: SATRIO FADLULLAH
: 11-2015-091
Tanda Tangan
....................
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. G
Usia : 35 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Satpam
Alamat :Jl. Gede, Depok
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Keluhan utama :
Nyeri dada sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os mengalami nyeri dada sejak 3 hari SMRS, nyeri dirasakan saat ditekan, menjalar dan
disertai sesak. Os juga mengeluh adanya demam (+) disertai batuk (+) berdahak dan pilek (+),
demam dirasakan naik turun, demam dirasakan naik pada saat malam hari. Os mengaku sudah
meminum paracetamol namuh demam belum ada perbaikan. Os juga mengatakan sering
mengalami demam dan diare sebelumnya.
Os mengatakan sakit kepala (+) post HD (hemodelisa). Os merupakan pasien HD yang
terjadwal senin dan kamis.Os mengaku sudah menjalani HD selama 11 tahun. Os meminum obat
rutin Astriol, CaCO3, dan Vitamin B secara teratur. Terdapat riwayat mengkonsumsi minuman
1
suplemen secara berlebih yang menurut pasien merupakan penyebab dirinya menderita penyakit
ginjal.
Os merupakan penderita HIV/AIDS sejak 6 bulan yang lalu, Os rutin mengkonsumsi
Lamivudin, Nevirapin dan Tenovafir secara teratur, terdapat riwayat transfusi yang menurut
pasien merupakan penyebab dirinya menderita HIV/AIDS. Os mengatakan makan dan minum
masih seperti biasa, BAK dan BAB normal.
Penyakit Dahulu
(-) Cacar
(-) Malaria
(-) Difteri
(-) Hepatitis
(-) Wasir
(-) Campak
(-) Skirofula
(-) Diabetes
(+) Influenza
(-) Sifilis
(-) Alergi
(-) Tonsilitis
(-) Gonore
(-) Tumor
(-) Khorea
(-) Hipertensi
(-) Pneumonia
(-) Gastritis
(-) Psikosis
Riwayat Keluarga
Hubungan
Kakek (ayah)
Nenek (ayah)
Kakek (ibu)
Nenek (ibu)
Ayah
Ibu
Saudara
Umur
(Tahun)
58
54
-
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
-
Keadaan
Penyebab
Kesehatan
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Sehat
Sehat
Sehat
-
Peny. Jantung
-
Ya
Tidak
Hubungan
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Artritis
Rematisme
Hipertensi
Jantung
Ginjal
Lambung
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul
(-) Rambut
(-) Kuku
(-) Kuning/Ikterus
(-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma
(-) Sinkop
(-) Nyeri
(-) Radang
(-) Sekret
(-) Kuning/Ikterus
Mata
Telinga
(-) Nyeri
(+) Sekret
(-) Tinitus
Hidung
(-) Trauma
(-) Nyeri
(-) Sekret
(+) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering
(-) Selaput
(-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan
(-) Lain-lain
Leher
(-) Nyeri Leher
(-) Benjolan
(-) Berdebar-debar
(-) Ortopnoe
(+) Batuk
(-) Wasir
(-) Mual
(-) Mencret
(-) Muntah
(-) Benjolan
(-) Stranguria
(-) Kolik
(-) Poliuria
(-) Oliguria
(-) Polakisuria
(-) Anuria
(-) Hematuria
(-) Parestesi
(-) Ataksia
(-) Kejang
(-) Pingsan
(-) Afasia
(-) Amnesia
Ekstremitas
(-) Bengkak
(-) Deformitas
(-) Sianosis
Berat Badan :
4
: 55 kg
: 70 kg
: 52 kg
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir :(-) Di rumah (+) Rumah Sakit
(-) RS Bersalin
(-) Dukun
(-) Bidan
Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis (+) BCG
(+) Campak
(+) DPT
(+) Polio
(+) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari: 3x sehari
Pendidikan
(-) SD
(-) SLTP
(-) SLTA
(-) Akademi
(+) Universitas
(-) Kursus
(-)Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan
:tidak ada
Keluarga
: tidak ada
Pekerjaan
: ada
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan
: 160 cm
Berat Badan
:52 kg
IMT
: 20,3 kg/m2
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan Darah
:120/70 mmHg
Suhu
:39,3C
Nadi
:100x/menit
Pernafasaan
:28x/menit
Keadaan gizi
:cukup
Sianosis
: tidak ada
Edema umum
: tidak ada
5
Habitus
: astenikus
Cara berjalan
: tegak
: aktif
: sesuai umur
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku
: wajar
Alam Perasaan
: biasa
Proses Pikir
: wajar
Kulit
Warna
: sawo matang
Effloresensi
: tidak ada
Jaringan Parut
: tidak ada
Pigmentasi
:tidak ada
Pertumbuhan rambut
: merata
Suhu Raba
: hangat
Lembab/Kering : lembab
Keringat
: umum (+)
Turgor
: baik
Ikterus
: tidak ada
Lapisan Lemak
: merata
Edema
: tidak ada
Lain-lain
:-
Supraklavikula
Lipat paha
Kepala
Ekspresi wajah
: tenang
Simetri muka
: simetris
Rambut
: tidak ada
Enopthalamus
: tidak ada
Kelopak
: oedem (-)
Lensa
: jernih
Konjungtiva
: anemis (+)
Visus
: normal
Sklera
: ikterik (-)
Gerakan Mata
: aktif
Lapangan penglihatan
: normal
Nistagmus
: tidak ada
: normal
Telinga
Tuli
: tidak ada
Lubang
: lapang
Penyumbatan
: tidak ada
Serumen
: ada
Pendarahan
: tidak ada
Cairan
: tidak ada
Mulut
Bibir
: Lembab
Tonsil
: T1 T1 tenang
Langit-langit
Gigi geligi
Trismus
Faring
: tidak hiperemis
Lidah
: kotor
: tidak ada
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP)
: 5-2 cmH2O
Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe
Dada
Bentuk
Pembuluh darah : kolateral (-), spider nevi (-), tidak terdapat lesi kulit
Buah dada
Paru Paru
Depan
Inspeksi
Palapasi
Belakang
Kiri
Kanan
Kiri
Fremitus menurun
Fremitus menurun
Fremitus menurun
Fremitus menurun
Kanan
Perkusi
Kiri
Kanan
Auskultasi Kiri
Kanan
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:Batas atas
Batas kanan
: Teraba pulsasi
Arteri Karotis
: Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis
: Teraba pulsasi
Arteri Radialis
: Teraba pulsasi
Arteri Femoralis
: Teraba pulsasi
Arteri Poplitea
: Teraba pulsasi
: Teraba pulsasi
: Teraba pulsasi
Perut
Inspeksi
Palpasi
: tidak teraba
: tidak teraba
Ginjal
Lain-lain
: tidak ada
Perkusi
Auskultasi
: baik
8
Normotonus
Normotonus
Massa
Eutrofi
Eutrofi
Sendi
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
5+
5+
Lain-lain
Kanan
Kiri
tidak ada
tidak ada
Varises
tidak ada
tidak ada
Tonus
normotonus
normotonus
Massa
eutrofi
eutrofi
Sendi
normal
normal
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
5+
5+
Oedem
tidak ada
tidak ada
Lain-lain
tidak ada
tidak ada
Otot
Reflex
Refleks Tendon
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Kremaster
Refleks kulit
Refleks patologis
Kanan
Kiri
Positif
Positif
Positif
Positif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Negatif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 20 Mei 2016, pukul 16:48 di IGD
Darah rutin:
Hb
: 8.3 g/dL
13.2-17.3
Leukosit
: 9600 /mm3
4.000-10.500
Ht
: 24%
40-52 %
Trombosit
: 60.000/mm3
150.000-440.000
EKG
Kimia Klinik:
Faal ginjal
Ureum
: 144 mg/dL
10-50
Kreatinin
: 8.6 mg/dL
0.9-1.3
: 146 mg/dL
Diabetes
Glukosa sewaktu
Darah lengkap:
Hb
: 8.4 g/dL
13.2-17.3
Leukosit
: 8200 /mm3
4.000-10.500
Ht
: 24%
40-52 %
Trombosit
: 62.000/mm3
150.000-440.000
:0%
:0%
:3%
: 89 %
:5%
:3%
: 80 mm/jam
0-1 %
2-4 %
3-5 %
50-70 %
25-40 %
2-8 %
< 15
Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Neutrofil batang
Neutrofil segmen
Limfosit
Monosit
LED
Darah rutin:
Hb
: 6.9 g/dL
13.2-17.3
Leukosit
: 2800 /mm3
4.000-10.500
Ht
: 20%
40-52 %
Trombosit
: 66.000/mm3
150.000-440.000
Kimia Klinik:
Faal ginjal
Ureum
Kreatinin
: 104 mg/dL
: 6.9 mg/dL
10-50
0.9-1.3
Darah lengkap:
Hb
: 7.1 g/dL
13.2-17.3
Leukosit
: 2600 /mm3
4.000-10.500
Ht
: 21%
40-52 %
Trombosit
: 78.000/mm3
150.000-440.000
:0%
:2%
:2%
: 69 %
: 19 %
:8%
: 110 mm/jam
0-1 %
2-4 %
3-5 %
50-70 %
25-40 %
2-8 %
< 15
Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Neutrofil batang
Neutrofil segmen
Limfosit
Monosit
LED
Kimia
Faal hati
SGOT
SGPT
: 101 /L
: 40 /L
10-50 /L
10-50 /L
X Foto Thoraks
Kesan
Cor
Hilus
Paru
Sinus
: > 50%
: Lebar
: Tampak perselubungan paru kanan dan pericardial kiri
: Kanan kiri baik
:
Kardiomegali
Pnemonia kiri dan kanan
Efusi pleura kanan dan kiri
Kesan :
Lipomatosis Pankreas
Vasicolithiasis
RINGKASAN
Seorang pria berusia 35 tahun datang ke IGD RSAU ESNAWAN ANTARIKSA dengan
keluhan nyeri dada sejak 3 hari SMRS. Nyeri dirasakan saat ditekan, menjalar dan disertai sesak.
Os juga mengeluh adanya demam (+) disertai batuk (+) berdahak dan pilek (+), demam
dirasakan naik turun, demam dirasakan naik pada saat malam hari. Os mengaku sudah meminum
paracetamol namun demam belum ada perbaikan. Os juga mengatakan sering mengalami demam
dan diare sebelumnya.
Os mengatakan sakit kepala (+) post HD (hemodelisa). Os merupakan pasien HD yang
terjadwal senin dan kamis. Os mengaku sudah menjalani HD selama 11 tahun. Os meminum
obat rutin Astriol, CaCO3, dan Vitamin B secara teratur. Terdapat riwayat mengkonsumsi
minuman suplemen secara berlebihan yang menurut pasien merupakan penyebab dirinya
menderita penyakit ginjal.
Os merupakan penderita HIV/AIDS yang terdiagnosa sejak 6 bulan yang lalu, Os rutin
mengkonsumsi Lamivudin, Nevirapin dan Tenovafir secara teratur, terdapat riwayat transfusi
yang menurut pasien merupakan penyebab dirinya menderita HIV/AIDS. Os mengatakan makan
dan minum masih seperti biasa, BAK dan BAB normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berkeringat pada malam hari, sakit kepala, terdapat secret
pada telinga, lidah kotor, nyeri tekan dada, sesak, suara vesikuler menurun, fremitus taktil
menurun dan ronki basah halus. Tekanan darah pasien 120/70 mmHg, RR : 28 kali, Nadi : 100
x/m dan suhu 39,3C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Darah lengkap:
Hb
: 8.3 g/dL
13.2-17.3
Ht
: 24%
40-52 %
Trombosit
: 60.000/mm3
150.000-440.000
EKG
Kimia Klinik:
Faal ginjal
Ureum
: 144 mg/dL
10-50
Kreatinin
: 8.6 mg/dL
0.9-1.3
: 146 mg/dL
Diabetes
Glukosa sewaktu
Darah lengkap:
Hb
: 8.4 g/dL
13.2-17.3
Ht
: 24%
40-52 %
Trombosit
: 62.000/mm3
150.000-440.000
:0%
: 89 %
2-4 %
50-70 %
Hitung jenis
Eosinofil
Neutrofil segmen
Limfosit
LED
:5%
: 80 mm/jam
25-40 %
< 15
Darah rutin:
Hb
: 6.9 g/dL
13.2-17.3
Ht
: 20%
40-52 %
Trombosit
: 66.000/mm3
150.000-440.000
Kimia Klinik:
Faal ginjal
Ureum
Kreatinin
: 104 mg/dL
: 6.9 mg/dL
10-50
0.9-1.3
Darah lengkap:
Hb
: 7.1 g/dL
13.2-17.3
Leukosit
: 2600 /mm3
4.000-10.500
Ht
: 21%
40-52 %
Trombosit
: 78.000/mm3
150.000-440.000
:2%
: 19 %
: 110 mm/jam
3-5 %
25-40 %
< 15
Hitung jenis
Neutrofil batang
Limfosit
LED
Kimia
Faal hati
SGOT
: 101 /L
10-50 /L
DAFTAR MASALAH
1) CKD on HD Grade V
2) Efusi Pleura suspect TB paru
3) HIV AIDS
PENGKAJIAN DAN RENCANA TATALAKSANA
1. CKD on HD
CKD pada kasus ini diduga diakibatkan oleh minuman suplemen yang di konsumsi
secara berlebih dalam jangka waktu yang lama. Dipikirkan adanya CKD Grade V
dikarenakan adanya peningkatan ureum dan kreatinin dengan menggunakan rumus
Kockcroft-Gault : LFG : (140-umur) x Berat badan / 72 x kreatinin didapatkan hasil (14035) x 52 / 72 x 8.6 = 8.81 yang mana masuk dalam CKD grade V, riwayat penyakit ginjal
dan cuci darah sejak 11 tahun yang lalu, adanya anemia dengan Hb 8.3 g/dL, dan GFR
8,81 mL/menit. Adanya pemikiran bahwa konsumsi minuman suplemen adalah penyebab
terjadinya CKD Grade V ini adalah didasarkan adanya riwayat konsumsi suplemen secara
berlebihan dalam jangka waktu yang lama dan kebanyakan minuman suplemen memiliki
komposisi yang bersifat nefrotoksik dan diekskresikan di ginjal sehingga dapat merusak
ginjal, yang tidak mendukung adalah komposisi suplemen yang diminum tidak diketahui.
Kemungkinan lain yang dipikirkan antara lain karena diabetes melitus, namun dari hasil
GDS 142 mg/dL menunjukkan adanya peningkatan gula darah dan tidak adanya riwayat
maupun keluhan yang mendukung diabetes melitus pada pasien ini. Kemungkinan lain
yang dipikirkan adalah glomerulonefritis. Juga masih ada kemungkinan lain yaitu
disebabkan oleh batu saluran kemih yang biasanya asimptomatik. Namun yang tidak
mendukung adalah tidak ada riwayat keluhan buang air kecil dan tidak adanya kolik
abdomen.
Rencana diagnostik:
Pemeriksaan urin lengkap untuk melihat adanya proteinuria, sedimen eritrosit atau
leukosit.
Pemeriksaan Ureum Kreatinin ulang untuk memantau perkembangan keadaan
ginjal.
Pemeriksaan albumin untuk mendukung adanya kerusakan ginjal.
glomerulonefritispost Streptococcus.
Pemeriksaan USG Abdomen untuk melihat apakah ada kelainan parenkim ginjal,
pengecilan ukuran ginjal, adanya kista ginjal, dan menyingkirkan penyebab CKD
Rencana pengobatan:
Rencana edukasi:
sesuai dengan kriteria diagnostik WHO mengenai TBC tahun 1991, dimana membagi
pasien menjadi 2 kelompok berdasarkan hasil pemeriksaan
sputum. Pada pemeriksaan BTA pun, pasien dengan BTA positif terkadang memberikan
hasil negatif dikarenakan sulitnya mengeluarkan sputum, dan bronkus yang terkena
penyakitnya tidak terbuka ke luar. Dan pada pemeriksaan BTA baru dianggap positif jika
didapatkan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan dengan kata lain diperlukan 5000
kuman dalam 1 mL sputum.
Rencana diagnostik:
-
OAT
Aspirasi dan analisis cairan pleura
Uji tuberkulin
Rencana pengobatan:
-
Rencana edukasi:
-
Di motivasi agar meminum obat rutin dan tidak putus obat untuk mengurangi
resistensi
3. HIV AIDS
Dipikirkan HIV AIDS Karena berdasarkan riwayat transfuse dan riwayat infeksi
berulang seperti demam dan diare, serta memiliki riwayat terdiagnosis HIV AIDS, dan
mengkonsumsi obat ARV secara rutin (Lamivudin, Nevirapin dan Tenovafir).
Rencana Diagnostik :
Rencana Pengobatan :
a. IVFD Ringer Laktat untuk memenuhi kebutuhan cairan..
b. Pemberian ARV setelah 2 minggu pemberian obat OAT.
Rencana Edukasi
kehamilan.
Tidak Memakai alat sumtik secara bersama
Pasien ini menderita Hiperpireksia e.c Infeksi opportunistic dengan komplikasi TB Paru
dengan riwayat CKD on HD dan riwayat HIV/AIDS .
PROGNOSIS
a.
Ad vitam
: dubia ad bonam
b.
Ad functionam
: dubia ad malam
c.
Ad sanationam
: dubia ad malam
Tinjauan Pustaka
Penyakit Ginjal Kronik
A.
Pendahuluan
Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan
klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu saat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal 1.
Klasifikasi1
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage)
penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas
dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai
berikut: LFG (ml/menit/1,73m) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma
(mg/dl)*) *) pada perempuan dikalikan 0,85.
Tabel 2.1 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit
C.
Epidemiologi 1,2
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden
ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun2.
D.
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan
fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi kompensatori ini akibat hiperfiltrasi
adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron
yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka
panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor
seperti transforming growth factor . Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal
kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal
LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual,
muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran
kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien
dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
E.
Pendekatan Diagnostik
Gambaran Klinis 3,4,5,6
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi: a. Sesuai dengan penyakit yang
mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius,
hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES),dll. b. Sindrom uremia
yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia, kelebihan volume
cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejangkejang sampai koma.
Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).
Gambaran Laboratorium 3,4,5,6
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.
Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi
ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolic.
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi e. Pemeriksaan
pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
F.
Penatalaksanaan
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat
dilihat pada table berikut
a.
b) Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat-obat
sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas
nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
c) Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
d) Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
e) Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
f) Koreksi hiperkalemia
g) Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
h) Terapi ginjal pengganti.
HIV/AIDS
Pendahuluan
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah global yang mulai
melanda dunia sejak awal tahun 80-an. AIDS dapat diartikan sebagai sindroma (kumpulan
gejala) penyakit yang disebabkan oleh rusak atau menurunnya sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh infeksi virus HIV (Human ImmunodeficiencyVirus). AIDS bukan merupakan
penyakit keturunan. Kasus AIDS di Indonesia semakin meningkat. Di Indonesia sejak tahun
1999 telah terjadi peningkatan jumlah orang dengan HIV/AIDS pada sub tertentu populasi
tertentu di beberapa provinsi yang memang mempunyai prevalensi HIV cukup tinggi.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) pertama kali ditemukan pada tahun 1981 yang
dipelajari melalui studi cohort pada pelaku homoseksual yang mengalami penurunan imunitas.
Virus HIV merupakan penyebab utama terjadinya AIDS (acquired immune deficiency syndrome).
Virus ini pada mulanya dikenal dengan nama Human T limfotropik virus tipe III (HTLV- III),
virus yang berkaitan berkaitan dengan dengan limfadenopati limfadenopati (LAV) dan virus yang
berkaitan dengan penyakit AIDS (ARV). Saat ini dikenal dengan nama HIV (human
Immunodeficiency Virus). Virus HIV menginfeksi berbagai jenis sel system imun termasuk sel T
CD4, magrofag, dan sel dendritik.
HIV/AIDS telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi.HIV/IDS adalah
salah satu penyakit yang harus diwaspadai.AIDS merupakan sekumpulan gejala penyakit yang
menyerang tubuh manusia setelah kekebalan tubuhnya rusak akibat virus HIV. Sebagian besar
orang yang terkena virus ini akan menunjukan tanda atau gejala-gejala AIDS pada 8-10 tahun
apabila tidak mendapatkan pengobatan.
Pembahasan
HIV (Human Immunodeficiensy virus) merupakan retrovirus bersifat limfotropik khas
yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah
putih spesifik yang disebut limfosit T-hepler atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4).AIDS
merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat virus HIV.
defisiensi immunitas seluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi
oportunistik keganasan berakibat fatal
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit atau faktor resiko dari AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome), diantaranya adalah:
a. Faktor risiko perilaku, yaitu perilaku seksual yang berisiko terhadap penularan
HIV/AIDS, yang meliputipatner hubungan seks lebih dari 1, seksanal, pemakaian
kondom.
b. Faktor risiko parenteral, yaitu factor risiko penularan HIV/AIDS yang berkaitan
dengan pemberian cairan kedalam tubuh melalui pembuluh darah vena. Faktor ini
meliputi riwayat transfusi darah, pemakaian narkotika dan obat-obatan terlarang
(narkoba) secara suntik (injecting drug users).
c. Faktor risiko infeksi menular seksual(IMS), yaitu riwayat penyakit infeksi bakteri
atau virus yang ditularkan melalui hubungan seksual yang pernah diderita
responden, seperti sifilis (Laksana dan Lestari, 2010)
KLASIFIKASI
Terdapat beberapa klasifikasi klinis HIV/AIDS antara lain menurut CDC dan
WHO. Klasifikasi dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) berdasarkan
gejala klinis dan jumlah CD4 sebagai berikut:
CD4
Total
500/ml
200-499/ml
Kategori Klinis
%
(asimtomatik,infeksi akut)
(simtomatik)
(AIDS)
29 %
A1
B1
CI
14-28%
A2
B2
C2
< 200/ml
< 14 %
A3
B3
C3
Kategori klinis A meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimtomatik), dan infeksi
akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut. Kategori
klinis B terdiri atas kondisi dengan gejala (simtomatik) pada remaja atau remaja yang
terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling sedikit satu
dari beberapa kriteria berikut:
a. Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan
yang diperantarakan sel.
b. Kondisi yang dianggap olek dokter telah memerlukan penanganan klinis atau
membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV, misalnya kandidiasis
orofaringeal, oral hairy leukoplakia, herpes zoster , dan lain-lain.
Kategori klinis C meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS, misalnya
sarkoma kaposi, pneumonia pneumocystis carinii, kandidiasis esofagus dan lain-lain
(Depkes RI, 2006)
PATOGENESIS
Secara epidemiologis, HIV-l terdapat pada AIDS di Afrika Tengah, Haiti, Eropa
Barat dan Amerika; sedangkan HIV-2 prevalensinya lebih rendah dan terdapat secara
endemis di Afrika Barat. Secara sporadis HIV-2 juga ditemukan di Inggris, beberapa
negara Eropa, Brazil, dan baru-baru ini di Amerika.
Dinamakan retrovirus karena virus ini mempunyai kemampuan dapat membentuk
DNA dari RNA sebab mempunyai enzim transkiptase reversi. Enzim ini dapat
menggunakan RNA virus sebagai template untuk membentuk DNA, yang kemudian
berintegrasi ke dalam kromosom pejamu dan selanjutnya bekerja sebagai dasar untuk
proses replikasi HIV.
1 Siklus hidup HIV AIDS
Siklus hidup HIV dimulai ketika virion HIV melekatkan diri pada sel pejamu.
Perlekatan ini dimulai dari interaksi antara kompleks env yang terdiri dari 3 pasang
molekul gp120 dan molekul transmembran gp 41 yang merupakan molekul trimerik
membran virion dengan membran sel target. Pertama-tama terbentuk ikatan antara
satu subunit gp 120 dengan molekul CD4 sel pejamu. Perlekatan ini menginduksi
perubahan konformasional (membran virion melekuk agar gp120 kedua dapat ikut
melekat) yang memicu perlekatan gp120 kedua pada koreseptor kemokin (CXCR4,
CCR5). Ikatan dengan koreseptor ini selanjutnya menginduksi perubahan
konformasional pada gp41 (semula berada di lapisan lebih dalam membran virion)
untuk mengekspos komponen hidrofobiknya sampai ke lapisan membran pejamu,
(karena mampu bergerak seperti ini maka gp41 dinamakan peptida fusi) dan
kemudian menyisipkan diri ke membran sel pejamu dan memudahkan terjadinya fusi
membran sel HIV dengan membran sel pejamu dan sel inti HIV dapat masuk ke
dalam sitoplasma sel pejamu.
Di dalam sel pejamu bagian inti nukleoprotein keluar, enzim di dalam
kompleks nukeoprotein ini menjadi aktif. Genom RNA HIV ditranskripsi menjadi
DNA oleh enzim transkriptase reversi (RT= Reverse Transcriptase). DNA HIV yang
terbentuk kemudian masuk ke nukleus sel pejamu melalui bantuan enzim integrase.
Integrasi diperkuat bila pada saat yang sama DNA pejamu bereplikasi karena
terstimulasi oleh antigen atau bakteri superantigen. DNA virus HIV yang sudah
berintegrasi ke dalam DNA sel pejamu dinamakan DNA provirus. DNA provirus ini
dapat dormant, atau tidak aktif mentranskripsi sampai berbulan-bulan atau bertahuntahun tanpa adanya protein baru atau virion.
Transkripsi gen proviral DNA yang sudah terintegrasi diatur oleh:
dalam bentuk kotak TATA dan tempat ikatan/binding untuk 2 faktor transkripsi
pejamu (NF-kB dan SP1). Awal transkripsi gen HIV dalam sel T terkait dengan
pengaktivan sel T secara fisiologis oleh antigen atau sitokin lain. Sebagai contoh,
aktivator poliklonal sel T seperti fitohemaglutinin, IL-2, TNF dan limfotoksin akan
menstimulasi ekspresi gen HIV dalam sel T yang terinfeksi. Selain itu IL-1, IL-3, IL6, TNF, limfotoksin, IFN- dan GM-CSF merangsang ekspresi gen HIV dan replikasi
virus dalam sel monosit dan makrofag yang terinfeksi. Fenomena ini menunjukkan
bahwa sel T yang terinfeksi HIV secara laten dapat tetap memberi respons normal
terhadap mikroba lain. Replikasi sel T mungkin menjadi pemicu berakhirnya infeksi
laten dan dimulainya produksi virus. Infeksi multipel yang dialami penderita HIV
akan menstimulasi produksi HIV untuk selanjutnya menginfeksi sel lainnya.
Meskipun tampaknya replikasi virus HIV mudah dan terdapat sinyal optimal
untuk memulai transkripsi, hanya sedikit saja molekul mRNA HIV yang benar-benar
disintesis. Hal itu terjadi karena transkripsi gen HIV oleh enzim polimerase RNA
mamalia tidak efisien dan kompleks polimer biasanya berhenti ditranskripsi sebelum
mRNA lengkap.Protein Tat terikat pada mRNA yang baru mulai dibentuk, bukan
pada DNA virus. Keterikatan ini meningkatkan proses polimerase RNA hingga
beberapa ratus kali lipat, dan mendorong diselesaikannya transkripsi dengan hasil
akhir RNA messenger(mRNA) HIV yang fungsional.mRNA yang mengkode aneka
protein HIV berasal dari transkrip helai tunggal genom lengkap yang telah melalui
proses penyambungan yang berbeda-beda. Ekspresi gen HIV dapat dibagi ke dalam
stadium awal saat gen regulator dibentuk dan stadium akhir dimana gen struktur
diekspresikan dan helai tunggal genom lengkap dibuat.
Protein Rev, Tat, Nev adalah produk awal gen yang dicetak oleh mRNA yang
tersambung sempurna dan dikeluarkan dari nukleus dan diterjemahkan menjadi
protein di sitoplasma segera sesudah infeksi satu sel.Produk akhir gen termasuk env,
gag, dan pol yang mengkode komponen struktur virus dan diterjemahkan dari RNA
tunggal yang sudah maupun belum tersambung. Protein Rev memulai penukaran dari
ekspresi awal menjadi gen akhir dengan cara mempromosikan ekspor RNA ke luar
inti sel. RNA ini yang belum tersambung sempurna akan dikeluarkan dari inti.
Produk gen pol adalah protein prekursor yang dipotong secara berurutan untuk
membentuk enzim transkriptase riversi, protease, ribonuklease dan integrase. Gen
gag mengkode protein berukuran 55-D. Protein ini selanjutnya dipotong oleh enzim
proteolitik menjadi polipeptida p24, p17, dan p15. Ketiga polipeptida ini adalah
protein inti yang diperlukan untuk membentuk partikel infeksius virus. Gen env
memproduksi terutama glikoprotein 160-kD yang selanjutnya dipotong oleh protease
Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan
tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.
Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis,
perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini
umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih
merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites, walaupun umumnya
indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200 per L.
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait
HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute
pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat
muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun
demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit
ini.
Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang karena
digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun
tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak
ditemukan.Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per L), TBC muncul
sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai
penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner).
Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu
tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran
kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah bening (nodus limfa regional), dan sistem
syaraf pusat.Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat
munculnya penyakit ekstrapulmoner.
b. Penyakit saluran pencernaan utama
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena
berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti
Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi
oportunistik
yang
tidak
umum
dan
virus
(seperti
kriptosporidiosis,
Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang
digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer)
dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari
antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada
Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan
merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap
nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan
yang berhubungan dengan HIV.
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan
pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma
atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari
penyakit itu sendiri.
rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah.
Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 1020%,[18] namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.Perbedaan
ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.
d. Kanker dan tumor ganas (malignan)
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang
terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun
1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan
oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang
juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di
kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain,
terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.
Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang
menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya
Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS.
Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.
Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma
Hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun demikian,
banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar
(colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di tempattempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam
menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS
menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi penyebab
kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.
menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau
disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah
tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia
Tenggara].
1. DIAGNOSIS
Dalam tubuh orang yang terinfeksi, partikel virus bergabung dengan DNA sel
orang tersebut sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan
terinfeksi. Infeksi HIV tidak langsung menimbulkan gejala.Sebagian memperlihatkan
gejala tidak khas pada infeksi HIV dalam 3 6 minggu setelah terinfeksi seperti demam,
nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam dan diare.Setelah infeksi akut
ini dimulailah infeksi tanpa gejala selama 8 10 tahun. Seiring dengan memburuknya
kekebalan tubuh, orang terinfeksi tersebut mulai menampakkan gejala-gejala akibat
penyakit lain seperti berat badan turun, demam lama, rasa lemah, pemebsaran kelenjar
getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, herpes, dll.
HIV Diagnosis Pemeriksaan laboratorium penting untuk mengetahui secara pasti
apakah seseorang terinfeksi HIV atau tidak, karena pada HIV gejala klinis dapat terlihat
setelah bertahun-tahun lamanya.Terdapat berbagai macam tes laboratorium untuk
memastikan terinfeksi HIV.Secara garis besar terbagi menjadi pemeriksaan serologis
untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi
keberadaan virus HIV.Pemeriksaan yang mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan
terhadap antibodi HIV.
Menggunakan
tiga
kali
pemeriksaan.
Bila
hasil
riwayat pemaparan atau tidak berisiko tertular HIV maka hasil tersebut disebut
sebagai non-reaktif.
Jika pemeriksaan antibodi menyatakan hasil reaktif maka pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi HIV, yang
paling sering dipakai adalah teknik Western Blot (WB).Seseorang yang ingin
menjalankan tes HIV untuk keperluan diagnosis harus mendapat konseling pra tes. Hal
ini dilakukan agar ia mendapat informasi sejelas-jelasnya tentang HIV/AIDS sehingga
siap menerima dan mengambil keputusan apapun hasilnya nanti. Untuk memberi tahu
hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil positif maupun negatif. Jika
hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan untuk memperpanjang
masa tanpa gejala dan cara mencegah penularan. Jika hasil negatif, konseling tetap perlu
dilakukan untuk memberikan informasi mengenai bagaimana mempertahankan perilaku
yang tidak berisiko.Seorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan
laboratorium terbukti terinfeksi HIV.Sedangkan diagnosis AIDS ditegakkan dengan
melihat gejala klinis dari penyakit lain yang menyertai penyakit ini atau limfosit CD4+
(limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi immunoogis yang
penting).
2. TERAPI
8.1 Terapi non-Farmaka
Terapi non farmakologik terdiri dari pencegahan penularan HIV.Ini
melibatkan 5 Ps iaitu Partners, Prevention of Pregnancy, Protection of Sexual
transmitted diseases, Practices, Past history of sexual transmitted disease.Metode
yang sering digunakan adalah:
kehamilan.
Tidak memakai alat suntik secara bersama-sama (Anonim, 2011).
WHO
Terapi bila CD4 < 200 sel /mm3a
Tidak di terapi
Tidak di terapi
Terapi
Terapi
a. Nilai hitung CD4 yang disarankan untuk membantu menetapkan kebutuhan terapi segera
seperti TB pulmonal dan infeksi bakteri berat yang mungkin terjadi pada tiap tingkat
CD4.
b. Total limfosit 1200/mm dapat menggantikan hitung CD4 jika nilai CD4 tidak ada atau
infeksi HIV ringan. Ini tidak berguna pada pasien tanpa gejala.
c. Pemberian terapi ARV direkomendarikan untuk perempuan hamil dengan fase klinik 3
dan nilai CD4 < 350 cells/mm3.
d. Pemberian terapi ARV direkomendarikan untuk seluruh pasien HIV dengan nilai CD4 <
350 cells/mm3 dan TB pulmonal dan infeksi bakteri berat.
e. Tepatnya nilai CD4 > 200/mm3 pada infeksi HIV belum ditetapkan.
8.3 Penggolongan obat-obat ARV :
a. Nukleoside Analog Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)
1) Azidothymidine (AZT) atau Zidovudin
Indikasi: pengobatan infeksi HIV lanjut (AIDS), HIV awal dan HIV asimtomatik
dengan tanda-tanda resiko progresif, infeksi HIV simtomatik dan asimtomatik pada anak
dengan tanda imuno defisiensi yang nyata dapat dipertimbnagkan untuk transmisi HIV
metarnofetal (mengobati wanita hamil dan bayi baru lahir).
Peringatan: toksisitas hematologis (lakukan uji darah tiap 2 minggu selama 3 bulan
pertama, selanjutnya sebulan sekali pemeriksaan darah dapat lebih jarang, tiap 1-3 bulan,
pada infeksi dini dengan fungsi sum-sum tulang yang baik); defisiensi vitamin B12,
gangguan fungsi hati, fungsi ginjal, usia lanjut, kehamilan, tidak dianjurkan menyusui
selama pengobatan.
Kontraindikasi: neutropenia dan atau anemia berat, neonatus dengan hiperbilirubinemia
yang memerlukan terapi selain fototerapi atau dengan peningkatan transaminase.
Efek samping : anemia, neutropenia dan lekopenia ulkus mulut, neuropati perifer,
disfagia, anoreksia, diare, sakit perut, konstipasi, faringitis, sakit kepala, ruam,penurunan
berat badan, lesu, anemia, mual, muntah, anoreksia, sakit perut, sakit kepala, ruam,
demam, insomnia, lesu. Pernah dilaporkan kejang miopati, pigmentasi pada kuku, kulit,
dan mukosa, gangguan fungsi hati dan asidosis laktat.
Dosis
Oral: dosis bervariasi, 500-600 mg/hari dalam 2-5 kali pemberian atau 1 gram
perhari dalam 2 kali pemberian. Anak diatas 3 bulan: 120-180 mg/m2 tiap 6 jam
dari 2 minggu.
1) Didanosin (DDI)
Indikasi: infeksi HIV progresif atau lanjut; dalam kombinasi dengan antiretroviral yang
lain.
Peringatan: riwayat pankreatitis; neuropati perifer, hiperurisemia, gangguan fungsi hati,
gangguan fungsi ginjal, dan kehamilan.
Kontraindikasi: gangguan fungsi hati dan ibu menyusui
obat-obat
yang
menyebabkan
neuropati
(misalnya
iii.
Pada pasien yang terinfeksi HIV-1 yang rentan dan pasien dengan penyakit tahap lanjut.
Dosis:
- Anak >1 bulan: 350-400 mg/kg, 2 kali sehari (dosis maksimum 600 mg). Dosis intitial:
250 mg/kg, 2 kali sehari selama 2 hari atau 500 mg/kg, 1 kali sehari.
- Dewasa: 600 mg, 2 kali sehari.
Efek samping : gangguan GI seperti mual, muntah, nyeri abdomen, dan perubahan rasa.
Parestesia perifer dan perioral juga umum terjadi.
Perhatiaan dan IO: untuk meminimalkan intoleransi pada dewasa dan remaja maka
dosis awal diberikan 300 mg tiap 12 jam dan secara bertahap dapat ditingkatkan sampai
600 mg tiap 12 jam.
iv.
Nelfinavir
Indikasi: sebagai antiretroviral pada dewasa dan anak yang diizinkan oleh FDA terutama
pada infeksi HIV-1, pada pasien yang belum pernah mendapat inhibitor protease HIV dan
lamivudin.
Dosis:
- Anak 2-13 th: 45-55 mg/kg, 2 kali sehari atau 25-35 mg/kg, 3 kali sehari, diberikan
bersama dengan makanan.
-Dewasa: 750 mg, 3 kali sehari dan diberikan bersama dengan makanan.
Efek samping:diare (paling sering terjadi), diabetes, intoleransi glukosa, peningkatan
kadar trigliserida dan kolesterol.
Perhatian dan IO: karena obat ini dimetabolisme oleh CYP3A4 maka pemberian
bersama obat yangdapat menginduksi CYP3A4, misal:rifampin dikontraindikasikan
3. PANDUAN TERAPI
Terapi dengan kombinasi ARV menghambat replikasi virus adalah strategi yang
sukses pada terapi HIV. Ada tiga golongan obat ARV yaitu:
9.1 Reverse Transcriptase Inhibitor (RTI)
a. analog nukleosida (NARTI)
b. b.non nukleosida (NNRTI)
9.2 HIV Protease inhibitor (PI)
9.3 Fusion inhibitor
Bila terjadi kegagalan terapi yang dapat disebabkan oleh resistensi atau pasien
tidak dapat menoleransi reaksi obat yang tidak diinginkan maka terapi harus
ditukar.Regimen yang direkomendasikan dan perubahan terapi dapat dilihat pada
tabel.Interaksi yang bermakna dapat terjadi dengan beberapa obat.
Rekomendasi regimen lini pertama terapi dan perubahan terjadi kelini kedua
infeksi HIV pada orang dewasa.
Regimen lini pertama
Standar
Pi
PI/r
NVP or EFV
TDF + ABC atau
TDF + 3TC (AZT)
TDF + 3TC + NVP atau ddI + ABC atau
ddI + 3TC (AZT)
EFV
ABC + 3TC + NVP ddI + 3TC (AZT) atau
TDF + 3 TC (AZT)
atau EFV
Alternatif
3 TC lamivudine, ABC abacavir, AZT zidovudin, d4T stavudin, ddI didanosine, NFV
nelfinavir, NNRTI non nukleosida reverse transcriptase inhibitor, NRTI nukleosida
reverse transcriptase inhibitor, NVP nevirapine, PI protease inhibitor, /r: ritonavir dosis
rendah, TDF tenofovir disoproxil fumarate (Kusnandar dkk, 2008). Paduan ARV Lini
Pertama yang dianjurkan. Prinsip Pemilihan obat ARV, yaitu pilih lamivudin (3TC)
ditambah satu obat dari golongan nucleoside revere transcriptase inhibitor(NRTI),
zidovudine (AZT) atau stavudin (d4T).
Pilihan Paduan ARV untuk Lini- Pertama
Anjuran
Paduan ARV
Pilihan utama
AZT +
+NVP
Keterangan
perempuan
dengan
CD4
>250
berisiko
untuk timbul gangguan hati simtomatik,
yang
biasanya berupa ruam kulit. Risiko gangguan
hati simtomatik tersebut tidak tergantung
berat
ringannya penyakit, dan tersering pada 6
minggu pertama dari terapi.
Pilihan
AZT +
+EFV
alternatif
d4T +
+NVP
EFV
Keunggulan
Lamivudine (3TC)
Memiliki
profil
aman,non-teratogenik
Dosis sekali sehari
Kekurangan
yang Low genetic barier to
resistance
atau AZT)
ditoleransi
Dosis sekali sehari
Hampir
selalu
terkait
denganefek
samping
asidosis laktat,lipodistrofi
dan neropati perifer
Mudah didapat
Abacavir (ABC)
sehari
Harga saat
tergolong
sangat mahal
ini
masih
lain.
Tenofovir
disoproxil
tinggi
fumarat (TDF)
Pernah
dilaporkan
kasusdisfungsi ginjalbelum
terbukti
aman
padakehamilan.
Pernah dilaporkan
adanya efek samping pada
Emtricitabine
(FTC)
FTC merupakan
dari3TCCukup
digunakan
Memiliki
efikasi
yang
samadengan 3TC terhadap HIV
dan
hepatitis
B.
Dan
sama
profilresistensi dengan 3TC
Anjuran
Paduan ARV
Keterangan
Pilihan
lain
TDF + 3TC +
Paduan 3 NRTI
: AZT + 3TC +
ABC
d4T + ddI
lipoatrofi)
Pernah dilaporkan kematian pada ibu hamil
3TC + FTC
secara dini
TDF + ddI + NNRTI manapun
Frekuensi
10% dari seluruh pasien yang mulai terapi ARV25% dari pasien
yang mulai terapi ARV dengan CD4 <50 / mm3
Waktu timbul
Penyakit
penyerta
tersering
Tatalaksana
Terapi ARV diketahui dapat menurunkan laju TB sampai sebesar 90% pada
tingkat individu dan sampai sekitar 60% pada tingkat populasi, dan menurunkan
rekurensi TB sebesar 50%.
Rekomendasi terapi ARV pada Ko-Infeksi Tuberkulosis :
Mulai terapi ARV pada semua individu HIV dengan TB aktif, berapapun jumlah
CD4.
Gunakan EFV sebagai pilihan NNRTI pada pasien yang memulai terapi ARV
TB-HIV, potensi menurunkan transmisi bila semua pasien HIV memulai terapi ARV lebih
cepat, dan meningkatkan kualitas hidup, menurunkan kekambuhan TB dan meningkatkan
manajemen TB pada pasien ko-infeksi TB-HIV.
Terapi ARV untuk Pasien Ko-infeksi TB-HIV
CD4
Keterangan
CD4
tidak
diperiksa
Pilihan NNRTI
EFV merupakan pilihan utama dibandingkan NVP, karena penurunan kadar dalam
darah akibat interaksi dengan rifampisin adalah lebih kecil dan efek hepatotoksik yang
lebih ringan.
Pada keadaan TB terdiagnosis atau muncul dalam 6 bulan sejak memulai terapi
ARV lini pertama maupun lini kedua, maka perlu mempertimbangkan substitusi obat
ARV karena berkaitan dengan interaksi obat TB khususnya Rifampisin dengan NNRTI
dan PI.
Berikut merupakan panduan pemakaian terapi ARV pada pasien yang terdiagnosis
TB dalam 6 bulan setelah mulai terapi ARV lini pertama.
Paduan ARV bagi ODHA yang Kemudian Muncul TB Aktif
Paduan ARV
Lini pertama
2 NRTI + EFV
2 NRTI + NVP