterima (
rekomendasi A).
2. Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif,
dan diberikan selama 5-10 tahun. (Rekomendasi A)
3. Pemberian anti-Her2 hanya pada kasus-kasus dengan pemeriksaan IHK
yang Her2 positif. (Rekomendasi A)
e. Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana
kanker payudara. Radioterapi dalam tatalaksana kanker payudara dapat
diberikan sebagai terapi kuratif adjuvan dan paliatif.
k. Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dari tumor, stadium, dan availibilitas dari
pengobatan.1
l. Komplikasi
Komplikasi Ca Mammae diantaranya yaitu:25
a. Metastase ke jaringan sekitar melalui saluran limfe dan pembuluh darah kapiler
(penyebaran limfogen dan hematogen), penyebaran hematogen dan limfogen dapat
mengenai hati, paru, tulang, sum-sum tulang, otak dan syaraf.
b. Gangguan neurovaskuler
c. Faktor patologi
d. Fibrosis payudara
e. Kematian
2.5 Fibro Adenoma Mammae
a. Definisi
Fibroadenoma adalah tumor jinak pada payudara tanpa menimbulkan rasa sakit,
benjolan padat, unilateral, dan tidak berisi cairan. Fibroadenoma juga dapat
diartikan sebagi massa seperti marmer terdiri dari jaringan epitel dan stroma yang
terletak di bawah kulit payudara, massa keras dan kenyal dengan batas reguler serta
ukurannya bervariasi.26
b. Epidemiologi
Neoplasma jinak yang umum terjadi paling sering pada wanita muda, biasanya
dalam 20 tahun setelah pubertas. Ini agak lebih sering dan cenderung terjadi pada
usia lebih dini pada wanita kulit hitam. Tumor multipel ditemukan pada 10-15%
pasien.17 Fibroadenoma biasanya ditemukan pada dewasa muda dan jarang
ditemukan pada wanita post-menopause, insidensi fibroadenoma menurun dengan
pertambahannya usia dan biasa ditemukan sebelum usia 30 tahun. Di dunia
diperkirakan 10% dari populasi wanita mengalami fibroadenoma sekali seumur
hidup.26
c. Etiologi
Etiologi dari FAM masih tidak diketahui pasti tetapi dikatakan bahwa
hipersensitivitas terhadap estrogen pada lobul dianggap menjadi penyebabnya. 27
Fibroadenoma mammae terjadi akibat proliferasi abnormal jaringan periduktus ke
dalam lobulus, dengan demikian sering ditemukan di kuadran lateral atas karena
di bagian ini distribusi kelenjar ada paling banyak. Baik estrogen, progesteron,
kehamilan, maupun laktasi dapat merangsang pertumbuhan FAM. 28
d. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang sering terjadi pada fibroadenoma mammae adalah adanya
bagian menonjol pada permukaan payudara, benjlan memiliki batas yang tegas
dengan konsistensi padat dan kenyal. Ukuran diameter benjolan yang sering terjadi
seitar 1-4 cm, namun kadang dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat dengan
ukuran benjolan berdiameter 5 cm. benjolan yang tumbuh dapat diraba dan
digerakkan dengan bebas. Umumnya fibroadenoma tidak menimbulan rasa nyeri
atau tidak nyeri. Perubahan fibroadenoma menjadi ganas jarang terjadi.
Fibroadenoma secara signifikan tidak meningkatkan risiko berkembang menjadi
kanker payudara.29
e. Patofisiologi26
1. Hormonal
Fibroadenoma muncul dari sel-sel jaringan ikat stroma dan epitel yang secara
fungsional dan mekanik penting di payudara. Jaringan-jaringan ini
mengandung reseptor untuk estrogen dan progesteron. Fibroadenoma
cenderung berkembang selama kehamilan karena produksi hormon reproduksi
wanita yang berlebihan. Sensitivitas hormon menyebabkan proliferasi jaringan
ikat payudara yang menjadi berlebihan.
2. Genetika
Gen mediator kompleks subunit 12 (MED12) juga penting dalam patofisiologi
fibroadenoma.
f. Faktor risiko30
Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya tumor ini antara lain
riwayat perkawinan yang dihubungkan dengan status perkawinan dan usia
perkawinan, paritas dan riwayat menyusui anak. Berdasarkan penelitian Bidgoli et
al menyatakan bahwa pasien yang tidak menikah meningkatkan risiko kejadian
FAM, penderita FAM kemungkinan 6,64 kali adalah wanita yang tidak menikah.
Selain itu, hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa menikah <21 tahun
meningkatkan risiko kejadian FAM, penderita FAM kemungkinan 2,84 kali adalah
wanita yang menikah pada usia <21 tahun. Penurunan paritas meningkatkan
insiden terjadinya FAM, terutama meningkat pada kelompok wanita nullipara.
Berat badan yang berlebihan dengan IMT >30 kg/m2 juga menjadi faktor resiko
terjadinya FAM artinya wanita dengan IMT >30 kg/m2 memiliki risiko 2,45 kali
menderita FAM dibandingkan wanita dengan IMT normal.
g. Diagnosis31
Fibroadenoma dapat didiagnosis dengan beberapa cara, yaitu :
1. Pemeriksaan fisik (phisycal examination)
Pada pemeriksaan fisik akan memeriksa benjolan yang ada dengan
palpasi pada daerah tersebut, dari palpasi itu dapat diketahui apakah mobil
atau tidak, kenyal atau keras,dll.
2. Mammografi
Adalah proses penyinaran dengan sinar x terhadap payudara.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit pada payudara
yang tidak diketahui gejalanya (asimptomatik).
3. Duktografi
Adalah pencritaan mammografi, yang dapat memperlihatkan saluran
air susu yang ada, dalam mendiagnosis penyebab keluarnya cairan atau
kotoran dari puting
4. Biopsi
Merupakan tindakan untuk mengambil contoh jaringan payudara dan
dilihat di bawah lensa mikroskop, guna mengetahui adakah sel kanker .
Biopsi terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
a. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC)
Pada FNAC akan diambil sel dari fibroadenoma dengan
menggunakan penghisap berupa sebuah jarum yang dimasukkan pada
suntikan. Dari alat tersebut kita dapat memperoleh sel yang terdapat
pada fibroadenoma, lalu hasil pengambilan tersebut dikirim ke
laboratorium patologi untuk diperiksa di bawah. Mikroskop tumor
tersebut tampak seperti berikut :
1) Tampak jaringan tumor yang berasal dari mesenkim (jaringan ikat
fibrosa) dan berasal dari epitel (epitel kelenjar) yang berbentuk
lobus-lobus
2) Lobuli terdiri atas jaringan ikat kolagen dan saluran kelenjar yang
berbentuk bular (perikanalikuler) atau bercabang (intrakanalikuler)
3) Saluran tersebut dibatasi sel-sel yang berbentuk kuboid atau
kolumnar pendek uniform
b. Core needle biopsy ( biopsi jarum inti )
Prosedur yang digunakan untuk mengambil jaringan yang kecil
dari area yang tidak normal pada payudar dengan menggunakan jarum
yang sedikit lebih besar.
c. Biopsy stereotaktis
Biopsy jenis ini menggunakan sinar x dan computer untuk
melihat gambar. Tekhnik ini dapat menemukan benjolan yang tidak
teraba, namun terlihat saat pemeriksaan mammogram.
d. Biopsy terbuka atau pembedahan
Pembedahan dilakukan untuk mengeluarkan bagian dari
benjolan kemudian dilihat dengan mikroskop.
5. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Pemeriksaan yang direkomendasikan pada wanita yang memiliki resiko.
6. USG payudara
Dikenal dengan beast ultrasound, digunakan untuk mengevaluasi
adanya ketidaknormalan pada payudara yang telah ditemukan pada hasil
pemeriksaan mammografi.
h. Tatalaksana26
Pada sebagian besar kasus, fibroadenoma tidak memerlukan pengobatan
karena dapat menyusut dan menghilang seiring berjalannya waktu, tetapi jika
ukurannya terlalu besar dan menekan jaringan payudara disebelahnya perlu
dikeluarkan dengan operasi.
Dokter memutuskan untuk melakukan operasi jika fibroadenoma masif dan
terus bertambah besar. Indikasi untuk intervensi bedah yaitu jika pertumbuhan
cepat, ukuran lebih besar dari 2 cm, dan permintaan pasien.
Ada 2 prosedur bedah yang digunakan untuk mengangkat fibroadenoma:
a. Lumpektomi atau biopsi eksisi: Dalam prosedur ini, ahli bedah mengangkat
fibroadenoma dan mengirimkannya ke laboratorium untuk evaluasi lebih
lanjut.
b. Cryoablation: Ahli bedah menggunakan cryoprobe untuk membekukan dan
menghancurkan struktur sel fibroadenoma. Biopsi jarum inti harus
dilakukan sebelum cryoablasi untuk mengkonfirmasi fibroadenoma.
2.6 Tumor phyllodes
a. Definisi
Merupakan neoplasma jinak yang bersifat menyusup secara local dan mungkin
ganas, pertumbuhannya lebih cepat.32
b. Epidemiologi
Tumor phyllodes terjadi terutama pada wanita paruh baya (usia rata-rata saat
muncul, 40 hingga 50 tahun) sekitar 15 hingga 20 tahun lebih lambat daripada
fibroadenoma.3 Tumor phyllodes terjadi terutama pada wanita, meskipun ada
laporan beberapa kasus pada pria. Analisis data dari registri data Surveillance,
Epidemiology, dan End Results Program (SIER) dari 2000 hingga 2004
melaporkan bahwa 500 wanita didiagnosis menderita tumor phyllodes ganas di AS
setiap tahun.34
c. Etiologi35
Etiologi dari tumor filodes sampai sekarang masih belum jelas apakah
berasal dari fibroadenoma yang sudah ada sebelumnya atau de novo. Beberapa
penelitian sebelumnya menduga tumor ini berasal dari stroma intralobular dan
periduktal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kujiper (2002) menganalisis
adanya progresi pada tumor fibropitelial payudara yaitu fibroadenoma dan tumor
filodes berdasarkan PCR based clonality assay, dan didapatkan model progresi
pada tumor fibroepitelial. Pada penelitian ini, sel epitelial pada fibroadenoma dapat
berubah menjadi hiperplasia dan carcinoma in situ dengan ditemukannya
monklonaliti pada sel epitelial, perubahan klonaliti pada sel stroma mengarah ke
bentuk tumor filodes yang bersifat jinak dan progresi perubahan menjadi
monoklonal pada sel epitelial maupun stromal pada borderline dan malignant.
Menurut beberapa penelitian ditemukan adanya mutasi tumor supresor
gen
 p53 pada tumor filodes. Stromal imunoreaktiviti p53 terbukti meningkat
pada tumor filodes ganas sehingga dapat digunakan untuk membedakan dengan
fibroadenoma.5 Menurut penelitian Sawyer EJ dkk didapat hasil bahwa
overekspresi cmyc b. dapat memicu proliferasi stroma pada tumor filodes ganas
sedangkan overekspresi c-kit menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan
tumor ini, tetapi tidak ada
satupun kesepakatan pemeriksaan protein yang dapat dijadikan dasar utama
pada patogenesis tumor filodes. Sel-sel stroma dianggap merupakan elemen
neoplastik pada tumor filodes, walaupun dapat ditemukan adanya hiperplasia
epitel, bahkan pernah dilaporkan disertai dengan lobular carcinoma insitu dan
infiltrating ductal carcinoma.
d. Manifestasi klinis36,37
Manifestasi klinis tumor phyllodes umumnya unilateral, tunggal, tidak
nyeri, dengan benjolan yang dapat teraba. Tumor tibatiba muncul dan terus
membesar, atau berupa benjolan yang awalnya menetap lalu bertambah besar
dalam beberapa bulan terakhir. Pada pemeriksaan fisik payudara, tumor phyllodes
berupa benjolan lunak dan bulat, mirip fibroadenoma, namun berukuran besar (>2-
3 cm). Tumor dapat terlihat jelas jika cepat membesar. Pembesaran cepat tidak
selalu mengindikasikan sifat ganas. Terlihat mengilat dengan permukaan kulit
seperti teregang disertai pelebaran vena permukaan kulit. Pada kasus-kasus yang
tidak tertangani baik, dapat terjadi luka borok kulit akibat iskemi jaringan.
Walaupun perubahan kulit seperti layaknya pada tumor payudara selalu
menunjukkan tanda-tanda keganasan (lesi T4), namun tidak pada tumor phyllodes;
borok pada kulit dapat terjadi pada jenis lesi jinak, borderline ataupun ganas.
Retraksi puting tidak umum terjadi. Ulserasi mengindikasikan nekrosis jaringan
akibat penekanan tumor yang besar. Metastasis dapat ditemukan bersamaan atau
hingga 12 tahun kemudian. Metastasis dapat menyebar secara hematogen, ke
paruparu (66%), tulang (28%), otak (9%) dan lebih jarang ke hati dan jantung.
Dapat disertai pembesaran limfonodi regional, walaupun tanpa sel tumor. Tidak
banyak literatur yang melaporkan metastasis limfonodi. Treves hanya melaporkan
1 kasus metastasis ke limfonodi aksila dari 33 kasus; dari 94 pasien yang diteliti
Norris dan Taylor, pasien mengalami pembesaran limfonodi, namun hanya 1 kasus
yang terbukti secara histologi mengalami metastasis. Reinfus menemukan 11 kasus
pembesaran limfonodi dari 55 kasus, namun hanya 1 kasus yang menunjukkan
metastasis. Minkowitz juga melaporkan satu kasus dengan metastasis kelenjar
aksila. Mamografi abnormal dijumpai pada 75% kasus, sering menyerupai
gambaran fibroadenoma. Ultrasonografi menunjukkan massa homogen solid
disertai internal echo dan berdinding tipis.
e. Patofisiologi38
Tidak seperti karsinoma payudara, tumor phyllodes mulai di luar lobulus, dan
duktus, di jaringan ikat payudara, yang disebut stroma, yang mencakup ligamen
dan jaringan lemak yang mengelilingi lobulus, saluran, getah bening, dan
pembuluh darah di payudara. Selain sel epitel dari saluran dan lobulus, tumor
phyllodes juga dapat mengandung sel stroma. Telah ada laporan perkembangan
fibroadenoma ke tumor phyllodes.
Studi baru-baru ini berfokus pada pendefinisian klasifikasi molekuler tumor
phyllodes. Studi hibridisasi genomik komparatif menunjukkan ketidakseimbangan
kromosom berulang, termasuk + 1q, −6q, −13q, −9p, −10p, dan + 5p. Meskipun
saat ini tidak ada kelainan kromosom yang ditemukan spesifik untuk tumor
phyllodes, beberapa penulis melaporkan bahwa tumor phyllodes grade dan derajat
tinggi (borderline / ganas) memisahkan dalam dua kelompok genetik berdasarkan
perubahan genom, dengan tumor phyllodes bermutu tinggi secara konsisten
menunjukkan Tumor 1q dan 13q kehilangan dan tumor phyllodes tingkat rendah
menunjukkan sedikit atau tidak ada perubahan. Data awal dari hibridisasi genomik
array komparatif (CGH) menunjukkan penghapusan interstitial 9p21 yang
melibatkan lokus CDKN2A dan penghapusan 9p pada tumor ganas dan beberapa
phyllodes borderline.
f. Faktor risiko
Trauma, laktasi, kehamilan, dan peningkatan aktivitas estrogen kadang telah
terlibat sebagai faktor yang merangsang pertumbuhan tumor. 39
g. Diagnosis40
1. Presentasi klinis
Sebagian besar tumor muncul pada wanita berusia antara 35 dan 55 tahun
(sekitar 20 tahun lebih lambat dari fibroadenoma, lebih banyak ditemukan
pada populasi kulit putih Amerika dan populasi Asia. Beberapa kasus telah
dilaporkan pada pria dan ini selalu dikaitkan dengan kehadiran
ginekomastia. Biasanya muncul sebagai benjolan payudara yang tumbuh
cepat tetapi tidak berbahaya secara klinis. Pada beberapa pasien lesi
mungkin telah terlihat selama beberapa tahun, dengan presentasi klinis
diendapkan oleh peningkatan ukuran yang tiba-tiba.
a. Kulit di atas tumor besar mungkin memiliki pembuluh darah melebar
dan perubahan warna biru tetapi jarang terjadi pencabutan puting.
b. Fiksasi pada kulit dan otot pectoralis telah dilaporkan, tetapi ulserasi
jarang terjadi.
c. Lebih umum ditemukan di kuadran luar atas dengan kecenderungan
yang sama terjadi pada kedua payudara.
d. Jarang presentasi mungkin bilateral.
e. Ukuran rata-rata tumor phyllodes adalah sekitar 4 cm. 20% tumor
tumbuh lebih besar dari 10 cm (tumor phyllodes raksasa). Tumor ini
dapat mencapai ukuran hingga 40 cm

Gambar 8. Presentasi Klinis Tumor Phyllodes40


f. Proporsi yang signifikan dari pasien memiliki riwayat fibroadenoma
dan pada sebagian kecil ini memiliki beberapa.
g. Limfadenopati aksila teraba dapat diidentifikasi hingga 10–15% dari
pasien tetapi <1% memiliki nodus positif patologis.

2. Investigasi Radiologis
Mamografi dan ultrasonografi merupakan andalan pencitraan rutin
benjolan payudara. Wurdinger et al menunjukkan bahwa bentuk bundar
atau berlobus, batas yang terdefinisi dengan baik, struktur internal yang
heterogen, dan septasi internal yang tidak meningkat merupakan temuan
yang lebih umum pada tumor phyllodes daripada pada fibroadenoma.
a. Ultrasonografi
Bentuk lobulated (dalam beberapa kasus bulat atau oval) dibatasi
dengan baik dengan margin halus, tepi echogenik, dan gema internal
homogen tingkat rendah. Celah berisi cairan dalam massa yang
didominasi padat (sangat menunjukkan tumor phyllodes) dengan
transmisi menyeluruh yang baik dan kurangnya mikrokalsifikasi
terlihat.
b. Ultrasonografi Doppler Warna
Fitur yang menunjukkan perilaku ganas adalah ditandai
hypoechogenisitas, bayangan akustik posterior, margin tumor tidak
jelas. nilai RI yang lebih tinggi (indeks resistensi), peningkatan PI
(indeks pulsasi), peningkatan Vmax (kecepatan aliran puncak sistolik).
c. Mamografi

Gambar 9. Ini menunjukkan massa oval atau lobular yang dibatasi


dengan baik dengan batas bulat. Halo radiolusen dapat terlihat di sekitar
lesi karena kompresi di sekitarnya. Kalsifikasi kasar (tetapi jarang
terjadi mikrokalsifikasi ganas).40
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Fitur-fitur berikut terutama ditemukan pada tumor phyllodes pada MRI:
bentuk bulat atau berlobus dan margin yang jelas, struktur internal
heterogen / septations nonenhancing, menunjukkan sinyal hypointense
pada gambar T1-weighted, menunjukkan sinyal hyper / isointense pada
gambar T2, pola peningkatan kontras.
1) lesi jinak: peningkatan awal yang lambat dengan fase tertunda
persisten;
2) lesi ganas: peningkatan awal yang cepat dengan fag dataran tinggi,
peningkatan awal yang cepat dengan fenomena wash-out.
3. Penilaian Patologis / Histologis
Karena kedua tumor phyllodes dan fibroadenoma termasuk dalam
spektrum lesi fibroepithelial, diagnosis sitologis akurat tumor phyllodes
dengan aspirasi jarum halus bisa menjadi sulit. Secara sitologis, seringkali
lebih mudah untuk membedakan tumor phyllodes jinak dan ganas daripada
memisahkan tumor phyllodes jinak dari fibroadenoma. Dalam pengaturan
klinis yang benar, adanya elemen epitel dan stroma dalam apusan sitologis
mendukung diagnosis. Namun, sel-sel epitel mungkin tidak ada dari
spesimen yang diambil dari lesi ganas. Kehadiran sel-sel stroma kohesif
(fragmen phyllodes), sel-sel mesenchymal terisolasi, kelompok sel-sel
saluran hiperplastik, sel-sel raksasa benda asing, pembuluh darah melintasi
fragmen stroma, dan nukleus bipolar telanjang dan tidak adanya metaplasia
apokrin sangat menunjukkan adanya tumor phyllodes. . Namun, nilai
FNAC dalam diagnosis tumor phyllodes masih kontroversial, dengan
akurasi keseluruhan sekitar 63%. Biopsi jaringan inti adalah alternatif yang
menarik untuk FNAC karena informasi arsitektur tambahan yang
disediakan oleh histologi dibandingkan dengan sitologi.
a) Penampilan Makroskopis
Secara makro, sebagian besar tumor kecil memiliki konsistensi putih
seragam dengan permukaan berlobulasi, mirip dengan fibroadenoma.
Tumor besar pada bagian yang dipotong sering memiliki konsistensi
"gemuk" merah atau abu-abu dengan area fibrogelatinous, hemoragik,
dan nekrotik dengan daun seperti tonjolan ke ruang kistik.
b) Penampilan mikroskopis

Gambar 10. Gambaran mikroskopis40


c) Sitologi Aspirasi Jarum Halus.
Diagnosis sitologis tumor phyllodes terutama disarankan oleh
adanya stroma hypercellular dan elemen stroma pada apusan lebih banyak
daripada yang epitel.
Banyak penulis menganggap bahwa aspek-aspek berikut juga harus
dipertimbangkan dalam kasus diagnosis sitologis tumor phyllodes: adanya
fragmen stroma hiperselular; komposisi seluler dari fragmen stroma;
jumlah inti telanjang di latar belakang noda; morfologi inti telanjang
(terutama yang bipolar).
h. Tatalaksana
Penatalasanaan tumor phyllodes dapat dilakukan kksisi lokal pada jaringan
tumor dengan free margin 1cm atau lebih.41
2.7 Lympedema
a. Definisi
Limfedema adalah kelainan kronis dan progresif akibat gangguan fungsi
sistem limfatik. Di negara maju, lymphedema ekstremitas atas terutama akibat dari
operasi kanker payudara di mana diseksi kelenjar getah bening dan radiasi
mengubah aliran limfatik ekstremitas atas.42
b. Etiologi43
Limfedema primer adalah kondisi bawaan atau bawaan yang menyebabkan
malformasi sistem limfatik, paling sering karena mutasi genetik. Limfedema
primer dapat dibagi lagi menjadi 3 kategori: 1) limfedema kongenital, ada saat
lahir, atau dikenali dalam dua tahun setelah kelahiran; 2) lymphedema praecox,
terjadi pada masa pubertas atau awal dekade ketiga; atau 3) lymphedema tarda,
yang dimulai setelah usia 35 tahun.
Limfedema sekunder terjadi akibat penghinaan, cedera, atau obstruksi pada
sistem limfatik. Sementara penyebab paling umum dari lymphedema di seluruh
dunia adalah filariasis yang disebabkan oleh infeksi oleh Wuchereria bancrofti, di
negara-negara maju, sebagian besar kasus lymphedema sekunder disebabkan oleh
keganasan atau terkait dengan pengobatan keganasan. Ini termasuk eksisi bedah
kelenjar getah bening, perawatan radiasi lokal, atau terapi medis. Kanker payudara
adalah kanker paling umum yang terkait dengan limfedema sekunder di negara
maju.
c. Patofisiologi 44, 45
Patofisiologi lymphedema melibatkan dua proses, ketidakseimbangan produksi
dan pengeluaran limfa, serta kerusakan jaringan.
1. Ketidakseimbangan antara Produksi dan Pengeluaran Limfa
Ketidakseimbangan antara produksi limfa dan pengeluarannya menjadi
proses yang sangat penting pada patogenesis dan patofisiologi
lymphedema. Lymphedema muncul akibat kegagalan pengeluaran limfa
akibat gagalnya transpor limfatik. Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan
kongenital, destruksi anatomi akibat tumor, operasi, dan radioterapi, serta
defisiensi fungsional. Edema muncul sebagai manifestasi klinis dari
kegagalan transpor tersebut. Edema pitting disebabkan oleh terkumpulnya
cairan di ruang interstisial.
2. Kerusakan Jaringan
Kerusakan jaringan pada lymphedema disebabkan oleh inflamasi
kronis yang dimediasi monosit, makrofag, limfosit, dan sel dendritik,
kurangnya tekanan oksigen akibat cairan yang penuh protein, serta
proliferasi jaringan stroma dan parenkim dengan peningkatan
penyimpanan substansi pada matriks ekstraseluler. Selain itu, kerusakan
yang terus menerus dapat menyebabkan kegagalan kapasitas transport
limfatik. Hal ini lama-kelamaan akan menyebabkan penebalan jaringan
kutan serta hiperselularitas, fibrosis, dan peningkatan jaringan adiposa
subfascial dan jaringan subkutan yang patologis.
Hal ini menyebabkan limfangitis serta kerusakan kulit pada pasien
lymphedema. Edema yang terjadi juga berubah dari edema pitting menjadi
non-pitting. Hal ini menandakan bahwa lymphedema sudah berada di
stadium akhir.
2.8 Pemeriksaan SADARI
Periksa payudara sendiri dapat dilakukan dengan cara berdiri (menghadap
cermin), berbaring dengan meletakkan bantal dibawah punggung dan pada saat
mandi. Adapun teknik periksa payudara sendiri yaitu:
a. Langkah 1
Dimulai dengan melihat payudara di cermin dengan posisi pundak tegap dan
kedua tangan di pinggang, dengan melihat :
1. Payudara, dari ukuran, bentuk, dan warna yang biasa diketahui.
2. Payudara dengan bentuk sempurna tanpa perubahan bentuk dan
pembengkakan.
Jika terlihat perubahan seperti berikut ini, segera ke dokteruntuk berkonsultasi
1. Kulit mengkerut, terjadi lipatan, ada tonjolan.
2. Puting berubah posisi biasanya seperti tertarik ke dalam.
3. Kemerahan, nyeri, ruam-ruam, atau bengkak.
b. Langkah 2
Mengangkat kedua tangan dan mengamati jika ada perubahan-perubahanyang
telahdisebut pada langkah pertama.
c. Langkah 3
Saat bercermin, cermati apakah ada cairan yang keluar darikedua putting (baik
itu cairanbening, seperti susu, berwarna kuning,atau bercampur darah).
d. Langkah 4
Berikutnya, merasakan payudara dengan cara berbaring denganmenggunakan
tangankanan untuk merasakan payudara kiri, begitu sebaliknya. Gunakan
pijatan pelan namunmantap (tapi bukan keras)dengan tiga ujung jari, yaitu jari
telunjuk, tengah, dan jari manis.Jaga posisi ujung jari datar terhadap
permukaan payudara. Gunakangerakan memutar, sekali putaran mencakup
seperempat bagianpayudara.
Pijat seluruh payudara dari atas sampai ke bawah, kiri, kanan,dan dari tulang
pundak sampai bagian atas perut serta dari ketiaksampai belahan payudara.
Untuk memastikan seluruh payudara telah dipijat , lakukan halsebagai berikut
:
1. Buatlah pola memutar, mulai dari putting, buat gerakan memutarsemakin
lama semakin besar sampai mencapai bagian tepipayudara.
2. Buatlah gerak naik turun. Gerakan ini bagi sebagian besarwanita dianggap
lebih efektif. Pastikan merasakan seluruhjaringan payudara dari depan
(puting) sampai bagian belakang.
Gunakan pijatan ringan untuk kulit dan jaringan tepat di bawahkulit,
pijatan sedang untuk bagian tengah payudara, dan pijatankuat untuk
jaringan bagian dalam. Saat mencapai jaringanbagian dalam, usahakan
agar dapat merasakan tulang iga.
e. Langkah 5
Terakhir, rasakan payudara saat berdiri atau duduk, atau saatmandi karena bagi
sebagian wanita, mereka merasa lebih mudahmemijat saat kulit payudara
dalam keadaan basah dan licin. Lakukandengan gerakan yang sama seperti
dijelaskan dalam langkah 4.
2.9 Patofisiologi lymphedema terkait ca mammae
Lymphedema disebabkan oleh gangguan pada sistim limfatik akibat
pengangkatan kelenjar getah bening pada operasi kanker payudara, menyebabkan
pasien beresiko mengalami pembengkakan pada lengan yang terkena. Lymphedema
adalah pembengkakan yang disebabkan oleh gangguan pengaliran getah bening
kembali ke dalam darah. Penelitian tentang lymphedema menunjukkan bahwa pasien
kanker payudara kemungkinan akan beresiko mengalami lymphedema dalam dua
hingga tiga tahun pasca operasi, namun dapat juga terjadi beberapa bulan segera
setelah operasi, beberapa minggu setelah operasi, dalam beberapa bulan, setelah
beberapa tahun atau bahkan selama 20 tahun setelah operasi masih mungkin terjadi
untuk semua pasien dengan pengangkatan kelenjar getah bening aksila.47
2.10 Studi kasus
a. Hubungan riwayat keluarga dengan kasus 48
Faktor genetik merupakan faktor penting.Dalam catatan penderita kanker
payudara, ditemukan pasien kanker payudara akibat kelainan genetik sebesar 5-10
pasien.Untuk itu, penting bagi kaum wanita untuk mengenali riwayat keluarga
yang terkena kanker dan memetakannya dalam bentuk silsilah (pedigree). Seorang
ibu yang terkena kanker payudara dapat menurunkan potensi kanker kepada
keturunan berikutnya(anak atau cucunya).
Telah ditemukan 2 variasi gen yang tampaknya berperan dalam terjadinya
kanker payudara, yaitu BRCA1 dan BRCA2. Jika seorang wanita memiliki salah
satu dari gen tersebut, resiko memungkinkan menderita kanker payudara sangat
besar. Gen lainnya yang juga diduga berperan dalam terjadinya kanker payudara
adalah p53, BARD1, BRCA3 dan Noey2p kenyataan ini menimbulkan dugaan
bahwa kanker payudara disebabkan oleh pertumbuhan sel mengalami kerusakan.
BRCA1 dan BRCA2: Penyebab paling umum dari kanker payudara
herediter adalah mutasi yang diwariskan dalam gen BRCA1 dan BRCA2.Pada sel
normal, gen ini membantu mencegah kanker dengan membuat protein yang
menjaga sel-sel tumbuh abnormal. Jika telah mewarisi salinan mutasi gen baik dari
orang tua, seseorang akan memiliki risiko tinggi terkena kanker payudara selama
hidupnya.
b. Hubungan pembesaran KGB di aksila kanan dengan kasus49
Status kelenjar getah bening aksila adalah salah satu faktor terpenting
yang mempengaruhi prognosis keseluruhan dan pengambilan keputusan
pengobatan untuk kanker payudara. Diseksi kelenjar getah bening aksila lengkap
(ALND), atau pengangkatan kelenjar aksila level I dan II adalah pendekatan bedah
standar untuk kanker payudara invasif sampai saat ini. Sekarang operasi ini
dicadangkan untuk pasien dengan kelenjar getah bening positif secara klinis
dikonfirmasi pada biopsi jarum pada evaluasi awal, atau ketika aksila negatif
secara klinis dievaluasi dengan USG, ditemukan memiliki simpul yang
mencurigakan dan ini dikonfirmasi oleh biopsi jarum. Pada pasien dengan aksila
yang secara klinis dan radiologis negatif, biopsi kelenjar getah bening sentinel
(SLN) dapat dilakukan dengan aman pada saat mastektomi atau lumpektomi,
sehingga pasien tidak merasakan morbiditas yang terkait dengan ALND.
c. Hubungan menarche dini (menstruasi sejak 11 tahun) dengan kasus 50
Menarche yang datang secara dini (<12 tahun) meningkatkan resiko kanker
payudara pada wanita karena semakin lama wanita tersebut terpapar dengan
hormon reproduktif dari tubuhnya . Estrogen dapat memicu pertumbuhan sel pada
bagian tubuh tertentu secara tidak normal. Hormon estrogen dapat berfungsi
sebagai promotor bagi kanker tertentu seperti kanker payudara. Karena kadar
estrogen tinggi pada wanitayang mengalami haid maka resiko terbentuknya kanker
payudara meningkat pada wanita yang mendapat haid lebih awal dan mencapai
menopause lambat
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Wanita 42 tahun diduga mengalami Ca Mammae dan diperlukan pemeriksaan
penunjang
DAFTAR PUSTAKA

1. Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9.
Singapura: Elsevier Saunders; 2015
2. Adjisuwandono. Introducing Neoplasma. 2010. Diakses tanggal 7 Mei 2020.
3. Sinha T. Tumors: Benign and Malignant. CTOIJ [Internet]. 1 Mei 2018 [dikutip 7 Mei
2020];10(3). Tersedia pada:
https://juniperpublishers.com/ctoij/CTOIJ.MS.ID.555790.php
4. Desen. Buku ajar onkologi medik. Edisi 2. Jakarta : Balai penerbit FKUI; 2008
5. Tjahdadi, V. Kanker Payudara. Jakarta: Penebar Swadaya. 2008.
6. NCI. Tumor Grade Fact Sheet. National Cancer Institute U.S Department of Health
and Human Services. 2013. https://www.cancer.gov/aboutcancer/diagnosis-
staging/prognosis/tumor-grade-fact-sheet
7. Tortora, Gerard J and Bryan Derrickson. Pinciples of Anatomy & Physiology 13th
Edition. USA: John Wiley & Sons Inc. 2012.
8. Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas Ed.12. Jakarta : EGC; 2011.
9. Soetrisno E, 2010. Payudara. Dalam: Nasar IM, Himawan S, Marwoto W. Buku ajar
patologi II. Edisi ke–1. Jakarta: Sagung Seto. hlm. 156–78.
10. Sabiston, David C, 2011. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC. hlm. 322–47.
11. Sjamsuhidajat & de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC. 2010.
12. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Payudara. Jakarta : Kemenkes.
13. Arafah, A., Basuki, H. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu Rumah Tangga
Melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). Surabaya: The Indonesian
Journal of Public Health; 2017: 12(2): 143-153.
14. Alkabban FM, Ferguson T. Cancer, Breast. [Updated 2019 Jun 4]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482286/
15. Ghoncheh, M, et al. Epidemiology, Incidence, and Mortality of Breast Cancer in Asia.
Iran : Asian Pacific Journal of Cancer Prevention; 2016: Vol 17: 47-52.
16. Humaera, R., Mustofa, S. Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Mammae
Stadium 2. Lampung : J Medula Unila; 2017: 7(2): 103-107.
17. A, maxine et al. current medical diagnosis & treatment. 54th ed. New York; 2015.
18. Kumar, Vinay, Abul K Abbas and Jon C Aster. Robbins Basic Pathologic 10 th Edition.
USA: Elsevier. 2018.
19. Arafah, Alvita B. R. dan Hari Basuki N. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Ibu Rumah Tangga Melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). The
Indonesian Journal of Public Health. 2017. Vol. 12(2): 143-153.
20. Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.
Jakarta:Erlangga.
21. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W. Prasetyono TOH, Rudiman R, penyunting. Buku
ajar ilmu bedah Sjamsuh idajat-dejong. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit EGC: 2010.
22. WHO Regional Office for the Eastern Mediterranean (EMRO). Guidelines for
management of breast cancer. Kairo: EMRO Technical Publications Series: 2006.
23. Edge SB. Byrd DR. Compton CC. Fritz AG. Greene FL. Trotti A, penyunting. Breast.
Dalam: AJCC cancer staging manual.Edisi ke-7. New York: Springer: 2010. h.34 7 -
76.
24. Kementrian Kesehatan RI. Panduan nasional penanganan kanker payudara.
Jakarta:Komite penanggulangan kanker nasional; 2015.
25. Haryono SJ, Sukasah C, Swantari N. 2011. Payudara. Dalam: Sjamsuhidayat R,. De
jong WD. Buku ajar ilmu bedah Edisi ke-3. Jakarta: EGC.
26. Ajmal M, Van Fossen K. Breast Fibroadenoma. [Updated 2019 Nov 11]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535345/
27. Breast Cancer Care. Fibroadenoma, London: 2010. ,Cited: 20 Juli 2014. Available at:
http://www.breastcancercare.org.uk/upload/pdf/fibroadenoma_web l.pdf
28. Fadjari, H.Pendekatan Diagnosis Benjolan di Payudara: 2012 CDK-192; 39(4) : 308-
10.
29. Alini dan Lise Widya. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kejadian Fibroadenoma
Mammae (FAM) pada Pasien Wanita yang Berkunjung di Poliklinik Spesialis Bedah
Umum RSUD Bengkalis. Jurnal NERS. 2018. Vol. 2(1): 1-10.
30. Bidgoli SA, Ahmadi R, Zafarhei MD. Role of hormonal and environmental factors on
early incidence of breast cancer in Iran. Sci Total Environ, 2010. 408: 4056–61.
31. Pamungkas, Z. 2011, Deteksi Dini Kanker Payudara, Ed. 1, Buku Biru, Yogyakarta.
32. Suyatno. Peran Pembedahan Pada Tumor Jinak Payudara. Majalah Kedokteran
Andalas. 2015; Vol. 38, No. Supl. 1.
33. Jing P, Wei B, Yang X. Phyllodes tumor of the breast with nipple discharge: A case
report. Medicine (Baltimore). 2018 Dec;97(52):e13767.
34. Adesoye T, Neuman HB, Wilke LG, Schumacher JR, Steiman J, Greenberg CC.
Current Trends in the Management of Phyllodes Tumors of the Breast. Ann. Surg.
Oncol. 2016 Oct;23(10):3199-205.
35. Kuijper A BH, Simon R, Schaefer K, Croonen A, Boecker W. Analysis of the
progression of fibroepithelial tumours of the breast by PCR-based clonality assay. J
Pathol 2002;197:6
36. Flynn LW, Borgen PI. Phyllodes tumor: About this rare cancer. Community Oncology.
2006;3:46-8.
37. Calhoun KE, et al. Phyllodes tumors. In: Harris JR, Lippman ME, Morrow M, Osborne
CK, editors. Diseases of the breast. 4th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2009. p.
781-92.
38. Limaiem, Faten. Cancer, Phyllodes Tumor Of The Breast. NCBI;2019
39. Mishra, S. P., Tiwary, S. K., Mishra, M., & Khanna, A. K. (2013). Phyllodes tumor of
breast: a review article. ISRN surgery, 2013, 361469.
https://doi.org/10.1155/2013/361469
40. Mishra, S. P., Tiwary, S. K., Mishra, M., & Khanna, A. K. Phyllodes tumor of breast:
a review article. ISRN surgery, 2013.
41. Telli, Melinda L et al. Phyllodes Tumors of the Breast: Natural History, Diagnosis,
and Treatment. Journal of the National Comprehensive Cancer Network. 2007;
5(3):324-330
42. Kayiran O, Cruz CDL, Tane K, Saron A. Lymhedema : From diagnosis to trearment.
Turkish Journal of Surgery. 2017; 33(2) : 51-57
43. Bryan C. Sleigh. Lymphedema. NCBI: statpearls ; 2019
44. International Society of Lymphology. The diagnosis and treatment of peripheral
lymphedema: 2016 consensus document of the International Society of Lymphology.
Lymphology. 2016 Dec;49(4):170-84.
45. Saito Y, Nakagami H, Kaneda Y, Morishita R. Lymphedema and therapeutic
lymphangiogenesis. BioMed research international. 2013;2013.
46. Smeltzer, Bare. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC, 2002.
47. Ridner, S. Pretreatment lymphedema education and identified educational resources in
breast cancer patients. Patient Educational and Conselling. 61(1) : 72-79. 2006.
48. Isnaini, Nurul dan Elpiana. Hubungan Usia, Usia Menarche dan Riwayat Keluarga
dengan Kejadian Kanker Payudara di Rumah Sakit Umum Daerah DR. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. Jurnal Kebidanan. 2017. Vol. 3(2): 103-109.
49. Shah, R., Rosso, K., & Nathanson, S. D. Pathogenesis, prevention, diagnosis and treatment of
breast cancer. World journal of clinical oncology, 2014. 5(3), 283–298.
50. American Cancer Society (ACS). Breast Cancer: Fact and Figure. Jurnal Bio Medical
Central Vol. 6 Januari 2011.

Anda mungkin juga menyukai