Anda di halaman 1dari 9

JAWABAN DK P3 KV

1.c. epidemiologi CHF

Menurut data WHO tahun 2008 dilaporkan bahwa sekitar lebih dari 6 juta jiwa penduduk
di Amerika teridentifikasi penyakit Congestive Heart Failure (CHF) dan diperkirakan lebih dari
15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya diseluruh dunia. Insiden penyakit ini meningkat
sesuai dengan usia, berkisar kurang dari l % pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia
50-70 tahun dan 10% pada usia 70 tahun ke atas. Penyakit gagal jantung sangatlah buruk jika
penyebab yang mendasarinya tidak segera ditangani dikarenakan hampir 50% penderita gagal
jantung meninggal dalam kurun waktu 4 tahun dan 50% penderita stadium akhir meninggal
dalam kurun waktu 1 tahun. Prosentase penyebab gagal jantung terbanyak adalah ischemic heart
disease (65%), penyakit jantung hipertensif (10%), penyakit katup jantung dan murmur (10%),
kardiomiopati (10%), miokarditis (2%), serta efusi/ konstriksi perikard (1%).

Corwin, Elizabeth J. Patofisiologi Buku Saku. Jakarta : EGC; 2009.

1.g. patofisiologi CHF

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh
melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu
memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon
hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa
penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan
tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung
menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume
darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung.
Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergic.

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan
kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban
berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung
intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak
tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung
akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem
renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan
tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang
mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu
akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi,
peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah
beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel
menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan
volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum
Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit 11 koroner) selanjutnya bisa
menyebabkan gangguan kontraktilitas.20 Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan
terjadinya disfungsi ventrikel.14 Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah,
embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter.24 Disamping itu
keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah
ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan
sistem konduksi kelistrikan jantung.4,10 Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan
penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak,
karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.11 WHO menyebutkan
kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti
penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan
keadaan yang telah disebutkan diatas.

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas


jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah
jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah
fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung,
bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus 12 menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.

Dapus : Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005.

1.k. edukasi CHF

1. Kenali gejala
Ketika didapati serangan jantung/sesak dirumah dapat dinilai dengan hal berikut :
a. Frekuensi (seberapa sering)
b. Intensitas
c. Kejadian serangan jantung
d. Durasi
e. Pola serangan (setelah aktivitas/pagi hari/malam hari)
2. Manajemen cairan dan garam
a. Batasi minum 4 gelas sehari
b. Monitor berat badan setiap hari (jika berat badan bertambah > 2kg/3kg segera laporkan
ke petugas medis)
c. Kurangi konsumsi garam
3. Manajemen nutrisi dan berat badan
4. Aktivitas fisik
a. Lakukan aktivitas fisik seperlunya secara bertahap dan jangan memaksakan melakukan
aktivitas fisik.
b. Secara rutin melakukan aktivitas fisik 20 menit 3 kali seminggu.
5. Meningkatkan perawatan diri
a. Rutin kontrol ke dokter sesuai dengan jadwal
b. Berkomunikasi dengan pasien-paasien sesame penderita jantung dan saling mendukung
dalam kesemuhan
c. Mendapatkan dukungan keluarga
6. Imunisasi
Disarankann untuk melakukan imunisasi influenza dan imunisasi pneumonia agar terhindar
dari penyakit yang dapat memperberat kinerja jantung
7. Perjalanan
Penderita gagal jantung diperolehkan berpergian dengan syarat :
a. Membawa obat-obatan yang diberikan dokter dengan menambah jumlah obat sesuai hari
kepergian
b. Jika memungkinkan bawa hasil rekam jantung terbaru terutama perjalanan dengan
pesawat, kapal atau kereta api
c. Membawa pendamping saat berpergian

Dapus : devina Y. petunjuk perawatan diri penderita penyakit jantung. Rumah Sakit Islam
Sultan Agung.

2.h. Diagnosis Cor pulmonal

Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi
pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Untuk menegakkan diagnosis kor
pulmonal secara pasti maka dilakukan prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang secara tepat. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan
data-data yang mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun
fungsional. Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti dengan hanya
pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan penunjang.

Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang mendasari dan
jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak nafas waktu beraktifitas, nafas
yang berbunyi, mudah lelah. Pada awalnya, pasien tidak menunjukkan gejala spesifik, namun
biasanya pasien tampak dispnea dan mengalami kelelahan yang berkaitan dengan aktivitas fisik
karena gangguan paru yang mendasarinya. Seiring dengan peningkatan tekanan ventrikel kanan,
pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan left parasternal systolic lift, suara P2 yang mengeras,
ventrikel kanan dapat teraba di parasternal kanan. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal
dan triskuspid dan terabanya ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah
terjadi fase dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat ditemukan
murmur akibat insufisiensi trikuspid. Dilatasi vena jugularis, hepatomegali, splenomegali, asites
dan efusi pleura merupakan tanda-tanda terjadinya overload pada ventrikel kanan.
Manifestasi klinis kor pulmonal tidak spesifik, terutama pada tahap awal terjadinya kor
pulmonal. Pasien biasanya mengeluh adanya rasa lelah, takipnea, dispnea, dan batuk. Nyeri dada
angina juga dapat terjadi dan dapat terjadi karena iskemik ventrikel kanan atau peregangan arteri
pulmonal yang biasanya tidak respon terhadap pemberian nitrat. Gejala neurologis juga dapat
terjadi karena menurunnya curah jantung dan hipoksemia. Hemoptisis juga dapat terjadi karena
rupturnya arteriol pulmonal yang mengalami aterosklerotik atau dilatasi. Pada kondisi lebih
lanjut, kongesti hepatik pasif sekunder karena gagal jantung kanan dapat menyebabkan
anoreksia, rasa tidak nyaman pada regio abdomen kanan atas, dan kuning. Tekanan arteri
pulmonal yang meningkat dapat menyebabkan peningkatan tekanan atrium kanan, vena perifer,
dan kapiler. Peningkatan gradien hidorstatik ini dapat mengarah pada transudasi cairan dan
akumulasi edema perifer. Edema perifer pada pasien dengan kor pulmonal juga dapat disebabkan
oleh penurunan laju filtrasi glomerular dan filtrasi natrium serta stimulasi vasopressin arginin
karena hipoksemia.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan penyakit paru yang mendasari atau hipertensi
pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan gagal jantung kanan. Adanya peningkatan diameter
dinding dada, retraksi dinding dada, distensi vena leher, dan sianosis dapat ditemukan. Pada
auskultasi paru dapat terdengar mengi dan crackles.  Adanya aliran tubulen melalui pembuluh
darah pada hipertensi pulmonal tromboembolik kronik dapat terdengar sebagai bruit sistolik pada
paru. Pada perkusi, adanya hiperresonansi paru dapat menjadi tanda adanya PPOK. Pada
auskultasi jantung dapat ditemukan suara jantung tiga dan empat pada ventrikel kanan atau
murmur sistolik karena trikuspid regurgitasi. Refluks hepatojugular dan pulsatile liver adalah
tanda gagal jantung kanan dengan kongesti vena sistemik. Pada gangguan yang lebih berat dapat
ditemukan adanya asites. Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan
adanya pitting edema. Edema pada kor pulmonal berkaitan erat dengan hiperkapnia.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis kor pulmonal
adalah angiograf, rontgen thorax, elektrokardiografi, dan ekokardiografi. Kateterisasi jantung
merupakan baku emas untuk diagnosis hipertensi arteri pulmonal. Kateterisasi membantu
diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan
informasi penting untuk dugaan prognostik pada pasien dengan hipertensi pulmonal. Tes
vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti adenosisn, inhalasi nitrit oxid atau epoprostenol)
dapat dilakukan selama kateterisasi, respons vasodilatasi positif bila didapatkan penurunan
tekanan arteri pulmonalis dan resistensi vaskular paru sedikitnya 20% dari tekanan awal. Pasien
dengan hipertensi arteri pulmonal yang berespon positif dengan vasodilator akut pada
pemeriksaan kateterisasi, survivalnya akan meningkat dengan pengobatan blokade saluran
kalsium jangka lama. Dengan katerisasi jantung juga dapat memberikan informasi mengenai
saturasi oksigen pada vena sentral, atrium dan ventrikel kanan dan arteri pulmonal yang berguna
dalam menilai prognostik hipertensi pulmonal.

Pada rontgen thorax dapat ditemukan gambaran hipertensi pulmonal berupa dilatasi arteri
pulmonalis utama dan cabang-cabangnya, meruncing ke perifer. Pada hipertensi pulmonal,
diameter arteri pulmonalis kanan >16mm dan diameter arteri pulmonalis kiri >18mm pada 93%
penderita. Hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rontgen thoraks PA sebagai pembesaran batas
kanan jantung, pergeseran kearah lateral batas jantung kiri dan pembesaran bayangan jantung ke
anterior, ke daerah retrosternal pada foto dada lateral.

Pada elektrokardiogram, gambaran abnormal kor pulmonal pada pemeriksaan dapat berupa:

1. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.

2. Terdapat pola S1 S2 S3

3. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1

4. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1

5. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF

6. Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau inkomplet.

7. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan prekordial.

8. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena adanya
hiperinflasi.

9. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran gelombang Q
di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan infark miokard.
10. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi prematur atrium
terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk takikardi atrial paroksismal, takikardi
atrial multifokal, fibrilasi atrium, dan atrial flutter. Disritmia ini dapat dicetuskan karena
keadaan penyakit yang mendasari (kecemasan, hipoksemia, gangguan keseimbangan asam-
basa, gangguan elektrolit, serta penggunaan bronkodilator berlebihan).

Gambar. EKG pada kor pulmonal

Salah satu pencitraan lain yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan diagnosis kor
pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dari hasil ekokardiografi dapat ditemukan dimensi
ruang ventrikel kanan yang membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada
gambaran ekokardiografi katup pulmonal, gelombang “a” hilang, menunjukkan hipertensi
pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat katup pulmonal
karena accoustic window sempit akibat penyakit paru.

Sumber : Harun S, Ika PW. Kor Pulmonal Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed 5
Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.

5. Hubungan kaki bengkak dengan keluhan

Jantung memompa darah untuk mengembalikan darah ke jantung melalui vena ke atrium
kanan lalu ke ventrikel kanan. Kemudian ventrikel kanan memompa darah kembali ke jantung
melalui paru-paru untuk diisi dengan oksigen. Gagal jantung kanan biasanya terjadi karena efek
gagal jantung kiri. Ketika terjadi gagal jantung kiri, tekanan cairan meningkat, dan hasilnya,
kembali ke paru, yang pada akhirnya mengganggu bagian kiri jantung. Ketika bagian kanan
jantung kehilangan kemampuan untuk memompa, darah kembali ke pembuluh darah tubuh dan
biasanya menyebabkan pembengkakan pada pergelangan kaki.

Sumber : American Heart Association, 2014. Heart Disease and Stroke Statistics. AHA
Statistical Update, p. 205.

7.b. Interpretasi pemeriksaan fisik paru pada kasus

Ronki basah yaitu suara yang terdengar bila ada infiltrat atau tidak nyaring bila ada edema. Suara
ini karena timbul dalam bronkus terdapat cairan bebas sekrit atau eksudat. Salah satu suara ronki
basah adalah suara ronki basah halus, yaitu bila sumber berasal dari bronkeolus. Ronki basah
halus ini menunjukkan adanya kelainan patologis. Biasanya yang terlihat adanya Kondisi sesak
yang disebabkan karena ketidakmampuan jantung sebelah kiri dalam memompakan darah dari
paru ke seluruh tubuh, sehingga terjadilah kongesti pulmonal yang mengakibatkan darah tertahan
berada di paru.

Kak yang bagian ini masih belum jelas penjelasannya. Ambil jawaban dari yang lain aja hehe

7.d. Interpretasi pemeriksaan fisik ekstremitas pada kasus

Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah
yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran
cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di dalam rongga
maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan cairan di dalam
rongga peritoneal dinamakan asites. Pada jantung terjadinya edema yang disebabkan terjadinya
dekompensasi jantung (pada kasus payah jantung), bendungan bersifat menyeluruh. Hal ini
disebabkan oleh kegagalan venterikel jantung untuk memopakan darah dengan baik sehingga
darah terkumpul di daerah vena atau kapiler, dan jaringan akan melepaskan cairan ke intestisial.

Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam mengosongkan
darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal
kembali dari sirkulasi vena. Edema ini di mulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan
secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh
bagian bawah. Edema sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah
sakral menjadi daerah yang dependen. Bila terjadinya edema maka kita harus melihat kedalaman
edema dengan pitting edema. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan
setelah penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan
paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema.

Sumber : Bruner, LS and Suddarth, DS. (2005). Textbook of Medical Surgical Nursing. 10th Ed.
E-Book.

Anda mungkin juga menyukai