Anda di halaman 1dari 30

JOURNAL READING

Treatment of larva migrans syndrome with long-term administration of

albendazole

Oleh:

Rizky Oktary 17360004

Journal ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di

SMF Ilmu Kulit dan Kelamin Deli Serdang Lubuk Pakam

Pembimbing

dr. Imanda Jasmine Siregar, M.Ked (DV), Sp. DV

SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN

RSUD DELI SERDANG

LUBUK PAKAM

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan telaah jurnal ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik
Senior di bagian SMF Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Deli Serdang Lubuk
Pakam dengan judul “Treatment of larva migrans syndrome with long-term
administration of albendazole”

Telaah jurnal ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kulit
dan Kelamin RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dan mengaplikasikannya untuk
kepentingan klinis kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.
Imanda Jasmine Siregar, M.Ked (DV), Sp. DV yang telah membimbing
penulis dalam telaah jurnal ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa telaah jurnal ini masih memiliki


kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca telaah jurnal ini. Harapan penulis semoga telaah
jurnal ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Lubuk Pakam, Agustus 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Metode Pencarian Literatur

Pencarian literature dalam telaah jurnal ini dilakukan melalui National Center

of Biotechnology Information (NCBI) yaitu pada address:

(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28754237). Kata kunci yang digunakan

untuk penelusuran jurnal yang akan di telaah ini adalah “Treatment Cutaneus

Larva Migran”

1.2 Abstrak

Latar belakang: Sindrom larva migrans adalah penyakit parasit yang

ditularkan melalui kontaminasi makanan ke manusia, yang disebabkan oleh

ingesti telur atau larva nematoda ascarid, seperti, Toxocara canis, Toxocara

cati, atau Ascaris suum, cacing gelang yang biasa ditemukan di usus anjing,

kucing dan babi. Ketika seorang pasien didiagnosis menderita sindrom larva

migrans, pemberian obat oral albendazole dianjurkan, namun, rejimen masih

kontroversial di seluruh dunia. Di Jepang, durasi pemberian albendazole lebih

lama daripada di negara-negara Eropa dan Amerika Utara. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menilai efikasi dan keamanan pengobatan

albendazole jangka panjang untuk sindrom larva migrans.


Metode: Dari tahun 2004 hingga 2014, laboratorium kami melakukan

diagnosis 758 kasus sindrom larva migrans, di mana pada 299 kasus dapat

ditindaklanjuti setelah perawatan. Peneliti menganalisis hasil ELISA sebelum

dan sesudah perawatan serta penggunaan anthelmintik, dosis dan durasi obat,

temuan klinis, serta efek samping pada 299 kasus tindak lanjut, kemudian

dicatat pada lembar konsultasi yang disediakan oleh dokter yang hadir.

Peneliti memiliki 288 kasus sebagai subyek penelitian ini.

Hasil: Albendazole menunjukkan tingkat kemanjuran sebesar 78,0%. Efek

samping obat tersebut dilaporkan sebesar 15% pada kasus

penggunaanalbendazole saja; namun, efek sampingnya ringan sampai sedang

dan tidak ada kasus parah yang dilaporkan.

Kesimpulan: Pengobatan albendazole jangka panjang tergolong aman dan

efektif untuk sindrom larva migrans.


BAB II
DESKRIPSI JURNAL
2.1 Deskripsi Umum

Judul : “Treatment of larva migrans syndrome with long-term

administration of albendazole”

Penulis : Amy Hombu, Ayako Yoshida, Taisei Kikuchi, et.al

Publikasi : Journal of Microbiology, Immunology dan Infection 2017

Penelaah : Rizky Oktary`

Tanggal telaah : Agustus 2018

2.2 Deskripsi Konten

2.2.1. Pendahuluan

Larva migrans syndrome (LMS) adalah penyakit parasit penting yang

ditularkan melalui kontaminasi makanan yang disebabkan oleh Toxocara canis,

Toxocara cati, atau Ascaris suum, cacing gelang ascarid yang biasa ditemukan di

usus anjing, kucing dan babi.1-4 Manusia memperoleh infeksi dengan menelan

secara tidak sengaja embrio telur atau larva infektif dari parasit ini. Sumber

infeksi nya adalah melalui kontak dengan tanah yang terkontaminasi kotoran

anjing dan kucing yang terinfeksi, atau mengambil makanan yang terkontaminasi,

termasuk daging mentah atau kurang matang serta buah atau sayuran yang tidak

dicuci.2,5 Besarnya infeksi tergantung pada jumlah larva yang tertelan atau telur

embrionasi.6,7 Setelah telur atau larva yang terembrionasi dicerna, larva


menembus dinding usus dan bermigrasi melalui sistem sirkulasi ke hati, paru-

paru, sistem saraf pusat, atau mata yang menyebabkan larva migrans syndrome

(LMS). LMS dapat diklasifikasikan menjadi empat presentasi klinis utama

berdasarkan organ yang terlibat: visceral larva migrans (VLM), neural larva

migrans (NLM), ocular larva migrans (OLM), dan tipe asimptomatik (disebut

sebagai 'tipe samar' dalam beberapa literatur ).3, 7-9

Adapun pengobatan LMS, yang diterima secara luas menyatakan bahwa

albendazole adalah pilihan pertama, meskipun rejimen khusus mengenai durasi

optimal bahkan belum distandardisasi.7,10-13 Ketika seorang individu didiagnosis

positif menderita LMS, sebagian besar lembaga di Eropa dan AS

merekomendasikan pengobatan dengan pemberian oral albendazole sebanyak 400

mg dua kali sehari selama lima hari untuk orang dewasa dan anak-anak.4,5 Namun,

rejimen hanya menunjukkan 32% tingkat penyembuhan klinis dalam penelitian


14
sebelumnya. Di sisi lain, di Jepang , pengobatan yang direkomendasikan untuk

LMS telah 10-15 mg / kg / per oral untuk satu siklus empat minggu setelah dua

minggu bebas obat dan satu siklus tambahan empat minggu, yang didasarkan pada

rejimen untuk echinococcosis.15

Dalam penelitian ini, kami menilai efikasi dan keamanan administrasi

pengobatan albendazole jangka panjang untuk sindrom larva migrans dengan

tujuan untuk menetapkan rejimen pengobatan yang terstandarisasi.


2.2.2. Metode

Izin etis

Penelitian klinis retrospektif ini disetujui oleh Komite Etika Penelitian

Fakultas Kedokteran, Universitas Miyazaki, dengan judul "Pengawasan penyakit

parasit di Jepang" (izin # 2014-087). Studi ini secara berpedoman pada Panduan

Etis untuk studi klinis yang dikeluarkan dari Kementerian Kesehatan, Tenaga

Kerja dan Kesejahteraan, Jepang.

Analisis pasien dalam penelitian ini

Dari tahun 2004 hingga 2014, laboratorium kami melakukan tes serologis

pada 4934 kasus, dimana 758 dinyatakan positif terinfeksi ascarid (lihat di

bawah). Di antara mereka, peneliti memiliki 299 kasus tindak lanjut dengan

kriteria pemulihan yang dijelaskan di sini, ada 288 kasus sebagai subyek

penelitian (Gambar 1). Setelah tes antibodi, baik pada diagnosis awal dan studi

lanjutan, peneliti meminta dokter yang hadir untuk memberikan lembar konsultasi

yang menggambarkan usia, jenis kelamin, tempat akomodasi, latar belakang etnis,

keluhan utama, riwayat medis, obat yang diberikan serta dosis dan durasinya ,

riwayat makanan, riwayat perjalanan luar negeri, temuan pemeriksaan medis, dan

data laboratorium. Efek samping, jika ada, juga harus dicatat pada halaman

konsultasi.

Berdasarkan informasi, data rejimen dikategorikan ke dalam empat

kelompok. Pasien yang diobati dengan hanya albendazole dikelompokkan sebagai


kelompok albendazole. Untuk pasien yang diobati dengan anthelmintik selain

albendazole dan beralih ke albendazole atau sebaliknya, dikelompokkan sebagai

albendazole plus kelompok anthelmintik lainnya. Pasien yang diobati dengan

anthelmintik selain albendazole dikelompokkan sebagai kelompok anthelmintik

lainnya. Pasien yang tidak menerima pengobatan anthelmintik dikelompokkan

sebagai kelompok tanpa anthelmintik.

Seiring dengan gejala yang ada, peneliti juga memeriksa efek samping

yang dicatat pada lembar konsultasi untuk menilai keamanan penggunaan

anthelmintik. Meskipun peneliti tidak menetapkan format standar untuk merekam

efek samping pada lembar konsultasi, dokter yang menemukan peristiwa buruk

dengan pengobatan albendazol sering menghubungi kami melalui email dan / atau

panggilan telepon karena kurangnya pengalaman pengobatan (perhatikan bahwa

infeksi nematoda langka di Jepang). Oleh karena itu peneliti menganggap bahwa

peneliti dapat mengumpulkan sebagian besar, jika tidak semua, efek samping

yang merugikan selama pengobatan.


Gambar 1. Alur diagram proses evaluasi efikasi albendazole

Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

Sampel berupa serum dan cairan tubuh, seperti efusi pleura dan asites,

dikirim oleh dokter yang hadir ke laboratorium kami, untuk dilakukan pengujian

antibodi spesifik menggunakan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).

Persiapan antigen yang digunakan dalam ELISA adalah persiapan antigen cacing

Ascaris yang larut (As-SWAP) dan antigen ekskretori / sekretori (ES) dari larva T.

canis (Tc-ES).16 Dalam prosedur standar penelitian ini, sampel pertama diuji

untuk pengikatan ke As -SWAP dan Tc-ES, dan pada tipe non-visceral (lihat di

bawah), sampel diuji lebih lanjut menggunakan ELISA dengan antigen ES dari

larva A. suum (As-ES), atau menggunakan Western blotting (LDBIO Diagnostics,

Lyon, Perancis) untuk mengkonfirmasi diagnosis.


Dalam ELISA, sumur piring mikplate mikrotiter (Nunc, Roskilde,

Denmark) di diamkan sepanjang malam pada suhu 4 0C dengan 2 mg / ml As-

SWAP atau 1 mg / ml Tc- atau As-ES pada 0,05 M buffer karbonat-bikarbonat

(pH 9,6 ). Sumur dicuci dengan PBST (PBS mengandung 0,05% Tween 20),

diblok dengan 1% kasein (Nakarai Tesque, Kyoto, Jepang), dan diinkubasi dengan

serum encer (1: 900 dan 1: 2700) selama 1 jam pada 37 0C. Setelah dicuci dengan

PBST, pengikatan antibodi dideteksi dengan horseradish peroxidase kelinci

terkonjugasi antigen-manusia IgG (Dako, Glostrup, Denmark). Untuk

pengembangan warna, ABTS (KPL, Gaithersburg, MD, USA) ditambahkan dan

diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dalam ruangan gelap. Densitas optik

pada 405 nm dibaca dengan Pembaca Microplate (Bio-Rad Laboratories,

Hercules, CA, USA). Berdasarkan data serum kontrol negatif, peneliti

menetapkan titik cut-off pada 0,200 untuk 1: 900 serum encer, efusi pleura, dan

asites. Untuk cairan tubuh seperti CSF dan cairan vitreous humor, densitas optik

lebih dari 0,1 pada pengenceran 1: 30 dinilai positif.

Diagnosis LMS dan kriteria kesembuhan dan belum sembuh

Pada diagnosis awal, kasus positif ditentukan oleh setidaknya salah satu

dari hal berikut ini: (1) reaktivitas positif serum atau sampel cairan tubuh terhadap

antigen Toxocara spp. atau A. suum; (2) informasi klinis dari rekam medis dokter

yang bertanggung jawab serta teknik pencitraan (penunjang) medis yang tersedia

seperti ultrasound, computed tomography, dan pencitraan resonansi magnetik


menunjukkan lesi di paru-paru / hati dengan reaktivitas positif serum untuk

mendukung diagnosis infeksi ascarid.

Studi tindak lanjut (follow-up) dilakukan selama tiga sampai empat bulan

setelah diagnosis awal dalam banyak kasus. Ketika pasien tindak lanjut memiliki

antibodi negatif, atau menunjukkan penurunan konsentrasi antibodi anti-parasit

serum (lebih dari 30% pengurangan kepadatan optik pada 1 hingga 2700

pengenceran menggunakan ELISA) dan dengan salah satu temuan berikut, maka

peneliti menganggap pasien 'sembuh ': eosinofilia darah perifer kembali ke dalam

kisaran normal; hilangnya gejala dan / atau pencitraan medis yang abnormal.

Selain itu, ketika sampel cairan tubuh lokal yang sebelumnya positif berubah

menjadi negatif atau berkurang lebih dari 30% pengurangan kepadatan optik pada

1 hingga 900 pengenceran menggunakan ELISA, maka peneliti menilai pasien ini

masuk kedalam kategori 'sembuh'. Gambar. 1 menunjukkan diagram alur untuk

mengevaluasi efektivitas albendazole.

Tipe penyakit

Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis manifestasi klinis dan

membagi pasien menjadi lima tipe penyakit berdasarkan temuan klinis yang

diberikan dalam lembar konsultasi16: Visceral larva migrans (VLM) merupakan

kasus dengan pneumonia eosinofilik tipikal, lesi nodular multipel di hati atau

paru-paru dengan eosinofilia, atau eosinofilia pleura menunjukkan gejala seperti

batuk, dyspnea atau nyeri dada. Migrans larva okular (OLM) adalah kasus

gangguan penglihatan dengan uveitis dan / atau lesi nodular retina. Neural larva
migrans (NLM) merupakan kasus yang terkait dengan gangguan neurologis yang

menunjukkan gejala seperti paresthesia, kelemahan otot, atau gangguan urinaria.

Tipe asimtomatik adalah kasus tanpa gejala spesifik atau temuan obyektif selain

hiper-eosinofilia darah perifer sederhana. Tipe miscellaneous merupakan kasus

dengan gejala selain VLM, OLM atau NLM. Jenis ini memiliki keterlibatan

kardiovaskular seperti miokarditis atau perikarditis, keterlibatan kulit seperti ruam

kulit, dan keterlibatan gastrointestinal seperti diare atau nyeri perut.

Uji statistik

Semua uji statistik (uji eksak Fisher dan uji chi-squared) dilakukan dengan

ambang signifikansi p <0,05.

2.2.3. Hasil

Hasil Pengobatan

Di antara 299 kasus tindak lanjut LMS, 11 kasus dikeluarkan dari

penelitian karena kepadatan optik tidak berkurang bahkan gejala klinis membaik

seperti ditunjukkan pada Gambar. 1. Peneliti memiliki 288 kasus untuk penelitian

ini. Ada 246 pasien yang diobati dengan albendazole yang menunjukkan 85,4%

kesembuhan; dan 16 kasus (5,6%) diobati dengan albendazole plus anthelmintik

lainnya; 19 kasus (6,6%) diobati dengan anthelmintik lainnya; dan tujuh kasus

(2,4%) tanpa pengobatan anthelmintik.


Dalam 246 kasus yang diobati dengan albendazol saja, 192 kasus sembuh

dan 54 tidak sembuh, dan menunjukkan tingkat pemulihan sebesar 78,0%. Dalam

16 kasus dengan pengobatan albendazole plus anthelmintik lainnya, 8 kasus

sembuh dan 8 kasus tidak sembuh, yang menunjukkan persentasi sebesar 50%

dari tingkat pemulihan. Dalam kelompok yang tidak diobati dengan albendazole,

11 kasus sembuh dan 8 kasus tidak sembuh, yang menunjukkan tingkat pemulihan

sebanyak 57,9%. Dalam kasus-kasus menggunakan anthelmintik lainnya, 10

kasus diberikan ivermectin, menunjukkan tingkat pemulihan sebesar 70% (Tabel

1).

Tabel 1. Hasil pengobatan

Pengobatan Sembuh Tidak Tingkat

sembuh pemulihan

Albendazole 192 54 78,0 %

Albendazole + Anthelmintik lainnya 8 8 50,0 %

Tanpa anthelmintik 11 8 52,9 %

Anthelmintik lainnya (Ivermectin) 7 3 70,0 %

Distribusi usia dan jenis kelamin

Peneliti memeriksa distribusi usia dan jenis kelamin pasien yang sembuh

dan tidak sembuh untuk melihat apakah usia atau jenis kelamin dapat

mempengaruhi efektivitas albendazole. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 2,15

(131: 61) dalam kelompok yang sembuh dan 2,86 (40:14) dalam kelompok yang

tidak sembuh. Usia rata-rata adalah 49,0 (kisaran 8e82 tahun) pada pria dan 47,1
(kisaran usia 20-85 tahun) pada wanita dalam kelompok yang sembuh. Usia rata-

rata adalah 54,5 (kisaran usia 30-84 tahun) pada pria dan 55,7 (kisaran usia 25-76

tahun) pada wanita dalam kelompok yang belum sembuh. Pada kedua kelompok,

puncak usia untuk pasien laki-laki adalah 50-an sedangkan pada pasien

perempuan cukup banyak tersebar merata di antara kelompok usia 20-an, 30-an,

50-an, dan 60-an. Pasien laki-laki lebih banyak daripada pasien perempuan di

setiap kelompok usia kecuali pada usia 20-an (Gbr. 2). Tidak ada perbedaan yang

signifikan dalam usia dan distribusi jenis kelamin antara kelompok yang sembuh

dan yang belum sembuh.

Gambar 2. Distribusi usia dan jenis kelamin pada pasien pria dan
wanita pada kelompok yang sembuh dan tidak sembuh
Tipe penyakit

Peneliti kemudian menyelidiki tipe penyakit di antara kelompok yang

sembuh dan belum sembuh, dan menduga bahwa beberapa tipe penyakit mungkin

memiliki ketahanan terhadap pengobatan. Pada kelompok yang sembuh, ada 91

kasus VLM, 23 kasus OLM, 30 kasus NLM, 34 kasus asimptomatik, serta 13

kasus Miscellaneous (n=191). Ada satu kasus yang tidak dimasukkan karena

kurangnya informasi medis di lembar konsultasi. Pada kelompok yang belum

sembuh, ada 22 kasus VLM, 11 kasus OLM, 5 kasus NLM, 13 kasus

asimptomatik, dan 3 kasus Miscellaneous (n=54). Tidak ada perbedaan yang

signifikan terhadap efektifitas pengobatan albendazole di antara beberapa tipe

penyakit.

Lama pengobatan

Pengobatan yang direkomendasikan di Jepang adalah pemberian

albendazole secara oral pada dosis 10-15 mg / kg / hari untuk siklus empat

minggu diikuti dengan dua minggu interval bebas obat dan ulangi siklus lain dari

empat minggu pengobatan. Namun, lama pengobatan bervariasi di antara kasus

tindak lanjut dari beberapa hari hingga 17 minggu dengan sebagian besar kasus

dialokasikan dalam empat minggu dan delapan minggu; ada beberapa kasus tanpa

indikasi. Tingkat pemulihan kelompok obat yang berbeda tidak berbeda secara

signifikan, mencapai sekitar 80% pada masing-masing kelompok (Tabel 2).

Tampaknya bahwa setidaknya sebagian LMS yang disebabkan oleh ascarid cacing

gelang adalah self-limiting disease.


Tabel 2. Tingkat pemulihan pada durasi administrasi pengobatan yang
berbeda

Durasi Kasus %

< 4 minggu 35/46 76,1 %

4 minggu 60/76 78,9 %

5-7 minggu 18/22 81,8 %

8 minggu 61/75 81,3 %

>8 minggu 14/17 82,4 %

Tidak terdeskripsikan 4/10 40,0 %

Total 192/246 78,0 %

Efek samping

Peneliti menganalisis efek samping dari penggunaan albendazole saja. Ada

total 37 kasus dari 246 kasus yang melaporkan efek samping yang menunjukkan

persentasi sebesar 15,0%. Di antara mereka, ada 25 kasus dari kelompok yang

sembuh dengan gejala sebagai berikut: 21 kasus disfungsi hati, 2 kasus depilasi, 1

kasus muntah, dan 1 kasus ruam kulit. Ada 12 kasus dari kelompok yang tidak

sembuh dengan gejala sebagai berikut: 11 kasus disfungsi hati, dan 1 kasus mual

(Tabel 3). Dengan demikian, tingkat kejadian untuk kelompok yang sembuh

adalah 13,0% (25/192); sedangkan tingkat kejadian untuk kelompok yang tidak

sembuh adalah 22,2% (12/54).

Kemudian peneliti memeriksa ketika efek samping muncul dengan

membandingkan kelompok dengan durasi obat yang berbeda. Peneliti menemukan


bahwa pasien yang diobati kurang dari empat minggu atau diobati selama lima

sampai tujuh minggu memiliki tingkat efek samping yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok lain (Tabel 4). Perlu dicatat bahwa pasien yang

diobati selama delapan minggu atau lebih memiliki tingkat efek samping yang

lebih sedikit. Temuan ini menunjukkan bahwa munculnya efek samping tidak

hanya tergantung pada lamanya pengobatan.

Ada empat kasus di masing-masing kelompok yang sembuh dan belum

sembuh yang menggunakan albendazole dan ketika efek samping disfungsi hati

muncul, mereka beralih ke anthelmintik lainnya terutama ivermectin. Ada tiga

kasus disfungsi hati yang layak disebutkan: (1) satu kasus yang dirawat selama

empat minggu dan ketika disfungsi hati terjadi pengobatan dihentikan selama dua

minggu dan dilanjutkan pengobatan selama dua minggu; (2) satu kasus dirawat

selama satu minggu dan mengurangi dosis selama tiga minggu; (3) satu kasus

mengabaikan efek samping dan melanjutkan pengobatan selama total sepuluh

minggu. Ketiga pasien ini sembuh dan setelah pengobatan albendazole berhenti.
Tabel 3. Gejala-gejala dari efek samping pengobatan

Gejala Kasus Kasus Total

Sembuh Tidak sembuh

Disfungsi liver 21 11 32

Mual dan muntah 1 1 2

Ruam kulit 1 0 1

Depilasi 2 0 2

Total 25 12 37

Tabel 4. Onset efek samping pada durasi administrasi pengobatan yang


berbeda

Durasi Kasus %

< 4 minggu 11/46 23,9 %

4 minggu 14/76 18,4 %

5-7 minggu 7/22 31,8 %

8 minggu 2/75 2,7 %

>8 minggu 2/17 11,8 %

Tidak terdeskripsikan 1/10 10,0 %

Total 37/246 15,0 %


2.2.4. Pembahasan

Albendazole adalah anthelmintik spektrum luas yang efektif untuk infeksi

nematoda pada umumnya,17 dan telah digunakan untuk pengobatan larva migrans

syndrome (LMS) yang disebabkan oleh ascarid cacing gelang juga. Namun

rejimen albendazol untuk pengobatan LMS ascarid masih menjadi kontroversial.

Beberapa literatur dan institusi merekomendasikan dosis 400 mg dua kali sehari

selama lima hari tanpa menentukan durasi optimal,3,4,13 meskipun dalam

neurotoxocariasis, albendazole digunakan untuk jangka waktu setidaknya tiga

minggu, yang sering perlu diulang.18 Dalam kasus dengan keterlibatan jantung,

berbagai rejimen telah digunakan, seperti 800 mg / hari selama dua minggu, 50

mg / kg / hari selama 28 hari, 600 mg / hari selama 14 hari, atau 1000 mg / hari

selama empat minggu (ditinjau oleh Kuenzli E et al.).19 Sturchler et al.

melaporkan bahwa rejimen standar dari albendazole selama lima hari hanya

menunjukkan 32% tingkat penyembuhan.

Dalam penelitian ini, peneliti menunjukkan bahwa albendazole memiliki

tingkat pemulihan keseluruhan sebesar 78,0% terhadap LMS yang disebabkan

oleh nematoda ascarid ketika digunakan selama empat atau delapan minggu, yang

jauh lebih tinggi daripada rejimen lima hari.14 Tingkat pemulihan adalah sebesar

78,9% dan 81,3% untuk masing-masing lama pengobatan yaitu empat minggu dan

delapan minggu. Selanjutnya, penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemberian

albendazole jangka panjang efektif untuk semua jenis penyakit termasuk OLM.

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa OLM
memerlukan pengobatan administrasi jangka panjang.20-23 Untuk yang terbaik dari

pengetahuan penulis, ini adalah penelitian pertama yang telah memasukkan

sejumlah besar subyek yang mengevaluasi albendazole untuk infeksi ascarid.

Mengenai efek samping, peneliti menemukan bahwa tingkat kejadian

untuk efek samping adalah 15,0%, yang memuncak pada empat minggu

pengobatan. Efek samping yang paling sering diamati adalah disfungsi hati ringan

yang kembali normal setelah pasien berhenti minum obat. Efek samping lain,

seperti mual, muntah, erupsi kulit, dan depilasi, yang juga bersifat reversibel serta

menunjukkan bahwa efek samping dari pemberian albendazole jangka panjang

dapat diterima dengan baik. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan albendazole

dapat ditoleransi dengan baik bahkan dengan pengobatan administrasi jangka

panjang,14,20-24 tinjauan mengenai evaluasi albendazole sebagai agen anthelmintik

disetujui oleh United States National Library of Medicine. 25

Pada kasus pasien dengan disfungsi hati kronis yang tidak cocok untuk

pengobatan albendazole, ivermectin bisa menjadi pilihan lain, karena

efektivitasnya adalah 70% dalam penelitian ini. Namun, ada penelitian yang

menyarankan bahwa ivermectin tampaknya memiliki kemanjuran yang lemah dan

tidak boleh digunakan untuk infeksi ascarid terutama untuk OLM karena hanya

40% efektif dalam mengurangi gejala klinis dan tidak ada penurunan yang

signifikan dalam jumlah eosinofil darah.9,26 Sejak hanya ada tujuh kasus yang

ditemukan dalam data kami yang terdiri dari tiga VLM, satu OLM, dan tiga kasus
NLM, studi lebih lanjut jelas diperlukan untuk mengevaluasi ivermectin untuk

LMS.

Sebagai kesimpulan, peneliti merekomendasikan albendazole dengan dosis

10-15 mg / kg / hari selama empat minggu atau bahkan hingga delapan minggu

dan mengevaluasinya dengan tes serologi pasca pengobatan. Meskipun

albendazole adalah anthelmintik yang terkenal aman, pemantauan yang

komprehensif dari efek samping masih diperlukan.


BAB III

TELAAH JURNAL

3.1 Identifikasi PICO

Berikut adalah identifikasi PICO untuk jurnal ini adalah sebagai berikut:

3.1.1 Patiens

Sampel pasien pada laboratorium peneliti yang dilakukan tes serologis

mencakup 4934 kasus, dimana 758 dinyatakan positif terinfeksi ascarid dari

tahun 2004 hingga 2014, kemudian peneliti memiliki 299 kasus tindak lanjut

(follow up) dengan kriteria pemulihan yang dijelaskan sehingga terdapat 288

sampel sebagai subyek.

3.1.2 Intervention

Intervensi yang dilakukan dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:

kelompok pertama: kelompok albendazole, kelompok kedua: kelompok

albendazole plus kelompok anthelmintik lainnya, kelompok ketiga: kelompok

anthelmintik lainnya, kelompok keempat: kelompok tanpa anthelmintik.

3.1.3 Comparison

Tidak ada pembanding pada penelitian


3.1.4 Outcome

Pemberian albendazole dengan dosis 10-15 mg / kg / hari selama empat

minggu atau bahkan hingga delapan minggu merupakan pengobatan yang efektif

pada larva migrans syndrome (LMS).


Critical Appraisal Worksheet: Therapy Study (Randomized Controlled Trial

VALIDITY
F: Patient Follow-Up

 Were all patients who entered the trial properly Ya, semua pasien masuk dalam
accounted for at its conclusion? Losses to kategori dalam kesimpulan.
follow-up should be less than 20% and reasons Lose to follow up nya < 20%.
for drop-out given.

(apakah semua pasien masuk dalam kategori


dalam kesimpulan ? apakah lose to follow up
kurang dari 20% dan alasannya diberitahukan?

Ya, waktu follow up pasien


 Was follow-up long enough? tergolong cukup. Waktu follow
up yang dilakukan setelah
(apakah cukup waktu yang diperlukan?) pembedahan adalah selama 3 -4
bulan.

R: Randomization

 Were the recruited patients representative of Ya, pasien ini tergolong


the target population? representatif.

(apakah pasien ini representativ: mewakili


populasi)

 Was the allocation (assignment) of patients to


treatment randomized and concealed? Didalam jurnal tidak dijelaskan
mengenai alokasi pengobatan
(apakah alokasi pengobatan secara random apakah secara random atau
atau tidak) tidak.
I: Intention to Treat Analysis

 Were patients analyzed in the groups to which Ya, subjek yang digunakan
they were randomized?
random sejak awal penelitian.
(apakah subjek yang digunakan random ?)

 Were all randomized patient data analyzed? If


not, was a sensitivity or “worst case scenario” Ya, semua data pasien dianalisi
analysis done? secara acak.

(apakah semua data pasien dianalisis secara


acak?)

S: Similar Baseline Characteristics of Patients Ya, kelompok yang digunakan


dari awal sampai akhir
 Were groups similar at the start of the trial? penelitian adalah sama.

(apakah sama kelompok yang digunakan dari


awal sampe akhir?)
B: Blinding

 Were patients, health workers, and study Tidak, karena pekerja (dokter)
personnel “blind” to treatment? mengetahui pengobatan yang
dilakukan pada pasien
( Apakah pasien, pekerja, dan peneliti
melakukan pengobatan penyamaran?)

 If blinding was impossible, were blinded raters


and/or objective outcome measures used?
Didalam jurnal tidak dijelaskan
(Jika penyamaran tidak mungkin, apakah ada terdapat metode lain.
penelitian dengan metode lain yang bisa
digunakan?)
E: Equal Treatment Tidak, perlakuan pada kelompok
tidak sama.
 Aside from the experimental intervention,
were the groups treated equally?

(Apakah perlakuan pada kelompok sama?)


Conflict of Interest

 Are the sources of support and other potential Ya, penelitian yang dilakukan
conflicts of interest acknowledged and memiliki sumber yang
addressed? mendukung.

(apakah penelitian yang dilakukan memiliki


sumber yang mendukung)

Summary of Article’s Validity

 Notable study strengths or weaknesses or Tidak, kelemahan dan kelebihan


concerns? dalam jurnal ini tidak dijelaskan.

(apakah kelebihan dan kelemahan dari jurnal


dijelaskan?)

 How serious are the threats to validity and in


what direction could they bias the study Tidak dijelaskan dalam jurnal
outcomes?

(Seberapa serius penanganan terhadap


validitas? Dan apa bias dari penelitian)
CLINICAL IMPORTANCE

How large was the treatment effect? (see below) Efektivitas terapi terlihat pada
tabel 1, dimana berdasarkan
Seberapa besar efek pengobatan? tabel distribusi tersebut dapat
dilihat tingkat pemulihan pada
keempat kelompok dalam
penelitian.

How precise was the treatment effect?


(confidence interval; in its absence p-value tells Didalam jurnal tidak dijelaskan
statistical significance) mengenai p-value dan
confidence interval.

APPICABILITY
Is our patient so different from those in the Sampel yang digunakan dalam
study that its results cannot apply? penelitian ini adalah sampel
yang diperoleh dari tes
(apakah pasien kita berbeda dengan yang ada serologis yang dinyatakan
di penelitian sehingga hasilnya tidak dapat di positif terinfeksi ascarid.
aplikasikan?) Bukan berdasarkan gejala
klinis.

Is the treatment feasible in our setting? Ya terdapat sediaan


albendazloe di Indonesia
(Apakah terdapat jenis pengobatan nya?)
BAB IV

KESIMPULAN

1. Jurnal ini termasuk valid karena dari 12 pertanyaan terdapat 7 pertanyaan

yang termasuk kategori valid (> 6 item).

2. Efektivitas peengobatan albendazole pada kasus LMS albendazole dengan

dosis 10-15 mg / kg / hari selama empat minggu (tingkat pemulihan 78,9%

) atau bahkan hingga delapan minggu dengan tingkat pemulihan sebesar

81,3%.

3. Efek samping pengobatan albendazole yang dijumpai adalah disfungsi

liver, mual dan muntah, ruam kulit dan depilasi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Beaver P, Snyder C, Carrera G, Dent J, Lafferty J. Chronic eosinophilia


due to visceral larva migrans, report of three cases. Pediatrics 1952;9(1):7-
19.
2. Maruyama H, Nawa Y, Noda S, Mimori T, Choi W. An outbreak of
visceral larva migrans due to Ascaris suum in Kyushu, Japan. Lancet
1996;347:1766-7.
3. Hamilton C, Yoshida A, Pinelli E, Holland C. Toxocariasis. In: Bruschi F,
editor. Helminth infections and their impact on global public health; 2014.
p. 425-60. Chapter 14.
4. U.S. Department of Health & Human Services, Center for Disease Control
and Prevention. Toxocariasis. http://www.cdc.
gov/parasites/toxocarosis/health_professionals/2014/5/28.
5. Woodhall D, Fiore A. Toxocariasis: a review for pediatricians. J Pediatr
Infect Dis Soc 2013:1e6. http://dx.doi.org/10.1093/ jpids/pit066.
6. Akao N, Ohta N. Toxocarosis in Japan. Parasitol Int 2007;56: 87-93.
7. Despommier D. Toxocarosis: clinical aspects, epidemiology, medical
ecology, and molecular aspects. Clin Microbiol Rev 2003;16(2):265-72.
8. Fan C, Liao C, Cheng Y. Factors affecting disease manifestation of
toxocarosis in humans: genetics and environment. Veterinary Parasitol
2013;193:342-52.
9. Magnaval J, Glickman L, Dorchies P, Morassin B. Highlights of human
toxocarosis. Korean J Parasitol 2001;39(1):1-11.
10. Magnaval J, Glickman L. Management and treatment options for human
toxocariasis. In: Holland CV, Smith HV, editors. Toxocara: the enigmatic
parasite. CAB International; 2006. p. 113-26. Chapter 8.
11. Hossack J, Ricketts P, Te H, Hart J. A case of adult hepatic toxocariasis.
Nat Clin Pract Gastroenterology Hepatology 2008;5:344-8.
12. Ranasuriya G, Mian A, Boujaoude Z, Tsigrelis C. Pulmonary
Toxocariasis: a case report and literature review. Infection 2014;42:575.
http://dx.doi.org/10.1007/s15010-014-0587-3.
13. Pawlowski Z. Toxocariasis in humans: clinical expression and treatment
dilemma. J Helminthol 2001;75(4):299-305.
14. Sturchler D, Schubarth P, Gualzata M, Gottstein B, Oettli A
Thiabendazole vs. albendazole in treatment of toxocariasis: a clinical trial.
Ann Trop Med Parasitol 1989;83(5):473-8.
15. Yoshikawa M. Toxocariasis Canis, toxocariasis cati. Treatment manual for
parasitic diseases. Res Group Chemother Trop Dis Jpn Guidel drug Parasit
Infect 2010:71-2. Version 7.0 (Japanese).
16. Yoshida A, Hombu A, Wang Z, Maruyama H. Larva migrans syndrome
caused by Toxocara and Ascaris roundworm infections in Japanese
patients. Eur J Clin Microbiol Infect Dis 2016;35(9): 1521-9
http://dx.doi.org/10.1007/s10096-016-2693-x.
17. Horton J. Albendazole: a review of anthelmintic efficacy and safety in
humans. Parasitology 2000;121:S113-32. Cambridge University Press.
18. Deshayes S, Bonhomme J, de La Blanchardie`re A. Neurotoxocariasis: a
systematic literature review. Infection 2016; 44(5):565-74
http://dx.doi.org/10.1007/s15010-016-0889-8.
19. Kuenzli E, Neumayr A, Chaney M, Blum J. Toxocariasis-associated
cardiac diseasesea systematic review of the literature. Acta Trop
2016;154:107e20. http://dx.doi.org/10.1016/j. actatropica.2015.11.003.
20. Seong S, Moon D, Lee DK, Kim HE, Oh HS, Kim SH, et al. A case of
ocular toxocariasis successfully treated with albendazole and triamcinolon.
Korean J Parasitol 2014;52(5):537-40.
21. Drugs for parasitic infections. Treat Guidel Med Lett 2013; 11(Suppl):23.
http://www.uab.edu/medicine/gorgas/
images/docs/syllabus/2015/03_Parasites/2016/8/25.
22. Barisani-Asenbauer T, Maca SM, Hauff W, Kaminski SL, Domanovits H,
Theyer I, et al. Treatment of ocular toxocariasis with albendazole. J Ocular
Pharmacol Ther 2001;17(3): 287-94.
23. Singh A, Cunningham E, Stewart M. Detection and treatment of ocular
toxocariasis. Rev Ophthalmol 2007;14:55-8.
24. Izumikawa K, Kohno Y, Izumikawa K, Hara K, Hayashi H, Maruyama H,
et al. Eosinophilic pneumonia due to visceral larva migrans possibly
caused by Ascaris suum: a case report and review of recent literatures. Jpn
J Infect Dis 2011;64(5):428-32.
25. United States National Library of Medicine. Clinical and Research
Information on Drug-Induced Liver Injury.
https://livertox.nlm.nih.gov/Albendazole.htm2016/8/25.
26. Magnaval J. Apparent weak efficacy of ivermectin for treatment of human
toxocariasis. Antimicrob Agents Chemother 1998;42:2770.

Anda mungkin juga menyukai